Anda di halaman 1dari 17

CLINICAL SCIENCE SESSION

* Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A218090 / November 2019

** Pembimbing/ dr. Idrat Riowastu, Sp.S

UNAWARENESS OF OLFACTORY DYSFUNCTION IN OLDER


ADULTS

Fadel Mahfuzd, S.Ked* dr. Idrat Riowastu, Sp.S**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU NEUROLOGI RSUD RADEN MATTAHER

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS JAMBI

2019
LEMBAR PENGESAHAN

CLINICAL SCIENCE SESSION

UNAWARENESS OF OLFACTORY DYSFUNCTION IN OLDER


ADULTS

Oleh:

Fadel Mahfuzd,S.Ked

G1A218090

Sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik senior

Bagian Ilmu Neurologi RSUD Raden Mattaher

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Jambi, November 2019

Pembimbing,

dr. Idrat Riowastu, Sp. S


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Clinical Science Session mengenai “Unawareness of Olfactory Dysfunction in
Older Adults” sebagai kelengkapan persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior Bagian Ilmu Neurologi di Rumah Sakit Umum Raden Mattaher
Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Idrat Riowastu, Sp.S yang


telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Neurologi di Rumah Sakit Umum Raden
Mattaher Jambi.

Penulis menyadari bahwa Clinical Science Session ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
sangat diharapkan guna kesempurnaan Clinical Science Session ini, sehingga
dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Jambi, November 2019


KETIDAKSADARAN DISFUNGSI OLFAKTORIUS PADA

DEWASA TUA (LANSIA)

Abstrak

Penurunan fungsi olfaktorius merupakan kejadian umum yang sering dijumpai


pada lansia. Sejumlah faktor yang dapat menyebabkan terjadinya defisit pada
olfaktorius termasuk infeksi, penuaan dan penyakit neurodegeneratif. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dan mengukur kemampuan dari fungsi
olfaktorius pada lansia. Terdapat 93 partisipan (43 pria dan 50 wanita) dari
Quebec NuAge Kohort tentang nutrisi dan penuaan yang berpartisipasi dalam
penelitian Respon Penciuman dan Kognisi pada penuaan (ORCA). Rentang usia
80-95 tahun dan seluruh subjek penelitian dan memiliki status mental (MMSE) >
18. Setiap individual diwawancarai menggunakan “self-report” (“apakah anda
menderita masalah penciuman ?”) dan uji olfaktori kuantitatif (Universitas
Pennsylvania Indentifikasi Uji Penciuman (UPSIT)). Berdasarkan “self report”,
81% dari subjek penelitian mengklaim memiliki penciuman yang normal. Akan
tetapi berdasarkan UPSIT, 95% dari mereka memiliki berbagai tipe mikrosmia.
Hasil ini mengungkapkan pada lansia tidak sadar terhadap disfungsi dari
penciuman mereka dan mengindikasikan bahwa kuesioner “self report” tidak
valid untuk menilai fungsi penciuman pada lansia.

Kata Kunci : Penuaan, Tua, Metakognisi, Penciuman, Evaluasi-mandiri


Pendahuluan

Dari sudut pandang phylogenetik, penciuman dianggap salah satu sistem


sensori tertua yang ada pada mamalia. Sering dianggap remeh, indra penciuman
sangat penting. Meskipun demikian penciuman mungkin tampak kurang penting
dalam mengidentifikasi objek atau orang dibandingkan dengan penglihatan,
sistem indra ini memainkan peran sosial dan emosianal yang penting dalam
mempengaruhi selera makan dan preferensi makanan pada individu setiap hari.
Selanjutnya, penciuman merupakan suatu aset yang penting dalam
mengidentifikasi bahaya melalui bau seperti kebocoran gas atau asap beracun
lainnya, asap dan makanan busuk. Terdapat bukti yang kuat menunjukkan bahwa
disfungsi penciuman terjadi beriringan dengan penuaan. Dari perspektif ini,
disfungsi penciuman adalah masalah kesehatan masyarakat yang utama dan perlu
dilakukan langkah-langkah untuk mengurangi bahaya ini.

Beberapa faktor yang telah teridentifikasi yang mungkin mempengaruhi


disfungsi penciuman termasuk stroke , infeksi virus dan penuaan. Usia berkaitan
dengan dsifungsi olfaktorius yang memiliki karakteristik penurunan yang
signifikan pada persarafan adenergik di lamina propia mukosa olfaktorius. Faktor
lainnya yang terlibat pada hilangnya fungsi olfaktorius termasuk aliran udara dan
komposisi mukosa, struktur dari neuroepithelium dan bulbus olfaktorius dan
pemrosesan dalam mengidentifikasi penciuman pada otak. Penurunan kamampuan
penciuman berdasarkan usia sering terjadi secara bertahap dan juga tidak disadari
oleh penderita. Beberapa lansia dengan mikrosmia yang menjadi objek kurang
menyadari keadaan dari indra penciuman mereka. Ketidaktahuan gangguan
penciuman dapat disebabkan oleh kurangnya perhatian terhadap rangsangan. Itu
telah dibuktikan bahwa perhatian diperlukan untuk kesadaran dalam penciuman
dan evaluasi fungsi penciuman berkolerasi dengan skor tes peciuman secara
kuantitatif setelah menilai fungsi penciuman. Tambahan lainnya, orang yang
menderita disfungsi penciuman cendrung salah mengartikan gangguan mereka
karena kehilangan rasa dan bukan karena kehilangan penciuman.
Suatu penelitian yang dilakukan di Swedia dan Norwegia, yang termasuk subjek
yang sehat dengan rentang usia antara 45-79 tahun telah menunjukkan bahwa
tidak menyadari akan anosmia (kehilangan penciuman total) lebih sering pada
dewasa tua (79%) yang memiliki kemampuan kognitif yang sehat berdasarkan
penilaian neurologis yang komprehensif. Pada penelitian yang sama, yang
dilakukan di Amerika Serikat pada dewasa dengan usia 53 hingga 79ntahun,
hanya 20% dari subjek penelitian yang menderita anosmia yang sadar memiliki
masalah dengan penciuman. Konsensus umum pada suatu literatur, berdasarkan
penelitian terbatas yang dilakukan sejauh ini, mendukung hipotesis bahwa lansia
kurang menyadari terjadinya penurunan kemapuan pada organ penciuman mereka.
Akan tetapi, ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa lansia yang subjek
penelitian mampu memperkirakan fungsi penciuman mereka.
Bukti substantial dalam literatur telah menunjukkan bahwa disfungsi
penciuman diamati pada beberapa penyakit neurodegeneratif, seperti penyakit
Alzheimer disease (AD), Huntington disease (HD) dan stroke dan penyakit
parkinson (PD) dan lainnya. Yang sangat penting, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa disfungsi penciuman dapat menjadi pertanda atau prediktor
awal gangguan kognitif dimasa depan. Memang, gangguan penciuman saat ini
dipandang sebagai salah satu prediktor untuk memprediksi penyakit parkinson
mendatang dan sebagai salah satu tanda gangguan kognitif ringan (MCI), sebuah
tanda potensia dari penyakit Alzheimer. Hal ini menyoroti pentingnya melakukan
pemeriksaan yang tepat untuk mengetahui gangguan penciuman pada lansia.

Hal penting lainnya, ketidaksadaran dalam mengetahui kelainan


penciuman dapat menyebabkan malnutrisi dan depresi. Selain itu, individu yang
terkena tidak akan dapat mengakses ingatan penciuman mereka yang dapat
berkontribusi pada depresi. Hal ini akan menjadi perhatian utama, mengingat
bahwa depresi pada individu dengan gangguan kognitif ringan memiliki resiko
dua kali lipat secara progresif menjadi penyakit Alzheimer. Dalam laporan ini,
kami ingin menentukan apakah pernyataan pribadi dalam menilai penciuman
adalah metode yang dapat diandalkan untuk mentukan fungsi penciuman, karena
dari beberapa literatur memiliki informasi yang terbatas mengenai hal ini. Kami
menilai pada sekelompok lansia di provinsi Quebec dan membandingkan
kemampuan dari metode evaluasi mandiri dengan evaluasi kuantitatif penciuman
pada subjek yang sama.

Bahan dan Metode

Partisipan

Jumalh 93 partisipan (50 wanita (rentang usia 80-95 tahun), 43 pria


(rentang usia 80-93 tahun)) dari Quebec, setuju untuk menjadi partisipan di klinik
sub-study Olfactory Response and Cognition in Aging (ORCA). Partisipan
diambil dari database Quebec Longitudinal Study on Nutrition and Successful
Aging (NuAge) dan hanya memilih subjek yang memiliki kognitif yang baik (> 67
tahun) juga termasuk. Penelitian NuAge merekrut 1.793 partisipan yang dinilai
setiap tahun antara tahun 2004 hingga 2008. Untuk penelitian ORCA, saat
melakukan perizinan kepada partisipan NuAge sebelumnya menannyakan apakah
mereka akan mempertimbangkan untuk dilibatkan dalam penelitian lainnya. Bagi
mereka yang setuju akan dilibatkan, dengan status kesehatan mental yang telah
diperiksa dan memiliki kognitif yang baik (> 18) yang diterima pada penelitian
ORCA lainnya. Kemudian surat yang dikirim termasuk kuesioner “self-report”
penciuman (identik dengan kuesioner self report pada NuAge) (2015) dan lembar
persetujuan. Seluruh partisipan menandatangi lembar persetujuan yang sesuai
dengan bahasa asli mereka yang telah disetujui oleh research centre of Aging
ethical committee. Pada saat penelitian NuAge sedang berlangsung, tidak ada
partisipan yang dilaporkan memiliki masalah neurologi seperti penyakit
parkinson, penyakit huntington dan atau stroke. Karakteristik dari partisipan dapat
dilihat pada tabel 1

Self-Report

Para partisipan mengisi formulir laporan dari diri mereka sendiri tentang
keadaan penciuman mereka setiap tahun dari 2004-2008 (T1-T4) yang
mencangkup pertanyaan: “apakah anda memiliki masalah penciuman ? penurunan
persepsi bau atau mencium bau tidak sedap. Pilihan jawaban: “Tidak”, “Ya”,
“Saya tidak tahu” dan “Jika iya, yang mana ? benar-benar kehilang indra
penciuman, kehilangan sebagian indra penciuman, mencium aroma yang tidak
semestinya, atau saya tidak tahu”. Pada 2015/2016, 93 partisipan yang menjadi
subjek penelitian ORCA juga menyelesaikan kuesioner laporan pribadi mereka
(yang mirip dengan laporan pribadi dari NuAge) pada saat penandatanganan
formulir persetujuan. Laporan pribadi partisipan lainnya, juga telah diselesaikan
dihadapan evaluator pada tahun 2016, pada saat yang sama saat penilaian oleh
university of Pennsylvania smell Identification Test (UPSIT) test.

Evaluasi Penciuman

UPSIT merupakan baku emas untuk penilaian kuatitatif dari penciuman,


dan banyak tersedia sebagai tes identifikasi bau (SIT, Sensonics, dan lainnya) dan
uji penciuman kuantitatif yang paling banyak digunakan. Berisi empat booklets
dan memiliki sebanyak 40 aroma yang berbeda. Setiap aroma bersifat mikro-
enkapsulasi yang dapat dikeluarkan dengan menggoreskan bagian ujung pensil.
Partisipan harus dapat memberikan jawaban yang benar diantara empat pilihan
aroma yang berbeda. test ini memiliki nilai maksimal 40 dan setiap rentang skor
sesuai dengan diagnosis penciuman (dijelaskan dalam manual UPSIT). Staff yang
melakukan wawancara dilatih dan terbiasa dengan test penciuman. Kompensasi
sebesar 10$ diberikan kepada setiap partisipan untuk menutup biaya tak terduga
seperti parkir.

Analisis Statistik

Hasi dari kualitatif dan kuantitatif pada pemeriksaan penciuman pertama


kali dikumpulkan oleh administrator yang melakukannya dan diperiksa dua kali
oleh administrator lainnya. Hasil kualitatif yang diambil pada tahun 2015/2016
dibandingkan dengan data yang diambil antara tahun 2004 dan 2008 (T1 – T4),
dan kemudian dibandingkan dengan hasil kuantitatif. Kami juga membandingkan
hasil yang diperoleh pada tahun 2015 dan 2016 bersama. Seluruh analisis statistik
menggunakan software Graphpad Prism 7. Cochran’s Q tes, digunakan untuk
membandingkan frekuensi dari laporan mandiri dan penilaian objektif gender. T-
tes antara kelompok independen (usia, edukasi dan raw UPSIT) dan Chi-Square
(status merokok) digunakan untuk membandingkan karakteristik pria dengan
wanita pada tabel 1. Persamaan variasi dianalisis menggunakan F-test dan variasi
antara pria dan wanita yang tidak berbeda secara signifikan untuk semua variabel
yang dinilai. Tingkat signifikansi ditetapkan pada p<0,05. Ukuran sensitivitas
(mengidentifikasi dengan benar bagi mereka yang menderita penyakit) dan
spesifitas (mengidentifikasi dengan benar bagi mereka yang tidak terkena
penyakit) dari laporan mandiri dihitung dengan membandingkan hasil laporan-
pribadi dengan status penciuman yang telah dievaluasi oleh skor UPSIT.

Hasil

Hasil kuantitatif uji penciuman pada tahun 2015/2016 dilampirkan pada


tabel 2. Menurut hasil data kuantitatif yang dikumpulkan pada tahun 2015/2016,
94% (87/93) dari partisipan menderita salah satu bentuk dari hyposmia (ringan
(24%), sedang (29%) atau mikrosmia berat (29%) dan total anosmia (12%)) (tabel
2, gambar 1A, gambar 1B). Bahkan jika memperhitungkan bentuk gangguan
penciuman (sedang, mikrosmia berat dan anosmia) hal ini hampir dapat
berpengaruh besar terhadap keselamatan dan kualitas hidup penderita,
persentasinya masih cukup tinggi (70%, 65/93). Kami kemudian membandingkan
hasil berdasarkan gender. Distribusi dari status penciuman tidak memiliki
perbedaan yang signifikan antara perempuan dan wanita pada subjek penelitian
(gambar 1C, dengan hasil Chi-Square p=0,074). akan tetapi persentasi individu
yang menderita dari microsmia ringan adalah 18% lebih tinggi dari wanita, akan
tetapi persentasi microsmia berat adalah 24% lebih tinggi dari pria.

Selanjutnya kami membandingkan skor kuantitatif dari skor uji penciuman


UPSIT dengan respon pada kuesioner laporan-pribadi. Sangat kontras dengan
hasil kuantitatif, hasil kualitatif dari laporan pribadi tahun 2015/2016
menunjukkan sebanyak 81% (75/93) dari partisipan mengklaim tidak menderita
kelainan apapun pada indra penciuman mereka (gambar 2A). Dalam 75 individu
ini , 95% (71/75) memiliki kelainan berupa mikrosmia. Perlu diketahui sebanyak
91% memang menderita kelainan fungsi berdasarkan skor UPSIT. 7 dari 93
peserta melaporkan tidak tahu status penciuman mereka dan 6 individu lainnya
menderita mikrosmia.

Selanjutnya kita melihat kepada distribusi dari penurunan penciuman


berbeda dari mereka yang mengklaim merasa tidak menderita gangguan
penciuman berdasarkan jenis kelamin (Gambar 2B, Gambar 2C) untuk
perempuan, 76% responden mengatakan bahwa mereka tidak merasakan
penurunan penciuman, meski demikian, 92% (35/38) memiliki penurunan
sebagaimana terdeteksi pada UPSIT (*% (3/38) normosmia, 32% (12/38)
mikrosmia, 37% (14/38) mikrosmia sedang, 16% (6/38) mikrosmia berat dan 8%
(3/38) anosmia total) (Gambar 2B, Tabel 2) kita menemukan situasi yang sama
pada populasi laki-laki, dengan 86% mengatakan tidak ada pengurangan padahal
faktanya 97% (36/37) menunjukkan masalah indra penciuman berdasarkan UPSIT
(3% (1/37) normosmia, 19% (7/37) mikrosmia ringan, 27% (10/37) mikrosmia
sedang, 43% (16/37) mikrosmia berat, 8% (3/37) anosmia total) (Gambar 2C,
Tabel 2). Dengan catatan, dalam kelompok yang mengatakan tidak menderita dari
masalah penciuman, perbedaan frekuensi mikrosmia antara laki-laki dan
perempuan tidak signifikan. Hasil ini menunukkan bahwa ketika mayoritas dari
sampel merasa tidak mengalami masalah penciuman, mereka sebenarnya memiliki
mikrosmia, hanya saja dalam bentuk yang berbeda-beda. Secara keseluruhan
sensitifitas dari laporan mandiri adalah 12,3% dan spesifitas 80%.

Evaluasi penilaian individu dari fungsi penciuman mereka (laporan


mandiri) kemudian dievaluasi selama tahun 2004-2008 (T1-T4), dan 2015/2016
(Gambar 3) fluktuasi dalam persentase individu yang melaporkan “Tidak” pada
pertanyaan “apakah anda menderita masalah dalam penciuman ?” tidak berubah
secara signifikan selama bertahun tahun (uji Q Cochran, p = 0.11). Jumlah
individu yang melaporkan “Tidak” soal disfungsi penciuman merepresentasikan
mayoritas dari subjek (81% pada 2015). Kita juga membandingkan hasil laporan
mandiri yang telah selesai pada 2015 dan 2016 untuk melihat apakah kehadiran
evaluator mempengaruhi jawaban partisipan. Meskipun fakta bahwa tidak ada
variasi signifikan antara jawaban tahun 2015 mengubah jawaban menjadi “Tidak”
dihadapan evaluator. Menariknya salah satu partisipan melaporkan bahwa
mengalami kehilangan penciuman totalpada tahun 2015. Dengan catatan hanya 4
dari individu yang melaporkan tidak ada masalah dengan penciuman pada tahun
2015 mengubah jawabannya menjadi “Ya” pada tahun 2016 didepan evaluator.

Kami kemudoan fokus pada konsistensi tanggapan yang dilaporkan sendiri


dengan menganalisis proporsi individu yang mempertahankan tanggapan yang
sama dari laporan mandiri penciuman mereka dari waktu ke waktu. Mungkin
muncul ekspektasi bahwa peserta lansia akan mengubah jawaban mereka dari
“Tidak” menjadi “Ya” dari pertanyaan “apakah anda menderita masalah
penciuman ?” karena penciuman mereka memburuk selama bertahun tahun.
Meski demikian, efek berlawanan memang muncul, 88% dari partisipan yang
mengatakan “Tidak” pada T1 mempertahankan jawabanya selama 5 titik waktu
(64/73 partisipan). Dalam perbedaan yang tajam, hanya 1 dari 8 partisipan yang
menjawab “Ya” mempertahankan jawabannya dari tahun ke tahun. Meskipun
faktanya hampir semua partisipan yang menjawab “Ya” mengubah jawabannya
dari tahun ke tahun, variasi dari waktu ke waktu tidak signifikan. Ini mungkin
dijelaskan dalam proporsi kecil individu yang mengatakan bahwa mereka
memiliki masalah penciuman dalam laporan mandiri (Q Cochran’s tes, “No”
p=0,001; “Yes” p=0,1).
Diskusi

Berdasarkan kuantitatif tes penciuman (UPSIT), hasil kami menunjukkan


sebanyak 94% (87/93) dari partisipan memiliki masalah pada penciumannya. Ini
sejalan dengan hasil laporan-mandiri (2015) menunjukkan 81% dari partisipan
mengklaim tidak memiliki masalah pada organ penciuman mereka. Selanjutnya,
sebagian partisipan tampaknya menyadari akan disfungsi dari penciuman mereka
pada tahun 2004 kemudian mereka merubah jawaban mereka tentang penciuman
mereka menjadi tidak menyadarinya. Selain itu, hasil kami menunjukkan ketidak-
sadaran dari disfungsi penciuman tidak berhubungan dengan gender. Fakta bahwa
manusia mengalami penurunan penciuman secara bertahap seiring bertambahnya
usia dapat membuat mereka kurang sadar akan kehilangan penciuman mereka
seiring waktu. Memang, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan
apakah ketidaktahuan gangguan penciuman adalah masalah umum pada lansia
yang memiliki kognitif yang baik. Selanjutnya, tujuannya adalah untuk
mengevaluasi kemampuan penciuman dari laporan mandiri sebagai cara untuk
menentukan kemampuan penciuman pada lansia. Tujuan ini didapatkan dengan
membandingkan tes kualitatif (UPSIT) pada partisipan yang berusia 80 sampai 95
tahun. Meskipun spesitifitasnya relatif tinggi (identifikasi normosmia yang tepat)
dari hasil laporan mandiri (80%), sensitivitas (identifikasi yang tepat dari
disfungsi penciuman) sangat buruk (12%) menunjukkan bahwa laporan mandiri
bukanlah tes yang dapat diandalkan untuk mendiagnosis gangguan penciuman
pada lansia.

Sama dengan penelitian lainnya, hasil penelitian kami menunjukkan


sebagian besar dari lansia memiliki defisit olfactorius. Akan tetapi, apa yang lebih
mengkhawatirkan adalah 69% (95% jika mikrosmia ringan dimasukkan) dari
partisipan yang mengklaim tidak memiliki kelainan pada penciumannya tidak
menyadari disfungsi yang benar terjadi padanya. Kurangnya hubungan antara
laporan mandiri dengan penciuman yang diukur mungkin juga merupakan sebuah
fakta bahwa sebagian besar penelitian penciuman pada orang tua menggunakan
laporan mandiri yang hanya mencangkup satu pertanyaan tunggal. Hanya terdapat
empat penelitian tentang ketidak-sadaran penciuman yang menggunakan beberapa
pertanyaan pada laporan mandiri. Salah satu penelitian ini, dilakukan hanya pada
wanita, menunjukkan hubungan antara laporan mandiri dan fungsi penciuman,
penelitian lain menunjukkan hubungan hanya pada populasi dengan penyakit
Alzheimer dan yang lainnya menunjukka tidak terdapat kolerasi.

Manariknya, lansia lebih menunjukkan secara umum jarang melakukan


kesalahan dalam estimasi kemampuan mereka dibandingkan dengan individu
yang lebih muda. Akan tetapi mereka cenderung melebih-lebihkan kemampuan
mereka, sementara populasi yang lebih muda cendrung meremehkan mereka. Ini
merupakan bahaya praktis yang signifikan bagi lansia karena lebih dari 32%
wanita dan 16% pria berusia diatas 65 tahun tinggal sendirian menurut data
statistik canada tahun 2011 dan mungkin dapat membahayakan dari beberapa
resiko dalam kehidupan sehari-hari mereka ketika mendeteksi kebocoran gas,
bahan beracun, asap atau makanan yang tidak layak.

Perlu dicatat bahwa sejak tahun 2004 hingga 2016, hanya 10% partisipan
yang merubah jawaban mereka pada laporan mandiri dari “Tidak” menjadi “Ya”.
Pada kasus sebaliknya, 45% dari partisipan merubah pernyataan mereka dari “Ya”
menjadi “Tidak”, perubahan yang agak signifikan. Kami juga membandingkan
proporsi subjek yang mempertahankan jawaban yang sama selama bertahun-
tahun. 86% subjek yang menyatakan “Tidak” mempertahankan jawaban mereka
(10% mengubah jawaban mereka untuk “Ya” dan 5% untuk “Saya tidak tahu”).
Akan tetapi hanya 27% individu yang mempertahankan “Ya” sebagai jawaban
selama bertahun-tahun (45% merubah jawaban mereka menajdi “Tidak” dan 27%
untuk jawaban “Saya tidak Tahu”). Mungkin ini dapat menjelaskan bedasarkan
fakta bahwa ketidak-sadaran dari disfungsi organ penciuman adalah umum pada
lansia dan tidak ada perbaikan dengan bertambahnya usia. Faktanya 72% dari
partisipan telah menyangkal masalah penciuman mereka mungkin disebabkan
oleh penurunan ingatan penciuman mereka karena sebagian besar sub kelompok
peserta yang spesifik ini (7/11) tampaknya menderita anosmia atau mikrosmia
berat. Dengan kata lain, meskipun partisipan ini sebelumnya mengakui gangguan
penciuman mereka, mereka tampaknya lupa jika memiliki kelainan berupa
mikrosmia. Hasil ini menunjukkan bahwa laporan mandiri memiliki ukuran yang
sangat subjektif dan tidak sensitif untuk penciuman serta tidak cukup spesifik
untuk mencerminkan keadaan penciuman yang sebenarnya pada suatu individu.

