Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan arang aktif di Indonesia terus meningkat sejalan dengan meningkatnya

permintaan arang aktif untuk berbagai keperluan baik untuk industri, lingkungan dan

kesehatan. Industri yang menggunakan arang aktif antara lain industri makanan dan

minuman, air mineral, petrokimia, kimia, farmasi dan kedokteran. Seiring dengan

peningkatan permintaan akan arang aktif maka industri arang aktif di Indonesia

berkembang dengan pesat. Pada tahun 2004, ekspor arang aktif Indonesia tercatat sebesar

2.012.675.965 kg. Konsumsi arang aktif di dunia diperkirakan mencapai 300.000

ton/tahun, dan 10,12% bahan bakunya berasal dari arang tempurung kelapa (Aliatun dkk,

2004).

Arang aktif telah banyak digunakan untuk mengadsorpsi logam berat, diantaranya

untuk mengadsorpsi tembaga (Aliatun dkk, 2004), kadmium dan alumunium (Sigh dkk,

2006). Aplikasi komersial, baru dikembangkan pada tahun 1974 yaitu pada industri gula

sebagai pemucat, dan menjadi sangat terkenal karena kemampuannya menyerap uap gas

beracun yang digunakan pada Perang Dunia I. Arang merupakan suatu padatan berpori

yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung

karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan

agar tidak terjadi kebocoran udara didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang

mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Di Indonesia

bahan baku untuk membuat arang aktif sebagian besar menggunakan tempurung kelapa
dan kayu. Di lain pihak, bahan baku yang dapat dibuat menjadi arang aktif adalah semua

bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, binatang,

maupun barang tambang seperti batu bara. Pada abad XV, diketahui bahwa arang aktif

dapat dihasilkan melalui komposisi kayu dan dapat digunakan sebagai adsorben warna

dari larutan.

Beberapa tahun terakhir ini pemanfaatan limbah padat pertanian untuk dijadikan

karbon aktif menjadi alternatif baru dalam pembuatan karbon aktif, seperti karbon aktif

dari sari serat pisang (Namasivayam et al.,1998), dari tongkol jagung, sekam padi (Valix

et al., 2004), tempurung kelapa, arang kayu (Kardivelu, 2003), ampas tebu (Rachakornkij

et al., 2004), kulit kemiri (Labuka, 2003; Nasrullah, 2003), kulit buah coklat (Hakim,

2003; Jannah, 2003), Kayu bakau (Nasruddin, 2002), tempurung kenari (Wijaya, 2005;

Sherliy, 2004). Namun pada penelitian ini bahan yang digunakan yaitu tempurung kelapa.

Penggunaan tempurung kelapa dikarenakan memiliki potensi untuk digunakan sebagai

bahan baku arang aktif. Selain itu produksi limbah tempurung kelapa sangat tinggi.

Tingginya produksi limbah ini sebanding dengan tingginya produksi kelapa. Semakin

tinggi produksi kelapa, maka tingkat produksi limbah tempurung kelapa juga semakin

tinggi. Kualitas arag aktif dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu salah satunya tahap

aktivasi. Tahap aktivasi merupakan tahap proses perlakuan terhadap karbon untuk

membuka pori karbon. Proses aktivasi dapat dilakukan melalui aktivasi secara fisika dan

aktivasi secara kimia (Mu’jizah, 2010).

Aktivasi secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan aktivator natrium

klorida (NaCl). Penggunaan NaCl sebagai bahan pengaktif memberikan karakteristik

adsorpsi methilen blue terbaik. Penggunaan larutan natrium klorida sebagai aktivator
kimia dikarenakan karbon aktif yang diperoleh mempunyai daya adsorpsi yang lebih

besar dibandingkan dengan karbon aktif yang diaktivasi menggunakan KCl, CaCl2,

MgCl2.6H2O, Na2CO3, K2CO3, H2SO4 dan ZnCl2 , selain itu harga NaCl yang murah

dibandingkan dengan aktivator lain dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.

