Anda di halaman 1dari 23

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses manufaktur adalah proses yang mengubah bahan baku / raw material
menjadi produk.Dimana terdapat tujuh dasar proses manufaktur terdapat yaitu
proses pengecoran, pembentukan, pemesinan, pengelasan, perlakuan panas,
perlakuan permukaan dan metalurgi serbuk.
Salah satu dari tujuh dasar proses manufaktur adalah pengecoran, dimana
proses pengecoran merupakan suatu proses manufaktur yang menggunakan logam
cair dan cetakan untuk menghasilkan bentuk yang mendekati bentuk geometri
akhir produk jadi. Logam cair akan dituangkan atau ditekan ke dalam cetakan
yang memiliki rongga cetak (cavity) sesuai dengan bentuk atau desain yang
diinginkan. Setelah logam cair memenuhi rongga cetak dan tersolidifikasi,
selanjutnya cetakan disingkirkan dan hasil cor dapat digunakan untuk proses
sekunder.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan industri saat ini, pengecoran
semakin dibutuhkan.Proses pengecoran yang semakin banyak dilakukan harus
diimbangi dengan orang yang menguasai teknik pengecoran, karena tidak semua
orang dapat melakuan proses pengecoran dengan baik dan benar. Oleh karena itu
mahasiswa dilatih untuk melakukan pengecoran sehingga mahasiswa memiliki
pengalaman praktek pengecoran dan melatih kemampuandalam membuat cetakan
serta mengetahui dan memahami proses atau teknik pengecoran logam dalam
suatu proses/teknik produksi dalam manufaktur.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana cara membuat cetakan menggunakan cetakan pasir?
b. Bagaimna cara agar cetakan berbentuk sempurna dan tidak mengalami
kegagalan?
c. Bagaimana proses logam cair agar tersolidifikasi dengan baik?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1
1.3.1 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum pengecoran logam ialah sebagai berikut :
a. Mampu mengaplikasikan teori teknik cor kedalam kondisi riil
b. Dapat mengetahui kendala-kendala yang timbul dalam proses pengecoran
logam
c. Menganalisa benda hasil coran, meliputi pemeriksaan visual dari hasil coran
1.3.2 Manfaat
Manfaat dari dilakukannya praktikum pengecoran logam ialah sebagai
berikut :
a. Dapat membuat pola dari cetakan pasir untuk membuat produk cairan logam
b. Dapat menentukan dan merencanakan system saluran dalam suatu
pembuatan produk ciran logam
c. Mengetahui beberapa proses atau teknik dalam pembuatan cetakan

2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Umum


Pengecoran (Casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti
logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan
membeku di dalam cetakan tersebut, dan kemudian dikeluarkan atau di pecah-
pecah untuk dijadikan komponen mesin. Pengecoran digunakan untuk membuat
bagian mesin dengan bentuk yang kompleks Pengecoran digunakan untuk
membentuk logam dalam kondisi panas sesuai dengan bentuk cetakan yang telah
dibuat. Pengecoran dapat berupa material logam cair atau plastik yang bisa
meleleh (termoplastik), juga material yang terlarut air misalnya beton atau gips,
dan materi lain yang dapat menjadi cair atau pasta ketika dalam kondisi basah
seperti tanah liat, dan lain-lain yang jika dalam kondisi kering akan berubah
menjadi keras dalam cetakan, dan terbakar dalam perapian. Proses pengecoran
dibagi menjadi dua: expandable (dapat diperluas) dan non expandable (tidak dapat
diperluas) mold casting Pengecoran biasanya diawali dengan pembuatan cetakan
dengan bahan pasir. Cetakan pasir bisa dibuat secara manual maupun dengan
mesin. Pembuatan cetakan secara manual dilakukan bila jumlah komponen yang
akan dibuat jumlahnya terbatas, dan banyak variasinya. Pembuatan cetakan tangan
dengan dimensi yang besar dapat menggunakan campuran tanah liat sebagai
pengikat. Dewasa ini cetakan banyak dibuat secara mekanik dengan mesin agar
lebih presisi serta dapat diproduk dalam jumlah banyak dengan kualitas yang
sama baiknya Klasifikasi yang berkaitan dengan bahan pembentuk, proses
pembentukan, dan metode pembentukan dengan logam cair, dapat dikategorikan
sebagai berikut:
a. Expendable mold, yang mana tipe ini terbuat dari pasir, gips, keramik, dan
bahan semacam itu dan umumnya dicampur dengan berbagai bahan
pengikat (bonding agents) untuk peningkatan peralatan. Sebuah cetakan
pasir khas terdiri dari 90% pasir, 7% tanah liat, dan 3% air. Materi-materi
ini bersifat patah (bahwa, bahan ini memiliki kemampuan untuk bertahan

