Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih (ISK) ialah istilah umum untuk menyatakan adanya
pertumbuhan bakteri di dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal
sampai infeksi di kandung kemih. ISK merupakan reaksi inflamasi sel-sel
urotelium yang melapisi saluran kemih. Kasus ISK seringkali dijumpai pada
praktek dokter sehari-hari mulai infeksi ringan yang baru diketahui pada saat
pemeriksaan urin sampai infeksi berat yang dapat mengancam jiwa.1,2
Infeksi saluran kemih dapat menyerang pasien dari segala usia mulai bayi
baru lahir higga orang tua. Pada umunya wanita lebih sering mengalami episode
ISK daripada pria; hal ini karena uretra wanita lebih pendek daripada pria. Namun
pada masa neonatus ISK lebih banyak terdapat pada bayi laki-laki(2,7%) yang
tidak menjalani sirkumsisi daripada bayi perempuan (0,7%). Dengan
bertambahnya usia, insiden ISK terbalik yaitu pada masa sekolah ISK pada anak
perempuan 3% sedangkan anak laki-laki 1,1%. Insiden ISK ini pada usia remaja
anak perempuan meningkat 3,3 sampai 5,8%. Bakteriuria asimtomatik pada
wanita usia 18-40 tahun adalah 5-6% dan angka itu meningkat menjadi 20% pada
wanita usia lanjut.1
ISK umunya disebabkan oleh flora normal saluran kemih khusunya
Escherichia coli, yang naik ke saluran kemih dan merupakan penyebab terjadinya
infeksi pertama (90%) serta berkontribusi menyebabkan infeksi berulang (75%).
Bakteri lain yang sering menyebabkan ISK adalah Klebsiella, Proteus ,
Enterococcus, dan pseudomonas.3
Etiologi Escherichia coli (E.coli) merupakan kuman penyebab tersering (60-
80%) pada ISK serangan pertama. Penelitian di dalam negeri antara lain di RSCM
Jakarta juga menunjukkan hasil yang sama. Kuman lain penyebab ISK yang
sering adalah Proteus mirabilis, Klebsiella pneumonia, Klebsiella oksitoka,
Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa, Enterobakter aerogenes, dan
Morganella morganii, Stafilokokus, dan Enterokokus.4

1
Pada ISK kompleks, sering ditemukan kuman yang virulensinya rendah
seperti Pseudomonas, golongan Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus atau
epidermidis. Haemofilus influenzae dan parainfluenza dilaporkan sebagai
penyebab ISK pada anak. Kuman ini tidak dapat tumbuh pada media biakan
standar sehingga sering tidak diperhitungkan sebagai penyebab ISK. Bila
penyebabnya Proteus, perlu dicurigai kemungkinan batu struvit (magnesium-
ammonium-fosfat) karena kuman Proteus menghasilkan enzim urease yang
memecah ureum menjadi amonium, sehingga pH urin meningkat menjadi. Pada
urin yang alkalis, beberapa elektrolit seperti kalsium, magnesium, dan fosfat akan
mudah mengendap.4
Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi mulai dari tanpa
gejala hingga menunjukkan gejala yang sangat berat akibat kerusakan pada organ-
organ lain. Pada umunya infeksi akut yang mengenai organ padat (ginjal, prostat,
epididimis, dan testis) memberikan keluhan yang hebat sedangkan infeksi pada
organ-organ berongga (buli-buli, ureter, pielum) memberikan keluhan yang lebih
ringan. Gejala klinis dan tanda ISK.1,3
Penegakan diagnosis ISK membutuhkan pemeriksaan kultur urin. sampel
urin untuk pemeriksaan urinalisis harus diperiksa dalam kurun waktu 20 menit
atau didinginkan sampai menunggu uji kultur dilakukan. Hasil urinalisis yang
menunjukkan piuria (leukosituria, ditemukan > 10 sel darah putih/mm3)
menunjukkan adanya infeksi, tetapi dapat juga ditemukan pada kasus uretritis,
vaginitis, nefrolitiasis, glomerulonefritis, dan nefritis interstisial.
Terapi empiris harus diberikan pada anak yang memiliki gejala dan pada
seluruh anank dengna hasil kultur urin positif. Pada naka yang lebih muda yang
tidak menunjukkan gejala tetapi memiliki hasil ultur urin positif, terapi antibiotik
harus diberikan secara parenteral ataupun oral. Pada anak dengan kecurigaan ISK
yang terlihat sakit berat, dehidrasi, atapun dengan asupan cairan tidak adekuat,
pemberian terapi inisial antibbiotik harus secara parenteral dan perawatan di
rumah sakit perlu dipertimbangkan.3
Pencegahan primer dicapai dengan cara menjaga higiene area periuneum
dan pengelolaan faktir risiko yang mendasari terjadinya IS seperti konstipasi

