Anda di halaman 1dari 87

UNIVERSITAS INDONESIA

LUARAN FRAKTUR PELVIS KOMPLEKS


PASCA-FIKSASI INTERNA
DI RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO

TESIS

MOHAMMAD FACHRY LUBIS


0906566081

PROGRAM STUDI ILMU ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA
DESEMBER 2014

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014 Universitas Indonesia


UNIVERSITAS INDONESIA

LUARAN FRAKTUR PELVIS KOMPLEKS


PASCA-FIKSASI INTERNA
DI RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis


Orthopaedi dan Traumatologi

MOHAMMAD FACHRY LUBIS


NPM: 0906566081

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM STUDI ILMU ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI
JAKARTA
DESEMBER 2014

i
Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa atas
segala rahmat, belas kasih dan karunia yang dilimpahkanNya kepada saya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas penelitian akhir ini.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa tugas ini akhirnya terselesaikan karena


diberikan olehNya orang-orang baik dalam hidup saya serta semua fasilitas yang
terbaik. Karena bimbingan, bantuan, dorongan, kesempatan, kerjasama dan
pengorbanan dari merekalah sehingga tugas penelitian saya ini dapat terselesaikan.

Karena itu, dalam kesempatan ini, dalam halaman sederhana ini, saya ingin
mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. DR.dr.Ismail HD, Sp.OT(K) selaku pembimbing penulisan karya ilmiah


ini, pendidik dan pengajar bidang Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi
RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, atas bimbingan dan ilmu yang beliau berikan kepada saya
dengan diskusi-diskusi menarik selama masa pendidikan dan pelatihan
spesialisasi Orthopaedi dan Traumatologi. Saya ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas bimbingan, saran, dan pengarahan yang telah
membuka wawasan saya dan memacu saya dalam menyelesaikan tugas
akhir ini;
2. dr. Ifran Saleh SpOT(K), Ketua Program Studi Orthopaedi dan
Traumatologi FKUI-RSCM, Jakarta, atas didikan, bimbingan, ilmu, dan
kesempatan belajar di RS Cipto Mangunkusumo selama masa pendidikan.
3. Seluruh staf pengajar Departemen Medik Orthopaedi dan Traumatologi
FKUI-RSCM, Jakarta atas didikan, bimbingan, ilmu, dan kesempatan
belajar serta pelatihan keterampilan di RS Cipto Mangunkusumo selama
masa pendidikan.

v
Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
4. Istri saya drg.Lulu Mustokoweni yang aktif membantu, memberi
dukungan, serta bertukar pikiran dalam menyelesaikan penulisan tesis
saya.
5. Ayah saya Sjabaroeddin Loebis, ibu saya Juniar Siregar, ayah mertua
saya Rumly, ibu mertua saya Yani Tan, kakak-kakak saya dan anak
tersayang Alisha Savina Shasmeen Lubis dan juga keluarga lainnya yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang selalu memberikan dukungan
dan merelakan waktu bersama demi pelaksanaan pendidikan, penelitian
dan penulisan tesis ini;
6. Semua pasien yang telah bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini.
7. Teman-teman residen yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu
namanya di sini, yang telah banyak membantu dalam memberikan
masukan, saran dan kritikan serta koreksi dalam penelitian dan penulisan
tesis. Semoga kita bertujuh dapat lulus bersama menjadi orthopaed yang
berkualitas.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 22 Desember 2014

Mohammad Fachry Lubis

vi
Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
ABSTRAK

Nama : Mohammad Fachry Lubis


Program studi : Pendidikan dokter spesialis satu
Judul Tesis : Luaran fraktur pelvis kompleks pasca-fiksasi interna
di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Fraktur pelvis kompleks merupakan fraktur yang tidak stabil pada lingkar pelvis
yang disertai dengan cedera jaringan lunak sekitarnya dan dapat disertai dengan
gangguan hemodinamik. Fraktur ini terdapat pada 10% fraktur pelvis. Tingkat
mortalitas pada fraktur pelvis kompleks mencapai 33%. Menurut data di RSCM
pada tahun 2011, insidensi terjadinya fraktur pelvis sebesar tiga persen.
Manajemen utama pada pasien dengan fraktur pelvis kompleks ialah manajemen
perdarahan, restorasi hemodinamik, diagnosis, stabilisasi lingkar pelvis, serta
penanganan yang sesegera mungkin. Hasil terbaik dicapai dengan fiksasi interna
sesegera mungkin pada segmen anterior dan posterior pelvis. Morbiditas yang
ditemukan ialah nyeri kronis, disfungsi seksual, infeksi, dan nonunion fraktur.
Penting sekali dilakukan penelitian mengenai luaran fraktur pelvis kompleks di
RSCM untuk menilai keberhasilan terapi, sehingga dapat meyempurnakan
tatalaksana fraktur pelvis dan mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional.


Sampel adalah semua pasien dengan fraktur pelvis kompleks yang sudah diterapi
dengan ORIF pada tahun 2011-2014, kriteria inklusi penelitian ini ialah pasien
dengan fraktur pelvis terbuka atau fraktur pelvis Tile tipe B atau C yang telah
menjalani operasi ORIF dengan follow up lebih dari 6 bulan. Setelah itu dilakukan
evaluasi morbiditas yang ditemui dan dinilai dengan skor Majeed dan Hannover.
Untuk analisa univariat hubungan fraktur pelvis kompleks dengan morbidatas
yang terjadi dan skor fungsionalnya dilakukan dengan menggunakan uji Fischer,
sedangkan uji multivariate dengan menggunakan uji regresi logistik.

Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 26 pasien. Rerata umur pasien ialah
30,54 tahun, rerata Injury Severity Score (ISS) ialah 27,2, rerata lama follow up
ialah 25 bulan. Sembilan pasien merupakan pasien politrauma. Fraktur pelvis
terbuka ditemukan pada tujuh pasien, sedangkan 19 pasien merupakan fraktur
pelvis tertutup. Fraktur pelvis Tile tipe B ditemukan pada 15 pasien dan dengan
Tile tipe C sebanyak 11 pasien. Berdasarkan skor majeed pada Tile tipe B, skor
excellent ditemukan pada 73,3% kasus, skor good ditemukan pada 20 % kasus,
dan skor fair ditemukan pada 6,7% kasus. Pada Tile tipe C, skor excellent hanya
sebanyak 45,5%, skor good ditemukan juga sebanyak 45,5 %, dan skor fair
ditemukan sebanyak pada 9% kasus. Berdasarkan skor Hannover, pada Tile tipe B
skor very good ditemukan sebanyak 33.3% kasus, skor good ditemukan pada
53,3% kasus dan skor fair ditemukan pada sebanyak 6,67% kasus. Pada Tile tipe
C, skor very good ditemukan pada 18,2 % kasus, skor good ditemukan pada
72,7% kasus, dan skor fair ditemukan pada 9 % kasus. Infeksi lebih sering
ditemukan pada fraktur pelvis terbuka (42,9%) dari kasus fraktur pelvis terbuka.

viii Universitas Indonesia


Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
Dengan uji regresi didapatkan bahwa tipe fraktur tidak berhubungan dengan
disfungsi seksual yang timbul (p>0,05), tetapi ditemukan hubungan cedera
urogenital pada fraktur pelvis kompleks dengan disfungsi seksual (p=0,005).
Melalui studi ini juga ditemukan hubungan tipe fraktur pelvis Tile tipe B dan C
dengan terjadinya nyeri kronis (p=0,017)

Luaran fraktur pelvis kompleks di RSCM baik karena lebih dari 90% pasien
memiliki skor fungsional excellent dan good (Majeed) dan skor very good dan
good (Hannover). Rerata skor Majeed pada studi ini ialah 85.9. Infeksi lebih
banyak ditemukan pada fraktur pelvis terbuka. Tipe fraktur tidak memiliki
hubungan dengan terjadinya disfungsi seksual. Namun, tipe fraktur pelvis
memiliki hubungan dengan timbulnya nyeri kronis.