3
pada temperature tinggi logam cair). Setelah cetakan yang telah berbentuk
padat, hasil cetakan dipisahkan dari cetakannya.

b. Permanent molds, yang mana terbuat dari logam yang tahan pada
temperature tinggi. Seperti namanya, cetakan ini digunakan berulang-ulang
dan dirancang sedemikian rupa sehingga hasil cetakan dapat dihilangkan
dengan mudah dan cetakan dapat digunakan untuk cetakan berikutnya.
Cetakan logam dapat digunakan kembali karena bersifat konduktor dan
lebih baik daripada cetakan bukan logam yang terbuang setelah digunakan.
sehingga, cetakan padat terkena tingkat yang lebih tinggi dari pendinginan,
yang mempengaruhi sturktur mikro dan ukuran butir dalam pengecoran.

c. Comosite molds, yang mana terbuat dari dua atau lebih material yang
berbeda (seperti pasir, grafit, dan logam) dengan menggabungkan
keunggulan masing-masing bahan. Pembentuk ini memiliki sifat tetap dan
sebagian dibuang dan digunakan di berbagai proses cetakan untuk
meningkatkan kekuatan pembentuk, mengendalikan laju pendinginan, dan
mengoptimalkan ekonomi keseluruhan proses pengecoran.

2.2 Bahan-bahan Coran


Pada dasarnya semua logam yang mampu dicairkan dapat dibentuk dengan
proses pengecoran. Bahan-bahnan ini umumnya memiliki titik leleh yang rendah
sampai menengah. Untuk bahan yang titik cairnya tinggi jarang dilakukan dengan
proses pengecoran. Pada parakteknya bahan-bahan logam yang umum di lakukan
pembentukan dengan proses pengecoran adalah bahan besi, alumunium, tembaga,
magnesium,timah.
2.2.1 Besi
Besi cor (cast Iron) dapat didefinisikan sebagai paduan besi yang memiliki
kadar karbon lebih dari 1,7 %. Umumnya kadar karbon ini berada pada kisaran
antara 2,4 hingga 4 %, merupakan bahan yang relatif mahal, dimana bahan ini
diproduksi dari besi kasar atau besi/baja rosok. Produk besi cor memiliki fungsi
mekanis sangat penting dan diproduksi dalam jumlah besar. Prosesnya sering
dilakukan dengan cara menambahkan unsur graphite ke dalam ladle sebagai

4
pengendali. paduan besi cor (alloy iron castings) bahannya telah dilakukan
penghalusan (refined) dan pemaduan besi kasar (pig iron). Produk-produk seperti
crankshaf, conecting rod dan element dari bagian-bagian mesin sebelumnya
dibuat dari baja tempa (steel forgings), sekarang lebih banyak menggunakan high-
duty alloy iron casting.
Benda-benda cor dapat membentuk bagian bentuk yang rumit dibandingkan
dengan bentuk-bentuk benda hasil tempa (wrought) kendati diperlukan proses
machining, akan tetapi dapat diminimalisir dengan memberikan kelebihan ukuran
sekecil mungkin dari bentuk yang dikehendaki (smaller allowance), olleh karena
itu produk penuangan relatif ukurannya dilebihkan sedikit.
2.2.2 Alumunium
Alumunium casting merupakan suatu cara ( metode ) pembuatan paduan
logam alumunium dengan menggunakan cetakan ( die casting atau sand casting )
dengan cara melebur paduan logam yang kemudian dituang didalam suatu cetakan
sehingga mengalami pendinginan ( solidification ) didalam cetakan. Alumunium
dipilih sebagai bahan dasar casting karena memiliki beberapa sifat, yaitu:
a. Alumunium merupakan unsur dengan massa jenis yang rendah ( 2.7 g/cm3)
sehingga dapat menghasilkan paduan yang ringan
b. Temperatur leburnya rendah ( 660 .32 derajat celcius ) sehingga dapat
meminimalkan energi pemanasan
c. Flowabilitynya baik, kemampuan mengisi rongga – rongga cetakan baik
Untuk menghasillkan paduan yang memiliki mechanical properties yang
baik ( touhnest, tensile strength, ductility, wear resistace, etc ) maka diperlukan
adanya unsur paduan lain pada logam alumunum. Logam – logam yang
ditambahkan yaitu Silikon (Si). Silikon memiliki sifat mampu alir yang baik (
fluidity ) sehingga akan memudahkan logam cair untuk mengisi rongga–rongga
cetakan. Selain itu Silikon juga tahan terhadap hot tear ( perpatahan pada metal
casting pada saat solidificasion karena adanya kontraksi yang merintangi. Sifat
AlSi dapat menghasilkan sifat–sifat yang baik, yaitu : good castability, good
corrosion resistance, good machinability, dan good weldability.

