Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL PROYEK AKHIR

ANALISIS KERUSAKAN JALAN

(JALAN SOEKARNO HATTA, KRAJAN KULON, SELOKBESUKI,


SUKODONO, KABUPATEN LUMAJANG, JAWA TIMUR)

Oleh

SULTAN MAULANA MALIK

NIM. 171903103015

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK SIPIL

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS JEMBER

2019
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jalan merupakan prasarana transportasi darat untuk menghubungkan antara
satu tempat dengan tempat lain baik dekat maupun jauh. Seiring dengan
bertambahnya pengguna jalan baik itu kendaraan roda dua maupun empat maka
pelayanan jalan terhadap pengguna jalan harus ditingkatkan. Jenis kendaraan
pengguna jalan beraneka ragam, bervariasi baik ukuran, berat total, konfigurasi
dan beban sumbu kendaraan, daya dan lain-lain (Sukirman, 1999). Dalam UU RI
No 38 Tahun 2004 dijelaskan bahwa jalan adalah prasarana transportasi darat
yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau
air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Tersedianya jalan yang baik dapat berpengaruh terhadap kelancaran arus lalu
lintas di daerah tersebut.
Kerusakan jalan dapat terjadi di berbagai daerah rauas jalan yang dapat
menimbulkan kerugian bagi pengguna jalan, seperti terjadinya waktu tempuh
yang lama, kemacetan, kecelakaan lalu lintas dan lain-lain. Penyebab kerusakan
jalan antara lain disebabkan karena beban kendaraan yang berlebihan
(overloading), suhu udara, air dan hujan, serta mutu awal produk jalan yang jelek.
Salah satu contoh yang menjadi fokus pembahasan penulis , yaitu ruas Jl.
Soekarno Hatta, Krajan Kulon, Selokbesuki, Sukodono, Kabupaten Lumajang,
Jawa Timur. Berdasarkan hasil pra survei, kondisi Jalan Soekarno Hatta, Krajan
Kulon, Selokbesuki, Sukodono, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur ini dapat
dikategorikan sebagai jalan yang rusak. Dari kondisi tersebut maka perlu
dilakukan survei inventori kerusakan jalan di jalan tersebut. Dari survei tersebut
diharapkan dapat memberikan informasi tentang kondisi jalan dan faktor
penyebab kerusakan jalan di daerah tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana kondisi eksisting Jalan Soekarno Hatta, Krajan Kulon, Selokbesuki,
Sukodono, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur?
1. Apa saja faktor penyebab kerusakan Jalan Soekarno Hatta, Krajan Kulon,
Selokbesuki, Sukodono, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui kondisi eksisting kerusakan Jalan Soekarno Hatta, Krajan Kulon,
Selokbesuki, Sukodono, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
2. Mengetahui faktor penyebab kerusakan Jalan Soekarno Hatta, Krajan Kulon,
Selokbesuki, Sukodono, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
1.4 Manfaat
Survei ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor
penyebab kerusakan jalan dan kondisi kerusakan Jalan Soekarno Hatta, Krajan
Kulon, Selokbesuki, Sukodono, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
1.5 Batasan Masalah
1. Tidak melaksanakan metode perbaikan jalan, bahu jalan dan drainase
2. Tidak menghitung curah hujan rata-rata daerah tersebut
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jalan
Jalan merupakan sebuah fasilitas yang dibuat untuk mempermudah
transportasi melalui jalur darat. Jalan sudah ada sejak zaman manusia purbayang
digunakan untuk berpindah tempat telusuri hutan. Dalam perkembangannya pada
zaman dahulu manusia hanya mengenal jalan yang terbuat dari tanah dan hanya
bisa di lalui dengan berjalan kaki ataupun dengan menggunakan kuda.
Hingga saat ini manusia membutuhkan jalannya tidak hanya untuk dilalui
oleh pejalan kaki namun juga oleh kendaraan dengan roda. Perkembangan
selanjutnya manusia mampu jalan dengan perkerasan beton dan aspal.

2.2 Kerusakan Jalan


Kerusakan jalan memang menjadi salah satu masalah di Indonesia yang
seringkali terjadi terutama di jalan-jalan dengan volume lalu lintas yang padat.
Lapisan perkerasan sering mengalami kerusakan atau kegagalan sebelum
mencapai umur rencana. Kerusakan pada perkerasan dapat dilihat dari kegagalan
fungsional dan struktural.
Kegagalan fungsional adalah apabila perkerasan tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan yang direncanakan dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi
pengguna jalan. Sedangkan kegagalan struktural terjadi ditandai dengan adanya
rusak pada satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan yang disebabkan
lapisan tanah dasar yang tidak stabil, beban lalu lintas, kelelahan permukaan, dan
pengaruh kondisi lingkungan sekitar (Yoder, 1975).