2
kronik, enkopresis, dan inkontinensia urin pada siang hari atau pun malam hari.
Pencegahan sekunder ISK denga pemberian antibiotik profilaksis yang diberikan
sekali sehari, dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi berulang, walaupun
pengaruh profilaksis sekunder untuk mencegah terjadinya jaringan parut pada
gnjal tidak diketahui.3

3
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. ZW
Umur : 7 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Palu barat
Agama : Islam
Tanggal masuk : 25 Juli 2016
TempatPemeriksaan : Ruang Catelia RSUD Undata palu

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Demam

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien anak perempuan usia 7 tahun masuk ke RSUD Undata dengan
keluhan demam. Demam dirasakan sejak 3 hari yang lalu, demam naik
turun, menurun saat mengkonsumsi paracetamol, tidak ada riwayat kejang.
Keluhan disertai sakit kepala, sakit kepala timbul saat demam berlangsung.
Muntah 2 kali pada hari ke tiga demam, muntah berisi makanan dan
berwarna kuning, nyeri perut, nyeri saat BAK, kencing mengedan (-),
frekuensi BAK meningkat, warna kuning pekat tidak keruh, berbau biasa,
buang air besar biasa konsistensi padat berwarna kuning, nafsu makan
menurun. Pasien tidak memiliki keluhan batuk, flu. Pasien memiliki
kebiasaan sering menahan kencing dan tidur baik.

Riwayat penyakit dahulu :


Menderita campak pada umur 5 tahun dan pasien belum pernah
dirawat di rumah sakit sebelumnya.

4
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluhan serupa pada anggota keluarga. Ibu dan saudara-
saudara tidak memiliki riwayat penyakit.

Riwayat sosial-ekonomi : Menengah

Riwayat Kehamilan dan persalinan :


Pasien lahir normal dirumah sakit dibantu oleh dokter.

Kemampuan dan Kepandaian Bayi :


Pasien dapat berjalan saat berusia 12 bulan dan mulai mengucapkan
kata dengan jelas saat berusia 12 bulan. Anak tidak mengalami
keterlambatan perkembangan saat ini.

Anamnesis Makanan :
Susu formula diberikan sejak usia 0 – 3 tahun. Makanan pendamping
ASI diberikan saat berusia 6 bulan.

Riwayat Imunisasi :
Lengkap

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
2. Pengukuran Tanda vital :
Nadi : 120 kali/menit, reguler
Suhu : 39,4 °C
Respirasi : 28 kali/menit

Berat badan : 22 kg
Tinggi badan : 122 cm

5
Status gizi : gizi baik,
3. Kulit :
Warna : Sawo matang
Turgor : Cepat kembali (< 2 detik)
Sianosis : (+)
4. Kepala:
Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,
alopesia (-)
5. Mata :
Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Reflek cahaya : (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Cekung : (-/-)
6. Hidung :
Epistaksis : tidak ada
Sekret : tidak ada
7. Mulut :
Bibir : sianosis (-)
Gigi : tidak ada karies
Gusi : tidak berdarah
8. Lidah : Tidak kotor
9. Leher
 Pembesaran kelenjar leher : Getah bening -/-,
 Pembesaran thyroid : tidak ada pembesaran -/-
 Faring : Tidak hiperemis
 Tonsil : T1/T1, tidak hiperemis
10. Toraks
a. Dinding dada/paru :

