Referat Ilmu Kesehatan
Referat Ilmu Kesehatan
PENDAHULUAN
Telinga merupakan salah satu panca indera dalam tubuh manusia yang memiliki
peranan yang sangat penting karena memilki fungsi sebagai alat pendengaran dan
keseimbangan.1
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media merupakan salah satu penyebab
utama gangguan pendengaran dan ketulian, bahkan dapat menimbulkan penyulit yang
mengancam jiwa, terutama di negara berkembang. Namun demikian oleh sebagian
masyarakat masih dianggap hal biasa, sehingga tidak segera mencari pertolongan saat
menderita otitis media. Saat pendengarannya mulai berkurang, tidak mampu mengikuti
pelajaran di sekolah, tidak mampu beraktifitas dengan baik ataukah setelah terjadi
komplikasi barulah mereka mencari pertolongan medis.1,6
Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kelainan sistim konduksi telinga tengah
pada anak penting diketahui sedini mungkin, mengingat dampak yang dapat timbul
dikemudian hari, berupa gangguan bicara dan gangguan bahasa yang berpengaruh pada
tingkat intelegensia anak. Otitis media ini merupakan salah satu masalah besar bagi anak-
anak. Di perkirakan bahwa hampir sekitar 70% anak-anak pernah menderita 1 atau lebih
episode otitis media dalam 3 tahun pertama.6
Otitis media yang berlangsung tanpa disedari dan terjadinya secara bertahap, ini dapat
berpengaruh terhadap fungsi pendengaran, yang dalam perkembangannya dapat juga disertai
adanya perubahan status mental, kemampuan berbicara dan proses belajar dari seorang anak.
Setelah beberapa waktu menderita otitis media, maka dapat terjadi penumpukan cairan
ditelinga tengah sehingga dapat mencetuskan terjadinya tuli konduktif pada seseorang.6
Otitis media adhesiva adalah keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga tengah
sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung lama sebelumnya. Ditandai dengan
adhesi komplit maupun parsial antara bagian membrana tympani pars tensa yang atrofi dan
tertarik dengan dinding medial dari telinga tengah.4,7
BAB II
1. ANATOMI TELINGA
Struktur yang terganggu pada otitis media adalah bagian telinga tengah. Dimana
telinga tengah itu sendiri terdiri dari :2,5
a) Batas Luar : Membran timpani
b) Batas Depan : Tuba eustachius
c) Batas Bawah : Vena Jugularis
d) Batas Belakang : Aditus ad Antrum, Kanalis fasialis pars vertikalis
e) Batas Atas : Tegmen Timpani
f) Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah yaitu kanalis semisirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar, dan promontorium.2
Dari batas-batas tersebut maka terbentuklah suatu ruangan/kavitas yang berisi
tulang-tulang pendengaran/osikula auditiva yang terdiri dari Maleus (yang
bersentuhan dengan membrane timpani), Inkus, lalu Stapes yang berlekatan
dengan tingkap lonjong.2
Membran Timpani merupakan suatu bagian yang terdiri dari 2 lapis yaitu pars
flaksid dan pars tensa. Untuk pars Flaksid ini berada di bagian atas dan hanya terdiri dari 2
lapis yaitu lanjutan dari epitel kulit telinga dan lapisan mukosa yang terletak dibagian
dalam.Oleh karena lapisannya tipis, maka daerah ini yang sering mengalami retraksi jika
terjadi tekanan negatif di telinga tengah.2
Sedangkan pada Hipotimpani, berbatasan dengan vena jugularis dan terdapat tuba
eustachius. Untuk tulang-tulang pendengaran/osikula auditiva, terdiri dari Maleus (yang
bersentuhan dengan membrane timpani), Inkus, lalu Stapes yang berlekatan dengan tingkap
lonjong. Fungsi dari tulang pendengaran ini selain menghantarkan getaran dari membrane
timpani juga untuk memperkuat getaran tersebut sampai 17 kali.2
Tuba eustachius merupakan suatu saluran yang menghubungkan antara cavum timpani
dengan nasofaring yang bermuara di Ostium Pharyngeum Tuba Auditifa (OPTA). Fungsi dari
tuba eustasi ini sendiri adalah sebagai ventilasi dari cavum timpani, menyeimbangkan
tekanan di kavum timpani dan di atmosfir (diluar), sebagai barrier terhadap infeksi asending.
Pada anak-anak tuba eustasi ini lebih horizontal dan lebih pendek daripada orang dewasa. Hal
inilah yang dapat mencetuskan mudahnya anak-anak menderita otitis media.2
2. FISIOLOGI PENDENGARAN
Suara atau bunyi yang masuk ditangkap oleh daun telinga, kemudian diteruskan
kedalam liang telinga luar yang akan menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan
diteruskan dan diperkuat oleh tulang-tulang pendengaran yang saling berhubungan yaitu
malleus, incus dan stapes. Stapes akan menggetarkan tingkap lonjong (oval window) pada
rumah siput yang berhubungan dengan scala vestibuli sehingga cairan didalamnya yaitu
perilimfe ikut bergetar. Getaran tersebut akan dihantarkan ke rongga dibawahnya yaitu scala
media yang berisi endolimfe sepanjang rumah siput. Didalam scala media terdapat organ
corti yang berisi satu baris sel rambut dalam (Inner Hair Cell) dan tiga baris sel rambut luar
(Outer Hair Cell) yang berfungsi mengubah energi suara menjadi energi listrik yang akan
diterima oleh saraf pendengaran yang kemudian menyampaikan atau meneruskan energi
listrik tersebut kepusat sensorik mendengar di otak sehingga kita bisa mendengar suara atau
bunyi tersebut dengan sadar.1,2
BAB III
A. Definisi
Adhesive otitis media adalah keadaan terjadinya jaringan fibrosis ditelinga tengah
sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung lama sebelumnya. Keadaan ini dapat
merupakan komplikasi dari otitis media supuratif atau oleh karena otitis media non supuratif
yang menyebabkan rusaknya mukosa telinga tengah. Waktu penyembuhan terbentuk jaringan
fibrotik yang menimbulkan perlekatan.3,5
B. Etiologi
Terjadi Adhesive Otitis Media hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang
pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring
(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius.
Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada
anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom.3,7
1. Lingkungan
Hubungan penderita dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai
hubungan erat antara penderita dengan otitis media dan sosioekonomi, dimana
kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah
hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat
tinggal yang padat.6
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden otitis
media berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi
belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.3,6
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media
akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan
kronis
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang
digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram negatif,
flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.7
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas
atas.Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam
telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.3,6
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis
media kronis.7
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi.Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi
terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini
belum terbukti kemungkinannya.7
8. Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui.Pada
telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba
eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan
tekanan negatif menjadi normal.6,7
1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan
spontan dari perforasi.6
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis
majemuk, antara lain :
D. PATOFISIOLOGI
Infeksi kronis maupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorok dapat
menyebabkan gangguan fungsi hingga infeksi dengan akibat otorea terus-menerus atau hilang
timbul. Peradangan pada membran timpani menyebabkan proses kongesti vaskuler, sehingga
terjadi suatu daerah iskemi, selanjutnya terjadi daerah nekrotik yang berupa bercak kuning,
yang bila disertai tekanan akibat penumpukan discaj dalam rongga timpani dapat
mempermudah terjadinya perforasi membran timpani. Perforasi yang menetap akan
menyebabkan rongga timpani selalu berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman dari
kanalis auditorius eksternus dan dari udara luar dapat dengan bebas masuk ke dalam rongga
timpani, menyebabkan infeksi mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-menerus.
Keadaan kronik ini lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran
patologi. Ketidakseragaman gambaran patologi ini disebabkan oleh proses yang bersifat
kambuhan atau menetap, efek dari kerusakan jaringan,serta pembentukan jaringan parut.
Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan menjadi mukosa sekretorik dengan
sel goblet yang mengeksresi sekret mukoid atau mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan
sekret persisten yang berlangsung lama menyebabkan mukosa mengalami proses
pembentukan jaringan granulasi dan atau polip. Jaringan patologis dapat menutup membran
timpani, sehingga menghalangi drainase,menyebabkan penyakit menjadi persisten.7,8
Perforasi membran timpani ukurannya bervariasi. Pada proses penutupan dapat terjadi
pertumbuhan epitel skuamus masuk ke telinga tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi
yang akan mengisi telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma
akuisita sekunder, yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman pathogen dan
bakteri pembusuk. Kolesteatoma ini mampu menghancurkan tulang di sekitarnya termasuk
rangkaian tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari ensim osteolitik atau kolagenase yang
dihasilkan oleh proses kolesteatom dalam jaringan ikat subepitel. Pada proses penutupan
membran timpani dapat juga terjadi pembentukan membran atrofik dua lapis tanpa unsur
jaringan ikat, dimana membran bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif.
E.GEJALA KLINIS
1. Anamnesis
Pada anamnesis pasien dengan adhesive otitis media sering mengeluhkan telinga
berair (otorhhea). Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak
dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga
tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan
merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair
tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.2
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya
ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan
mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya
didapat tuli konduktif berat.6
Pada pasien dengan adhesive otitis media juga mengeluhkan nyeri telinga. Nyeri
dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau
trombosis sinus lateralis1,2.
2.Pemeriksaan Fisik
Pasien yang akan di timpanoplasti harus dilakukan pemeriksaan fisik lengkap dengan
tes diagnostik pada telinga yang mencakup pemeriksaan gangguan pendengaran dan
pemeriksaan otoscopy digunakan untuk menilai mobilitas membran timpani dan maleus.
Dilakukan juga pemeriksaan saraf fasialis, vertigo, keadaan telinga luar, Tullio’s
lokasi dan ukuran perforasi, retraksi dan jaringan granulasi serta keadaan telinga tengah
melalui lubang perforasi. Pasien juga akan dilakukan tes audiometri pada keadaan telinga
kering untuk mengetahui refleks akustik dan keadaan udara dan tulang, selain itu
timpanometri dapat dilakukan. Selain itu, perlu diketahui keadaan umum pasien seperti
riwayat penyakit yang pernah diderita (DM, hipertensi). Persiapan untuk operasi tergantung
pada jenis timpanoplasti. Untuk semua prosedur, namun pemeriksaan darah dan urine
Atelektasis grade IV
Pada pasien dengan adhesive otitis media juga dilakukan pemeriksaan Tes Rinne dan
audiometri. Hal ini dikarenakan pada pasien dengan adhesive otitis media sering terjadi
gangguan pendengaran dalam hal ini tuli konduktif.
Hasil Tes rinne menunjukkan hasil negatif dimana ketika dilakukan pemeriksaan,
penderita mendengar lebih dominan ketika garpu tala diletakkan pada tulang mastoid.
G. PENATALKSANAAN
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas10 :
1. Konservatif
2. Operasi
Ada lima tipe dasar dari prosedur timpanoplasti :
yang berlubang.
maleus. Ini melibatkan pencangkokan pada inkus atau sisa-sisa maleus tersebut.
Tipe III timpanoplasti diindikasikan untuk penghancuran dua ossicles, dengan stapes
masih utuh dan mobile. Ini melibatkan penempatan cangkokan ke stapes, dan
mencakup semua atau bagian dari lengkungan stapes. Ini melibatkan penempatan
Pasien yang akan di timpanoplasti harus dilakukan pemeriksaan fisik lengkap dengan
tes diagnostik pada telinga yang mencakup pemeriksaan gangguan pendengaran dan
pemeriksaan otoscopy digunakan untuk menilai mobilitas membran timpani dan maleus.
Dilakukan juga pemeriksaan saraf fasialis, vertigo, keadaan telinga luar, Tullio’s
lokasi dan ukuran perforasi, retraksi dan jaringan granulasi serta keadaan telinga tengah
melalui lubang perforasi. Pasien juga akan dilakukan tes audiometri pada keadaan telinga
kering untuk mengetahui refleks akustik dan keadaan udara dan tulang, selain itu
timpanometri dapat dilakukan. Selain itu, perlu diketahui keadaan umum pasien seperti
riwayat penyakit yang pernah diderita (DM, hipertensi). Persiapan untuk operasi tergantung
pada jenis timpanoplasti. Untuk semua prosedur, namun pemeriksaan darah dan urine
Teknik Timpanoplasti
Beberapa teknik dari timpanoplasti dilakukan untuk menutup perforasi dari membran
yang paling populer saat ini adalah teknik timpanoplasti medial dan lateral (under-over
teknik)
Teknik ini cukup sulit sehingga harus dilakukan oleh ahlinya. Pada overlay technique,
materi graft dimasukan di bawah skuamosa (lapisan kulit) dari membran timpani.
Kesulitannya pada memisahkan tiap lapisan dari membran timpani kemudian menempatkan
graft di atas perforasi. Teknik lateral ini bisa digunakan untuk semua jenis perforasi dan dapat
keberhasilan yang tinggi dan efektif untuk perforasi yang besar dan perforasi anterior.
Kerugian teknik ini adalah dapat terjadi anterior blunting, lateralisasi tandur, membutuhkan
manipulasi maleus, waktu penyembuhan yang lama, waktu operasi yang lama, dan operasi
akan sulit dilakukan untuk perforasi yang kecil dan retraction pocket.
Pada teknik lateral prosedur anestesi yang digunakan adalah anestesi lokal dengan
pendekatan transkanal.
perforasi membran timpani dilukai dan dibuang dengan menggunakan cunam pengungkit dan
cunam pemegang. Sisa membran timpani di atas manubrium malei dibersihkan. Mukosa di
bagian medial sekeliling sisa membran timpani dilukai secukupnya untuk tempat menempel
fasia temporalis.
Dibuat flap timpanomeatal di bagian posterior dengan cara insisi semisirkuler kulit
kanalis akustikus eksternus sejajar anulus fibrosus dengan jarak 4-5 mm dari membran
timpani. Dengan menggunakan pisau bulat, dibuat insisi pada kulit kanalis dimulai dari notch
Rivinus sampai ke posisi jam 6. Kemudian kulit tersebut dilepaskan dari tulang kanalis
akustikus eksternus dengan menggunakan disektor ke arah medial sampai melepaskan anulus
serta sisa membran timpani. Flap yang terbentuk dielevasikan ke arah anterior sampai kavum
timpani. Kavum timpani diisi dengan potongan-potongan kecil spongostan yang telah
dicelupkan ke dalam larutan kemisetin. Melalui terowongan yang terbentuk di bawah flap
timpanomeatal, graft ditempatkan sedemikian rupa di bagian lateral dari anulus sehingga
menutup seluruh perforasi membran timpani. Flap kemudian dikembalikan ke tempat semula,
sehingga sebagian graft terletak di antara flap dan tulang kanalis akustikus eksternus.
Pada bagian lateral membran timpani baru tersebut kemudian diletakkan potongan-potongan
spongostan yang telah dicelupkan ke dalam larutan kemisetin sehingga memenuhi setengah
Teknik ini lebih simple dan biasa dilakukan. Graft ditempatkan di bawah
tympanomeatal flap yang telah dielevasi makanya teknik ini dinamai sebagai underlay
technique. Keuntungan dari teknik ini adalah mudah dilakukan dengan hasil yang cukup
memuaskan. Selain itu, menghindari risiko lateralisasi dan blunting pada sulkus anterior dan
memiliki angka keberhasilan tinggi terutama pada perforasi membran timpani posterior.
Kerugian teknik ini adalah tidak terdapatnya visualisasi yang adekuat pada daerah anterior
telinga tengah terutama bila dilakukan dengan pendekatan transkanal, kemungkinan jatuhnya
tandur anterior ke dalam kavum timpani dan reduksi ruang telinga tengah dengan
konsekuensi meningkatnya risiko adhesi tandur pada promontorium terutama pada perforasi
anterior dan subtotal. Penelitian lain melaporkan keberhasilan miringoplasti dengan teknik
medial (underlay) sebesar 92% dari 96 kasus miringoplasti dengan pendekatan transkanal.
Pada teknik medial prosedur anestesi yang digunakan adalah anestesi lokal dengan
pendekatan transkanal. Corong telinga ditempatkan pada meatus akustikus eksternus. Seluruh
pinggiran perforasi membran timpani dilukai dan dibuang dengan menggunakan cunam
pengungkit dan cunam pemegang. Sisa membran timpani di atas manubrium malei
dibersihkan. Mukosa di bagian medial sekeliling sisa membran timpani dilukai secukupnya
Dibuat flap timpanomeatal di bagian posterior dengan cara insisi semisirkuler kulit
kanalis akustikus eksternus sejajar anulus fibrosus dengan jarak 4-5 mm dari membran
timpani. Dengan menggunakan pisau bulat, dibuat insisi pada kulit kanalis dimulai dari notch
Rivinus sampai ke posisi jam 6. Kemudian kulit tersebut dilepaskan dari tulang kanalis
akustikus eksternus dengan menggunakan disektor ke arah medial sampai melepaskan anulus
serta sisa membran timpani. Flap yang terbentuk dielevasikan ke arah anterior sampai kavum
timpani. Kavum timpani diisi dengan potongan-potongan kecil spongostan yang telah
dicelupkan ke dalam larutan kemisetin. Melalui terowongan yang terbentuk di bawah flap
sehingga menutup seluruh perforasi membran timpani. Kemudian seluruh pinggiran graft
ditempatkan serta diselipkan di bagian medial sekeliling sisa membran timpani sejauh kira-
kira 2 mm secara merata kecuali sebagian graft yang terletak di bagian posterior diletakkan di
atas tulang kanalis akustikus eksternus di bawah flap timpanomeatal. Flap kemudian
dikembalikan ke tempat semula, sehingga sebagian graft terletak di antara flap dan tulang
kanalis akustikus eksternus. Pada bagian lateral membran timpani baru tersebut kemudian
3. Teknik Mediolateral
Salah satu kegagalan yang serius pada penggunaan teknik Pencangkokan adalah
membran timpani yang dapat dilihat, terletak pada cincin tulang anulus dan kehilangan
kontak dengan sistem mekanisme konduksi telinga tengah. Untuk menghindari kegagalan
yang terjadi pada miringoplasti baik pada teknik medial maupun lateral maka dilakukan
teknik lain yaitu teknik mediolateral, dengan cara menempatkan tandur di bagian medial pada
setengah bagian posterior membran timpani dan perforasi termasuk prosesus longus maleus,
dan lateral terhadap setengah perforasi di bagian anterior untuk menghindari terjadinya
lateralisasi.
Pada perforasi anterior maupun subtotal, pendekatan transkanal terutama pada kanalis
akustikus eksterna bagian anterior yang menonjol, merupakan hambatan untuk menempatkan
tandur di bagian anterior secara akurat sehingga ditemukan kegagalan miringoplasti baik
pada teknik medial maupun lateral yang dilakukan pada pendekatan transkanal. Oleh karena
mengurangi kegagalan miringoplasti pada kedua teknik terdahulu. Anestesi lokal digunakan
dengan pertimbangan biaya yang lebih murah, dapat digunakan pada pasien yang lebih
kooperatif, serta menghindari masuknya N2O pada rongga kavum timpani yang dapat
Cara Teknik Mediolateral: Prosedur yang digunakan adalah anestesi lokal dengan
pendekatan transkanal. Fasia temporalis diambil, dipres, dan dikeringkan dibawah lampu
operasi. Tepi perforasi disegarkan dengan cara melukai kembali tepi perforasi tersebut. Insisi
kulit kanalis eksternus secara vertikal dibuat pada jam 12 dan jam 6. Insisi pada jam 6 bisa
dilebarkan sampai ke kanan atas anulus. Insisi pada jam 12 diperluas ke arah inferior sampai
beberapa millimeter di atas anulus untuk mempertahankan suplai pembuluh darah kulit
kanalis eksternus anterior yang digunakan sebagai dasar tandur bagian superior.