Butiran arang tempurung jika direndam dalam larutan NaCl akan mengadsorbsi

garam tersebut. Semakin tinggi konsentrasi larutan NaCl maka semakin bertambah

banyak mineral yang teradsorpsi sehingga menyebabkan volume pori karbon cenderung

bertambah besar karena garam ini dapat berfungsi sebagai dehydrating agentdan

membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan pada proses karbonisasi

(Wijaya, 2005). Beberapa penelitian yang telah dilakukan, tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi NaCl terhadap mutu dari arang aktif batok

kelapa sawit dan pengaruh konsentrasi KmNO4 terhadap aktivasi zeoloid.

1.2 Tujuan Praktikum

a. Mengetahui proses pembuatan arang aktif dari batok kelapa sawit dan batu

zoeloid.

b. Untuk mengetahui pembuatan filter menggunakan aktivasi arang batok kelapa

sawit dan aktivasi batu zoeloid.

c. Untuk mengetahui penggunaan filter aktivasi dalam mengurangi kekeruhan, Fe

dan ZO.

1.3 Manfaat Praktikum

a. Mahasiswa dapat mengetahui proses pembuatan arang aktif batok kelapa sawit

dan batu zoeloid.


b. Mahasiswa dapat mengetahui pembuatan filter menggunakan aktivasi arang batok

kelapa sawit dan aktivasi batu zoeloid.

c. Mahasiswa dapat mengetahui penggunaan filter aktivasi dalam mengurangi

kekeruhan, Fe dan ZO.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Arang Aktif

Arang aktif merupakan padatan berpori yang mengandung 85% - 95% karbon yang

konfigurasi atom karbonnya dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain, serta pori

dibersihkan dari senyawa lain sehingga permukaan dan pusat aktif menjadi luas akibatnya

daya adsorbsi terhadap cairan atau gas akan meningkat. Luas permukaan berkisar antara

300-2000 m3/gra, dengan luas yang besar dari struktur dalam pori-pori karbon aktif

dapat dikembangkan, struktur ini memberikan kemampuan karbon aktif menyerap

(adsorb) gas-gas dan uap-uap dari gas dan dapat mengurangi zat-zat dari liquida

(Elly,2008) Sifat dan konsentrasi permukaan gugus fungsional pada permukaan arang

aktif dapat dimodifikasi dengan termal (fisik) atau dengan zat kimia. Oksidasi dalam fasa

gas atau cairan dapat menaikkan konsentrasi gugus oksigen pada permukaan, pemanasan

dapat menghilangkan bebrapa gugus tertentu. Oksidasi pada fase gas dapat menaikkan

konsentrasi gugus hidroksil dan karbonil. Sedangkan oksidasi dalam fase cair menikkan

gugus asam karboksilat, karbonil, fenol, quinon, dan lakton. Berdasarkan penggunaannya

arang aktif terbagi menjadi dua tipe yaitu arang aktif sebagai pemucat dan arang aktif

sebagai penyerap uap. Serta arang aktif ini memiliki sifat adsorbsi yang cukup selektif

dalam penyerapannya tergantung pada besar atau volume pori – pori dan luas permukaan.

Dalam mencapai standar arang aktif yang diinginkan, standar industri indonesia telah

membuat kriteria yang harus dipenuhi oleh produsen yang dilihat pada peraturan Standar
Nasional Indonesia (SNI) 06 – 3730-1995 (Wijaya, 2005) pada tabel 1. berikut: Tabel 1.

Syarat mutu arang aktif menurut (SNI) 06 – 3730-1995

Tabel 2. Standar Kualitas Arang Aktif menurut SNI

Tabel 3. Stsndar kualitas arang aktif menurut Depertemen Kesehatan


2.2

Proses Pembuatan Arang Aktif

Proses pembuatan arang aktif secara umum terdiri dari tiga tahap yaitu tahap

dehidrasi, karbonasi dan aktivasi. Tahap dehidrasi yaitu tahap pengurangan kadar air pada

bahan yang akan digunakan dengan menggunakan metode pemanasan hingga suhu

170⁰ C. Tahap ini bertujuan untuk mengurangi kadar air pada bahan sehingga proses

selanjutnya menjadi lebih mudah. Proses karbonisasi dilakukan dengan pembakaran dari