6
Inspeksi : Ekspansi dinding dada simetris bilateral
Palpasi : Vokal fremitus kiri=kanan
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Bronchovesikular+/+, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi :
 Batas jantung kanan : pada SIC V linea Parasternal dextra
 Batas jantung kiri : pada SIC V linea midclavicula sinistra
 Batas jantung atas : pada SIC II linea midclavicula dextra dan
parasternal sinistra
 Batas Jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 murni regular, Murmur (-),
Gallop (-)
11. Abdomen
Inspeksi : Bentuk tampak datar
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Bunyi Tympani
Palpasi : Nyeri tekan pada simphysis pubic (+)
Hati : Hepatomegali(-)
Lien : Splenomegali(-)
Ginjal : tidak teraba
12. Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, edema (-/-),
13. Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, edema (-/-),
14. Genitalia : Dalam batas normal
15. Punggung : Nyeri tekan sudut costovertebra
16. Otot-otot : Eutrofi (+), kesan normal
17. Refleks : Fisiologis ++/++, patologis -/-

7
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10 11,7-15,5 g/dl
Leukosit 26 3,6-11,0 103/ul
Eritrosit 4.18 3,8-5,2 106/ul
Hematokrit 28.1 35-47 %
Trombosit 349 150-440 103/ul
Urinalisis
Leukosit Banyak 0-2 sel/mm3
Eritrosit Banyak 3-5 Sel/LPB

V. RESUME
Pasien anak perempuan usia 7 tahun masuk ke RSUD Undata dengan
keluhan demam. Demam dirasakan sejak 3 hari yang lalu, demam naik
turun, menurun saat mengkonsumsi paracetamol. Keluhan disertai sakit
kepala, sakit kepala timbul saat demam berlangsung. Muntah 2 kali pada
hari ke tiga demam, muntah berisi makanan dan berwarna kuning, nyeri
abdomen, nyeri saat BAK, kencing mengedan (-), frekuensi BAK
meningkat, warna kuning pekat tidak keruh, berbau biasa, buang air besar
biasa konsistensi padat berwarna kuning, nafsu makan menurun. Pasien
tidak memiliki keluhan batuk, flu. Pasien memiliki kebiasaan sering
menahan kencing dan tidur baik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, TTV Nadi 120 kali/menit reguler,
suhu 39,4 °C, respirasi 28 kali/menit. Palpasi abdomen nyei tekan supra
pubik dan nyeri tekan sudut costovertebra. Pemeriksaan hematologi tampak
leukosit meningkat 26 x 103/ul. Hasil urinalisis tampak leukosit banyak dan
eritrosit banyak.

VI. DIAGNOSIS : Infeksi Saluran Kemih - Sistitis

8
VII. TERAPI
- Futrolit 14 gtt/menit
- Ranitidin ¼ amp/ 12 jam
- Inj. Ceftriaxon 300 mg/12 jam
- Paracetamol 4 x 1 cth

VIII. ANJURAN
- Biakan bakteri

IX. FOLLOW UP
26-08- 2016
Subjek (S)
demam (-), nyeri BAK (-), Nyeri perut (-), muntah (-), sakit kepala (+),
Objek (O) :
Tanda Vital
- Denyut Nadi : 92 kali/menit
- Respirasi : 28 kali/menit
- Suhu : 36,50C
Toraks
- Dinding dada/paru :
Inspeksi : ekspansi dada simetris bilateral,
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Bronchovesikular+/+, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi :
 Batas jantung kanan : pada SIC V linea Parasternal dextra
 Batas jantung kiri : pada SIC V linea midclavicula sinistra

9
 Batas jantung atas : pada SIC II linea midclavicula dextra dan
parasternal sinistra
 Batas Jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 murni regular, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Bentuk tampak cembung
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Perkusi : Bunyi timpani
Palpasi : Nyeri tekan : (-)
Hati : Hepatomegali(-)
Lien : Splenomegali (-)
Ginjal : tidak teraba
Ekstremitas atas :Akral hangat +/+, edema (-/-).
Ekstremitas bawah :Akral hangat +/+, edema (-/-).
Assesment (A)
Infeksi saluran kemih - Sistitis
Plan (P) :
- Futrolit 14 gtt/menit
- Ranitidin ¼ amp/ 12 jam
- Inj. Ceftriaxon 300 mg/12 jam
- Paracetamol 4 x 1 cth

