Anda di halaman 1dari 5

4 kaidah dasar bioetik

Beauchamp dan Childress (2001) menguraikan mengenai empat kaidah dasar (basic
moral principle) dan beberapa rules di bawahnya. Keempat kaidah dasar tersebut adalah

1. Beneficence (Berbuat Baik)

Menurut teori Beuchamp dan Childress, prinsip atau kaidah ini tidak hanya
menuntut manusia memperlakukan sesamanya sebagai makhluk yang otonom dan tidak
menyakiti mereka, tetapi juga dituntut agar manusia tersebut dapat menilai kebaikan
orang lain selanjutnya. Tindakan tersebut diatur dalam dasar-dasar beneficence.
Bagaimanapun seperti yang telah disebutkan, dasar-dasar dari beneficence menuntut
lebih banyak agent dibanding dengan dasar-dasar non-maleficence. Beuchamp dan
Childress menulis: “Dalam bentuk yang umum, dasar-dasar beneficence mempunyai
tujuan untuk membantu orang lain melebihi kepentingan dan minat mereka”. Dasar dari
beneficence mengandung dua elemen, yaitu keharusan secara aktif untuk kebaikan
berikutnya, dan tuntutan untuk melihat berapa banyak aksi kebaikan berikutnya dan
berapa banyak kekerasan yang terlibat.

2. Non-maleficence (Tidak Merugikan Orang Lain)

Tujuan prinsip ini adalah untuk melindungi seseorang yang tidak mampu (cacat)
atau orang yang non-otonomi. Seperti yang telah dijelaskan, orang ini juga dilindungi
oleh prinsip berbuat baik (beneficence). Jawaban etik yang benar adalah dengan melihat
kebaikan lebih lanjut dari diri seseorang, tidak diperbolehkan untuk menyakiti orang
lain. Prinsip ini mengemukakan bahwa keharusan untuk tidak melukai orang lain lebih
kuat dibandingkan keharusan untuk berbuat baik

3. Respect for Autonomy (Menghormati Autonomi Pasien)

Otonomi secara literatur adalah aturan yang mengatur diri sendiri secara tenang
dan tidak tergesa-gesa. Dasar-dasar respect for autonomy terkait erat dengan dasar
mengenai rasa hormat terhadap martabat manusia dengan segala karakteristik yang
dimilikinya karena ia adalah seorang manusia yang memiliki nilai dan berhak untuk
meminta. Otonomi adalah aturan personal yang bebas dari campur tangan pihak lain.
Beuchamp dan Childress merumuskan hal ini sebagai kata “tindakan otonomi tidak
hanya ditujukan untuk mengontrol pembatasan oleh orang lain”.
Respect for autonomy merupakan sesuatu yang hanya diwajibkan bila ia tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip kaidah bioetika yang utama lainnya, contohnya:
jika sebuah tindakan otonomi akan membahayakan manusia lain, maka prinsip respect
for autonomy akan bertentangan dengan prinsip non-maleficence, maka harus
diputuskan prinsip yang ditetapkan

4. Justice (Keadilan)

Kesamaan merupakan inti dari justice, tetapi Aristoteles mengemukakan bahwa


justice lebih daripada kesamaan, karena seseorang dapat merasa tidak diperlakukan
secara semestinya walaupun telah diperlakukan sama satu dengan yang lain.

Teori filosofi mengenai keadilan biasanya menyangkut keutuhan hidup


seseorang atau berlaku sepanjang umur, tidak berlaku sementara saja. Beuchamp dan
Childress menyatakan bahwa teori ini sangat erat kaitannya dengan sikap adil seseorang
pada orang lain, seperti memutuskan siapa yang membutuhkan pertolongan kesehatan
terlebih dahulu dilihat dari derajat keparahan penyakitnya. Rawls merumuskan
konsepsi khusus teori keadilan dalam bentuk dua prinsip keadilan yaitu: (1) setiap orang
memiliki hak sama sejauh yang dapat dicakup keseluruhan sistem kesamaan
kemerdekaan fundamental yang setara bagi kemerdekaan semua warga yang lain; (2)
ketidaksamaan-ketidaksamaan sosial dan ekonomi ditata sedemikian sehingga
keduanya: (a) paling menguntungkan bagi yang paling tertinggal, dan (b) melekat pada
posisi-posisi dan jabatanjabatan terbuka bagi semua di bawah syarat kesamaan
kesempatan yang fair.

Beauchamp TL, Childress J. Principles of Biomedical Ethics 3rd ed, Oxford University Press,
2001.

Lubis AY. Dekonstruksi Epistemologi Modern; Dari Posmodernisme, Teori Kritis,


Poskolonialisme Hingga Cultural Studies. Jakarta: Pustaka Indonesia Satu; 2006.54-66.

Kajian 4 kaidah bioetik

1. Beneficence (Berbuat Baik)

Prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan demi kebaikan pasien.
Dalam prisnip beneficience tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, tetapi
juga perbuatan dengan sisi baik yang lebih besar daripada sisi buruk. Dalam hal ini,
seorang dokter harus berbuat baik, menghormati martabat manusia, dan dokter tersebut
harus berusaha secara maksimal agar pasiennya tetap dalam kondisi sehat. Wakiran
MDBI, Tomuka DC, Kristanto EG. Pendekatan bioetik tentang eutanasia. Jurnal
Biomedik (JBM). Maret 2013;5(1):S23-28.