material yang mengandung karbon dan dilakukan tanpaadanya kontak langsung dengan

udara (Marsh, 2006). Proses karbonisasi juga dikenal dengan pirolisis yang didefinisikan

sebagai suatu tahapan dimana material organik awal ditransformasikan menjadi sebuah

material yang semuanya berbentuk karbon (Hugh, 1993). Pirolisis adalah penguraian

bahan-bahan organik pada temperatur tinggi di bawah kondisi non oksidatif. Pendekatan

utama dari pirolisis adalah pendaurulangan bahan-bahan yang dapat diuraikan secara

termal untuk menghasilkan produk-produk yang bernilai. Pada prosesnya tidak

memungkinkan memperoleh oksigen yang benar-benar bebas dari campuran udara lain,

karena sejumlah oksigen terdapat dalam beberapa sistem pirolisis, menyebabkan


terjadinya peristiwa oksidasi. Reaksi pirolisis dari selulosa ditampilkan berikut ini

(Husni, 2008): (C6H10O5)n → 6n C + 5nH2O Tahap karbonasi merupakan tahap-tahap

pemecahan karbon. Pada tahap ini terjadi 3 pembentukan menurut suhu pemanasan yaitu

pada suhu 170⁰ C menghasilkan CO, CO2 dan asam asetat, pada suhu 275⁰ C terjadi

dekomposisi tar, metanol dan hasil samping lainnya dan pada suhu 400 – 600 terjadi

pembentukan karbon. Setelah dilakukan proses karbonisasi dilanjutkan dengan proses

aktivasi dimana proses ini akan mengubah produk atau material karbon menjadi

adsorben. Aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk

memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi

molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika

maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap

daya adsorpsi (Sembiring, 2003)

Tahap aktivasi merupakan tahap proses perlakuan terhadap karbon untuk membuka

pori karbon. Proses aktivasi dapat dilakukan melalui aktivasi secara fisika dan aktivasi

secara kimia (Mu’jizah, 2010).

Aktivasi kimia merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik

dengan pemakaian bahan-bahan kimia. Aktivasi secara kimia biasanya menggunakan

bahan-bahan pengaktif seperti garam kalsium klorida (CaCl2), magnesium klorida

(MgCl2), seng klorida (ZnC2), natrium hidroksida (NaOH), natrium karbonat (Na2CO3)

dan natrium klorida (NaCl). Sedangkan aktivasi Aktivasi fisika merupakan proses

pemutusan rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan CO2.

Metode aktivasi secara fisika antara lain dengan menggunakan uap air, gas karbon

dioksida, oksigen, dan nitrogen. Gas-gas tersebut berfungsi untuk mengembangkan


struktur rongga yang ada pada arang sehingga memperluas permukaannya,

menghilangkan konstituen yang mudah menguap dan membuang produksitar atau

hidrokarbonhidrokarbon pengotor pada arang (Sembiring, 2003).

BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum dilakukan pada tanggal 29 April 2016 hari Jumat di Laboratorium Kimia

STIKES Muhammadiyah Samarinda.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk pembuatan filter :

a. Pipa PVC 3 inci

b. Dop

c. Elbow

Alat yang digunakan untuk aktivasi :

a. Breaker Glass

b. Nampan

c. Glass Ukur

d. Oven

e. Ayakan

f. Sendok

g. Timbangan

Alat yang digunakan untuk pengukuran Fe dan ZO :

a. Water Teskid

b. Reagent Fe

c. Buret + statis
d. Erlemayer

e. Pipet Tetes

f. Pipet Ukur

g. Bola Hisab

h. Beaker Glass

i. Corong

j. Gelas Ukur

k. Kompor Listrik

Bahan yang digunakan untuk filter :

a. Kerikil

b. Kapas

c. Arang Aktif Batok Kelapa Sawit

d. Aktivasi Batu Zeoloid

Bahan yang digunakan untuk aktivasi :

a. Arang Batok Kelapa Sawit

b. Batu Zoeloid

c. HCl

d. KMnO4

Bahan yang digunakan untuk pengukuran Fe dan ZO :

a. Sampel Air Sungai

b. KMnO4 0,01 N

c. H2SO4 8 N

d. Asam Oksalat
e. Aquades

f. Batu Didih

3.3 Cara Kerja

- Cara Kerja Aktivasi :

a. Siapkan bahan yaitu arang batok kelapa sawit dan batu zeoloid.

