Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan pada

empat program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan

prevalensi balita pendek (stunting), pengendalian penyakit menular dan

pengendalian penyakit tidak menular. Upaya peningkatan status gizi masyarakat

termasuk penurunan prevalensi balita pendek menjadi salah satu prioritas

pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok Rencana

Pembangunan jangka Menengah Tahun 2015 – 2019. Target penurunan prevalensi

stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta (dibawah 2 tahun) adalah

menjadi 28% (RPJMN, 2015 – 2019). 1

Pendek diidentifikasi dengan membandingkan tinggi seorang anak dengan

standar tinggi anak pada populasi yang normal sesuai dengan usia dan jenis

kelamin yang sama. Anak dikatakan pendek (stunting) jika tingginya berada

dibawah -2 SD dari standar WHO atau berdasarkan dari perhitungan tinggi badan

menurut umur dari CDC.2

Berdasarkan hal tersebut maka refarat ini membahas tentang Stunting atau

perawakan pendek.3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Stunting atau perawakan pendek adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan

seseorang ternyata lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang lain pada

umumnya (yang seusianya). Anak dikatakan pendek (stunting) jika tingginya

berada dibawah -2 SD dari standar WHO atau berdasarkan dari perhitungan tinggi

badan menurut umur dari CDC. Stunting juga diartikan sebagai kondisi gagal

tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu

pendek untuk usianya. (kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan

pada masa awal setelah anak lahir, tetapi baru nampak setelah anak berusia 2

tahun). 1,2,3

B. Epidemiologi

Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami stunting

(Riset Kesehatan Dasar/ Riskesdas 2013) dan di seluruh dunia, Indonesia adalah

Negara dengan prevalensi stunting kelima terbesar. Prevalensi perawakan pendek

di Indonesia lebih tinggi dari pada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti

Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%). Dari 34 provinsi di

Indonesia terdapat 20 provinsi dengan prevalensi perawakan pendek di atas rata-

rata prevalensi nasional. Dari 34 provinsi yang menduduki angka prevalensi

perawakan pendek tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur, dan prevalensi terendah

2
dipegang oleh Kepulauan Riau sementara Sumatera Barat menduduki urutan

ke17.3 Balita/Baduta (Bayi dibawah usia Dua Tahun) yang mengalami stunting

akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak menjadi lebih

rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko pada menurunnya

tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas stunting akan dapat menghambat

pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan.


1,3,4

Pengalaman dan bukti Internasional menunjukkan bahwa stunting dapat

menghambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan produktivitas pasar kerja,

sehingga mengakibatkan hilangnya 11% GDP(Gross Domestic Products) serta

mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20%. Selain itu, stunting juga

dapat berkontribusi pada melebarnya kesenjangan/inequality, sehingga

mengurangi 10% dari total pendapatan seumur hidup dan juga menyebabkan

kemiskinan antar generasi.

Gambar 1. Gambar situasi Stunting secara Internasional

Gambar 2. Presentase Balita Pendek

3
Gambar di atas memperlihatkan persentase status gizi balita pendek

(pendek dan sangat pendek) di Indonesia Tahun 2013 adalah 37,2%, jika

dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan tahun 2007 (36,8%) tidak menunjukkan

penurunan/ perbaikan yang signifikan. Persentase tertinggi pada tahun 2013

adalah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (51,7%), Sulawesi Barat (48,0%) dan

Nusa Tenggara Barat (45,3%) sedangkan persentase terendah adalah Provinsi

Kepulauan Riau (26,3%), DI Yogyakarta (27,2%) dan DKI Jakarta (27,5%).5

C. Pola Pertumbuhan

Pola pertumbuhan pasca natal anak yang normal terbagi fase bayi, fase

anak,dan fase pubertas. Ciri-ciri fase pertumbuhan akan jelas terlihat pada seorang

anak apabila dilakukan monitoring pertumbuhan secara teratur. Akibat adanya

pola pertumbuhan tersebut maka pada usia 2 tahun, tinggi badan rata-rata telah

mencapai ± 45-50% tinggi dewasa, sedangkan pada akhir fase anak atau pada

awal pubertas rata-rata telah mencapai 80-85% tinggi dewasa. Pada fase bayi

motor penggerak utama pertumbuhan seperti pada fase intra uterin adalah nutrisi,

well being dan IGF. Pada fase bayi, fenomenacatch-up dan catch down/lag down

4
yang dapat terjadi pada 40%-60% bayi perlumenjadi perhatian. Fenomena

tersebut terjadi karena pada fase ini seorang anak memprogramkan diri untuk

tumbuh pada potensi genetiknya. Seorang anak yang lahir dibawah potensi

genetiknya akan cepat bertumbuh (catch up)untuk memasuki lajur pertumbuhan

genetiknya atau dikenal sebagai kanalisasi(channeling), demikian sebaliknya.

Fenomena catch down terjadi sejak usia 3-6 bulan dan sebagian besar sudah

mencapainya pada usia 13 bulan. Sebagian besar proses kanalisasi sudah tercapai

pada usia 24 bulan. Fenomena ini tampak daripola pertumbuhan panjang badan,

berat badan dan lingkar kepala yang seiring menuju lajur pertumbuhan yang ideal

sesuai dengan potensi genetiknya. Pada fase anak pengaruh hormon pertumbuhan

(growth hormone) sebagai motor penggerak pertumbuhan sudah mendominasi

selain hormon tiroksin. Seorang anak yang tumbuh secara konstan pada jalur

pertumbuhannya, sangat besar kemungkinannya tidak mempunyai masalah

hormonal padapertumbuhannya walaupun termasuk Stunting. Indikasi adanya

masalah pertumbuhanpada fase ini terlihat dengan adanya pergeseran persentil

sehingga semakin menjauh dari lajur genetiknya karena melambatnya kecepatan

pertumbuhan.Kecepatan pertumbuhan < 4 cm/tahun pada fase anak merupakan

cut off point.5,6

D. Etiologi

Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan

oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi

yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh

5
karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak

balita. Secara lebih detil, beberapa faktor yang menjadi penyebab umum stunting

dapat digambarkan sebagai berikut; 1,3,6

1. Praktek pengasuhan yang kurang baik,

Termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan

pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi

yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan

Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak

menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI

diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain

berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MP-ASI juga dapat

mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI,

serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak

terhadap makanan maupun minuman.1,3,6

2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal

Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal

Care dan pembelajaran dini yang berkualitas.

Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia

menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari

79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat akses yang

memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum

mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta masih terbatasnya akses

6
ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun

belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).

3. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga dengan makanan bergizi.

Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong

mahal.Menurut beberapa sumber, komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal

dibanding dengandi New Delhi, India. Harga buah dan sayuran di Indonesia lebih

mahal daripada di Singapura. Terbatasnya akses ke makanan bergizi di Indonesia

juga dicatat telah berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia.3,6

4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.

Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di

Indonesia masih buang air besar (BAB) diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah

tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.6

Terdapat beberapa penyebab khas perawakan pendek diantaranya dapat

berupa variasi normal, penyakit endokrin, displasia skeletal, sindrom tertentu,

penyakit kronis dan malnutrisi. Pada dasarnya perawakan pendek dibagi menjadi

dua yaitu variasi normal dan keadaan patologis.6

a. Variasi normal

Perawakan pendek yang dikategorikan sebagai variasi normal

adalah familial short stature (perawakan pendek familial) dan

constitutional delay of growth and puberty (CDGP).6

7
Parameter FSS CDGP

Berat/panjang Badan Normal Normal

lahir

Mid Parental Heigh <-2SD >-2SD

(MPH)

Usia tulang Normal Retradasi

Riwayat pubertas - +

terlambat pada orang tua

Tinggi dewasa <-2SD >-2SD

Tabel 1. Perbedaan Klinis FSS dan CDGP

Prognosis tinggi badan lebih baik pada CDGP karena pada CDGP tinggi

badan dewasa dapat mencapai tinggi badan normal sedangkan pada FSS tidak, hal

ini disebabkan pada CDGP usia tulang mengalami retradasi sehingga masa

pertumbuhan lebih lama dari rata-rata penduduk. Kedua keadaan ini tidak

memerlukan pengobatan khusus dan hanya memerlukan monitoring pertumbuhan.

Oleh karena itu, kedua keadaan ini tidak perlu dirujuk ke pusat endokrin anak.

Perawakan pendek yang patologis perlu dirujuk ke subspesialis yang relevan.6

1) Perawakan pendek familial

Tinggi badan orang tua maupun pola pertumbuhan orang tua

merupakan kunci untuk mengetahui pola pertumbuhan anak. Faktor

genetik tidak tampak saat lahir namun akan bermanifestasi setelah usia 2-3

tahun. Korelasi antara tinggi anak dan midparental high (MPH) 0,5 saat

usia 2 tahun dan menjadi 0,7 saat usia remaja (cuttler Leona, 1996).

8
Perawakan pendek familial ditandai oleh pertumbuhan yang selalu berada

di bawah persentil 3, kecepatan pertumbuhan normal, usia tulang normal,

tinggi badan orang tua atau salah satu orang tua pendek dan tinggi akhir di

bawah persentil 3. [6]

2) Constitutional delay of growth and puberty (CDGP)

Pola pertumbuhan yang terlambat dapat merupakan varian normal.

CDGP ditandai oleh perlambatan pertumbuhan linear 3 tahun pertama

kehidupan, pertumbuhan linear normal atau hampir normal pada saat

prapubertas dan selalu berada di bawah persentil 3, usia tulang terlambat,

maturasi seksual terlambat dan tinggi akhirnya biasanya normal. Anak

awalnya menunjukkan perawakan pendek pada awal dan pertengahan

masa anak-anak. Mereka juga mengalami keterlambatan pubertas dan

percepatan pertumbuhan. Salah satu atau kedua orang tuanya umumnya

dengan riwayat keterlambatan pubertas, keterlambatan petumbuhan masa

remaja namun mencapai puncak pertumbuhan pada usia selanjutnya. [6]

b. Kelainan patologis

Perawakan pendek patologis dibedakan menjadi proporsional dan tidak

proporsional. Perawakan pendek proporsional meliputi malnutrisi, intra uterin

growth retardation (IUGR), penyakit infeksi/kronik dan kelainan endokrin seperti

defisiensi hormon pertumbuhan, hipotiroid, sindrom cushing, resistensi hormon

pertumbuhan dan defisiensi IGF-1. Perawakan pendek tidak proporsional

9
disebabkan oleh kelainan tulang seperti kondrodistrofi, displasia tulang, Turner,

sindrom Prader-Willi, sindrom Down, sindrom Kallman, sindrom Marfan dan

sindrom Klinefelter.6

1) Penyakit infeksi

Penyakit infeksi akut akibat infeksi sistemik seperti penumonia,

diare persisten, disentri dan penyakit kronis seperti kecacingan

mempengaruhi pertumbuhan linear. Infeksi akan menyebabkan asupan

makanan menurun, gangguan absorpsi nutrien, kehilangan mikronutrien

secara langsung, metabolisme meningkat, kehilangan nutrien akibat

katabolisme yang meningkat, gangguan transportasi nutrien ke jaringan.

Pada kondisi akut, produksi proinflamatori seperti cytokin berdampak

langsung pada remodeling tulang yang akan menghambat pertumbuhan

tulang.6

2) Penyakit endokrin

Growth hormon (GH) atau hormon pertumbuhan merupakan

hormon esensial untuk pertumbuhan anak dan remaja. Hormon tersebut

dihasilkan oleh kelenjar hipofisis akibat perangsangan dari hormon GH-

releasing faktor yang dihasilkan oleh hipotalamus. GH dikeluarkan secara

episodik dan mencapai puncaknya pada malam hari selama tidur. GH

berefek pada pertumbuhan dengan cara stimulasi produksi insulin-like

growth faktor 1 (IGF-1) dan IGF-3 yang terutama dihasilkan oleh hepar

10
dan kemudian akan menstimulasi produksi IGF-1 lokal dari kondrosit.

Growth hormon memiliki efek metabolik seperti merangsang remodeling

tulang dengan merangsang aktivitas osteoklas dan osteoblas, merangsang

lipolisis dan pemakaian lemak untuk menghasilkan energi, berperan dalam

pertumbuhan dan membentuk jaringan serta fungsi otot serta memfasilitasi

metabolisme lemak. Somatomedin atau IGF-1 sebagai perantara hormon

pertumbuhan untuk pertumbuhan tulang.6

Hormon tiroid juga bermanfaat pada pertumbuhan linier setelah

lahir. Menstimulasi metabolisme yang penting dalam pertumbuhan tulang,

gigi dan otak. Kekurangan hormon ini menyebabkan keterlambatan mental

dan perawakan pendek. Hormon paratiroid dan kalsitonin juga

berhubungan dengan proses penulangan dan pertumbuhan tulang

(Greenspan, 2004). Hormon tiroid mempunyai efek sekresi hormon

pertumbuhan, mempengaruhi kondrosit secara langsung dengan

meningkatkan sekresi IGF-1 serta memacu maturasi kondrosit.6

Hormon glukokortikod diperlukan dalam meningkatkan

glukoneoge-nesis, meningkatkan sintesis glikogen, meningkatkan

konsentrasi gula darah dan balance nitrogen negatif. Pada gastrointestinal

memiliki efek meningkatkan produksi pepsin dilambung, meningkatkan

produksi asam lambung, menghambat vitamin D sebagai mediator untuk

mengabsorpsi kalsium. Glukokortikoid pada jaringan berdampak

menurunkan kandungan kolagen pada kulit dan tulang, menurunkan

kolagen pada dinding pembuluh darah serta menghambat formasi

11
granuloma. Efek glukokortikoid lainnya diperlukan dalam pertumbuhan

normal, kelemahan otot, menghambat pertumbuhan skeletal dan

menghambat pengeluaran hormon tiroid.7

Sex steroid (estrogen dan testoteron) merupakan mediasi

percepatan pertumbuhan pada masa pubertas. Jika terjadi keterlambatan

pubertas maka terjadi keterlambatan pertumbuhan linier (Cuttler, 1996).

Hormon ini tidak banyak berperan pada masa prapubertas, hal ini dapat

dilihat dengan tidak terdapatnya gangguan pertumbuhan pada pasien

dengan hipogonad, sebelum timbulnya pubertas.6,7

3) Sindrom atau kelainan kromosom

Penyakit genetik dan sindrom merupakan etiologi yang belum jelas

diketahui penyebabnya berhubungan dengan perawakan pendek. Beberapa

gangguan kromosom, displasia tulang dan suatu sindrom tertentu ditandai

dengan perawakan pendek. Sindrom tersebut diantaranya sindrom Turner,

sindrom Prader-Willi, sindrom Down dan displasia tulang seperti

osteochondrodystrophies, achondroplasia, hipochondroplasia.6,7

E. Patomekanisme

Hormon pertumbuhan adalah protein yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary

dan sangat penting untuk pertumbuhan normal. Kekurangan hormon pertumbuhan

terjadi ketika hormon ini tidak ada atau diproduksi dalam jumlah tidak memadai.

Jika hormon hipofisis lainnya kurang, kondisi ini disebut hypopituitarism. Ketika

semua hormon hipofisis yang hilang, anak memiliki panhypopituitarism. Pada

12
bagian anterior kelenjar pituitaria menghasilkan enam hormon peptida, salah satu

jenis selnya yaitu somatotrop yang menghasilkan hormon pertumbuhan atau

growthhormon.6,7

Hormon pertumbuhan adalah hormon hipofisis anterior yang dampak

utamanya adalah untuk mempromosikan pertumbuhan jaringan tubuh. Hormon

hipofisisanterior lainnya secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan

dengan bekerja melalui kelenjar lainnya.8

Hormon-hormon lain meliputi:

 Thyroid Stimulating Hormone (TSH) - menyebabkan kelenjar tiroid

untukmenghasilkan hormon tiroid, yang mengatur metabolisme tubuh

dan sangat penting untuk pertumbuhan normal.

 Hormon adrenokortikotropik (ACTH) - menyebabkan kelenjar

adrenaluntuk menghasilkan kortisol (hormon stres) dan hormon lain

yangmemungkinkan tubuh untuk merespon stres. Terlalu banyak kortisol

akanmenyebabkan kegagalan pertumbuhan pada anak.

 Luteinizing hormon (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH)

menyebabkankelenjar seks (ovarium atau testis) untuk

memproduksihormon seks, yang diperlukan untuk perkembangan seksual

remaja dan percepatan pertumbuhan yang menyertai pubertas.

Kekurangan hormon pertumbuhan dapat terjadi dengan sendiri atau

dalamkombinasi dengan satu atau lebih kekurangan hormon hipofisis lainnya.

Mungkin jumlah (ada hormon pertumbuhan diproduksi) atau sebagian (beberapa

13
hormon pertumbuhan diproduksi, tetapi tidak cukup untuk mendukung

pertumbuhan yang normal).

GH pada manusia adalah protein dengan 191 asam amino. Growth Hormone

Deficiency (GHD) adalah suatu kelainan yang terjadi pada kelenjar hipofisis. Pada

keadaan ini, kelenjar hipofisis tidak dapat memproduksi GH (growth hormone)

secara adekuat, sehingga menyebabkan pertumbuhan yang lebih lambat dari

keadaan normal.

Efek GH dalam mendorong pertumbuhan jaringan lunak dan pertumbuhan

tulang. Saat jaringan peka terhadap efek pendorong pertumbuhan, GH

merangsang jaringan lunak dan tulang. GH mendorong pertumbuhan jaringan

lunak dengan meningkatkan jumlah sel (hyperplasia) dan meningkatkan ukuran

sel (hipertrofi).GH meningkatkan jumlah sel dengan merangsang pembelahan sel

dan mencegah apoptosis (kematian sel terprogam) dan GH meningkatkan ukuran

sel mendorong sintesis protein komponen struktural utama sel.

Patofisiologi Stunting merupakan representasi dari disfungsi sistemik dalam

fase

perkembangan anak dan tanda dari adanya malnutrisi kronik. Faktor utama dalam

mekanisme stunting adalah adanya inflamasi pada penyakit kronik, dan penyakit

dengan resistensi terhadap hormon pertumbuhan. Pada inflamasi penyakit kronik,

akan terjadi kaheksia, yaitu ditandai dengan turunnya nafsu makan, meningkatnya

laju metabolisme basal, berkurangnya massa otot, dan tidak efisiennya

penggunaan lemak dalam tubuh sebagai energi. Selain itu, juga terjadi

malabsorpsi makanan, intoleransi makan, dan adan ya efek obat dari terapi yang

14
sedang dijalani, contohnya steroid. Hal ini kemudian akan mengakibatkan adanya

proses akut, yaitu penurunan berat badan. Kaheksia pada akhirnya akan

menyebabkan defisiensi makronutrisi, vitamin dan mineral. Adanya resistensi

terhadap GH pada suatu penyakit, contohnya gagal ginjal kronik dan konsumsi

obat golongan steroid akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan linear,

menurunnya massa otot dan kepadatan tulang. Lama kelamaan, hal tersebut akan

menyebabkan efek kronis pada tubuh, yaitu adanya stunting, menurunnya kualitas

hidup, dan meningkatnya risiko dari infeksi. 3,5,6

F. Manifestasi Klinik

Pertumbuhan yang normal menggambarkan kesehatan anak yang baik.