Gambar 2.2.1 Kerusakan Jalan

sumber: www.surabaya.tribunnews.com
Kerusakan pada perkerasan konstruksi jalan pada umumnya dapat
disebabkan oleh :
1. Lalu lintas. Yang dapat berupa peningkatan beban dan repetisi beban.
2. Air. Yang dapat berasal dari air hujan, system drainase jalan yang tidak baik,
naiknya air dengan sifat kapilaritas.
3. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat
material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh system pengelolaan yang
tidak baik.
4. Iklim. Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan umumnya
tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan.
5. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh system
pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah
dasar yang memang jelek.
6. Proses pemadatan di atas lapisan tanah dasar yang kurang baik.

Dalam mengevaluasi kerusakan jalan, ada beberapa hal yang perlu ditentukan :
1. Jenis kerusakan (distress type) dan penyebabnya.
2. Tingkat kerusakan (distress severity).
3. Jumlah kerusakan (distress amount).
Menurut Manual Pemeliharaan Jalan no : 03/MN/B/1983 dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Binamarga, kerusakan jalan terutama pada perkerasan lentur
dapat dibedakan atas 6 jenis yang akan dijelaskan secara bertahap berikut jenis-
jenisnya:

1. Retak

Ada berbagai jenis retak yang bisa terjadi pada jalan perkerasan aspal,
antara lain retak kulit buaya, retak pinggir, retak sambungan bahu, retak refleksi,
retak susut, dan retak slip. Salah satu faktor terbesar penyebab retak tersebut
adalah buruknya sistem drainase jalan. Karena itu, solusinya tak cukup hanya
dengan menambal retakan-retakan yang ada. Sistem drainase perlu dibangun
sehingga jenis kerusakan yang sama tidak terjadi lagi.
Sistem drainase yang baik untuk perkerasan jalan aspal harus bisa
membuang atau mengalirkan air dengan cepat ke saluran drainase buatan ataupun
ke sungai. Sistem drainase ini juga harus mampu membuang air hujan atau air dari
sumber-sumber lainnya dan mengendalikan air bawah tanah yang bisa
menyebabkan erosi atau kelongsoran. Sistem drainase yang sudah dibangun harus
benar-benar terawat dan berfungsi. Sistem drainase perlu dibersihkan secara
berkala dari sampah dan rumput agar tetap bisa mengalirkan air dengan lancar.
Idealnya, pembangunan jalan dengan perkerasan jalan aspal harus disertai
pula dengan pembangunan sistem drainase. Jika tidak, bisa dipastikan kerusakan
jalan aspal tak bisa dihindari. Dalam membangun sistem drainase jalan, ada
beberapa hal yang penting untuk diperhatikan antara lain, kondisi topografi
sepanjang jalan untuk menentukan bentuk dan kemiringan yang mempengaruhi
aliran air, analisa curah hujan maksimum dalam satu tahun pada daerah di area
jalan aspal, dan perencanaan sistem drainase agar tidak mengganggu drainase
yang telah ada.

2. Distorsi

Distorsi atau perubahan bentuk pada perkerasan jalan aspal bisa terjadi
dikarenakan tanah dasar yang lemah dan pemadatan yang kurang optimal di
lapisan pondasi. Distorsi yang terjadi pada jalan aspal bisa berupa amblas, jembul,
keriting dan alur.
Kerusakan jalan aspal berupa distorsi tidak cukup diperbaiki hanya dengan
melakukan penambalan saja. Perbaikan kerusakan distorsi terbilang cukup rumit
dan memakan waktu yang tak sebentar. Distorsi pada jalan perkerasan aspal
sebaiknya diperbaiki dengan menggaruk kembali, dipadatkan kembali, lalu
dilakukan penambahan lapisan permukaan baru.
Tahap pemadatan pada proses pembangunan jalan memang harus dilakukan
dengan cermat. Pemadatan wajib dilakukan untuk meningkatkan kekuatan tanah,
memperkecil pengaruh air terhadap tanah dan memperkecil daya rembesan air
pada tanah. Tahap pemadatan ini dilakukan lapisan demi lapisan sehingga
diperoleh kepadatan yang ideal.
Tahap pemadatan ini umumnya menggunakan alat bantu. Contohnya saja
penggilas three wheel roller atau penggilas Mac Adam dengan bobot antara 6 ton
hingga 12 ton yang digunakan untuk memadatkan material berbutir kasar, tandem
roller dengan bobot antara 8 ton sampai dengan 14 ton yang berfungsi untuk
mendapatkan permukaan lapisan yang agak halus, dan pneumatik tired roller yang
cocok dipakai untuk penggilasan tanah lempung, pasir dan bahan yang granular.

3. Kegemukan

Kerusakan kegemukan yang dimaksudkan berupa permukaan jalan aspal


yang menjadi licin. Kerusakan ini terjadi saat temperatur naik sehingga aspal
menjadi lunak dan jejak roda kendaraan akan membekas pada permukaan lapisan
jalan. Kerusakan yang disebut kegemukan ini biasanya terjadi pada jalan aspal
yang menggunakan kadar aspal tinggi pada campuran aspal atau dikarenakan
pemakaian aspal yang terlalu banyak pada tahapan prime coat. Kerusakan jenis ini
biasanya dapat diatasi dengan menghamparkan atau menaburkan agregat panas
yan kemudian dipadatkan. Atau bisa juga dilakukan pengangkatan lapisan aspal
dan lantas diberi lapisan penutup.

4. Lubang-lubang
Kerusakan jalan aspal berupa lubang-lubang dapat terjadi ketika retakan-
retakan dibiarkan tanpa perbaikan sehingga akhirnya air meresap dan membuat
rapuh lapisan-lapisan jalan. Lubang-lubang yang awalnya kecil ini bisa
berkembang menjadi lubang-lubang berukuran besar yang dapat membahayakan
pengguna jalan.
Lubang-lubang pada jalan aspal tersebut bisa diperbaiki dengan
membersihkan lubang-lubang terlebih dahulu dari air serta dari material-material
yang lepas. Setelah itu bongkar lapisan permukaan dan pondasi sedalam mungkin
agar bisa mencapai lapisan yang paling kokoh. Barulah kemudian tambahkan
lapisan pengikat atau tack coat. Lantas isi dengan campuran aspal dengan cermat.
Padatkan lapisan campuran aspal tersebut dan haluskan permukaannya sehingga
sama rata dengan permukaan jalan lainnya.
Lubang-lubang jalan aspal yang ditambal tanpa dibersihkan atau dibongkar
terlebih dahulu hanya akan menghasilkan tambalan yang rapuh. Akibatnya lubang
kembali terjadi hanya beberapa saat setelah penambalan dilakukan.

5. Pengausan

Kerusakan pengausan ditandai dengan permukaan jalan aspal yang menjadi


licin. Kerusakan ini sepertinya terlihat sepele, padahal kenyataannya kerusakan ini
bisa membahayakan pengguna jalan. Kendaraan yang melintas menjadi lebih
mudah tergelincir pada kondisi jalan seperti ini.
Pengausan dapat terjadi dikarenakan penggunaan agregat yang tidak tahan
aus terhadap roda-roda kendaraan atau agregat yang tidak berbentuk cubical,
misalnya agregat berbentuk bulat dan licin. Kerusakan semacam ini bisa diatasi
dengan menutup area permukaan jalan aspal yang rusak dengan buras, latasir atau
latasbun.

6. Stripping

Kerusakan stripping atau pengelupasan lapisan permukaan dapat terjadi


dikarenakan kurangnya ikatan antara lapisan bawah jalan dan lapisan permukaan,
atau lapisan permukaan yang terlampau tipis. Untuk kerusakan seperti ini, langkah
perbaikan yang bisa dilakukan bukanlah dengan penambalan melainkan bagian
yang rusak terlebih dahulu harus digaruk, kemudian diratakan.setelah itu dilapisi
dengan buras.
2.3 Jenis Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu perkerasan lentur,
perkerasan kaku dan juga perkerasan komposit. Perbedaan perkerasan kaku dan
lentur ini dapat dilihat pada jenis bahan pengikat, repetisi beban, penurunan tanah
dasar dan perubahan temperatur. Sedangkan perkerasan komposit adalah
perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa
perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku di atas perkerasan
lentur. Akan tetapi, pada penulisan skripsi ini akan dikhususkan pada perkerasan
lentur.
1. Jenis Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Gambar 2.3.1 Flexible Pavement


Sumber: www.pavementinteractive.org
Jenis perkerasan jalan raya ini menggunakan aspal sebagai bahan
pengikatnya. Aspal merupakan material semen yang berwarna hitam, memiliki
tekstur padat atau setengah padat. Unsur pokok yang menonjol di dalam aspal
disebut bitumen. Bitumen bisa terjadi secara alami atau bisa juga dihasilkan dari
penyulingan minyak.
Dalam penggunaannya, aspal dipanaskan terlebih dahulu sampai
pada temperatur tertentu hingga aspal menjadi cair. Dalam keadaan cair, aspal bisa
membungkus partikel agregat dan dapat masuk ke pori-pori lapisan jalan. Saat
temperaturnya sudah mulai turun, aspal akan menjadi keras lalu mengikat agregat
di tempatnya.
Jenis perkerasan jalan raya ini bisa ditemukan dengan mudah di
berbagai jalan di Indonesia. Jalan-jalan di perkotaan hingga jalan-jalan di
pedesaan menggunakan jenis perkerasan ini. Umumnya, jenis aspal yang
digunakan di Indonesia adalah jenis aspal dengan penetrasi 60/70 atau dengan
penetrasi 80/100. Jenis ini lebih cocok dengan iklim di Indonesia. Sedangkan
untuk jalan di daerah beriklim dingin dengan volume lalu lintas rendah, jenis
aspal yang digunakan adalah aspal dengan penetrasi tinggi 100/110.
Jenis perkerasan jalan raya dengan aspal ini memiliki sifat
memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke bagian tanah dasar. Jika
menggunakan jenis perkerasan ini, maka akan muncul rutting atau alur bekas
roda, saat terjadi pengulangan beban. Selain itu, pengaruh lainnya adalah
terjadinya jalan yang bergelombang sebagai akibat penurunan tanah bagian dasar.
2. Jenis Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Gambar 2.3.1 Rigid Pavement


sumber: www.nbmcw.com
Pada jenis perkerasan jalan raya ini, bahan pengikat yang digunakan adalah
semen portland atau PC. Di Indonesia, jalan raya dengan jenis konstruksi
perkerasan kaku ini lebih populer dengan sebutan jalan beton. Pada konstruksi ini,
lapisan atas adalah pelat beton yang diposisikan di atas tanah dasar atau pondasi.
Adapun sifat lapisan utama yang berupa plat beton adalah memikul sebagian besar
beban lalu lintas di atasnya. Jika terjadi pengulangan beban, maka akibatnya akan
timbul retak-retak di permukaan jalan.
Perkerasan kaku ini sesungguhnya bisa dikelompokkan ke dalam 3 jenis
yakni perkerasan beton semen biasa dengan sambungan tanpa menggunakan
tulangan sebagai kendali retak, perkerasan beton semen biasa dengan sambungan
memakai tulangan sebagai kendali retak, dan jenis perkerasan beton bertulang
tanpa sambungan.
Konstruksi perkerasan kaku atau jalan beton biasanya diterapkan untuk jalan
dengan beban lalu lintas yang tinggi seperti pada jalan tol. Konstruksi jalan
dengan perkerasan kaku ini memiliki kelebihan yakni lebih tahan lama dan biaya
perbaikannya terbilang lebih rendah. Tetapi memang para pengguna jalan merasa
lebih nyaman menggunakan jalan beraspal dibandingkan dengan jalan beton ini.
Pada jalan tol, beton yang digunakan adalah beton dengan kelas mutu P
yang memiliki ketebalan kurang lebih 29 Cm. Pada proses perkerasan ini
digunakan mesin sebagai alat bantu yakni mesin Wirtgen SP500 dan G&Z S600.
Kedua mesin ini tergolong sebagai mesin yang canggih dan berfungsi untuk
menghamparkan dan memadatkan beton pada permukaan jalan tol.
Mesin Wirtgen SP500 merupakan sebuah mesin buatan Jerman yang
bergerak maju saat melakukan tugas perkerasan jalan. Mesin ini mampu
mengerjakan beton sejauh 1 Km dalam kurun waktu kurang lebih 6 jam.
Sedangkan G&Z S600 atau kependekan dari Guntert & Zimmerman, adalah
mesin yang lebih baru jika dibandingkan dengan mesin Wirtgen SP500. Cara
kerjanya tak jauh berbeda, hanya saja G&Z S600 memiliki jangkauan pengecoran
yang lebih panjang. Mesin ini cocok dipakai untuk jalan yang mempunyai lebar
lebih dari 6 meter. Mesin ini juga bisa mengatur ketebalan beton hingga maksimal
setebal 457 mm.
3. Jenis Konstruksi Komposit (Composite Pavement)

Gambar 2.3.1 Composite Pavement


Sumber: http://www.cts.umn.edu

Jenis konstruksi perkerasan jalan raya ini memadukan antara jenis


konstruksi perkerasan kaku dan jenis konstruksi perkerasan lentur. Konstruksi
perkerasan lentur diposisikan di atas konstruksi perkerasan kaku atau bisa juga
sebaliknya.
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian


Proses perencanaan dalam melakukan penelitian perlu dilakukan analisis
yang teliti, semakin rumit permasalahan yang dihadapi semakin kompleks pula
analisis yang akan dilakukan. Analisis yang baik memerlukan data atau informasi
yang lengkap dan akurat disertai dengan teori atau konsep dasar yang relevan
Ruas Jalan yang akan diteliti dari Ruas Jalan Soekarno Hatta, Krajan Kulon,
Selokbesuki, Sukodono, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Metode yang
digunakan dalam menghitung kerusakan jalan ini adalah metode Pavement
Condition Index.

Gambar 3.1.1 Peta Lokasi Penelitian

https://www.google.com/maps

3.2 Bagan Alir Penelitian


Adapun alur analisis kondisi perkerasan Jalan, seperti yang tercantum
dalam bagan alir dibawah ini :
Mulai

Menentukan Panjang Total Unit Sampel

Menentukan Jumlah Minimum Unit Sampel

Mengukur Setiap Jenis Kerusakan

Menghitung Nilai Kerusakan (Densitas Velue)

Menghitung Nilai Pengurangnan (Deduct Velue)

Menghitung Total Deduct Velue (TDV)

Menghitung Corrected Deduct Velue


(CDV)

Menghitung Nilai Pci (Pci = 100 – CDV)

Menentukan Jenis Penanganan

Selesai

3.3 Pengklasifikasian Data


Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai
pengumpulan dan pengolahan data. Tahap ini dilakukan dengan penyusunan
rencana sehingga diperoleh efisiensi serta efektifitas waktu dan pekerjaan. Tahap
ini juga dilakukan pengamatan pendahuluan agar didapat gambaran umum dalam
mengidentifikasi dan merumuskan masalah yang ada di lapangan. Tahap
persiapan ini meliputi :
1. Studi pustaka terhadap materi untuk proses evaluasi dan perencanaan
2. Mendata instansi dan institusi yang dapat dijadikan sumber data
3. Menentukan kebutuhan data, yaitu pengambilan data di lapangan dengan
penempatan pensurvai di lokasi yang ditinjau.
4. Studi literatur yaitu dengan mengumpulkan data - data dari lapangan atau ruas
yang akan dijadikan bahan penelitian dan keterangan dari buku-buku yang
berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini serta masukan -
masukan dari dosen pembimbing. Data-data yang digunakan untuk
menentukan tingkat kerusakan jalan yaitu berupa data panjang, lebar, luasan,
serta kedalaman tiap jenis kerusakan yang terjadi.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Unit sampel dibagi dalam beberapa unit hal ini dilakukan untuk
mempermudah dalam pelaksanaan perhitungan dan pengolahan data nantinya.
1. Menentukan jumlah minimum unit sempel

n= Ns2 _
e 4(N.1)s2
2

Dimana :
n = jumlah minimum unit sempel
N = jumlah unit sempel
e = nilai kesalahan yang diijinkan
s = standar deviasi untuk perkerasan aspal
2. Memilihan unit sempel
Pemilihan unit sempel merupakan interval yang dilakukan untuk pengambilan
sempel secara acak.

i= N
n

Dimana :
N = jumlah unit sempel
n = jumlah minimum unit sempel

3.5 Mengukur Setiap Jenis Kerusakan


Pengukuran untuk setiap jenis kerusakan diambil dari setiap unit yang telah
dipilih secara acak pada lokasi ruas jalan yang telah dipilih. Tiap kerusakan diukur
dimensinya, kemudian data yang diperoleh dimasukan kedalam formulir yang
disediakan.
3.6 Menghitung Nilai Density (Nilai Kerusakan)
Rumus mencari nilai density:
Density = N x 100% , atau
n

Density = N x 100%
n

dimana:
Ad = Luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m2)
Ld = Panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m)
A s = Luas total unit segmen (m2)
3.7 Menghitung Deduct Velue (Nilai Pengurangan)

Deduct Value adalah nilai pengurangan untuk tiap jenis kerusakan yang
diperoleh darikurva hubungan antara density dan deduct value. Deduct value juga
dibedakan atas tingkat kerusakan untuk tiap - tiap jenis kerusakan.