10
BAB III
DISKUSI

Infeksi saluran kemih (ISK) ialah istilah umum untuk menyatakan adanya
pertumbuhan bakteri di dalam saluran kemih. Meliputi infeksi di parenkim ginjal
sampai infeksi di kandung kemih. Pertumbuhan bakteri yang mencapai ≥ l 00.000
unit koloni per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) pagi hari,
digunakan sebagai batasan diagnosis ISK.2
Bakteriuria asimtomatik (asymptomatic bacteriuria, covert bacteriuria)
adalah terdapatnya bakteri dalam saluran kemih tanpa menimbulkan manifestasi
klinis. Umumnya diagnosis bakteriuria asimtomatik ditegakkan pada saat
melakukan biakan urin ketika check-up rutin/uji tapis pada anak sehat atau tanpa
gejala klinis. Sedangkan ISK simtomatik adalah ISK yang disertai gejala dan
tanda klinik. ISK simtomatik dapat dibagi dalam dua bagian yaitu infeksi yang
menyerang parenkim ginjal, disebut pielonefritis dengan gejala utama demam,
dan infeksi yang terbatas pada saluran kemih bawah (sistitis) dengan gejala utama
berupa gangguan miksi seperti disuria, polakisuria, kencing mengedan (urgency).
ISK non spesifik adalah ISK yang gejala klinisnya tidak jelas. Ada sebagian kecil
(10-20%) kasus yang sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau sistitis, baik
berdasarkan gejala klinik maupun pemeriksaan penunjang yang tersedia.4
Etiologi Escherichia coli (E.coli) merupakan kuman penyebab tersering (60-
80%) pada ISK serangan pertama. Penelitian di dalam negeri antara lain di RSCM
Jakarta juga menunjukkan hasil yang sama. Kuman lain penyebab ISK yang
sering adalah Proteus mirabilis, Klebsiella pneumonia, Klebsiella oksitoka,
Proteus vulgaris, Pseudomonas aeroginosa, Enterobakter aerogenes, dan
Morganella morganii, Stafilokokus, dan Enterokokus.4
Pada ISK kompleks, sering ditemukan kuman yang virulensinya rendah
seperti Pseudomonas, golongan Streptokokus grup B, Stafilokokus aureus atau
epidermidis, Haemofilus influenzae dan parainfluenza dilaporkan sebagai
penyebab ISK pada anak. Kuman ini tidak dapat tumbuh pada media biakan
standar sehingga sering tidak diperhitungkan sebagai penyebab ISK. Bila

11
penyebabnya Proteus, perlu dicurigai kemungkinan batu struvit (magnesium-
ammonium-fosfat) karena kuman Proteus menghasilkan enzim urease yang
memecah ureum menjadi amonium, sehingga pH urin meningkat menjadi 8-8,5.
Pada urin yang alkalis, beberapa elektrolit seperti kalsium, magnesium, dan fosfat
akan mudah mengendap.4
lnfeksi saluran kemih merupakan penyebab demam kedua tersering setelah
infeksi akut saluran napas pada anak berusia kurang dari 2 tahun. Pada kelompok
ini angka kejadian ISK mencapai 5%. Angka kejadian ISK bervariasi, tergantung
umur dan jenis kelamin. Angka kejadian pada neonatus kurang bulan adalah
sebesar 3%, sedangkan pada neonatus cukup bulan l%. Pada anak kurang dari 10
tahun, ISK ditemukan pada 3,5% anak perempuan dan 1,l% anak lelaki. Diagnosis
yang cepat dan akurat dapat mencegah penderita ISK dari komplikasi
pembentukan parut ginjal dengan segala konsekuensi jangka panjangnya seperti
hipertensi dan gagal ginjal kronik.2
Gangguan aliran urin yang menyebabkan obstruksi mekanik maupun
fungsional, seperti refluks vesiko-urener, batu saluran kemih, buli-buli
neurogenik, sumbatan muara uretra atau kelainan anatomi saluran kemih lainnya
dapat menjadi faktor predisposisi ISK. Usaha preventif adalah tidak menahan
kencing, pemakaian lampin sekali pakai, dan menjaga higiene periuretra dan
perineum.2

DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Gambaran klinis ISK sangat bervariasi dan sering tidak khas, dari
asimtomatik sampai gejala sepsis yang berat. Berikut gejala ISK berdasarka usia2:
Tabel 3.1 gejala ISK berdasarkan usia
neonatus sampai usia 2 bulan gejalanya menyerupai gejala sepsis
berupa demam, apatis, berat badan
tidak naik, muntah, mencret,
anoreksia, problem minum dan
sianosis.