5
2.2.3 Tembaga
Tembaga digunakan secara luas sebagai salah satu bahan teknik, baik dalam
keadaan murni maupun paduan. Tembaga memiliki kekuatan tarik hingga 150
N/mm2 dalam bentuk tembaga tuangan dan dapat ditingkatkan hingga 390
N/mm2 melalui proses pengerjaan dingin dan untuk jenis tuangan aangka
kekerasanya hanya mencapai 45 HB namun dapat ditingkatkan menjadi 90 HB
melalui pengerjaan dingin, dimana dengan proses pengerjaan dingin ini akan
mereduksi keuletan, walaupun demikian keuletannya dapat ditingkatkan melalui
proses annealing (lihat proses perlakuan panas) dapat menurunkan angka
kekerasan serta tegangannya atau yang disebut proses “temperature” dimana dapat
dicapai melalui pengendalian jarak pengerjaan setelah annealing. Tembaga
memiliki sifat thermal dan electrical conduktifitas nomor dua setelah Silver.
Tembaga yang digunakan sebagai penghantar listrik banyak digunakan dalam
keadaan tingkat kemurnian yang tinggi hingga 99,9 %. Sifat lain dari tembaga
ialah sifat ketahanannya terhadap korosi atmospheric serta berbagai serangan
media korosi lainnya. Tembaga sangat mudah disambung melalui proses
penyoderan, Brazing serta pengelasan. Tembaga termasuk dalam golongan logam
berat dimana memiliki berat jenis 8,9 kg/m3 dengan titik cair 10830C.
2.3 Penggunaan Coran
Proses pengecoran banyak digunakan karena memiliki keunggulan
diantaranya dapat membuat produk yang kecil hingga yang paling besar.
Penggunaan bahan lebih hemat. Produk hasil coran dapat digunakan tanpa harus
dikerjakan lebih lanjut atau dilakukan sedikit proses pemesinan. Selain itu dengan
proses pengecoran dapat membuat produk-produk sederhana sampai yang paling
rumit. Berikut contoh produk-produk yang dibuat melalui proses pengecoran.
Penggunaan coran pada kehidupan sehari-hari sangat luas. Produk-produk yang
dibuat melalui proses pengecoran dapat dijumpai mulai dari peralatan rumah
tangga, industri komponen pemesinan, industri mesin-mesin perkakas, alat-alat
berat, industri automotif dan peralatan tranfortasi. Rangka-rangka mesin banyak
digunakan dari coran besi tuang kelabu, karena bahan ini memiliki sifat endukug
yang kuat, mampu menahan getaran dan mampu melumas sendiri. Pada industri

6
otomotif benda coran banyak digunakan untuk membuat blok-blok mesin, tromol
rem, dan komponen-komponen lainnya.

2.4 Klasifikasi Pengecoran


Klasifikasi pengecoran berdasarkan umur dari cetakan, ada pengecoran
dengan sekali pakai (expendable Mold) dan ada pengecoran dengan cetakan
permanent (permanent Mold). Cetakan pasir termasuk dalam expendable mold.
karena hanya bisa digunakan satu kali pengecoran saja, setelah itu cetakan
tersebut dirusak saat pengambilan benda coran. Dalam pembuatan cetakan, jenis-
jenis pasir yang digunakan adalah pasir silika, pasir zircon atau pasir hijau.
Sedangkan perekat antar butir-butir pasir dapat digunakan, bentonit, resin, furan
atau air gelas.

2.4.1 Terminologi Pengecoran dengan Cetakan Pasir


Secara umum cetakan harus memiliki bagian-bagian utama sebagai berikut:
a. Cavity (rongga cetakan), merupakan ruangan tempat logam cair yang
dituangkan kedalam cetakan. Bentuk rongga ini sama dengan benda kerja
yang akan dicor. Rongga cetakan dibuat dengan menggunakan pola.
b. Core (inti), fungsinya adalah membuat rongga pada benda coran. Inti dibuat
terpisah dengan cetakan dan dirakit pada saat cetakan akan digunakan.
Bahan inti harus tahan menahan temperatur cair logam paling kurang
bahannya dari pasir.
c. Gating sistem (sistem saluran masuk), merupakan saluran masuk kerongga
cetakan dari saluran turun. Gating sistem suatu cetakan dapat lebih dari satu,
tergantung dengan ukuran rongga cetakan yang akan diisi oleh logam cair.
d. Sprue (Saluran turun), merupakan saluran masuk dari luar dengan posisi
vertikal. Saluran ini juga dapat lebih dari satu, tergantung kecepatan
penuangan yang diinginkan.
e. Pouring basin, merupakan lekukan pada cetakan yang fungsi utamanya
adalah untuk mengurangi kecepatan logam cair masuk langsung dari ladle
ke sprue. Kecepatan aliran logam yang tinggi dapat terjadi erosi pada sprue

7
dan terbawanya kotoran-kotoran logam cair yang berasal dari tungku
kerongga cetakan.
f. Raiser (penambah), merupakan cadangan logam cair yang berguna dalam
mengisi kembali rongga cetakan bila terjadi penyusutan akibat solidifikasi.
2.5 Pengecoran Cetakan Pasir
Pengecoran dengan cetakan pasir melibatkan aktivitas-aktivitas seperti
menempatkan pola dalam kumpulan pasir untuk membentuk rongga cetak,
membuat sistem saluran, mengisi rongga cetak dengan logam cair, membiarkan
logam cair membeku, membongkar cetakan yang berisi produk cord an
membersihkan produk cor. Hingga sekarang, proses pengecoran dengan cetakan
pasir masih menjadi andalan industri pengecoran terutam industri-industri kecil.

2.5.1 Pasir
Kebanyakan pasir yang digunakan dalam pengecoran adalah pasir silika
(SiO2). Pasir merupakan produk dari hancurnya batu-batuan dalam jangka waktu
lama. Alasan pemakaian pasir sebagai bahan cetakan adalah karena murah dan
ketahanannya terhadap temperature tinggi. Ada dua jenis pasir yang umum
digunakan yaitu naturally bonded (banks sands) dan synthetic (lake sands).
Karena komposisinya mudah diatur, pasir sinetik lebih disukai oleh banyak
industri pengecoran.
Pemilihan jenis pasir untuk cetakan melibatkan bebrapa factor penting
seperti bentuk dan ukuran pasir. Sebagai contoh , pasir halus dan bulat akan
menghasilkan permukaan produk yang mulus/halus. Untuk membuat pasir cetak
selain dibutuhkan pasir juga pengikat (bentonit atau clay/lempung) dan air. Ketiga
Bahan tersebut diaduk dengan komposisi tertentu dan siap dipakai sebagi bahan
pembuat cetakan.
2.5.2 Jenis Cetakan Pasir
Ada tiga jenis cetakan pasir yaitu green sand, cold-box dan no-bake mold.
Cetakan yang banyak digunakan dan paling murah adalah jenis green sand mold
(cetakan pasir basah). Kata “basah” dalam cetakan pasir basah berati pasir cetak
itu masih cukup mengandung air atau lembab ketika logam cair dituangkan ke
cetakan itu. Istilah lain dalam cetakan pasir adalah skin dried. Cetakan ini sebelum

8
dituangkan logam cair terlebih dahulu permukaan dalam cetakan dipanaskan atau
dikeringkan. Karena itu kekuatan cetakan ini meningkat dan mampu untuk
diterapkan pada pengecoran produk-produk yang besar.
Dalam cetakan kotak dingin (box-cold-mold), pasir dicampur dengan
pengikat yang terbuat dari bahan organik dan in-organik dengan tujuan lebih
meningkatkan kekuatan cetakan. Akurasi dimensi lebih baik dari cetakan pasir
basah dan sebagai konsekuensinya jenis cetakan ini lebih mahal.
Dalam cetakan yang tidak dikeringkan (no-bake mold), resin sintetik cair
dicampurkan dengan pasir dan campuran itu akan mengeras pada temperatur
kamar. Karena ikatan antar pasir terjadi tanpa adanya pemanasan maka seringkali
cetakan ini disebut juga cold-setting processes. Selain diperlukan cetakan yang
tinggi, beberapa sifat lain cetakan pasir yang perlu diperhatikan adalah
permeabilitas cetakan (kemampuan untuk melakukan udara/gas).
2.5.3 Pola
Pola merupakan gambaran dari bentuk produk yang akan dibuat. Pola dapat
dibuat dari kayu, plastic/polimer atau logam. Pemilihan material pola tergantung
pada bentuk dan ukuran produk cor, akurasi dimensi, jumlah produk cor dan jenis
proses pengecoran yang digunakan.
Jenis-jenis pola:

a. Pola tunggal (one pice pattern / solid pattern)


Biasanya digunakan untuk bentuk produk yang sederhana dan jumlah
produk sedikit. Pola ini dibuat dari kayu dan tentunya tidak mahal.
b. Pola terpisah (spilt pattern)
Terdiri dari dua buah pola yang terpisah sehingga akan diperoleh rongga
cetak dari masing-masing pola. Dengan pola ini, bentukproduk yang dapat
dihasilkan rumit dari pola tunggal.
c. Match-piate pattern
Jenis ini popular yang digunakan di industri. Pola “terpasang jadi satu”
dengan suatu bidang datar dimana dua buah pola atas dan bawah dipasang
berlawanan arah pada suatu pelat datar. Jenis pola ini sering digunakan

9
bersama-sama dengan mesin pembuatan cetakan dan dapat menghasilkan
laju produksi yang tinggi untuk produk-produk kecil.
2.6 Operasi Pengecoran Cetakan Pasir
Operasi pengecoran dengan cetakan pasir melibatkan tahapan proses
perancangan produk cor, pembuatan pola dan inti, pembuatan cetakan, penuangan
logam cair dan pembongkaran produk cor. Tahapan lebih rinci terlihat pada
gambar Dibawah ini :

Gambar 2.1 Perancangan produk cetakan pasir


Setelah proses perancangan produk cor yang menghasilkan gambar teknik
produk dilanjutkan dengan tahapan-tahapan berikutnya :

a. Menyiapkan bidang dasar datar atau pelat datar dan meletakan pola atas
(cope) yang sudah ada dudukan inti dipermukaan pelat datar tadi.
b. Seperti pada langkah a, untuk cetakan bagian bawah (drag) beserta sistem
saluran.
c. Menyiapkan koak inti (untuk pembuatan inti)
d. Inti yang telah jadi disatukan (inti yang dibuat berupa inti setengah atau
paroan inti)

10
e. Pola atas yang ada dipermukaan pelat datar ditutupi oleh rangka cetak atas
(cope) dan ditambahkan system saluran seperti saluran masuk dan saluran
tambahan (riser). Selanjutnya diisi dengan pasir cetak.
f. Setelah diisi pasir cetak dan dipadatkan, pola dan system saluran dilepaskan
dari cetakan
g. Giliran drag diisi pasir cetak setelah menempatkan rangka cetak diatas pola
dan pelat datar.
h. Setelah disi pasir cetak dan dipadatkan, pola dilepaskan dari cetakan
i. Inti ditempatkan pada dudukan inti yang ada pada drag.
j. Cope dipasangkan pada drag dan dikunci kemudian dituangkan logam cair.
k. Setelah membeku dan dingin, cetakan dibongkar dan produk cor
dibersihkan dari sisa-sisa pasir cetakan.
l. Sistem saluran dihilangkan dari produk cor dengan berbagai metoda dan
produk cor siap untuk diperlakukan lebih lanjut.

Dalam teknik pengecoran logam fluiditas tidak diartikan sebagai kebalikan


dari viskositas, akan tetapi berarti kemampuan logam cair untuk mengisi ruang-
ruang dalam rongga cetak. Fluiditas tidak dapat dikaitkan secara langsung dengan
sifat-sifat fisik secara individu, karena besaran ini diperoleh dari pengujian yang
merupakan karakteristik rata-rata dari bebrapa sifat-sifat fisik dari logam cair.

Ada dua faktor yang mempengaruhi fluiditas logam cair, yaitu temperatur
dan komposisi unsur. Temperatur penuangan secara teoritis harus sama atau diatas
garis liquidus. Jika temperatur penuangan lebih rendah, kemungkinan besar terjadi
solidifikasi didalam gating sistem dan rongga cetakan tidak terisi penuh. Cacat ini
disebut juga dengan nama misrun. Cacat lain yang bisa terjadi jika temperatur
penuangan terlalu rendah adalah laps dan seams. Yaitu benda cor yang dihasilkan
seakan-akan membentuk alur-alur aliran kontinu logam yang masuk kedalam
rongga cetak, dimana alur satu dengan alur lai berdampingan daya ikatannya tidak
begitu baik. Jika temperatur penuangan terlalu tinggi pasir yang terdapat pada
dinding gating sistem dan rongga cetakan mudah lepas sewaktu bersentuhan
dengan logam cair dan permukaanya menjadi kasar. Terjadi reaksi yang cepat

11
antara logam tuang, dengan zat padat, cair dan gas diadalam rongga cetakan. Dari
pengujian ini dapat dicari daerah temperatur penuangan yang menghasilkan
produk dengan cacat yang seminim mungkin.

Faktor utama yang lain yang mempengaruhi besaran fluiditas adalah


komposisi paduan. Logam cair yang memiliki fluiditas yang tinggi adalah logam
murni dan alloys komposisi eutectic. Alloys yang dibentuk dari larutan padat, dan
memiliki range pembekuan yang besar memiliki fluiditas yang jelek.

Gambar 2.2 Contoh Pola spiral hasil pengujian Fluiditas


Ada beberapa metoda dalam mengukur fluiditas. Metoda ini dibedakan
berdasarkan bentuk rongga cetak yang digunakan untuk mengetahui mampu alir
logam cair. Ada rongga cetak yanmg berbentuk spiral dan ada juga rongga cetak
yang berbentuk lorong yang memanjang. Pemilihan metoda ini sangat tergantung
dari bentuk benda kerja dan bahan cetakan yang akan digunakan. Dalam
melakukan pengukuran mampu alir dipraktikum ini digunakan metode dengan
rongga cetak yang berbentuk spiral. Meskipun hasil pengukuran dengan metoda
diatas dipengaruhi oleh sifat-sifat cetakan, namun pengukuran tersebut sangat
praktis, karena langsung menggambarkan bagaimana mampu alir logam cair
dalam rongga cetak dengan bahan cetakan sebenarnya. Harga fluiditasnya
dinyatakan dengan panjang (dalam mm) spiral yang terisi logam. Atas dasar hal
ini, fluiditas juga dikenal dengan istilah Fluid life.

12
Gambar 2.3 Bentuk cetakan untuk pengukuran Fluiditas
2.7 Proses Peleburan Logam
Peleburan logam merupakan aspek terpenting dalam operasi-operasi
pengecoran karena berpengaruh langsung pada kualitas produk cor. Pada proses
peleburan, mula-mula muatan yang terdiri dari logam, unsur-unsur paduan dan
material lainnya seperti fluks dan unsur pembentuk terak dimasukkan kedalam
tungku. Fluks adalah senyawa inorganic yang dapat “membersihkan” logam cair
dengan menghilangkan gas-gas yang ikut terlarut dan juga unsur-unsur pengotor
(impurities). Fluks memiliki beberpa kegunaan yang tergantung pada logam yang
dicairkan, seperti pada paduan alumunium terdapat cover fluxes (yang
menghalangi oksidasi dipermukaan alumunium cair),. Cleaning fluxes, drossing
fluxes, refining fluxes, dan wall cleaning fluxes

2.8 Pembekuan Ingot dan Coran


Dari Pembekuan ingot dihasilkan 3 daerah dengan karakteristik yang
berbeda. Daerah-daerah tersebut adalah :
a. Chill Zone
Selama proses penuangan logam cair kedalam cetakan, logam cair yang
berkontak langsung dengan dinding cetakan akan mengalami pendinginan yang
cepat dibawah temperatur likuidusnya. Akibatnya pada dinding cetakan tersebut
timbul banyak inti padat dan selanjutnya tumbuh kearah cairan logam. Bila
temperatur penuangannya rendah, seluruh bagian logam cair akan membeku
secara cepat dibawah temperatur likuidus. Disisi lain bila temperatur penuangan
tinggi, cairan logam yang berada ditengah-tengah ingot akan tetap berada diatas
temperatur likuidus untuk jangka waktu lama.

13
b. Columnar zone
Sesaat setelah penuangan, gradien temperatur pada dinding cetakan
menurun dan kristal pada daerah chill tumbuh memanjang dalam arah kristal
tertentu. Kristal-kristal tersebut tumbuh memanjang berlawanan dengan arah
perpindahan panas (panas bergerak dari cairan logam kea rah dinding cetakan
yang bertemperatur lebih rendah) yang disebut dengan dendrit. Setiap kristal
dendrit mengandung banyak lengan-lengan dendrit (primary dendrit). Jika Fraksi
volum padatan (dendrite) meningkat dengan meningkatnya panjang dendrit dan
jika struktur yang terbentuk berfasa tunggal, maka lengan-lenagn dendrti sekunder
dan tertier akan timbul dari lengan dendrit primer. Daerah yang terbentuk antara
ujung dendrit dan ttitik dimana sisa cairan terakhir akan membeku disebut sebagai
mushy zone atau pasty zone.
c. Equiaxed zone
Daerah ini terdiri dari butir-butir equiaxial yang tumbuh secara acak
ditengah-tengah ingot. Pada daerah ini perbedaan temperatur yang ada tidak
menyebabkan terjadinya pertumbuhan butir memanjang.
2.8.1 Pengaruh Penyusutan
Kebanyakan logam akan menyusut selama proses pembekuan dan ini
mengakibatkan perubahan struktur ingot. Paduan-paduan dengan selang
pembekuan (daerah antara temperatur liquidus dan solidus ) yang sempit
menghasilkan mushy zone yang sempit pula dan pada bagian permukaan atas ingot
terdapat sisa cairan logam yang lama kelamaan akan berkurang hingga
pembekuan berakhir dan pada ingot mengandung rongga cukup dalam pada
bagian tengah atau disebut pipe.
Pada paduan-paduan dengan selang temperatur pembekuan lebar, mushy
zone dapat menempati seluruh bagian ingot sehingga tidak terbentuk pipe.
2.9 Cacat-cacat Coran

Komisi pengecoran international telah membuat penggolongan cacat-cacat


coran dan dibagi menjadi 9 kelas, yaitu :

a. Ekor tikus tak menentukan atau kekerasan yang meluas

14
b. Lubang-lubang
c. Retakan
d. Permukaan kasar
e. Salah alir
f. Kesalahan ukuran
g. Inklusi dan struktur tak seragam
h. Deformasi
i. Cacat-cacat tak nampak

Gambar 2.4 Cacat pada Coran

15
BAB 3 METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Ayakan 60 mesh
b. Ayakan 80 mesh
c. Cetakan kayu
d. Contoh benda
e. Palu
f. Furnance
g. Besi silinder
h. Sendok
3.1.2 Bahan
a. Pasir
b. Tanah liat
c. Air
d. Mika
e. Alumunium sisa

3.2 Prosedur Praktikum


3.2.1 Proses pembuatan cetakan
a. Menyiapkan alat dan bahan
b. Mencuci pasir lalu menjemur, setelah pasir kering lalu pasir diayak
c. Mencampur pasir yang sudah di ayak dengan tanah liat menggunkan
perbandingan 60 : 40
d. Memberikan air pada adonan sebanyak 10% lalu aduk adonan hingga rata
e. Letakkan contoh benda ditengah cetakan kayu, lalu tutup semua bagian
dengan adonan hingga padat
f. Lakukan lagi langkah ‘e’ tapi disisipkan besi silinder untuk jalur pengecoran
g. Setelah itu tunggu cetakan kering, tapi sebelumnya lepaskan contoh dan besi
silinder yang berada dicetakan

16
3.2.2 Proses pengecoran
a. Siapkan alat dan bahan
b. Menyiapkan furnance
c. Menentukan 14 A dapat dari voltase regulator dinaikkan hinggan 135 V
d. Masukkan alumunium sisan kedalam furnance yang sudah bersuhu 800
derajat celcius
e. Tunggu alumunium hingga mencair
f. Setelah almunium mencair, tuang alumunium sisa kedalam cetakan pasir
dan tunggu hingga memadat
g. Membongkar cetakna pasir dan membersihkan alumunium yang sudah
padat dari pasir yang masih menempel

17
BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 Proses Praktikum


Berikut adalah proses-proses kegiatan dalam praktikum pengecoran yang
dialakukan:
a. Pencampuran adonan bahan cetakan pasir
Bahan yang dibuat untuk cetakan terdiri dari pasir, tanah lempung, dan
air. Pasir yang digunakan harus berukuran 80 mesh dengan cara di ayak
keukuran 60 mesh terlebih dahulu lalu di lanjutkan dengan ukuran 80 mesh.
Selanjutnya ketiga bahan tersebut di campur menjadi satu dengan
perbandingan pasir dan tanah lempung adalah 60:40.Kemudian diaduk
hingga mencampur merata dan ditambahkan air sebanyak 10% lalu aduk
kembali.Gunakan segera adonan tersebut segera mungkin agar tidak
mongering.

Gambar 4.1 Pencampuran adonan untuk cetakan pasir


b. Pengisian cetakan
Pengisian bahan untuk pembuatan cetakan dilakukan dengan adonan
yang sudah dibuat. Letakkan setengah benda yang akan di buat dibagian
bawah dan taburi tanah lempung agar adonan dengan benda kerja tidak
melekat. Setelah itu masukkan adonan ke kotakan yang sudah ada
setengah benda kerja secara merata dan tekan-tekan hingga
padat.Tambahkan adonan kembali hingga penuh dan tekan
kembali.Kemudian membuat kembali untuk sisi satunya dari cetakan

18
namun ditambahkan 2 besi untuk lubang memasukkan bahan cor nantinya
dan cara pembuatannya seperti sisi yang tadi.

Gambar 4.2 Proses pengisian cetakan kayu dengan adonan pasir


c. Pelepasan contoh benda kerja dari cetakan
Lepaskan contoh benda kerja dan pipa besi dari cetakan pasir agar
nantinya ruangan tersebut digunakan untuk aliran cairan
alumunium.Kemudian bersihkan serpihan pasir yang ada di cetakan
supaya ruangan pengecoran bersih dari kotoran.Pada saat pelepasan harus
dilakukan secara hati-hati agar ruangan pengecoran dan aliran masuk
alumunium tidak rusak.

Gambar 4.3 Proses pelepasan contoh benda kerja dan pipa besi

19
d. Proses peleburan alumunium
Menghidupkan furnance dan menaikkan voltase regulator hingga
135 v dengan perlahan.Memasukkan alumunium sisa kedalam furnace
setelah suhu furnace mencapai 800°C. Lalu menunggu alumunium sampai
menjadi bentuk cair

Gambar 4.4 Proses peleburan alumunium


e. Penuangan alumunium cair ke dalam cetakan
Penuangan dilakukan setelah alumunium mencair.Penuangan harus
dilakukan secara cepat dan hati-hati agar cairan alumunium tidak terjadi
solidifikasi sebelum cetakan terisi penuh.

Gambar 4.5 Proses penuangan alumunium cair

20
f. Proses pengambilan hasil pengecoran dari cetakan
Setelah terjadi solidifikasi pada alumunium dan alumunium sudah
dingin keluarkan benda hasil pengecoran dari cetakan. Rapikan permukaan
benda hasil coran yang masih menempel jalur aliran masuk alumunium
dan saluran penambah.

Gambar 4.6 proses pengambilan benda hasil pengecoran

4.2 Analisa Hasil Praktikum

Gambar 4.7 Hasil Praktikum Pengecoran

21
Dari hasil praktikum pengecoran dan metalurgi benda kerja yang dihasilkan
memiliki beberapa cacat pengecoran, adapun cacat pengecoran tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Pada hasil benda kerja terdapat cacat porositas, cacat porositas merupakan
lubang didalam permukaan, berbentuk bola dan halus. Cacat porositas ini
disebabkan karena rekasi logam induk dengan uap air dari cetakan dan gas
terbawa dalam cairan selama pengecoran
b. Permukaan kasar yang dapat disebabkan karena cetakan pecah atau runtuh
karena saat proses pembuatan cetakan kurang padat dan kekuatan pasir
cetak kurang.
c. Kesalahan ukuran, merupakan hasil pengecoran yang ukurannya tidak
sesuai. Hal ini disebabkan karena cetakan yang mengembang atau
penyusutan logam yang tinggi saat pembekuan.

4.3 Kegiatan Praktikum

Table 4.1 Kegiatan Praktikum


No Tanggal Kegiatan Keterangan
1 6 November 2018 Pembuatan Gagal dikarenakan komposisi pasir
cetakan pasir dan tanah liat tidak sesuai
2 13 November 2018 Pembuatan Menentukan presentase antara
cetakan pasir pasir dan tanah lait
3 20 November 2018 Peleburan Peleburan gagal dikarenakan bahan
alumunium corang tidak 100% alumunium
murni
4 27 November 2018 Peleburan dan Berhasil karena bahan coran yang
penuangan dgunakan alumunium murni
logam kedalam
cetakan
5 4 Desember 2018 Proses finishing Penghalusan benda hasil coran
dengan cara menggerinda

22
BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didappatkan dari praktikum pengecoran dan metalurgi
serbuk adalah dapat mengetahui cacat-cacat pada proses pengecoran seperti, cacat
porositas, permukaan kasar dan cacat kesalahan pengecoran, tidak hanya itu
praktikan juga dapat mengetahui prosedur pengecoran logam berbahan
alumunium dan pembuatan cetakan pasir

5.2 Saran
Saran dari praktikum pengecoran dan metalugi serbuk adalah sebagai berikut :
a. Sebaiknya saat praktikum pengecoran praktikan diberi modul untuk
pembelajaran supaya saat praktikum tidak bingung saat proses pengecoran
b. Sebaiknya peralatan dalam praktikum pengecoran dicukupi supaya tidak
menghambat proses praktikum dan praktikum berjalan dengan lancer

23

Anda mungkin juga menyukai