Pertumbuhan tinggi badan merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Stunting

dikategorikan menjadi variasi normal dan patologis. Variasi normal dalam

stunting meliputi 2 berserta masing-masing gejala klinisnya, yaitu: 3,5,6

Familial short stature (perawakan pendek familial):

a. pertumbuhan yang selalu berada dibawah persentil 3 atau -2 SD

b. kecepaan pertumbuhan normal c. usia tulang normal d. tinggi badan kedua

atau salah satu orangtua yang pendek e. tinggi akhir dibawah persentil 3

atau 2 SD

Constitutional delay of growth and puberty (CDGP):

a. perlambatan pertumbuhan linear pada 3 tahun pertama kehidupan

b. pertumbuhan linear normal atau hamper normal pada saat pra pubertas dan

selalu berada di bawah persenti 3 atau -2 SD

15
c. usia tulang terlambat

d. maturase seksual terlambat

e. tinggi akhir biasanya normal Anak dengan CDGP umumnya terlihat

normal dan disebut dengan late bloomer . Biasanya terdapat riwayat

pubertas terlambat dalam keluara, usia tulang terlambat, akan tetapi masih

sesuai dengan usia tinggi. Anak dengan familial short stature selama

periode bayi dan pra pubertas akan mengalami pertumbuhan yang sama

seperti anak dengan CDGP. Anak -anak ini akan tumbuh memotong garis

persentil dalam 2 tahun pertama kehidupan dan mencari potensi

genetiknya, pubertas terjadi normal dengan tinggi akhir berada dibawah

persentil 3 atau -2 SD, tetapi masih normal sesuai potensi genetiknya dan

paralel dengan tinggi badan orangtua, dimana tinggi potensi genetik (TPG)

seseorang dapat diukur dengan rumus seb agai berikut: Target height/ mid

parental height :

Laki-laki

= (TB Ayah + (TB Ibu + 13)) x ½

Perempuan

= (TB Ibu + (TB Ayah – 13)) x ½

Tinggi potensi genetik (TPG) = target height ± 8,5 cm

16
G. Langkah Diagnosis

1. Anamnesis

 Riwayat kelahiran dan persalinan, meliputi juga berat dan panjang

lahir (untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuhan janin

terhambat).

 Pola pertumbuhan keluarga (baik pertumbuhan linier maupun

pubertas).

 Riwayat penyakit kronik dan obat–obatan (misalnya steroid).

 Riwayat asupan nutrisi maupun penyakit nutrisi sebelumnya.

 Riwayat pertumbuhan dan perkembangan (untuk sindrom).

 Data antropometri yang ada sebelumnya (untuk melihat pola

pertumbuhan linier).

 Data antropometri kedua orang tua biologisnya (untuk menentukan

potensitinggi genetik).7

2. Pemeriksaan Fisik

 Terutama pemeriksaan antropometri berat badan dan tinggi badan

sertalingkar kepala.

 Ada tidaknya disproporsi tubuh (dengan mengukur rentang lengan

serta rasio segmen atas dan segmen bawah).

 Menentukan ada tidaknya stigmata sindrom, tampilan dismorfik

tertentu,serta kelainan tulang.

 Pemeriksaan tingkat maturasi kelamin(stadium pubertas).

 Pemeriksaan fisik secara general.7

17
Variasi normal perawakan pendek yang fisiologis yaitu:

Familial short stature

 Pertumbuhan selalu dibawah persentil 3;

 Kecepatan pertumbuhan normal;

 Umur tulang (bone age) normal;

 Tinggi badan kedua orang tua pendek;

 Tinggi akhir dibawah persentil 3.7

Constitutional delay of growth and puberty

 Perlambatan pertumbuhan linier pada tiga tahun pertama

kehidupan.

 Pertumbuhan linier normal atau hampir normal pada saat

prapubertas danselalu berada dibawah persentil 3.

 Bone age terlambat (tetapi masih sesuai dengan height age).

 Maturasi seksual terlambat.

 Tinggi akhir pada umumnya normal.