12
bayi - 1 tahun gejala klinik dapat berupa demam,
penurunan berat badan, gagal
tumbuh, nafsu makan berkurang,
cengeng, kolik, muntah, diare,
ikterus, dan distensi abdomen.
Demam yang tinggi dapat disertai
kejang.
Pada palpasi ginjal anak merasa
kesakitan.
1 tahun – 4 tahun Gejala berupa demam yang tinggi
hingga menyebabkan kejang,
muntah dan diare, bahkan dapat
timbul dehidras.
anak besar gejalanya lebih khas, seperti sakit
waktu miksi, urgency, frequency,
polakisuria, mengompol, disuria,
polakisuria, atau urin yang berbau
menyengat sedangkan nyeri perut
atau pinggang dan pireksia lebih
jarang ditemukan.

Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejala


saluran cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya masih
normal, dapat ditemukan nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel
dan kejang. Nefritis bakterial fokal akut adalah salah satu bentuk pielonefritis,
yang merupakan nefritis bakterial interstitial yang dulu dikenal sebagai nefropenia
lobar. Pada sistitis, demam jarang melebihi 38⁰C, biasanya ditandai dengan nyeri
pada perut bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa frequensi, nyeri waktu
berkemih, rasa diskomfort suprapubik, urgensi, kesulitan berkemih, retensio urin,
dan enuresis.4

13
PEMERIKSAAN FISIS
Gejala dan tanda ISK yang dapat ditemukan berupa demarn, nyeri ketok
sudut kostovertebral, nyeri tekan suprasimfisis. Kelainan pada genitalia eksterna
seperti fimosis, sinekia vulva, hipospadia, epispadia, dan kelainan pada tulang
belakang seperti Spina bifida.2

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemerilcsaan urinalisis dapat dinemukan proteinuria, Ieukosituria
(Ieukosit > 5/ LPB), hematuria (eritrosit > S/LPB).2,5
Diagnosis pasti dengan ditemukannya bakteriuria bermakna pada kultur urin
yang jumlahnya tergantung dari metode pengambilan sampel urin (lihat Tabel
3.2). Pemeriksaan penunjang lain dilakukan untuk mencari faktor risiko seperti
disebutkan di atas dengan melakukan pemeriksaan ultrasonografi, foto polos perut
dan bila perlu dilanjutkan dengan miksio-sisto-uretrogram dan pielografi
intravena. Pemeriksaan ureum dan kreatinin serum dilakukan untuk menilai fungsi
ginjal.2,5
Tabel 3.2 Interpretasi hasil biakan urin

Pada pasien ini mengeluhkan demam dirasakan sejak 3 hari yang lalu.
Keluhan disertai sakit kepala, sakit kepala timbul saat demam berlangsung,
muntah 2 kali pada hari ke tiga demam, muntah berwarna kuning, nyeri supra

14
simpisispubic, nyeri saat BAK, frekuensi BAK meningkat, warna kuning pekat
tidak keruh, berbau biasa, nafsu makan menurun. Pasien memiliki kebiasaan
sering menahan kencing. Palpasi abdomen nyei tekan supra pubik dan nyeri
tekan sudut costovertebra. Pemeriksaan hematologi tampak leukosit meningkat
26 x 103/ul. Hasil urinalisis tampak leukosit banyak dan eritrosit banyak.
Sehingga dapat ditegakkan diagnosis bahwa pasien mengalami infeksi saluran
kemih yang lebih mengarah pada sistitis.