b. Kemudian dilakukan pengecilan ukuran pada kedua bahan tersebut.

c. Timbang bahan dengan masing-masing berat 250 gram.

d. Setelah itu cuci hingga bersih.

e. Lalu dijemur hingga kering.

f. Setelah kering, masukkan ke dalam breaker glass.

g. Tambahan larutan HCl 100 ml kedalam arang batok kelapa sawit dan larutan

KMnO4 100 ml kedalam batu zeoloid.

h. Rendam selama 24 jam.

i. Kemudian dilakukan penirisan , setelah itu dilakukan pengeringan

menggunakan oven pada suhu 36-37 oC selama 15 menit.

- Cara Kerja Pembuatan Filter :

a. Siapkan pipa PVC ukuran 60 cm yang telah di desain.

b. Lalu masukkan bahan-bahan filter ( kerikil, kapas, batu Zeoloid , arang batok

kelapa sawit ). Catatan setiap pemasukkan bahan diberi pembatas kapas supaya

tidak terjadi percampuran bahan.

c. Lalu masukkan sampel untuk dilakukan penyaringan.

- Cara Kerja Pengukuran Parameter Fe dan ZO :


Pengukuran parameter Fe :

a. Siapkan alat water teskid

b. Isilah salah satu tabung komperator dengan contoh air sebanyak 5 ml

c. Tambahkan reagent Fe dan campur

d. Masukkan dalam komperator sebelah kanan

e. Tabung yang satu tanpa mengguanakan reagent letakkan sebalah kiri

f. Letakkan disk Fe yang berwarna ke dalam komperator

g. Arahkan komperator ke sumber cahaya untuk melihat warna larutan

h. Cocokkan warna larutan dengan standar dan baca kadar Fe

Pengukuran parameter ZO :

A. Standarisasi KMnO4 dengan H2C2O4 0.01 N


1. Disiapkan alat dan bahan yang di perlukan
2. Dibilas bagian dalam burret dengan aquadest
3. Dibilas kembali bagian dalam burret dengan larutan KMnO4
4. Diisi burret dengan larutan KMnO4 sampai batas tanda nol
5. Diambil 10 ml larutan H2C2O4 0.01 N dengan pipet volume, dimasukkan

ke dalam erlemeyer.
6. Ditambahkn 5 ml Larutan H2C2O4 4N bebas zat organic
7. Dipanas pada suhu 70oC
8. Dititrasi dalam keadaan panas dengan larutan KMnO 4 ( perubahan warna

dari jenir menjadi merah muda ).


9. Dihitung normalitas KMnO4.
B. Penentuan kadar zat organic sampel
1. Diambil 10 ml sampel dimasukkan kedalam Erlemeyer
2. Ditambahkan 5 ml H2C2O4 4N bebas zat organic, lalu ditambahkan

KMnO4 tetes demi tetes hingga terbentuk warna merah muda.


3. Ditambahkan 15 ml larutan KMnO4, lalu dipanaskan sampai mendidih
4. Dititrasi dalam keadaan panas dengan larutan H2C2O4 hingga warna merah

muda hilang (B ml).


5. Dipanaskan kembali sampai mendidih
6. Dititrasi dengan larutan standar KMnO4 hingga terjadi perubahan warna
dari jernih menjadi merah muda (A ml).

3.4 Hasil

Parameter besi yang diukur sebelum penyaringan adalah 2 mg/L , Ph = 5 , dan

titrasi 4 ml ( 18 - 14 = 4 ) Sedangkan setelah penyaringan Fe =1 mg/L, Ph = 5 dan

titrasi 4 ml ( 8 - 4 = 4 ).

Kadar Zat Organik :

= 1000/100 x [{(10+ ml titrasi ) x f KMnO4}- 10]x0,01x31,6

= 1000/100 x [{(10+4) x 0
3.5 Pembahasan
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai