Anda di halaman 1dari 5

Nama : Gilbert William Tapehe

Stambuk : B 401 16 107

Prodi : Ilmu Pemerintahan

KISAH PERJALANAN HIDUP NABI ELIA

Raja Ahab, telah membawa Israel kepada kemerosotan kerohanian lebih


buruk dari semua raja yang pernah ada sebelumnya. Ahab telah menikahi
Izebel putrid Raja Ethbal dari Sidon seorang imam besar dari dewa Baal.
Raja Ahad sudah menyembah Baal dan telah mendirikan mezbah bagi Baal
di Samaria (I Raja-Raja 16:31,32). Dengan demikian ia membangkitkan
amarah Tuhan lebih daripada semua raja Israel. Bukan itu saja, Isebel
istrinya juga telah mendirikan banyak sekali mezbah bagi penyembahan
berhala di seluruh Israel sehingga mempengaruhi bangsa itu agar
menyembah kepada Baal. Tidak ada kejahatan yang dilakukan oleh raja-raja
Israel seperti yang diperbuat Raja Ahab yang didorong oleh istrinya Izebel.
Dengan demikian bangsa itu telah melakukan dosa penyembahan berhala
sama seperti apa yang diperbuat oleh orang Amori yang sudah dimusnakan
Tuhan di hadapan Israel. (I Raja-Raja 21:25).
Tuhan dalam kemurahan-Nya tidak membiarkan bangsa itu mengalami
kehancuran dan kebinasaan, sehingga Ia mengutus seorang nabi-Nya yang
paling kuat dan berkuasa mengembalikan hati bangsa itu kepada Tuhan
Khalik semesta alam. Nabi Elia melihat kemerosotan bangsa itu terus
semakin dalam menimbulkan sakit hati dan kemarahan dalam hatinya. Ia
sadar bila bangsa itu tidak juga berubah maka hukuman yang dasyat akan
segera menimpa mereka oleh karna amarah dari Tuhan yang telah
membawa mereka keluar dari perhambaan di Mesir oleh kuasa yang dasyat
dan besar.
Sementara bangsa itu menyembah kepada Baal nabi memulai teguran dan
panggilan kepada pertobatan supaya hanya memilih satu saja yang
disembah yaitu Tuhan atau Baal. (I Raja-Raja 18:21).
“Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau
TUHAN (Yahweh) itu Tuhan, ikutilah Dia dan kalau Baal, ikutilah dia.”
Umat yang bercabang hati, tidak benar-benar mengikuti Tuhan. Mereka
menyembah Tuhan sementara mereka juga menyembah kepada Baal.

Kehidupan manusia pada waktu itu adalah dengan pertanian dan


peternakan. Orang yang mempunyai tanah yang luas dengan pertanian dan
perkebunan adalah orang-orang besar, orang kaya dan yang berpengaruh.
Juga peternakan dengan ribuan kambing, domba, sapi dan unta adalah
merupakan ukuran kekayaan dan kebesaran pada zaman Israel itu. Dan
untuk memperoleh harta dan kekayaan dan kehormatan maka pertanian dan
peternakan, tanah yang luas dan subur menjadi ukurannya. Dan tanah yang
luas itu sangat membutuhkan hujan dan embun. Dan kepercayaan Israel
telah diselimuti oleh kepercayaan bangsa-bangsa sekitar bahwa dewa Baal
dan Asyera adalah cewa yang berkuasa menurunkan hujan dan embun untuk
kesuburan dan kemakmuran bangsa-bangsa. Israel terlibat dalam
penyembahan dewa Baal dan Asyera karna pengaruh Raja Ahab dan istrinya
Izebel sendiri.

Sekarang Nabi Elia diutus Tuhan dengan gagah berani dan dengan
pernyataan yang keras menunjukkan kepada Israel bahwa Tuhan yang di
surgalah si pemberi kemakmuran dan yang dapat menahan dan menurunkan
hujan, bukan dewa Baal yang mereka sembah.
I Raja-Raja 17:1. “Lalu berkatalah Elia, orang Tisbe, dari Tisbe Gilead,
kepada Ahab: ‘ Demi Tuhan yang hidup, Tuhan Israel, yang kulayani,
sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan pada tahun-tahun ini,
kecuali kalau kukatakan.’”
Melalui Nabi Elia, Tuhan mau menunjukkan kepada Israel bahwa Dialah
Tuhan si pemberi hujan. Selama 3 tahun 6 bulan lamanya hujan tidak akan
pernah turun sehingga terjadilah kekeringan yang dasyat menimpah negeri
itu. (I Raja-Raja 18:14). Dapatkah anda membayangkan apakah yang terjadi
bila tidak turun hujan selama 3 tahun 6 bulan? Gagal panen akan
menimbulkan bahaya kelaparan dan kebinasaan semua rumput dan
tanaman, yang pasti menjadi kebinasaan terhadap manusia, binatang dan
ternak serta makhluk lainnya.
Dan pada akhir musim kering 3 ½ tahun itu Elia perlu bertemu dengan Raja
Ahab untuk menyatakan kekuasaan Tuhan di surga di hadapan rakyat itu,
bukan kekuasaan Baal yang dapat menurunkan hujan dari langit dalam
menjawab doa Elia. Maka diumumkan agar semua rakyat datang berkumpul
menyaksikan pertunjukan diatas Bukit Karmel.