TATA LAKSANA
Medikamentosa
Penyebab tersering ISK ialah Escherichia coli. Sebelum ada hasil biakan
urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik selama 7-l0 hari untuk
eradikasi infeksi akut. Jenis antibiotik dan dosis dapat dilihat pada tabel 3.3. Anak
yang mengalami dehidrasi, muntah, atau tidak dapat minum oral, berusia satu
bulan atau kurang atau dicurigai mengalami urosepsis sebaiknya dirawat di rumah
sakit untuk rehidrasi dan terapi antibiotika intravena. Koreksi bedah sesuai dengan
kelainan saluran kemih yang ditemukan.2
Suportif
Selain pemberian antibiotik, penderita ISK perlu mendapat asupan cairan
yang cukup, perawamn higiene daerah perineum dan periuretra, serta pencegahan
konstipasi.2

15
Tabel 3.3 dosis antibiotik parenteral (A) dan oral (B)

Pemantauan
Terapi dalam 2 x 24 jam setelah pengobatan fase akut dimulai, gejala ISK
umumnya menghilang. Bila belum menghilang, dipikirkan untuk mengganti
antibiotik yang lain.2
Pemeriksaan kultur dan resistensi urin ulang dilakukan 3 hari setelah
pengobatan fase akut dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1 bulan dan
setiap 3 bulan. Jika ada ISK berikan antibiotik sasuai hasil kepekaan.2
Bila ditemukan adanya kelainan anatomik maupun fungsional yang
menyebabkan obstruksi, maka pengobatan fase akut dilanjutkan dengan antibiotik
profilaksis. Antibiotik profilaksis juga diberikan pada ISK berulang. ISK pada
neonatus, dan pielonefritis akut.2
Tabel 3.4 Antibiotik profilaksis
 Trimetoprim : 1-2 mg/kgbb/hari
 Kotrimoksazol
-Trimetoprim : 1-2 mg/kgbb/hari
-Sulfametoksazol: 5-10 mg/kgbb/hari

16
 Sulfisoksazol : 5-10 mg/kgbb/hari
 Sefaleksin : 10-15 mg/kgbb/hari
 Nitrofurantoin : 1 mg/kgbb/hari
 Asam nalidiksat : 15-20 mg/kgbb/hari
 Sefaklor : 15-17 mg/kgbb/hari
 Sefiksim : 1-2 mg/kgbb/hari
 Sefadroksil : 3-5 mg/kgbb/ha

17
Gambar 3.1 alogaritme penanggulangan dan pencitraan anak dengan ISK

KOMPLIKASI
ISK simpleks umumnya tidak mengganggu proses tumbuh kembang.
Sedangkan ISK kompleks bila disertai dengan gagal ginjal kronik akan
mempengaruhi proses tumbuh kembang.2
Komplikasi ISK dapat menyebabkan gagal ginjal akut, bakteremia, sepsis, dan
meningitis. Komplikasi ISK jangka panjang adalah parut ginjal, hipertensi, gagal

18
ginjal, komplikasi pada masa kehamilan seperti preeklampsia. Parut ginjal terjadi
pada 8-40% pasien setelah mengalami episode pielonefritis akut.Faktor risiko
terjadinya parut ginjal antara lain umur muda, keterlambatan pemberian antibiotik
dalam tatalaksana dalam tata laksana ISK, infeksi berulang, RVU, dan obstruksi
saluran kemih.4

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Prasetya, dkk. UROLOGI. Bina Pustaka: 2011


2. Pujiadi, A.H.m Hegar. B., Handryastuti, S., Idris, N.S., Gandapura,E.P.,
Harmoniati,E.D., Yuliarti, K.,Pedoman pelayanan Medis. Ikatan Dokter
Indonesia. Jakarta: 2011.
3. Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson.H.B., Behrman, R.nNelson Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi bahasa Indonesia , diterjemahkan, didapatkan dan diedit
oelh Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014.
4. IDAI ukk nefrologi. KONSENSUS INFEKSI SALURAN KEMIH
PADA ANAK. Ikatan dokter anak indonesia (idai) unit kerja koordinasi
(ukk) nefrologi. Jakarta: 2011
5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas.Makassar Pediatric update
III. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas. Makassar: 2015

20

Anda mungkin juga menyukai