Kata kunci: fraktur pelvis kompleks, fraktur pelvis, luaran fraktur pelvis, fraktur
pelvis terbuka, fraktur pelvis tidak stabil.

ix Universitas Indonesia
Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
ABSTRACT

Name : Mohammad Fachry Lubis


Study Program : Orthopaedic and Traumatology Specialist Program
Title : The outcome of complex pelvic fracture after internal
fixation surgery in Cipto Mangunkusumo hospital

Complex pelvic fracture is unstable pelvic fracture associated with soft tissue
injury in pelvic region and with haemodynamic instability. This fractures only
represent 10% of pelvic fracture. In 2011, the incidence of pelvic fracture in Cipto
Mangunkusumo hospital is 3 %. Main management of complex pelvic fracture is
bleeding management, haemodynamic restoration, pelvic ring stabilization, and
early treatment. Best outcome can be achieved by performing early internal
fixation of anterior dan posterior part of the pelvis. It is very important to evaluate
the outcome of this type of fracture to evaluate the effectiveness of the
management and to reduce the mortality and morbidity rates.

This is an analitical study with cross sectional design. The inclusion criteria are
patients with open pelvic fracture, unstable Tile type B or C pelvic fracture that
had already undergone ORIF between 2011-2014 and had been followed for
minimum 6 months. Then mobidities and functional score were evaluated. The
functional score was evaluated using Majeed and Hannover pelvic score. This
study was analyzed using Fischer test and logistic regression test.

There were 26 samples with mean age 30.54, mean ISS score was 27.2, mean
follow up was 25 months. Nine patients were polytrauma patients. There were
seven open pelvic fractures and 19 closed pelvic fractures. There were 15 Tile
Type B and 11 Tile type C pelvic fractures. According to majeed pelvic score, In
type B, there was 73.3% excellent score, 20% good score, and only 6.7% fair
score. In type C, there were lower patients with excellent. There was 45,5%
excellent score, 45.5% good score, and 9 % fair score. According to Hannover
pelvic score, in type B there was 33.3 % very good score, 53.3% good score, and
only 6.67% fair score. In Tile type C, there were 18.2 % very good score, 72.7%
good score, and 9% fair score. Infection occur higher in open pelvic fracture
(42.9%). There was association between chronic pain and fracture type (p=0.017).
There was no association between fracture type and sexual dysfunction (p>0.05),
but there was association between urogenital injury and sexual dysfunction
(p<0.005).

The functional outcome of complex pelvic fracture after ORIF in Cipto


Mangunkusumo hospital are satisfying. There were more than 90% patients that
have excellent and good score (Majeed) and very good and good (Hannover).
Mean majeed score was 85.9. Infection occurred higher in open pelvic fracture.
There was no association between fracture type and sexual dysfunction, but there
was association between fracture type and chronic pain.

x Universitas Indonesia
Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
Keywords: complex pelvic fracture, pelvic fracture, outcome of complex pelvic
fracture, open pelvic fracture, unstable pelvic fracture

xi Universitas Indonesia
Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................ v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS ....................................................................... vii
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
ABSTRACT..................................................................................................... x
DAFTAR ISI.................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xvii

Bab I PENDAHULUAN ................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum............................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................................. 4
1.4 Kegunaan Penelitian .............................................................................. 5
1.4.1 Kegunaan Teoritis......................................................................... 5
1.4.2 Kegunaan Praktis.......................................................................... 5
Bab II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6
2.1 Kajian Pustaka ....................................................................................... 6
2.1.1 Epidemiologi ................................................................................ 6
2.1.2 Diagnosis ...................................................................................... 6
2.1.3 Pemeriksaan Radiologis ............................................................... 7
2.1.4 Klasifikasi..................................................................................... 11
2.1.5 Penatalaksanaan............................................................................ 12
2.1.6 Luaran ........................................................................................... 16
2.2 Kerangka Pemikiran .............................................................................. 19
2.2.1 Kerangka Teori ............................................................................. 19
2.2.2 Kerangka Konsep ......................................................................... 21
2.3 Hipotesis ................................................................................................ 22
Bab III SUBJEK DAN METODE PENELITIAN ......................................... 23
3.1 Subjek Penelitian ................................................................................... 23
3.1.1 Populasi dan Sampel..................................................................... 23
3.1.2 Perhitungan Besar Sampel............................................................ 23
3.1.3 Kriteria Inklusi.............................................................................. 23
3.1.4 Kriteria Eksklusi ........................................................................... 24
3.2 Metode Penelitian .................................................................................. 24
3.2.1 Desain Penelitian .......................................................................... 24
3.2.2 Tempat Penelitian ......................................................................... 24
3.2.3 Waktu Penelitian........................................................................... 24
3.3 Variabel Penelitian ................................................................................ 24

xii Universitas Indonesia


Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
3.4 Definisi Operasional .............................................................................. 25
3.5 Prosedur Penelitian ................................................................................ 26
3.6 Analisa Statistik..................................................................................... 26
3.7 Aspek Etik Penelitian ............................................................................ 27
3.8 Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 27
Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 28
4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan .......................................................... 28
4.2 Pengujian Hipotesis ............................................................................... 34
4.2.1 Analisa Hubungan Profil Jenis Kelamin dengan Skor Fungsional
...................................................................................................... 34
4.2.2 Analisa Hubungan Fraktur Pelvis Terbuka dan tertutup dengan skor
fungsional, tingkat infeksi, dan disfungsi seksual ........................ 35
4.2.3 Hubungan Fraktur Pelvis Tidak Stabil dengan skor fungsional,
disfungsi seksual, nyeri kronis, dan status infeksi........................ 36
4.2.4 Hubungan antara Politrauma dan Status Hemodinamik dengan Skor
Fungsional .................................................................................... 38
4.2.5 Hubungan cedera urogenital dengan disfungsi seksual ................ 40
4.2.6 Hubungan Jarak Hari Operasi dengan Skor Fungsional............... 40
4.3 Pembahasan ........................................................................................... 41
4.3.1 Karakteristik Sampel .................................................................... 41
4.3.2 Mortalitas Pada Fraktur Pelvis Kompleks .................................... 42
4.3.3 Reduksi Terbuka dan Fiksasi Internal pada Fraktur Pelvis Kompleks
...................................................................................................... 42
4.3.4 Analisa Hubungan Fraktur Pelvis Terbuka dan Tertutup dengan
Status Infeksi ................................................................................ 43
4.3.5 Analisa Hubungan Tipe Fraktur Pelvis Tidak Stabil dengan
Terjadinya Disfungsi Seksual dan Nyeri Kronis .......................... 43
4.3.6 Defisit Neurologis Pada Fraktur Pelvis Kompleks....................... 45
4.3.7 Analisa Hubungan Fraktur Pelvis Kompleks dengan Skor
Fungsional .................................................................................... 45
4.3.8 Analisa Hubungan Politrauma dan Status Hemodinamik Dengan
Skor Fungsional............................................................................ 49
4.3.9 Analisa hubungan jarak hari operasi dengan skor fungsional ...... 50
4.3.10 Implikasi penelitian .................................................................... 51
4.3.11 Kekuatan dan Kelemahan Penelitian .......................................... 52
4.3.11.1 Kekuatan Penelitian........................................................ 52
4.3.11.2 Kelemahan Penelitian ..................................................... 52
Bab V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 54
5.1 Simpulan................................................................................................ 54
5.2 Saran ...................................................................................................... 55
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 56
Lampiran ............................................................................................................. 62

xiii Universitas Indonesia


Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi Cedera Rongga Pelvis AO .................................................10


