Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PEMBAHASAN
Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat,
berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar.
Farmakope Indonesia Edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar
yang sesuai.
Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke
bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut,
kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut definisi tersebut yang termasuk obat
luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat
wasir, injeksi, dan lainnya.
Kualitas dasar krim, diantaranya adalah stabil, selama masih dipakai
mengobati. Maka krim harus bebas dari inkopatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan
kelembaban yang ada dalam kamar. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus
dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen. Mudah dipakai, umumnya krim
tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.
Terdistribusi merata, obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau
cair pada penggunaan.
Pada praktikum pembuatan sediaan krim, menggunakan zat aktif Sulfur.
Dimana bahan zat aktif Sulfur digunakan sebagai obat jerawat dan atau skabisida.
Bahan dasar krim yang digunakan pada fase minyak diantaranya Setostearil alkohol
sebagai emulgator pada fase minyak. Vaselin sebagai basis dan emollient. Dimana
emollient sebagai pelembut kulit pada pemakaian. Dan Cera alba sebagai basis pada
fase minyak. Selanjutnya, fase air diantaranya Na Lauril Sulfat sebagai emulgator
fase air. Tween 80 sebagai pembasah. Propilenglikol sebagai humektan dan
pengawet. Serta Etanol dan Aquadest sebagai pembawa. Fungsi bahan pembawa
adalah untuk meningkatkan atau membantu proses penetrasi perkutan bahan aktif.
Pada metode pembuatan krim, pembuatan sediaan krim meliputi proses
peleburan dan proses emulsifikasi. Biasanya komponen yang tidak bercampur
dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan bersama-sama di penangas air pada
suhu 70-75°C, sementara itu semua larutan berair yang tahan panas, komponen
yang larut dalam air dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak.
Kemudian larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran
lemak yang cair dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10
menit untuk mencegah kristalisasi dari lilin atau lemak. Selanjutnya campuran
perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus sampai
campuran mengental. Bila larutan berair tidak sama temperaturnya dengan leburan
lemak, maka beberapa lilin akan menjadi padat, sehingga terjadi pemisahan antara
fase lemak dengan fase cair.
Pada stabilitas sediaan krim dapat menjadi rusak bila terganggu sistem
campurannya terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi
karena penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe
krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim
hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok. Krim yang sudah
diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan.
Pada evaluasi mutu sediaan krim, agar sistem pengawasan mutu dapat
berfungsi dengan efektif, harus dibuatkan kebijaksanaan dan peraturan yang
mendasari dan ini harus selalu ditaati. Pertama, tujuan pemeriksaan semata-mata
adalah demi mutu obat yang baik. Kedua, setiap pelaksanaan harus berpegang teguh
pada standar atau spesifikasi dan harus berupaya meningkatkan standar dan
spesifikasi yang telah ada. Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai
dari bau, warna, tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subjek
responden (dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujianya
(macam dan item), menghitung presentase masing- masing kriteria yang di peroleh,
pengambilan keputusan dengan analisa statistik. Pemeriksaan organoleptis meliputi
warna, bau, dan homogenitas dari krim (Rahmawati et al., 2010). Uji homogenitas
Krim ditimbang 1g dioleskan pada plat kaca, lalu digosok dan diraba. Bila homogen
maka massa krim tidak tersisa bahan padatnya atau teksturnya nyata (Rahmawati et
al., 2010). Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60
g : 200 ml air yang digunakan untuk mengencerkan , kemudian aduk hingga
homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH meter,
catat hasil yang tertera pada alat pH meter. Evaluasi daya sebar dengan cara
sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala. Kemudian bagian
atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebannya, dan diberi rentang
waktu 1 – 2 menit. kemudian diameter penyebaran diukur pada setiap penambahan
beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu tertentu secara teratur). Uji
daya sebar Krim ditimbang 1g, lalu diletakan di atas plat kaca, biarkan 1 menit,
ukur diamter sebar krim, kemudian ditambah dengan beban 50g, beban didiamkan
selama 1 menit, lalu diukur diameter sebarnya. Hal tersebut dilakukan sampai
didapat diameter sebar yang konstan (Rahmawati et al., 2010). Uji daya lekat Krim
ditimbang 1g, lalu dioleskan pada plat kaca dengan luas 2,5cm2. Kedua plat
ditempelkan sampai plat menyatu, diletakan dengan beban seberat 1kg slama 5
menit setelah itu dilepaskan, lalu diberi beban pelepasan 80g untuk pengujian.
Waktu dicatat sampai kedua plat saling lepas. Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali
(Rahmawati et al., 2010) Pengukuran viskositas Viskositas krim diukur dengan
menggunakan LV viscometer Brook Field dan masing-masing formula di replikasi
tiga kali. Sediaan sebanyak 30 gram dimasukan kedalam pot salep ukuran 30 gram
panjang, kemudian dipasang spindle dan rotor dijalankan. Hasil viskositas dicatat
setelah jarum viscometer menunjukan angka yang stabil setelah lima kali putaran
(Rahmawati et al., 2010). Uji aseptabilitas sediaan krim, dilakukan pada kulit,
dengan berbagai orang yang di kasih suatu quisioner di buat suatu kriteria ,
kemudahan dioleskan, kelembutan, sensasi yang di timbulkan, kemudahan
pencucian. Kemudian dari data tersebut di buat skoring untuk masing- masing
kriteria. Misal untuk kelembutan agak lembut, lembut, sangat lembut.