Gangguan penciuman memiliki prevalensi tinggi pada penyakit


neurodegeneratif seperti penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson dan penyakit
Huntington dan bukti kuan menunjukkan bahwa ini adalah peristiwa awal dalam
sejumlah penyakit neurologis dan mungkin merupakan pertanda gangguan
kognitif dimasa depan. Berdasarkan hasil penelitian kami dan orang lain, menjadi
penting dalam menetapkan pengujian penciuman kuantitatif di klinik untuk lansia
dlam rangka memberikan edukasi tentang penghindaran non-olfactory dari
peristiwa berbahaya (deteksi asap dan gas, saat makan dan mengetahui akan
bahaya kebakaran) dan untuk menyoroti pengobatan alternatif untuk gangguan
penciuman dan masalah mental yang berkaitan dengan kehilangan penciuman
(depresi, hilang nafsu makan). Yang terpenting, pengujian penciuman kuantitatif
akan memungkinkan tingkat fungsi penciuman yang dapat diandalkan dan kuat
serta untuk menentukan penilaian lain untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya
penyakit neurodegeneratif. Sampai hari ini tidak ada kebijakan yang diadopsi
secara luas atau algoritma klinis untuk mendeteksi adanya individu yang memiliki
demensia dini atau mungkin yang sedang dalam perjalanan menuju gangguan
kognitif dan penyakit neurodegeneratif. Terlepas dari kenyataan bahwa adanya
strategi pencegahan untuk penyakit terkait demensia yang telah terbukti dapat
memperlambat perkembangan penyakit (makan sehat, olahraga dan interaksi
sosial lainnya). Penghematan yang signifikan dan biaya yang berhubungan dengan
kesehatan dapat direalisasikan jika langkah ini digunakan secara luas.

Skrining tes penciuman perlu menjadi hal yang rutin dalam praktik
kesehatan. Sejumlah tes semacam itu tesedia termasuk disket aroma yang dapat
digunakan kembali. Sampai saat ini UPSIT masih merupakan tes yang paling
umum digunakan untuk tes penciuman. Akan tetapi ada batasan waktu dengan tes
ini. Ada beberap tes penciuman yang lebih praktis dan murah, dan data yang ada
kemungkinan cocok sebagai gambaran pertama. (Suplemental Tabel 1). Sebagai
contoh, kantong tes adalah tes yang sangat singkat yang hanya mengandung tiga
aroma berbeda dan telah terbukti sangat sensitif dalam mendeteksi disfungsi
penciuman. Jika individu salah dalam mengidentifikasi salah satu dari tiga aroma,
makan B-SIT dan atau UPSIT (yang mengandung 40 aroma yang berbeda) dapat
digunakan untuk menyelidiki lebih lanjut tingkat mikrosmia. Untuk
mempertimbangakan kepentingan yang terbaik untuk lansia, serta beban keuangan
akibat penyakit neurodegeneratif yang akan datang, menggunakan tes kuantitatif
dalam mengevaluasi penciuman, pada individu dengan usia > 50 tahun dapat
dijadikan sebagai bagian dari pemeriksaan medis rutin.

Kesimpulannya, hasil dari penelitian klinis menunjukkan bahwa ketidak-


sadaran disfungsi penciuman sangat umum terjadi pada lansia dan metode laporan
mandiri tidak dapat diandalkan dalam menilai status penciuman pada lansia.
Hingga saat ini, beberapa penelitian mempertimbangkan metode laporan mandiri
dibandingkan dengan tes kuantitatif yang memberikan data lebih baik. Akan tetapi
sebagian besar temuan dalam literatur mendukung yang sebaliknya. Penelitian
kami menunjukkan tes kuantitatif lebih mumpuni dan lebih objektif dalam
mengevaluasi indra penciuman seseorang. Temuan kami menyimpulkan bahwa
ada perbedaan antara laporan mandiri dan tes kuantitatif.

Anda mungkin juga menyukai