Gambar 3.7.1 Deduct Velue Retak Kulit Buaya

Gambar 3.7.2 Deduct Velue Retak Kulit Buaya


Gambar 3.7.3 Deduct Velue Retak Kotak-Kotak

Gambar 3.7.4 Deduct Velue Amblas (Depression)

Gambar 3.7.5 Deduct Velue Cacat Tepi Perkerasan (Edge Cracking)


Gambar 3.7.6 Deduct Velue Retak Sambungan (Joint Reflection Cracking)

Gambar 3.7.7 Deduct Velue Penurunan Bahu pada Jalan (Lane)

Gambar 3.7.8 Deduct Velue Retak Memanjang dan Melintang


(Longitudinal and Transverse Cracking)
Gambar 3.7.9 Deduct Velue Tambalan pada Galian Utilitas

(Patching and Utility Cut Patching)

Gambar 3.7.10 Deduct Velue Lubang (Potholes)

Gambar 3.7.11 Deduct Velue Alur (Rutting)

3.8 Menghitung Total Deduct Velue (TDV)


Total Deduct Value (TDV) adalah nilai total dari individual deduct value
untuk tiap jenis kerusakan dan tingkat kerusakan yang ada pada suatu unit
penelitian.

3.9 Menghitung Correct Deduct Velue (CDV)


Corrected Deduct Value (CDV) diperoleh dari kurva hubungan antara nilai
TDV dengan nilai CDV dengan pemilihan lengkung kurva sesuai dengan jumlah
nilai individual deduct value yang mempunyai nilai lebih besar dari 2.
3.10 Klasifikasi Kualitas Perkerasan
Jika nilai CDV telah diketahui, maka nilai PCI untuk tiap unit dapat diketahui
dengan rumus:
PCI (s) = (100 – CDV)
Dimana:
PCI(s) = Pavement Condition Index untuk tiap unit
CDV = Corrected Deduct Value untuk tiap unit
PCI Untuk nilai secara keseluruhan:
PCI = ∑ PCI (s)
N
Dimana:
PCI = Nilai PCI perkerasan keseluruhan
PCI (s) = Pavement Condition Index untuk tiap unit
N = Jumlah unit
3.11 Analisa Hasil Keputusan Metode Yang Digunakan
Pavement Condotion Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi
perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi dan dapat
digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai Pavement Condition
Index (PCI) memiliki rentang 0 (nol) sampai dengan 100 (seratus) dengan kriteria
sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), jelek
(poor), sangat jelek (very poor), dan gagal (failed) (Shahin, 1994).
Gambar 3.11 Diagram Nilai PCI
Setelah diketahui nilai kondisi perkerasan berdasarkan hasil dari
perhitungan nilai PCI, maka selanjutnya dapat dilanjutkan dengan menentukan
jenis pemeliharaan atau perawatan terhadap perkerasan jalan tersebut. Dalam
menentukan jenis pemeliharaan nya nilai kondisi perkerasan ini disesuaikan
dengan standar bina marga sehingga didapatkan nilai kondisi jalan.
DAFTAR PUSTAKA

Aska. (2017, September 6). Pengertian Jalan dan Jenis-jenis Jalan yang ada di
Indonesia. Retrieved Juni 25, 2019, from Arsitur:
https://www.arsitur.com/2017/09/pengertian-jalan-dan-jenis-jenis-jalan.html

Ir. Agus Sumarsono, M. (2017, November 24). Kerusakan Jalan. Retrieved Juni
25, 2019, from Sipil: https://sipil.ft.uns.ac.id/web/?p=876

Unknown. (2011, Juli 11). Kerusakan pada Perkerasan Aspal. Retrieved Juni 25,
2019, from Pustaka Teknik Sipil: http://pustaka-
ts.blogspot.com/2011/07/kerusakan-pada-perkerasan-aspal.html

Unknown. (2016, Oktober 4). Penerapan Geometrik Jalan Raya/Pengertian


Jalan. Retrieved Juni 25, 2019, from Wiki Books:
https://id.wikibooks.org/wiki/Penerapan_Geometrik_Jalan_Raya/Pengertian
_Jalan

Anda mungkin juga menyukai