Elia memanggil rakyat ke atas Bukit Karmel yang pada saat itu sangat
gersang dan kering, semua pohon besar dan rindang dimana tempat
penyembahan kepada dewa hutan dengan acara cabulnya sekarang tinggal
ranting dan dahan kering. Elia mau membuktikan kepada Raja Ahab dan
Izebel istrinya bersama 450 orang nabi Baal dan 400 nabi Asyera (dewa
hutan belukar) bahwa Tuhan yang di surga adalah Tuhan yang Mahakuasa
yang patut di sembah bukan Baal dan Asyera. Penyembahan kepada Baal
dan Asyera dilakukan oleh bangsa Israel karna mereka percaya, Baal adalah
dewa yang memberikan kesuburan tanah dan mendatangkan hujan. Baal
dan Asyera dapat memberikan kemakmuran.
Diatas Bukit Karmel, Elia mendahulukan nabi-nabi Baal sebanyak 450 orang
untuk berdoa kepada Baal memohon api untuk membakar korban yang telah
disediakan. Nabi Baal semuanya berdoa memohon agar Baal menurunkan
api membakar korban yang sudah disediakan.
Akan tetapi sampai mereka habis tenaga berteriak sampai mereka melukai
diri mereka hingga darah bercucuran, memohon agar Baal menurunkan api
membakar korban yang mereka sudah sediakan tetapi tak kunjung dating
hingga petang hari. (I Raja-Raja 18:28).
Kemudian mereka memberikan waktu bagi Elia untuk berdoa kepada Tuhan
agar menurunkan api dari langit untuk membakar korban yang telah
disediakan Elia di hadapan seluruh rakyat itu. Setelah Elia berdoa maka
turunlah api Tuhan dari langit.

“Lalu turunlah api Tuhan menyambar habis korban bakaran, kayu api,
batu dan tanah itu, bahkan air yang dalam parit itu habis dijilatnya.
Ketika seluruh rakyat melihat kejadian itu, sujudlah mereka dan berkata:
‘TUHAN (Yahweh), Dialah Tuhan! TUHAN (Yahweh) Dialah Tuhan!’” (I
Raja-Raja 18:38-39).
Doa Elia di jawab, Tuhan menurunkan api dari langit membakar habis korban
Elia di hadapan rakyat itu. Sehingga umat itu yakin dan berseru:
“TUHAN, Dialah Tuhan! TUHAN Dialah Tuhan!” (I Raja-Raja 18:39).
Kemudian Elia menyuruh menangkap semua Nabi Baal satu pun tidak ada
yang luput dan membunuh mereka di Sungai Kison (ayat 40). Dengan
demikian Elia telah mengembalikan hati bangsa itu kembali kepada Tuhan
Khalik semesta alam, hanya satu-satunya yang patut di sembah karna Dialah
sumber kemakmuran dan kebahagiaan yang sejati. Dialah Tuhan si pencipta
dan penguasa semesta alam ini.
Kemudian Elia berpesan kepada Raja Ahab agar segera pulang karna hujan
akan segera turun. Elia kembali naik ke atas Gunung Karmel untuk berdoa
memohon agar hujan segera turun. Setelah 7 kali Elia berdoa maka awan
gelap muncul dari permukaan laut dan dengan segera menurunkan hujan
yang lebat. (I Raja-Raja 18:45). Dan oleh kuasa Tuhan, Elia berlari
mendahului Raja Ahab yang naik kereta kuda menuju Yizreel dan sementara
itu hujanpun turunlah.
Keadaan kerohanian umat Israel pada waktu itu disebut timpang karna
bercabang hati. Sementara mereka menyembah Tuhan, penyembahan
kepada berhalapun mereka lakukan, mungkin untuk sebagian secara
tersembunyi dan yang lain terang-terangan seperti yang dilakukan Raja Ahab
dan Izebel istrinya telah melakukan hal yang sama.
“Lalu Elia mendekati seluruh rakyat itu dan berkata: Berapa lama lagi
kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau TUHAN (Yahweh) itu
Tuhan ikutlah Dia dan kalau Baal, ikutlah dia.’ Tetapi rayat itu tidak
menjawabnya sepata kata pun.” (I Raja-Raja 18:21).
Hal demikian itulah yang sangat menyakiti hati Tuhan si pencipta yang hanya
kepadaNyalah harus dan patut diberi hormat, pujian dan penyembahan yang
tulus.
Tuhan tidak menerima persembahan dengan hati bercabang, hati yang
terbagi, sebagian untuk dewa, atau berhala dan sebagian untuk Tuhan.
Tuhan mau agar segenap hati kita diberikan kepada-Nya. Segenap cinta kita
hanya tertuju kepada-Nya. Dan segenap kehidupan kita hanya bergantung
pada kasih karunia-Nya. Dialah satu-satunya sumber kehidupan, sumber
segala keperluan hidup dan sumber segala perkara yang kita perlukan dalam
hidup ini.
Untuk mengembalikan hati bangsa Israel kepada penyembahan yang benar
yaitu kepada Tuhan Khalik semesta alam, maka diutus Tuhanlah Nabi Elia,
yang dengan penuh keberanian menemplak dan menegur Raja Ahab dan
istrinya Izebel yang telah membawa bangsa itu kepada penyembahan Baal
dan Asyera.
Dasar dan alasan penyembahan kepada berhala dan dewa adalah karna
adanya keinginan untuk hidup lebih makmur dan bahagia. Keserakahan,
kesombongan dan keinginan daging akan dapat dipenuhi dengan melakukan
penyembahan kepada dewa Baal dan Asyera karna mereka benar-benar
percaya, bahwa dewa itulah yang sanggup memberikan kemakmuran dan
perlindungan. Demikian pulalah kepercayaan bangsa-bangsa yang ada
disekitar mereka pada watu itu

Anda mungkin juga menyukai