dengan membuat insisi horizontal menggunakan pisau setengah lingkaran pada kulit kanalis
eksternus anterior. Jarak insisi kanalis anterior-horizontal dari anulus anterior harus sama
dengan diameter perforasi. Setelah insisi, kulit kanalis eksternus bagian anterior dielevasikan
ke lateral dan medial. Kanaloplasti dilakukan dengan membuang tulang anterior yang berada
diatasnya menggunakan bor tulang bermata diamond sehingga anulus posterior dapat terlihat
jelas. Flap kulit kanalis anteromedial dielevasikan ke atas sampai mencapai anulus atau tepi
membran timpani. Pada bagian anulus ini, hanya lapisan epitel squamosa membran timpani
saja yang dielevasi dengan hati-hati kearah setengah bagian anterior tepi perforasi, sehingga
bagian anulus anterior tetap intak. Ke dalam kavum timpani diletakkan potongan-potongan
spongostan yang telah dibasahi tetes telinga antibiotik fluorokuinolon yang bersifat
nontoksik.
Berbeda dengan teknik timpanoplasti medial, pada teknik ini packing telinga tengah
yang terdiri dari potongan spongostan tersebut tidak harus padat. Fasia graft temporalis
kemudian ditempatkan di bagian medial perforasi untuk menutupi setengah bagian posterior
perforasi tersebut. Pada perforasi bagian anterior, graft diletakkan lateral terhadap pinggir
perforasi yaitu di atas anulus anterior untuk menutupi setengah perforasi sisanya. Untuk
menghindari anterior blunting, graft ditempatkan hanya sampai dengan sulkus anterior di atas
anulus tersebut. Sebagai lapisan penutup kedua, kulit kanalis anteromedial dirotasikan untuk
akustikus eksterna yang berfungsi sebagai packing. Pada meatus akustikus eksternus
Perawatan post-operatif
Umumnya, pasien dapat kembali ke rumah dalam 2-3 jam pasca timpanoplasti.
Antibiotik dapat diberikan dengan analgetik. Setelah 10 hari, perban dibuka, telinga
dievaluasi untuk melihat apakah graft berhasil tumbuh. Jika terdapat alergi atau pilek, dapat
diberikan antibiotic dan dekongestan. Pasien sudah dapat kembali bekerja setelah 5-6 hari,
Perawatan pasca operasi dilakukan demi kenyamanan pasien. Infeksi dapat dicegah dengan
topikal antibiotik pada kanal telinga. Untuk proses penyembuhan yang sempurna, graft harus
bebas dari infeksi. Aktifitas yang dapat mengubah tekanan timpani harus dihindari, seperti
bersin, menggunakan pipet untuk minum, atau terjadi pembengkakan pada hidung.
Pendengaran akan kembali normal setelah 4-6 minggu setelah operasi. Setelah 2-3 bulan
pasca operasi dilakukan audiogram untuk evaluasi kemajuan terapi. Instruksikan kepada
pasien agar telinga tidak masuk air. Ketika insisi dan penutupan liang telinga dilakukan saat
selesai operasi, gunakan pakaian pelindung atau kapas penyumbat kedap air dengan sedikit
jel petroleum.
H. PROGNOSIS
Pada pasien dengan adhesive otitis media resiko terjadinya penurunan fungsi
pendengaran sangatlah besar terutama pada pasien yang sebelumnya terkena otitis media
supuratif kronik tipe maligna.