Proses pembuatan krim tipe M/A dikerjakan dalam suasana panas, yaitu
pada temperatur 70°-80°C. Penambahan zat aktif Sulfur dilakukan pada tahap
terakhir, yaitu pada saat semua basis krim sudah tercampur homogen. Hal ini
dilakukan untuk memastikan zat aktif Sulfur dapat tercampur secara homogen
dengan basisnya. Secara organoleptis, sediaan krim tipe M/A memiliki bentuk yang
semi padat layaknya krim, dan memiliki bau yang khas belerang. Warna sediaan
krim tipe M/A yang mengandung Sulfur berwarna putih kekuningan. Hal ini
menunjukkan semakin tinggi konsentrasi Sulfur dalam suatu krim, maka semakin
berwarna juga warna krim yang dihasilkannya. Sediaan krim yang baik harus
homogen dan bebas dari pertikel-partikel yang masih mengumpal. Untuk
memastikannya, dilakukan uji homogenitas. Hasil homogenitas menunjukkan
bahwa sediaan krim pada zat aktif Sulfur yang dibuat homogen, karena tidak
terdapat butiran-butiran saat digosokkan pada tangan. Uji daya sebar bertujuan
untuk mengetahui kelunakan masa krim sehingga dapat dilihat kemudahan
pengolesan sediaan ke kulit. Daya sebar yang baik menyebabkan kontak antara obat
dengan kulit menjadi luas, sehingga absorpsi obat ke kulit berlangsung cepat.
Persyaratan daya sebar untuk sediaan topikal adalah 5-7 cm (Rachmalia et al.,
2016). Hasil uji daya sebar didapat rata-rata diameter 4,766 cm, maka semakin kecil
daya sebarnya. Meskipun demikian, sediaan krim tidak memenuhi syarat. Daya
sebar dari krim-krim tersebut lebih besar dari standar daya sebar sediaan topikal
yang baik. Uji daya lekat bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan krim
tersebut untuk melekat pada kulit. Daya lekat yang baik memungkinkan obat tidak
mudah lepas dan semakin lama melekat pada kulit, sehingga dapat menghasilkan
efek yang diinginkan. Persyaratan daya lekat yang baik untuk sediaan topikal
adalah lebih dari 4 detik (Rachmalia et al., 2016). Hasil pengujian daya lekat adalah
1 menit 4 detik maka hasil uji daya lekat memenuhi persyaratan. Hasil pengujian
viskositas hari pertama adalah11.000 cps dan hari kedua adalah 17.000 cps. Dimana
hasil menunjukan adanya peningkatan viskositas. Hasil yang didapat memenuhi
persyaratan diantara 4000-40.000 cps (wasiaatmadja;1997). Pengukuran pH ini
bertujuan untuk mengetahui apakah krim yang dibuat yang telah aman dan tidak
mengiritasi kulit saat digunakan. Syarat pH sediaan topikal yang baik adalah sesuai
dengan pH alami kulit, yaitu 4,5 - 6,5 (Rachmalia et al., 2016). Pada hari pertama
didapat hasil pH tidak memenuhi persyaratan sebesar 6,98. pada hari kedua adanya
penurunan pH sebesar 6,15. Dimana hasil pH kedua memenuhi persyaratan sesuai
literatur. Pada tipe emulsi dilakukan metode pengenceran. Dimana sediaan krim
diencerkan menggunakan air. Jika dapat diencerkan maka krim menunjukan tipe
minyak dalam air. Serta dilakukan metode disperse. Dimana sediaan krim
diteteskan dengan larutan metilen biru ditasnya. Jika terdispersi keseluruhan krim
maka tipe minyak dalam air. Hasil uji tipe emulsi didapat hasil krim dapat
diencerkan dengan air dan terdispersi dengan larutan metilen biru ketika diteteskan
maka krim tipe minyak dalam air. Hal ini disebabkan karena larutan metilen biru
dapat larut dalam air. Uji aseptabilitas sediaan krim, dilakukan pada kulit, dengan
berbagai orang yang diberi suatu quisioner di buat suatu kriteria , kemudahan
dioleskan, kelembutan, sensasi yang di timbulkan, kemudahan pencucian.
Kemudian dari data tersebut di buat skoring untuk masing- masing kriteria. Misal
untuk kelembutan agak lembut, lembut, sangat lembut. Hasil pada uji aseptabilitas
didapat skoring sebesar 8. Pada cek kelembutan didapat hasil lembut. Kemudahan
pencucian didapat hasil mudah dicuci. Kelengketan sediaan krim didapat hasil agak
sedikit lengket. Dan sensasi yang ditimbulkan didapat hasil sedikit berminyak.
IX. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa sediaan krim dengan zat aktif Sulfur memenuhi
persyaratan pada uji evaluasi daya lekat, viskositas, pH dan homogenitas. Memiliki
tipe krim minyak dalam air. Serta skor uji aseptabilitas sebesar 8. Memiliki
kelembutan yang lembut, mudah dicuci, agak sedikit lengket dan sedikit berminyak.
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.
Rachmalia N., Mukhlishah I., Sugihartini N., Yuwono T. (2016) Daya iritasi dan
sifat fisik sediaan salep minyak atsiri bunga cengkih (Syzigium
aromaticum) pada basis hidrokarbon. Maj. Farmaseutik 12:372-376.
Rahmawati D., Sukmawati A., Indrayudha P. (2010) Formulasi krim minyak atsiri
rimpang temu giring (Curcuma heyneana Val & Zijp): uji sifat fisik dan
daya antijamur terhadap Candida albicans secara in vitro. Maj. Obat Trad.
15:56-63.