Tabel 2.2. Majeed Pelvic Score ............................................................................17
Tabel 2.3. Penilaian skor Majeed..........................................................................18
Tabel 2.4. Hannover Pelvic Score.........................................................................18
Tabel 4.1. Karakteristik Pasien Fraktur Pelvis kompleks di RSCM .....................28
Tabel 4.2. Cedera Penyerta Pada Fraktur Pelvis Kompleks .................................29
Tabel 4.3. Komplikasi Fraktur Pelvis Kompleks di RSCM..................................34
Tabel 4.4. Analisa Hubungan jenis kelamin dengan skor fungsional Hannover ..34
Tabel 4.5. Analisa Hubungan jenis kelamin dengan skor fungsional Majeed ......35
Tabel 4.6. Analisa hubungan fraktur pelvis terbuka dan tertutup dengan skor
fungsional Majeed...............................................................................35
Tabel 4.7. Analisa hubungan fraktur pelvis terbuka dan tertutup dengan
disfungsi seksual .................................................................................36
Tabel 4.8. Analisa hubungan fraktur pelvis terbuka dan tertutup dengan Status
Infeksi..................................................................................................36
Tabel 4.9. Analisa hubungan antara tipe fraktur pelvis tidak stabil dengan
disfungsi seksual .................................................................................37
Tabel 4.10. Analisa hubungan antara tipe fraktur pelvis tidak stabil dengan
status infeksi........................................................................................37
Tabel 4.11. Analisa hubungan antara tipe fraktur pelvis tidak stabil dengan
terjadinya nyeri kronis.........................................................................37
Tabel 4.12. Analisa hubungan antara tipe fraktur pelvis tidak stabil dengan
skor fungsional Hannover ...................................................................38
Tabel 4.13. Analisa hubungan antara tipe fraktur pelvis tidak stabil dengan
skor fungsional Majeed .......................................................................38
Tabel 4.14. Analisa hubungan antara tipe fraktur pelvis tidak stabil dengan
terjadinya dispareunia .........................................................................38
Tabel 4.15. Analisa hubungan status hemodinamik dengan skor fungsional
Hannover .............................................................................................39
Tabel 4.16. Analisa hubungan status hemodinamik dengan skor fungsional
Majeed.................................................................................................39

xiv Universitas Indonesia


Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
Tabel 4.17. Analisa hubungan politrauma dengan skor fungsional Majeed .........39
Tabel 4.18. Analisa hubungan cedera urogenital dengan disfungsi seksual .........40
Tabel 4.19. Analisa hubungan jarak hari operasi dengan skor fungsional Majeed
.............................................................................................................40
Tabel 4.20. Analisa hubungan jarak hari operasi dengan skor fungsional
Hannover .............................................................................................41

xv Universitas Indonesia
Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Ruptur Perineum Pada Fraktur Pelvis Terbuka................................ 7


Gambar 2.2 Fraktur pelvis open book ................................................................... 9
Gambar 2.3. Disrupsi Simfisis ..............................................................................10
Gambar 2.4. Pelvic Binder pada Fraktur Open Book Pelvis ................................13
Gambar 2.5. Eksternal Fiksasi Pada Fraktur Pelvis ..............................................14
Gambar 2.6. Fiksasi Sakroiliak .............................................................................15
Gambar 2.7. Kerangka Teori.................................................................................20
Gambar 2.8. Kerangka Konsep .............................................................................21
Gambar 3.1. Prosedur Penelitian...........................................................................26
Gambar 4.1. Salah satu Kasus Fraktur Pelvis terbuka di RSCM ..........................30
Gambar 4.2. Ronsen Pelvic Inlet Pasien Fraktur Pelvis kompleks .......................30
Gambar 4.3. Ronsen Pelvic Outlet dan CT Scan ..................................................31
Gambar 4.4. ORIF pada Fraktur Pelvis Tile Tipe B .............................................32
Gambar 4.5. Operasi secara MIPO pada Fraktur Pelvis Kompleks Tile tipe C....33
Gambar 4.6. Pasien dengan Fraktur Pelvis MTB 2 Pasca ORIF 2 tahun .............47
Gambar 4.7. Pasien dengan Fraktur Pelvis Terbuka MTB 1 Pasca ORIF 26 Bulan
...............................................................................................................................48
Gambar 4.8. Pasien dengan Fraktur Pelvis MTC Pasca ORIF 2 tahun ................49

xvi Universitas Indonesia


Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Keterangan lolos kaji etik………………………………………. 62


Lampiran 2 Foto Pasien…………………………………………………….... 63
Lampiran 3 Tabel Induk……………….……..……………...………............. 66
Lampiran 4 Skor Majeed…………………………………………………….. 68
Lampiran 5 Skor Hannover………………………………………………...... 69

xvii Universitas Indonesia


Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraktur pelvis merupakan cedera yang dapat terjadi dengan intensitas rendah
berupa gejala nyeri sampai cedera intensitas tinggi berupa kematian sebelum tiba
di rumah sakit. Insidens fraktur rongga pelvis mencapai 23 kasus per 100.000
orang dengan insidens 10 kasus per 100.000 orang untuk masing-masing cedera
dengan intensitas rendah maupun tinggi pada populasi warga Australia. Fraktur
pelvis dengan intensitas cedera yang tinggi umumnya menyebabkan disrupsi
rongga pelvis dan harus dipertimbangkan sebagai suatu kasus politrauma. Trauma
pada pelvis sangat jarang terjadi bila dibandingkan dengan angka terjadinya
fraktur pada regio tubuh lainnya. Persentase keseluruhan insidensinya sekitar 3 %
dari angka keseluruhan fraktur atau 19-37 orang tiap 100.000 orang per tahunnya.
Diantara pasien-pasien politrauma, angka insidensinya telah meningkat menjadi
25% dan pada pengguna jalan raya angka kejadian diperkirakan meningkat
menjadi 42%.1

Fraktur pelvis kompleks merupakan fraktur pada lingkar pelvis yang disertai
dengan cedera jaringan lunak pada regio pelvis dan dapat disertai dengan
gangguan hemodinamik. Fraktur ini terdapat pada 10% fraktur pelvis. Tingkat
mortalitas pada fraktur pelvis kompleks ini mencapai 33%. Fraktur pelvis
kompleks ditandai dengan adanya cedera pada pelvis yang berhubungan dengan
sistem urogenital, rektum, sigmoid, pleksus lumbosakral, struktur pembuluh darah
retroperitoneal.2 Fraktur ini merupakan suatu cedera kompleks dengan efek yang
signifikan terhadap status fungsional dan kualitas hidup.

Menurut Tile, fraktur pelvis yang tidak stabil ataupun fraktur pelvis terbuka
mempunyai tingkat mortalitas yang mencapai 10%-20%.3 Menurut Schmal et al
berdasarkan penelitian di Universitas Freiburg, cedera neurovaskular pada fraktur
pelvis ditemukan pada 4,3 % pasien dengan fraktur pelvis. Menurut Tile pada

1 Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


2

fraktur pelvis terbuka tingkat mortalitas dapat mencapai 50 %. Sesuai dengan


penelitian Rothenberg et al yang meneliti 31 pasien dengan fraktur pelvis terbuka,
dimana tingkat mortalitas mencapai 42 %. Sedangkan menurut Peter di Davis
Medical Center tingkat mortalitas mencapai 30 %.