 Pada umumnya terdapat riwayat pubertas terlambat dalam

keluarga.7

18
Gambar 3. Bagan Penegakan Anamnesis

3. Pemeriksaan Penunjang

Oleh karena malnutrisi dan penyakit kronik masih merupakan

penyebab utama perawakan pendek di negara kita, maka pemeriksaan

darah tepi lengkap, urin dan feces rutin,laju endap darah, elektrolit serum

dan urin dan usia tulang merupakan langkah pertama yang strategism

untuk mencari etiologi Stunting. Setelah tidak ditemukan kelainan pada

pemeriksaan skrining tersebut maka dilakukan pemeriksaan khusus yaitu

kadar GH, IGF-I, analisis kromosom, analisis DNA dan lain-lain sesuai

indikasi. Pemeriksaan penunjang yang sederhana dan menentukan adalah

menginterpretasikan data-data tinggi badan dengan menggunakan kurv

pertumbuhan yang sesuai. Pola pertumbuhan akibat bayi lahir Kecil Masa

19
Kehamilan (KMK), penyakit kronik, varian normal merupakan keadaan

yangdapat sangat membantu untuk diferensial diagnosis.7

H. Intervensi dan Penanganan Stunting

Pada 2010, gerakan global yang dikenal dengan Scaling-Up Nutrition (SUN)

diluncurkan dengan prinsip dasar bahwa semua penduduk berhak untuk

memperoleh akses ke makanan yang cukup dan bergizi. Kerangka Intervensi

Stunting yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terbagi menjadi dua,

yaitu1,2,4,5

Intervensi Gizi Spesifik dan Intervensi Gizi Sensitif.

Kerangka pertama adalah Intervensi Gizi Spesifik. Ini merupakan intervensi

yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan

berkontribusi pada 30% penurunan stunting. Kerangka kegiatan intervensi gizi

spesifik umumnya dilakukan pada sektor kesehatan. Intervensi ini juga bersifat

jangka pendek dimana hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek.

Kegiatan

yang idealnya dilakukan untuk melaksanakan Intervensi Gizi Spesifik dapat

dibagi menjadi beberapa intervensi utama yang dimulai dari masa kehamilan ibu

hingga melahirkan balita:

1. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Hamil. Intervensi ini meliputi

kegiatan memberikan makanan tambahan (PMT) pada ibu hamil untuk mengatasi

kekurangan energi dan protein kronis, mengatasi kekurangan zat besi dan asam

20
folat, mengatasi kekurangan iodium, menanggulangi kecacingan pada ibu hamil

serta melindungi ibu hamil dari Malaria.

2. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6

Bulan. Intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan yang mendorong

inisiasi menyusui dini/IMD terutama melalui pemberian ASI jolong/colostrum

serta mendorong pemberian ASI Eksklusif.

3. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23

bulan. Intervensi ini meliputi kegiatan untuk mendorong penerusan pemberian

ASI hingga anak/bayi berusia 23 bulan. Kemudian, setelah bayi berusia diatas 6

bulan didampingi oleh pemberian MP-ASI,menyediakan obat cacing,

menyediakan suplementasi zink, melakukan fortifikasi zat besi kedalam makanan,

memberikan perlindungan terhadap malaria, memberikan imunisasi lengkap, serta

melakukan pencegahan dan pengobatan diare. Kerangka Intervensi Stunting yang

direncanakan oleh Pemerintah yang kedua adalah Intervensi Gizi Sensitif.

Kerangka ini idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar

sector kesehatan dan berkontribusi pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran dari

intervensi gizi spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu

hamil dan balita pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan/HPK. Kegiatan terkait

Intervensi Gizi Sensitif dapat dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang

umumnya makro dan dilakukan secara lintas Kementerian dan Lembaga. Ada 12

kegiatan yang dapat berkontribusi pada penurunan stunting melalui Intervensi

Gizi Spesifik sebagai berikut:

1. Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih.

21
2. Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi.

3. Melakukan fortifikasi bahan pangan.

4. Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).

5. Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

6. Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).

7. Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua.

8. Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal.

9. Memberikan pendidikan gizi masyarakat.

10. Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada remaja.

11. Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin.

12. Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.5,6,7

Pada varian normal Stunting tidak perlu dilakukan terapi hormonal, cukup

observasi saja bahwa diagnosisnya memang varian normal bukan yang patologis.

Namun akhir-akhir ini sudah muncul beberapa penelitian yang menggunakan

aromatase inhibitor sebagai terapi ajuvan atau tunggal pada Familial Short Stature

dan Constitutional Delay of Growth and Puberty. Hingga laporan mengenai hasil

final terapi tersebut yaitu tinggi dewasa yang dicapai belum ada, maka sebaiknya

tidak digunakan secara rutin. Dasar pemikiran penggunaan aromatase inhibitor

adalah menghambat kerja estrogen pada lempeng pertumbuhan.

Indikasi pemberian Growth Hormone (GH) pada saat ini adalah anak

pendekyang disebabkan oleh defisiensi GH, Sindrom Turner, insufisiensi ginjal

kronis,Sindrom Prader Willi, Sindrom Noonan, defisiensi SHOX dan bayi

KMK.Semakin dini pemberian GH maka prognosis akan semakin baik.Prevalens

22
defisiensi GH diperkirakan antara 1:3500-4000 dengan 70% diantaranya

merupakan isolated GH deficiency. Tinggi badan dewasa penderita defisiensi GH

yang tidak diobati adalah 134–146 cm (pria) dan 128–134 cm(wanita). Sindrom

Turner terjadi pada 1:2500 bayi lahir (perempuan) dan klinis yang khas adalah

perawakan pendek dengan pubertas terlambat pada perempuan. Walaupun tidak

menderita defisiensi GH, tinggi badan dewasa adalah rata-rata 21 cm dibawah

midparental height atau 136-147 cm.Pada sindrom Prader Willi, tidak ditemukan

defisiensi GH juga namun tinggi dewasa akan mencapai 154 cm (pria) dan 145-

149 (wanita). Insidens diperkirakan antara 1:20000-50000. Selain berefek pada

perbaikan TB,pemberian GH juga berdampak positif pada komposisi tubuh.

Kurang lebih 80% anak yang lahir Kecil Masa Kehamilan (KMK) mengalami

catchup pada 6 bulan pertama kehidupan dan berakhir padausia 2 tahun, kadang-

kadang hingga usia 4 tahun. Antara 10-15% akan tetap pendek hingga usia

dewasa. Pemberian GH terindikasi apabila hingga usia 4tahun masih

SS.Pemberian GH pada anak dengan defisiensi SHOX (short staturehomeobox-

containing gene) diizinkan FDA sejak tahun 2006. Pada kasus ini secara klinis

ditemukan gejala dan tanda yaitu anak pendek, deformitas Madelung, dan palatum

tinggi. Defisiensi SHOX diperkirakan merupakan penyebab utama perawakan

pendek pada sindrom Turner.

23
Pemberian GH untuk sindrom Noonan adalah yang terkini di Amerika

Serikat sedangkan di Eropa belum diizinkan. Gejala dan tanda Sindrom

Noonanadalah perawakan pendek yang disertai dismorfik muka yang khas dan

kelainan jantung bawaan dan retardasi mental. Dahulu sindrom ini dikenal sebagai

male Turner Syndrome karena kemiripan klinisnya. Tinggi badan dewasanya

adalah 135-147 cm. Yang cukup mengundang kontroversi adalah pemberian GH

pada Idiopathic Short Stature (ISS). Diagnosis ISS adalah diagnosis eksklusi

perawakan pendek tanpa kelainan hormonal, genetik maupun penyakit-penyakit

kroniklainnya. Indikasi GH pada ISS adalah yang mempunyai tinggi badan <

persentil-1.2 (-2.25 SD).1,4,7

Dalam satu penelitian, oksandrolon (2,5 mg / hari selama 3 bulan)

dibandingkan dengan terapi GH (20 U / m2 / minggu selama 12 bulan).

Menunjukkan pertumbuhan lebih cepat dan lebih baik pada anak yang dirawat dan

diberi oksandrolon.

24

Anda mungkin juga menyukai