Tugas seorang dokter ialah untuk menolong jiwa seorang pasien, walaupun bila
hal tersebut sudah tidak bisa dilanjutkan lagi dan bila diteruskan, kadangkadang malah
akan menambah penderitaan seorang pasien. Penghentian pertolongan tersebut
merupakan salah satu bentuk eutanasia. Seorang dokter harus senantiasa berupaya
melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi. Seorang dokter dalam
melakukan kegiatan kedokterannya sebagai seorang profesi dokter harus sesuai dengan
ilmu kedokteran mutakhir, hukum, dan agama. Berdasarkan perspektif kesehatan maka
eutanasia masih tidak diperbolehkan karena pada dasarnya dokter harus tetap bersikap
profesional dan mengupayakan semaksimal mungkin untuk pengobatan pasien.
Wakiran MDBI, Tomuka DC, Kristanto EG. Pendekatan bioetik tentang eutanasia.
Jurnal Biomedik (JBM). Maret 2013;5(1):S23-28.

2. Non-maleficence (Tidak Merugikan Orang Lain)

Prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien.


Prinsip ini terkenal sebagai primum non nocere atau “above all do no harm”.
Nonmalficience ialah suatu prinsip dimana seorang dokter tidak melakukan perbuatan
yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang berisiko paling kecil bagi
pasien yang diarawat atau diobati olehnya. Wakiran MDBI, Tomuka DC, Kristanto EG.
Pendekatan bioetik tentang eutanasia. Jurnal Biomedik (JBM). Maret 2013;5(1):S23-
28.

Salah satu isu yang sering muncul pada perawatan kritis adalah penundaan dan
penghentian bantuan hidup atau yang sering disebut withholding and withdrawing life
support. Suryadi Taufiq. Aspek bioetika-medikolegal penundaan dan penghentian
terapi bantuan hidup pada perawatan kritis. JKS. 1 April 2017;17(1):60-64 Penundaan
terapi bantuan hidup (Withholding life support) adalah menunda pemberian terapi
bantuan hidup baru atau lanjutan tanpa menghentikan terapi bantuan hidup yang sedang
berjalan, sedangkan penghentian terapi bantuan hidup (Withdrawing life support)
adalah menghentikan sebagian atau semua terapi bantuan hidup yang sudah diberikan
pada pasien. Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 37 Tahun 2014. In. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia; 2014.

Withholding and withdrawing life support sering dibicarakan bersama antara


kalangan medik dan etik. Beberapa pertanyaan menyangkut withholding and
withdrawing life support perlu dibahas agar pemahaman tentang hal ini dapat lebih
meningkat. Suryadi Taufiq. Aspek bioetika-medikolegal penundaan dan penghentian
terapi bantuan hidup pada perawatan kritis. JKS. 1 April 2017;17(1):60-64 The
American Medical Association membuat sebuah pedoman umum diantaranya: (1)
Apakah seorang dokter secara legal dapat meminta dilakukannya semua terapi
mempertahankan kehidupan sebesar mungkin?. Tidak, karena pasien berhak menolak
tindakan medik termasuk terapi mempertahankan kehidupan seperti ventilasi mekanik,
atau hidrasi dan nutrisi buatan. (2) Apakah withholding and withdrawing life support
sama dengan euthanasia?. Tidak, karena withholding and withdrawing life support
bertujuan secara konsensus umum untuk mengikuti perjalanan penyakit alaminya tidak
mengambil keputusan mempercepat kematian dan mengakhiri kehidupan. Sementara
euthanasia aktif mengambil keputusan mempercepat kematian dan mengakhiri
kehidupan. (3) Apakah dokter “membunuh” pasien jika melepas ventilator?. Tidak, jika
tujuan pelepasan ventilator adalah untuk kenyamanan pasien (atau karena pemasangan
ventilator tidak memberi manfaat lagi) bukan kematian. Aeckermann RJ. Withdrawal
and Withholding life sustaining treatment. Am Fam Physician. 1 Oktober
2000;62(7):1555-60.

3. Respect for Autonomy (Menghormati Autonomi Pasien)

Prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien.
Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent. Dalam hal
ini, seorang dokter wajib menghormati martabat dan hak manusia. Wakiran MDBI,
Tomuka DC, Kristanto EG. Pendekatan bioetik tentang eutanasia. Jurnal Biomedik
(JBM). Maret 2013;5(1):S23-28.

Dalam KUHP yang berkaitan dengan euthanasia yaitu KKUHP Bab XIX
Kejahatan terhadap nyawa pasal 344, dipaparkan sebagai berikut: “barang siapa
merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan
dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.” Pasal di atas ini menghalangi para dokter untuk melakukan tindakan voluntary
euthanasia. Bagi kalangan dokter yang berpegang pada pasal-pasal yang terdapat dalam
KUHP, pelaksanaan eutanasia apapun jenisnya tidak mungkin dilaksanakan, terkecuali
bila tindakan eutanasia tidak diartikan sebagai tindakan kejahatan sebagaimana
dimaksudkan dalam KUHP. Wakiran MDBI, Tomuka DC, Kristanto EG. Pendekatan
bioetik tentang eutanasia. Jurnal Biomedik (JBM). Maret 2013;5(1):S23-28.

4. Justice (Keadilan)
Prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap
maupun dalam mendistribusikan sumber daya. Keadilan (justice) merupakan suatu
prinsip dimana seorang dokter wajib memberikan perlakuan sama rata serta adil untuk
kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Wakiran MDBI, Tomuka DC, Kristanto
EG. Pendekatan bioetik tentang eutanasia. Jurnal Biomedik (JBM). Maret
2013;5(1):S23-28.
Semua manusia pada hakikatnya memiliki kesempatan untuk hidup yang sama,
oleh karena itu, seorang dokter harus berusaha agar pasien ini tetap hidup.

Anda mungkin juga menyukai