Pada penelitian Sullivan et al, didapati 63% pasien dengan fraktur pelvis yang
secara rotasional tidak stabil (Klasifikasi AO tipe B) dan didapati 37 % pasien
dengan fraktur pelvis yang tidak stabil secara vertikal.4 Menurut penelitian ini,
angka mortalitas pada pasien dengan fraktur pelvis yang tidak stabil mencapai
20 %.5. Pasien berusia 65 tahun atau lebih memiliki risiko mortalitas yang lebih
tinggi dibandingkan pasien berusia muda. Tingkat mortalitasnya yaitu 56%
berbanding 22%.4

Persentase fraktur pelvis di RSCM pada tahun 2011 mencapai 4% dari


keseluruhan pasien dengan fraktur yang diterima di IGD RSCM. Dari data
tersebut didapati 13 % pasien dengan fraktur pelvis terbuka, 20 % kasus
merupakan fraktur pelvis tidak stabil yang sesuai dengan klasifikasi AO tipe B
dan 27 % kasus tipe C.

Perdarahan yang masif merupakan komplikasi pada fraktur pelvis kompleks. Hal
ini terjadi akibat adanya jarak pada regio ramus pubis dan pergeseran bagian
posterior pelvis. Angka morbiditas ditemukan cukup tinggi pada pasien-pasien
dengan fraktur pelvis. Salah satu morbiditas yang sering ditemukan ialah
disfungsi seksual yang ditemukan pada 61% pria dengan fraktur pelvis.6 Menurut
penelitian yang dilakukan Universitas Eulji Korea ditemukan 9% kasus non union
dari 32 pasien fraktur pelvis tidak stabil yang telah dilakukan operasi dan follow
up selama tiga tahun. Kasus Infeksi ditemukan sebanyak 3 %.

Dikenal beberapa sistem skor untuk menilai luaran fraktur pelvis. Namun tidak
semua sistem memiliki objektivitas yang baik. Skor fungsional Majeed
merupakan salah satu sistem skor fungsional yang sering digunakan pada fraktur

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


3

pelvis. Skor fungsional ini menilai lima faktor, yaitu: nyeri, berdiri, duduk,
aktivitas seksual, dan kemampuan bekerja. Sistem skor ini memungkinkan
penilaian hasil dari beberapa tindakan dalam penatalaksanaan pada fraktur pelvis.

Dengan studi ini kami berusaha menilai luaran dari fraktur pelvis terbuka dan
fraktur pelvis yang tidak stabil (klasifikasi Tile tipe B dan tipe C) yang sudah
ditangani secara operatif di RSCM. Evaluasi luaran fraktur pelvis kompleks ini
sangat penting untuk menilai keberhasilan terapi sehingga dapat meningkatkan
kualitas tatalaksana fraktur pelvis yang lebih baik dan dapat membantu
mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1) Apakah ada hubungan jenis kelamin dengan skor fungsional pasien fraktur
pelvis kompleks?
2) Apakah terdapat perbedaan skor fungsional Majeed dan Hannover pada
fraktur pelvis terbuka dan tertutup?
3) Apakah terdapat perbedaan skor fungsional Majeed dan Hannover pada
fraktur pelvis Tile B dan Tile C?
4) Apakah terdapat perbedaan status infeksi pada fraktur pelvis terbuka dan
tertutup?
5) Apakah terdapat perbedaan disfungsi seksual pada fraktur pelvis Tile B
dan Tile C?
6) Apakah terdapat perbedaan terjadinya nyeri kronis pada fraktur pelvis Tile
B dan Tile C?
7) Apakah terdapat hubungan status hemodinamik dengan skor fungsional?
8) Apakah terdapat hubungan politrauma dengan skor fungsional?
9) Apakah terdapat hubungan cedera urogenital pada fraktur pelvis kompleks
dengan disfungsi seksual?

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


4

10) Apakah terdapat perbedaan skor fungsional antara operasi internal fiksasi
yang dilakukan dibawah 10 hari dan operasi internal fiksasi yang
dilakukan di atas 10 hari?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
1) Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi luaran, yaitu morbiditas dan
skor fungsional fraktur pelvis kompleks.

1.3.2 Tujuan Khusus


1) Mengevaluasi hubungan jenis kelamin dengan skor fungsional
2) Mengevaluasi hubungan fraktur pelvis terbuka dan tertutup dengan skor
fungsional
3) Mengevaluasi hubungan pasien dengan fraktur pelvis Tile tipe B dan C
dengan skor fungsional Majeed pelvic score dan Hannover.
4) Mengevaluasi hubungan fraktur pelvis terbuka dan tertutup dengan
terjadinya infeksi.
5) Mengevaluasi hubungan fraktur pelvis Tile tipe B dan C dengan terjadinya
disfungsi seksual.
6) Mengevaluasi hubungan fraktur pelvis Tile tipe B dan C dengan timbulnya
nyeri kronis.
7) Mengevaluasi hubungan stabilitas hemodinamik pada fraktur pelvis
kompleks dengan skor fungsional.
8) Mengevaluasi hubungan status politrauma dengan skor fungsional
9) Mengevaluasi hubungan cedera urogenital dengan timbulnya disfungsi
seksual
10) Mengevaluasi hubungan jarak hari operasi internal fiksasi dengan skor
fungsional fraktur pelvis kompleks

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


5

1.4 Kegunaan Penelitian


1.4.1 Kegunaan Teoritis
1) Penelitian ini diharapkan dapat menilai luaran pasien dengan fraktur pelvis
kompleks.
2) Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan data yang akurat mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi luaran dari fraktur pelvis kompleks di
RSCM
3) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran morbiditas pada
fraktur pelvis kompleks di RSCM

1.4.2 Kegunaan Praktis


1) Menilai keberhasilan tindakan fiksasi interna pada fraktur pelvis kompleks
di RSCM.
2) Sebagai referensi pada tatalaksana fraktur pelvis kompleks
3) Sebagai rujukan dalam membuat skor prediktif pada fraktur pelvis
kompleks.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1 Epidemiologi
Trauma pada pelvis sangat jarang terjadi bila dibandingkan dengan angka
terjadinya fraktur pada regio tubuh lainnya. Persentase keseluruhan insidensinya
sekitar 3 % dari angka keseluruhan fraktur atau 19-37 orang tiap 100.000 orang
per tahunnya. Diantara pasien-pasien politrauma, angka insidensinya telah
meningkat menjadi 25% dan pada pengguna jalan raya angka kejadian
diperkirakan meningkat menjadi 42%.1

Fraktur pelvis kompleks merupakan fraktur pada lingkar pelvis yang disertai
dengan cedera jaringan lunak pada regio pelvis dan dapat disertai dengan
gangguan hemodinamik. Fraktur ini terdapat pada 10% fraktur pelvis. Tingkat
mortalitas pada fraktur pelvis kompleks ini mencapai 33%.7

Struktur tulang pelvis dan ligamen-ligamennya yang berdekatan dengan organ-


organ pada rongga pelvis, neurovaskular dan sistem urogenital menyebabkan
komplikasi yang terjadi pada trauma pelvis dapat berakibat fatal. Fraktur pelvis
dapat mencederai susunan struktur saraf dan vaskuler sekitar.3,6 Fraktur pelvis
kompleks ditandai dengan cedera yang meliputi sistem urogenital, rektum,
sigmoid, pleksus lumbosakral, struktur arteri dan vena retroperitoneal sehingga
fraktur pelvis kompleks memerlukan penanganan multidisiplin.2

2.1.2 Diagnosis
Trauma pelvis merupakan salah satu trauma yang dapat menyebabkan kematian,
sehingga pemeriksaan fisik yang dilakukan harus sebaik mungkin. Pemeriksaan
fisik pada pasien dengan trauma pada pelvis yang biasanya dilakukan ialah
dengan melakukan palpasi pada SIAS, kemudian dilakukan kompresi pada iliaka.

6 Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


7

Pemeriksaan ini hanya boleh dilakukan satu kali untuk mencegah terjadinya
perdarahan.8

Dilakukan pemeriksaan pada kulit sekitarnya untuk kemungkinan adanya luka dan
cedera jaringan lunak lainnya. Hematoma pada skrotum biasanya merupakan
pertanda adanya perdarahan pada pelvis. Seluruh pasien sebaiknya dilakukan
pemeriksaan rektal dan vagina karena fragmen tulang terkadang dapat masuk
menembus rektum dan vagina yang menyebabkan fraktur terbuka.8 Pada pria
perhatikan adanya tanda hematuria yang merupakan suatu tanda dari ruptur
uretra.9

Gambar 2. 1. Ruptur perineum pada fraktur pelvis terbuka


(Dikutip dari : Langford JR, Burgess AR, Liporace FA, Haidukewych GJ. Pelvic fractures: part 1.
Evaluation, classification, and resuscitation. J Am Acad Orthop Surg. 2013 Aug;21(8):448-57.)

2.1.3 Pemeriksaan Radiologis


Pemeriksaan radiologis yang dibutuhkan ialah ronsen pelvis proyeksi anterior
posterior, proyeksi inlet dan proyeksi outlet. Proyeksi inlet didapatkan dengan
dengan kemiringan 40 derajat sefalad. Proyeksi ini untuk menilai derajat
rotasional dari fraktur pelvis.8

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


8

Proyeksi outlet dilakukan dengan kemiringan 45 derajat kaudal. Proyeksi ini baik
untuk menilai disrupsi pada sendi sakroiliak.8,9 CT scan digunakan untuk menilai
anatomi fraktur pelvis dan dapat juga untuk menilai lokasi dan ukuran hematoma.
MRI dapat digunakan untuk menilai keutuhan ligamen pada disrupsi sendi
sakroiliak.8

2.1.4 Klasifikasi
Fraktur pelvis diklasifkasikan berdasarkan konsep stabilitas dan patoanatomi.
Seperti klasifikasi lainnya, klasifikasi ini sebaiknya hanya digunakan sebagai
acuan dalam penatalaksanaan fraktur pelvis. Klasifikasi berikut ini merupakan
klasifikasi Tile.5

Tipe A
Lesi tidak mengganggu lingkar pelvis, tetapi hanya menyebabkan avulsi dari
sebagian tulang pelvis atau hanya melibatkan ilium. Pada tipe ini, lingkar pelvis
masih tetap dalam keadaan stabil.

Tipe B
Pada tipe ini terjadi pergeseran oleh gaya eksternal rotasi maupun internal rotasi.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


(Internal Rotation)
Type B2 injuries involve partial
disruption of the posterior arch
(Fig. 6, A). A lateral-compressive
especially as a result of lateral com- Type B1 Open-Book Injury (External 9 the pelvic ring can
force directed at
pression (Fig. 4, C). Because the Rotation) cause two types of injuries: ipsilat-
posterior arch retains some inher- The unilateral open-book injury eral (type B2-1) injuries, which are
ent stability, posterior or vertical (Fig. 5, A) is characterized by dis- characterized by anterior and pos-
displacement is not possible. ruption of the anterior arch of the terior lesions on the same side of

Fig. 5 Open-book injuries.


A, External rotation of
the left hemipelvis through
the femur causes unilateral
disruption of the left hemi-
pelvis. Top, Note the disrup-
tion of the symphysis and
pelvic floor, but maintenance
of partial stability through
the intact posterior tension
band. Bottom, Computed to-
mographic (CT) scan. B, Bi-
lateral open-book fracture.
Top, Anteroposterior radio-
graph shows wide disrup-
tion of the symphysis and
anterior opening of the
sacroiliac joint. Bottom,
Same bilateral fracture is bet-
ter visualized on CT scan.
(Radiologic images repro-
duced with permission from
Tile M [ed]: Fractures of the
Pelvis and Acetabulum, 2nd
ed. Baltimore: Williams &
Wilkins, 1995.)
A B

Gambar
148
2.2. open book A, eksternal rotasi dari hemipelvis kiri. B, bilateral open
Jour n al of th e Amer ican Academy of Or th opaedic Sur geon s
book
(Dikutip : Tile M. Acute Pelvic Fractures: I. Causation and Classification. J Am Acad Orthop
Surg. 1996 May;4(3):143-51)

Tipe C
Pada tipe ini terjadi disrupsi dari bagian posterior pelvis, memungkinkan terjadi
pergeseran posterior dan secara vertikal. Merupakan tipe fraktur pelvis tidak stabil
secara unilateral maupun bilateral.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


most extreme cases, a closed unsta- German trauma units, Gansslen et
Type B3 (Bilateral Injury) ble type C lesion may be considered al19 recently confirmed these values.
Type B3 lesions are bilateral and an internal hemipelvectomy. Cases
partially stable. They include the of true traumatic hemipelvectomy
classic bilateral open-book (B3-1) have also been reported. 18 Sum m ar y 10
injuries (Fig. 5, B), bilateral lateral- Type C fractures may be unilat-
compression (B2) injuries, and eral or bilateral. The unilateral type The past two decades have seen
combinations thereof. C1 injury may be through the ilium major advances in our knowledge

A B C

Fig. 7 Type C injuries. A, Drawing illustrates disruption of the symphysis, the pelvic floor on the left, and a completely unstable left sacral frac-
ture. Avulsion fractures of both the ischial spine and the transverse process are telltale signs of complete instability of the hemipelvis. B, An-
teroposterior radiograph demonstrates slight vertical and posterior displacement of the right hemipelvis. The exact pathologic nature of the
lesion was difficult to determine on this radiograph taken at the time of the patient’s admission to the trauma unit. C, A CT scan better demon-
Gambar 2.3. A, disrupsi simfisis, fraktur sacrum tidak stabil, fraktur avulsi
strates the grossly unstable fracture through the right sacrum with bone fragments in the cauda equina and through the sacral foramina. (Parts
B and C are reproduced with permission from Tile M [ed]: Fractures of the Pelvis and Acetabulum, 2nd ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1995.)
ischium dan prosesus tranversus. B, pergeseran bagian posterior secara vertikal
dari tulang pelvis. C, gambaran CT scan yang lebih jelas
150 Jour n al of th e Am er ican Academy of Or th opaedic Sur geon s
(Dikutip dari: Tile M. Acute Pelvic Fractures: I. Causation and Classification. J Am Acad Orthop
Surg. 1996 May;4(3):143-51)

Tabel 2.1. Klasifikasi Cedera Rongga Pelvis AO

Type A: Stable (posterior arch intact)


A1: Cedera avulsi tulang inominata
1) Spina iliaka
2) Krista iliaka
3) Tuberositas ischium
A2: Fraktur iliac-wing atau arkus anterior karena cedera langsung (direct blow)
1) Iliac wing
2) Fraktur unilateral arkus anterior
3) Fraktur bilateral arkus anterior
A3: Fraktur transversal sacrum dan koksigis
1) Dislokasi sakrokoksigis
2) Fraktur sakrum undisplaced
3) Fraktur sakrum displaced

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


11

Type B: Stabil parsial (disrupsi inkomplit arkus posterior)


B1: Cedera Open-book (rotasi eksternal)
1) Disrupsi sendi sakroiliak anterior
2) Fraktur sakrum
B2: Cedera kompresi lateral (rotasi internal)
1) Fraktur kompresi anterior sacrum
2) Fraktur atau subluksasi parsial sendi sakroiliak
3) Fraktur inkomplit iliak posterior
B3: Bilateral
1) Bilateral B1 (Rotasi eksternal, “open book”, APC II)
2) B1 dan B2 (LC III)
3) Bilateral B2
Type C: Tidak Stabil (Disrupsi komplit arkus posterior)
C1: Unilateral
1) Fraktur melewati Iliak
2) Melewati sendi sakroiliak (Fraktur dislokasi transsakral/transiliak, dislokasi
murni)
3) Fraktur melewati sakrum (lateral/ala, foraminal, medial foramen)
C2: Bilateral, (fraktur komplit ipsilateral, fraktur inkomplit kontralateral)
1) Fraktur komplit melewati ilium
2) Fraktur komplit melewati sendi sakroiliak
3) Fraktur komplit melewati sakrum
C3: Bilateral (APC III)
1) Fraktur ekstrasakrum pada kedua sisi
2) Fraktur sakrum pada satu sisi dan ekstrasakrum pada sisi lain
3) Fraktur sakrum pada kedua sisi

2.1.5 Penatalaksanaan
Pasien-pasien dengan fraktur pelvis kompleks biasanya datang ke rumah sakit
dengan cedera yang kompleks. Cedera ini dikarenakan high energy trauma yang
dapat menyebabkan pasien dalam keadaan kritis. Tujuan dari manajemen dengan
keadaan seperti ini ialah perencanaan yang akurat termasuk x ray dan CT-scan

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


12

dan juga stabilisasi dari pelvis dengan menggunakan eksternal fiksasi atau pelvic
clamp untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik.2,10,11

Jika terdapat instabilitas yang menyebabkan pergeseran secara vertikal dapat


dilakukan pemasangan skeletal traksi. Traksi dapat mengurangi pergeseran dan
menambah stabilitas. Jika pasien memerlukan operasi segera akibat luka terbuka
dan perdarahan intraabdominal, maka stabilisasi pelvis dapat dicapai dengan
pemasangan eksternal fiksasi.12

Perdarahan yang terjadi akibat fraktur pelvis atau akibat cedera organ dalam
merupakan hal yang harus segera diketahui dan ditangani. Alat bantu diagnosis
bisa dengan menggunakan USG dan CT. Jika tidak ada sumber perdarahan lain,
maka tatalaksana dimulai dengan membalut kompresi pelvis dengan
13
menggunakan pelvic binder.

Manajemen utama pada pasien dengan fraktur pelvis kompleks ialah manajemen
perdarahan, restorasi hemodinamik, stabilisasi lingkar pelvis dan diagnosis serta
penanganan yang segera.2,14 Sumber perdarahan utama dari cedera ini ialah
laserasi vena-vena retroperitoneal, dan laserasi dari cabang arteri iliaka interna.
Karena fraktur pelvis kompleks sering terjadi pada pasien-pasien dengan cedera
multipel, maka perdarahan dari organ lainnya juga dievaluasi.2 Perdarahan yang
masif pada fraktur pelvis kompleks terjadi akibat adanya jarak pada region ramus
pubis dan pergeseran bagian posterior pelvis. Manajemen pada fraktur lingkar
pelvis biasanya ialah dengan prosedur pembedahan. Hasil terbaik dicapai dengan
fiksasi sesegera mungkin pada segmen anterior dan posterior pelvis.15

Pemasangan segera eksternal fiksasi merupakan bagian dari reanimasi. Tindakan


packing tanpa membuka kavitas abdomen harus segera dilakukan jika kondisi
hemodinamik pasien tidak membaik setelah dilakukannya stabilisasi.15 Penelitian
terbaru menyebutkan hal ini dapat membantu mengurangi mortalitas, hanya
16,7% pasien yang memerlukan embolisasi angiografi.12

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


13

Perdarahan harus segera dikontrol dengan angiografi dan embolisasi atau dengan
ligase langsung dari arteri iliaka interna. Pada keadaan terburuk hemipelvektomi
terpaksa dilakukan sebagai prosedur life-saving.16

Gambar 2.4. Pelvic binder pada fraktur open book pelvis


(Dikutip dari : Langford JR, Burgess AR, Liporace FA, Haidukewych GJ. Pelvic fractures: part 1.
Evaluation, classification, and resuscitation. J Am Acad Orthop Surg. 2013 Aug;21(8):448-57.)

Angiografi masih populer di Amerika Serikat jika perdarahan masi terus berlanjut.
Ekstravasasi kontras pada saat dilakukan CT dapat dijadikan indikasi untuk
melakukan angiografi. Jika memungkinkan embolisasi secara selektif dapat
dilakukan untuk mencegah iskemik pada gluteal.12

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


14

Gambar 2.5. Eksternal fiksasi pada fraktur pelvis


(Dikutip dari: Langford JR, Burgess AR, Liporace FA, Haidukewych GJ. Pelvic fractures: part 1.
Evaluation, classification, and resuscitation. J Am Acad Orthop Surg. 2013 Aug;21(8):448-57.)

Internal fiksasi definitif dilakukan jika status vital pasien sudah mengalami
perbaikan, biasanya dalam 5-7 hari. Penelitian biomekanik membuktikan bahwa
fiksasi anterior mengembalikan stabilitas tulang pelvis setelah terjadi disrupsi.9
Fiksasi posterior dapat dicapai dengan operasi terbuka maupun tertutup. Pada
fraktur sakrum, fiksasi terbuka dapat dilakukan. Namun pada fraktur dislokasi
sakro-iliak, fiksasi dapat dicapai secara tertutup.9,17

