Anda di halaman 1dari 7

ETIKA BISNIS

“Kasus yang Berkaitan dengan Etika Utilitarianisme”

Disusun Oleh :
Geldy Mahantara Kristindo Katu (1506205108)
Yabes Manulang (1506205154)
Komang Alit Bagus Putra Pratame (1607521054)
I Made Agus Dirga Pranatha (1607521060)

KELAS:
EKU 211 B1 (M)
Program Studi S1 Manajemen Reguler
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana
2019
PERUSAHAAN YANG TIDAK MENERAPKAN ETIKA UTILITARIANISME

PT. FREEPORT INDONESIA (PTFI)

PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-


McMoRan Copper & Gold Inc.. PTFI menambang, memproses dan melakukan
eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. Beroperasi di
daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Kami
memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh
penjuru dunia.

PT Freeport Indonesia merupakan jenis perusahaan multinasional


(MNC),yaitu perusahaan internasional atau transnasional yang berkantor pusat di satu
negara tetapi kantor cabang di berbagai negara maju dan berkembang. Contoh kasus
pelanggaran etika yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia :

 Mogoknya hampir seluruh pekerja PT Freeport Indonesia (FI) tersebut


disebabkan perbedaan indeks standar gaji yang diterapkan oleh manajemen
pada operasional Freeport di seluruh dunia. Pekerja Freeport di Indonesia
diketahui mendapatkan gaji lebih rendah daripada pekerja Freeport di negara
lain untuk level jabatan yang sama. Gaji sekarang per jam USD 1,5–USD 3.
Padahal, bandingan gaji di negara lain mencapai USD 15–USD 35 per jam.
Sejauh ini, perundingannya masih menemui jalan buntu. Manajemen Freeport
bersikeras menolak tuntutan pekerja, entah apa dasar pertimbangannya.
 Biaya CSR kepada sedikit rakyat Papua yang digembor-gemborkan itu pun
tidak seberapa karena tidak mencapai 1 persen keuntungan bersih PT FI.
Malah rakyat Papua membayar lebih mahal karena harus menanggung akibat
berupa kerusakan alam serta punahnya habitat dan vegetasi Papua yang tidak
ternilai itu. Biaya reklamasi tersebut tidak akan bisa ditanggung generasi
Papua sampai tujuh turunan. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang
Kewajiban Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal
sikap Freeport (Davis, G.F., et.al., 2006).

Kestabilan siklus operasional Freeport, diakui atau tidak, adalah barometer


penting kestabilan politik koloni Papua. Induksi ekonomi yang terjadi dari
berputarnya mesin anak korporasi raksasa Freeport-McMoran tersebut di kawasan
Papua memiliki magnitude luar biasa terhadap pergerakan ekonomi kawasan,
nasional, bahkan global.

Sebagai perusahaan berlabel MNC (multinational company) yang otomatis


berkelas dunia, apalagi umumnya korporasi berasal dari AS, pekerja adalah bagian
dari aset perusahaan. Menjaga hubungan baik dengan pekerja adalah suatu keharusan.
Sebab, di situlah terjadi hubungan mutualisme satu dengan yang lain. Perusahaan
membutuhkan dedikasi dan loyalitas agar produksi semakin baik, sementara pekerja
membutuhkan komitmen manajemen dalam hal pemberian gaji yang layak.
Pemerintah dalam hal ini pantas malu. Sebab, hadirnya MNC di Indonesia terbukti
tidak memberikan teladan untuk menghindari perselisihan soal normatif yang sangat
mendasar. Kebijakan dengan memberikan diskresi luar biasa kepada PT FI, privilege
berlebihan, ternyata sia-sia.

Berkali-kali perjanjian kontrak karya dengan PT FI diperpanjang kendati


bertentangan dengan UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan dan sudah diubah dengan UU Nomor 4/2009 tentang Minerba. Alasan
yang dikemukakan hanya klasik, untuk menambah kocek negara. Padahal, tidak
terbukti secara signifikan sumbangan PT FI benar-benar untuk negara. Kalimat yang
lebih tepat, sebetulnya, sumbangan Freeport untuk negara Amerika, bukan Indonesia.

Justru negara ini tampak dibodohi luar biasa karena PT FI berizin


penambangan tembaga, namun mendapat bahan mineral lain, seperti emas, perak, dan
konon uranium. Bahan-bahan itu dibawa langsung ke luar negeri dan tidak mengalami
pengolahan untuk meningkatkan value di Indonesia. Ironisnya, PT FI bahkan tidak
listing di bursa pasar modal Indonesia, apalagi Freeport-McMoran sebagai induknya.
Keuntungan berlipat justru didapatkan oleh PT FI dengan hanya sedikit memberikan
pajak PNBP kepada Indonesia atau sekadar PPh badan dan pekerja lokal serta
beberapa tenaga kerja asing (TKA). Optimis penulis, karena PT FI memiliki pesawat
dan lapangan terbang sendiri, jumlah pasti TKA itu tidak akan bisa diketahui oleh
pihak imigrasi.

Kasus PT. Freeport Indonesia ditinjau teori etika etika utilitarianisme dimana
menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu
harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai
keseluruhan.

Berdasarkan teori utilitarianisme, apa yang telah dilakukan oleh PT.Freeport


Indonesia diatas sangat bertentangan dengan teori utilitarisme yang menyatakan
bahwa suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat kepada masyarakat luas
tetapi PT.Freeport Indonesia mementingkan kepentingan perusahaannya sendiri dan
keuntungan yang di dapat tidak digunakan untuk mensejahterakan masyarakat
sekitarnya dalam hal ini masyarakat Papua dan Negara Indonesia, melainkan hanya
untuk kepentingan perusahaan termasuk didalamnya kepentingan Amerika Serikat.

PERUSAHAAN YANG TELAH MENERAPKAN ETIKA UTILITARIANISME

PT. UNILEVER INDONESIA

Sejak didirikan pada 5 Desember 1933 Unilever Indonesia telah tumbuh


menjadi salah satu perusahaan terdepan untuk produk Home and Personal Care serta
Foods & Ice Cream di Indonesia. Rangkaian Produk Unilever Indonesia mencangkup
brand-brand ternama yang disukai di dunia seperti Pepsodent, Lux, Lifebuoy, Dove,
Sunsilk, Clear, Rexona, Vaseline, Rinso, Molto, Sunlight, Walls, Blue Band, Royco,
Bango, dan lain-lain. Tujuan perusahaan tetap sama,

1. Dimana kami bekerja untuk menciptakan masa depan yang lebih baik setiap
hari.
2. Membuat pelanggan merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati
kehidupan melalui brand dan jasa yang memberikan manfaat untuk mereka
maupun orang lain.
3. Menginspirasi masyarakat untuk melakukan tindakan kecil setiap harinya
yang bila digabungkan akan membuat perubahan besar bagi dunia.
4. Dan senantiasa mengembangkan cara baru dalam berbisnis yang
memungkinkan kami untuk tumbuh sekaligus mengurangi dampak
lingkungan.
Bagi Unilever, sumber daya manusia adalah pusat dari seluruh aktivitas
perseroan. Unilever memberikan prioritas pada mereka dalam pengembangan
profesionalisme, keseimbangan kehidupan, dan kemampuan mereka untuk
berkontribusi pada perusahaan.

Sebagai perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial, Unilever


Indonesia menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang luas.
Keempat pilar program kami adalah Lingkungan, Nutrisi, Higiene dan Pertanian
Berkelanjutan. Program CSR termasuk antara lain kampanye Cuci Tangan dengan
Sabun (Lifebuoy), program Edukasi kesehatan Gigi dan Mulut (Pepsodent), program
Pelestarian Makanan Tradisional (Bango) serta program Memerangi Kelaparan untuk
membantu anak Indonesia yang kekurangan gizi (Blue Band).

Unilever Indonesia Memiliki Visi :

Empat pilar utama dari visi kami menggambarkan arah jangka panjang dari
perusahaan kemana tujuan kami dan bagaimana kami menuju ke arah sana.

1. Kami bekerja untuk membangun masa depan yang lebih baik setiap hari
2. Kami membantu orang-orang merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih
menikmati kehidupan dengan brand dan pelayanan yang baik bagi mereka dan
bagi orang lain
3. Kami menjadi sumber inspirasi orang-orang untuk melakukan hal kecil setiap
hari yang dapat membuat perbedaan besar bagi dunia
4. Kami akan mengembangkan cara baru dalam melakukan bisnis dengan tujuan
membesarkan perusahaan kami dua kali lipat sambil mengurangi dampak
lingkungan.

Unilever selalu percaya akan kekuatan brand yang mereka miliki dalam
meningkatkan kualitas kehidupan orang-orang dan dalam melakukan hal yang benar.
Semakin bertumbuhnya bisnis mereka, meningkat pula tanggung jawabnya.
Mengenali tantangan global seperti perubahan iklim yang menjadi kepedulian kita
bersama. Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari tindakan Unilever selalu
menyatu dalam nilai-nilai dan merupakan bagian fundamental mengenai siapa diri
unilever itu sendiri.

Jika dilihat dari contoh kasus perusahaan yang telah menerapkan etika
ultilitarianisme atau CSR (Corporate Social Responsibility) pada PT. Unilever
Indonesia. PT. Unilever Indonesia telah menerapkan CSR pada:

a. Cuci Tangan dengan Sabun (Lifebuoy),


b. program Edukasi kesehatan Gigi dan Mulut (Pepsodent),
c. program Pelestarian Makanan Tradisional (Bango)
d. serta program Memerangi Kelaparan untuk membantu anak Indonesia yang
kekurangan gizi (Blue Band).

Program-program yang dibuat oleh PT. Unilever Indonesia sangat bermanfaat


untuk masyarakat luas, seperti contohnya pada program “cuci tangan dengan sabun
(lifeboy)” dengan menerapkan program ini pada keseharian maka masyarakat telah
dengan sendirinya menjaga kesehatan nya. Dengan mencuci tangan maka kuman-
kuman penyakit akan hilang. Berarti perusahaan ini tidak hanya mengambil
keuntungan untuk perusahaannya saja, tetapi juga perusahaan melakukan kepedulian
terhadap sosial dan konsumen atau masyarakat umum.

Anda mungkin juga menyukai