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


15

Marvi n Ti le, MD

not differ appreciably in the de-


of posterior stability provided. 9

ter ior Fix ation


osterior fixation can be achieved
either open or closed means.
sed treatment should be under-
n only in highly specialized cen-
and under strict radiographic
trol with image intensification,
or other guidance systems. 6,7
or iliac fractures not involving
sacroiliac joint, direct open re-
tion and internal fixation with
use of plates and lag screws is in- A B
ated. An anterior approach is
ally most appropriate.
or sacroiliac dislocation, the sur-
n has the choice of either an ante-
or a posterior approach. In pure
ocation, the anterior approach to
sacroiliac joint entails fewer
toperative soft-tissue problems
offers the advantage of supine
tioning of the patient, which al-
s anterior symphyseal fixation at
same time. Two plates are
ed across the sacroiliac joint an- C D
orly. Only one screw can be
ed in the sacrum because of the Fig. 7 Posterior fixation methods. A, Fixation of a fracture-dislocation of the right sacroil-
iac joint through an anterior approach. B, The sacroiliac dislocation was fixed with two an-
ximity to the L5 nerve root terior plates, but only one screw could be inserted into the sacrum because of the proximity
. 7). Sacroiliac dislocationGambar
may of 2.6.the L5A danroot.
nerve B, fiksasi sakroiliak.
C, Anteroposterior C, simfisis
radiograph diastasis
of another dandislocation
patient shows fraktur dislokasi
of
be fixed with iliosacral screws the right sacroiliac joint, fracture of the left ilium, and a wide diastasis. D, With the patient
sakroiliak.
in the supine position, D, fiksasi
the symphysis sakroiliak
was plated dan
with a single simfisis plate. Two an-
reconstruction
means of a posterior approach. terior plates were used to fix the right sacroiliac joint, and a reconstruction plate and lag screw
n the case of a fracture-dislocation
(Dikutipwere
dari used
: TiletoM.
fix Acute
the left Pelvic
iliac fracture with aI.good
Fractures: outcome.and
Causation (C Classification.
and D reproduced withAcad
J Am per- Orthop
hich a large fragment of the ilium mission from Tile M [ed]: Fractures of the Pelvis and Acetabulum, 2nd ed. Baltimore: Williams
& Wilkins, 1995.) Surg. 1996 May;4(3):143-51)
ains, use of a posterior approach
direct reduction and fixation of
iliac fracture offers the benefit
Lebihof dari dua-pertiga pasien pasien trauma pelvis yang telah dilakukan tindakan
ucing the sacroiliac joint as well
. 8). Fixation by a posterior ap-
pembedahan dapat kembali menjalani pekerjaan sehari-harinya dengan baik tanpa
ach is also recommended for a
roiliac fracture-dislocation in
disabilitas, tetapi defisit neurologis terkadang ditemukan dan dapat mempengaruhi
ch the sacrum is fractured. Fig. 8 Fixation of a posterior
luaran dari trauma ini. Reduksi terbuka dan internal
or sacral fractures, Matta and iliacfiksasi memberikan
fracture through a pos- efek
terior approach can be per-
cedo6 report that placementjangka
of il- panjang yang paling baik. Penatalaksanaan yang formedsempurna
with either padalag fraktur
cral screws into the body of the screws (A) or a plate (B). The
um under radiographic controlpelvis tergantung pada reduksi yang akurat, fiksasi sacroiliac joint should be sta-
yang stabil, dan komplikasi
bilized with iliosacral screws
rds good stabilization (Fig. 9, A 10 or screws through the plate.
B). However, the technique yang
is dif- minimal.
t and entails the danger of injur-
the major vascular and neurologic A B
ctures of the pelvis. Therefore, it

4, No 3, May/ Ju n e 1996 159

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


16

2.1.6 Luaran
Kematian pada fraktur pelvis sebagian besar berhubungan dengan cedera organ
intrapelvis dan perdarahan. Sekitar 10 persen pasien fraktur pelvis tidak stabil
dengan hemodinamik tidak stabil mengalami kematian.6 Menurut studi yang
dilakukan Sathy di universitas Texas Southwestern tingkat mortalitas pada fraktur
pelvis berkisar antara 8,4%-13,6%.18 Fraktur pelvis tetap memiliki tingkat
mortalitas yang tinggi walaupun ditangani dengan metode terbaru.4 Fraktur pelvis
pada orang tua bahkan memiliki tingkat mortalitas dan morbiditas yang lebih
tinggi lagi.19

Disfungsi seksual didapati pada 61 persen pasien yang mengalami fraktur pelvis.
Menurut Metze, Tiemann, dan Josten 19 persen pasien mengalami disfungsi
ereksi setelah mengalami fraktur pelvis.6

Beberapa penulis melaporkan berbagai faktor dapat berperan dalam penurunan


skor luaran dari fraktur pelvis yaitu adanya fraktur terbuka, cedera sistem
urogenital, cedera neurovaskuler dan masalah psikologis pasien. Sistem skor yang
dapat digunakan ialah skor Majeed, yang merupakan suatu studi prospektif selama
5 tahun dan melibatkan 60 pasien. Yang dinilai dalam skor Majeed ialah nyeri,
aktivitas seksual dan mobilisasi.20 Menurut Tornetta dan Collinge, penanganan
jaringan lunak yang optimal pada cedera pelvis juga dapat meningkatkan luaran
dari pasien-pasien yang mengalamai fraktur pelvis.21

Menurut penelitian Gabbe et al, sebanyak 77 % pasien dengan cedera fraktur


pelvis tidak stabil masih dapat hidup mandiri dan 59 % pasien dapat kembali
bekerja dua tahun setelah terjadinya peristiwa cedera.22 Menurut penelitian ini tipe
fraktur dan manajemen cedera bukan merupakan faktor kunci terhadap luaran
tersebut.

Cedera urogenital sering melibatkan uretra, korpus kavernosum, dan buli.


Komplikasi dari cedera uretra ialah striktur, inkontinensia dan impotensi.6

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


17

Dispareunia ditemukan pada 56% wanita yang telah mengalami fraktur pelvis.12
Disrupsi simfisis diketahui berkaitan dengan terjadinya dyspareunia.
Diastasis > 5mm dianggap berkaitan dengan terjadinya dispareunia. Pria rentan
mengalami disfungsi seksual akibat fraktur pelvis, 61 % mengalami keterbatasan
dalam fungsi seksual, dan 19 % mengeluhkan adanya disfungsi ereksi.12

Prevelansi nyeri pada fraktur pelvis menurut klasifikasi AO A,B,C secara


berurutan ialah 38%, 67% dan 90 %. Cedera neurologis berhubungan dengan
luaran fungsional yang lebih buruk.23 Menurut penelitian Mardanpour skor
fungsional excellent didapati pada 66 % pasien klasifikasi Tile tipe B dan pada
48 % pasien dengan tipe Tile tipe C.24

Dikenal beberapa sistem skor untuk menilai luaran fraktur pelvis. Namun tidak
semua sistem memiliki objektivitas yang baik. Skor fungsional Majeed
merupakan salah satu sistem skor fungsional yang sering digunakan pada fraktur
pelvis. Skor fungsional ini menilai lima faktor, yaitu: nyeri, berdiri, duduk,
aktivitas seksual, dan kemampuan bekerja. Sistem skor ini memungkinkan
penilaian hasil dari beberapa tindakan dalam penatalaksanaan pada fraktur pelvis.

Tabel 2.2. Majeed Pelvic Score

Penilaian Luaran Fungsional Skor Maksimal


Nyeri 30
Bekerja 20
Duduk 10
Seks 4
Berdiri 12
Gaya berjalan 12
Jarak berjalan 12

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


18

Tabel 2.3. Penilaian skor Majeed

Skor total Kategori


>85 Sangat baik
70 – 84 Baik
55 – 69 Cukup
<55 Buruk

Tabel 2.4. Hannover Pelvic Score

Nilai Gejala klinis Reintegrasi social Nilai


Tidak nyeri
Tidak ada defisit
neurologis
4 (sangat baik) Tidak ada defisit
urologis
Tidak ada defisit
fungsional

Nyeri setelah aktivitas Tidak ada perubahan


berat kerja
3 (baik) Defisit fungsional Tidak ada perubahan 3 (sempurna)
ringan olahraga
Defisit sensorik ringan Tidak ada perubahan
situasi sosial

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


19

Nyeri setelah aktivitas Perubahan profesi


ringan Kegiatan olahraga
Defisit fungsional berat terganggu
2 (tidak
2 (sedang) Defisit Hubungan social
sempurna)
sensorik/motorik berkurang
Tidak ada residu buli Terkadang butuh
Disfungsi seksual tanpa bantuan dalam
gangguan subyektif kebutuhan sehari-hari.

Nyeri saat istirahat Tidak dapat bekerja


Kesulitan berkemih Tidak bisa berolahraga
Terdapat residu buli Hubungan social jaug
1 (buruk) Defisit fungsional berat berkurang 1 (buruk)
Inkontinensia Sering membutuhkan
Disfungsi seksual bantuan dalam
dengan ganguan kehidupan sehari-
subjektif harinya.

2.2 Kerangka Pemikirian


2.2.1 Kerangka Teori3,10,19

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


Tatalaksana Konservatif Fraktur Pelvis 20

3 2,,16,28
MTB:3
Fraktur Pelvis stabil: Fraktur Pelvis Kompleks:
 Stabil parsial
 MTA  Fraktur pelvis tidak stabil
 Tidak terjadi disrupsi  Instabilitas rotasional
 Cedera jaringan lunak
pada bagian anterior dan  Gangguan Hemodinamik  B1:eksternal rotasi
posterior pelvis (open book)
 A1:Avulsi dari pelvis  B2:internal rotasi
 A2:Avulsi ilium  B3:Bilateral
 A3:Fraktu Sakro-koksigial
transverse

Cedera Penyerta pada fraktur


3,10
pelvis:
 Cedera urogenital MTC:3
3,10  Cedera gastrointestinal  Unilateral
Diagnosis:  Bilateral: satu sisi tipe
 Cedera pleksu
 Pemeriksaan fisik B,sisi lainnya tipe C
lumbosakral
 Radiologis: X ray pelvis
 Cedera vaskuler  Bilateral
AP,inlet,outlet,
 Cedera jaringan lunak
USG(abdomen) CT scan,
sekitar pelvis dan
MRI (cedera lumbosacral)
ekstremitas bawah
 Angiografi: mencari
sumber perdarahan Fraktur Pelvis terbuka:
 Cedera jaringan lunak sekitar
pelvis
 Ekspos tulang pelvis

10
Tatalaksana inisial:
 Resusitasi cairan
 Pelvic binder
Internal Fiksasi:3,10  traksi
Luaran  Eksternal Fiksasi:darurat untuk penanganan
 Bagian anterior
instabilitas hemodinamik
 Bagian Posterior  Packing:eksternal fiksasi gagal memperbaiki
 Anterior dan posterior hemodinamik
 Angiografi:jika pelvic packing gagal memperbaiki
hemodinamik

Skor Fungsional:
 Majeed Mortalitas
 Hannover Morbiditas:
3,10,19

 Iowa  Infeksi
 SF 36  Disfungsi seksual:
 Cole  Nyeri kronis
 Nonunion
 Defisit neurologis
: Variabel yang diteliti  Fusi simfisis
 Implant failure
 Trombo emboli
 Leg discrepancy
 Pelvic obliquity

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


21

2.2.2 Kerangka Konsep

Fraktur Pelvis Kompleks

Fraktur pelvis tidak stabil


(Tipe B atau Tipe C)
Confounding factors: Fraktur Pelvis Terbuka
usia, jenis kelamin,
cedera urogenital,
lamanya waktu sejak
operasi

Manajemen
Operatif

Skor Fungsional Mortalitas Morbiditas

Gambar 2.8. Kerangka Konsep

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


22

2.3 Hipotesis
1) Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dan skor fungsional.
2) Terdapat perbedaan skor fungsional antara fraktur pelvis terbuka dan
tertutup.
3) Terdapat perbedaan skor fungsional pada fraktur pelvis Tile tipe B dan Tile
C.
4) Terdapat perbedaan status infeksi pada fraktur pelvis terbuka dan tertutup.
5) Terdapat perbedaan terjadinya disfungsi seksual pada fraktur pelvis Tile B
dan Tile C.
6) Terdapat perbedaan terjadinya nyeri kronis pada fraktur pelvis Tile B dan
Tile C.
7) Terdapat hubungan antara status hemodinamik dengan skor fungsional
Majeed dan Hannover.
8) Terdapat hubungan antara politrauma dengan skor fungsional.
9) Terdapat hubungan antara cedera urogenital dengan disfungsi seksual.
10) Tidak terdapat perbedaan skor fungsional pada pasien fraktur pelvis
kompleks yang menjalani operasi internal fiksasi dibawah 10 hari dengan
pasien yang menjalani operasi internal fiksasi di atas 10 hari.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


23

BAB III
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian


3.1.1 Populasi dan Sampel
Populasi target penelitian adalah pasien fraktur pelvis kompleks di Indonesia.
Populasi terjangkau adalah pasien fraktur pelvis kompleks di RS Cipto
Mangunkusumo pada tahun 2011 – 2014.

3.1.2 Perhitungan Besar Sampel


Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian analitik komparatif kategorikal tidak
berpasangan. Dengan demikian rumus besar sampel adalah sebagai berikut.
2
n1= n2= (Zα√2PQ+Zβ√P1Q1+P2Q2)
P1-P2

Keterangan
n= jumlah subyek
P = proporsi total
P2= proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya (0.79)
P1: proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti (0.27)
Q1= 1-P1
Q= 1- P
Zα = deviat baku α (1,96)
Zβ = deviat baku β (0,84)

Besar sampel dengan menggunakan rumus tersebut adalah 28 subjek penelitian.

3.1.3 Kriteria Inklusi:


1) Pasien dengan fraktur pelvis terbuka
2) Pasien dengan fraktur pelvis tidak stabil, klasifikasi Tile tipe B dan tipe C
3) Pasien fraktur pelvis kompleks yang telah melewati waktu enam bulan
pasca operasi

23 Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


24

3.1.4 Kriteria Eksklusi:


1) Pasien-pasien dengan fraktur pelvis kompleks dengan penyakit komorbid
lainnya.

3.2 Metode Penelitian


3.2.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi analitik observasional dengan desain cross
sectional.

3.2.2 Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo

3.2.3 Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada Januari 2014-September 2014

3.3 Variabel Penelitian


Variabel bebas
1) Jenis kelamin
2) Fraktur pelvis terbuka
3) Fraktur pelvis tertutup
4) Fraktur pelvis tidak stabil tipe rotasi (MTB)
5) Fraktur pelvis tidak stabil tipe vertikal (MTC)
6) Fraktur pelvis dengan hemodinamik stabil dan tidak stabil
7) Politrauma
8) Cedera urogenital
Variabel terikat
1) Infeksi
2) Disfungsi seksual
3) Skor fungsional Majeed Pelvic Score dan Hannover Pelvic Score
4) Nyeri kronis
5) Dyspareunia

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


25

3.4 Definisi Operasional


1) Fraktur adalah diskontinuitas jaringan tulang, lempeng epifisis, dan atau
jaringan sendi tulang rawan.25
2) Fraktur pelvis kompleks ialah Fraktur pelvis yang tidak stabil (Tile tipe B
atau C) dengan cedera jaringan lunak sekitarnya, dapat disertai dengan
gangguan hemodinamik.2 ,15, 26
3) Infeksi luka operasi ialah infeksi yang timbul 30 hari setelah prosedur
operasi baik pada luka operasi luar maupun dalam.27
4) Fraktur pelvis tidak stabil ialah fraktur pelvis dengan disrupsi ligamen
sekitarnya sehingga menyebabkan instabilitas secara rotasional, vertikal,
maupun keduanya.3
5) Fraktur pelvis terbuka ialah fraktur pelvis yang disertai dengan cedera
jaringan lunak, yang menyebabkan tulang pelvis terekspos dengan
lingkungan luar.28
6) Skor fungsional ialah sistem skor yang digunakan untuk menilai luaran
dari pasien dengan fraktur pelvis. Dalam penelitian ini yang digunakan
ialah Majeed Pelvic Score dan Hannover Pelvic Score.
7) Disfungsi seksual ialah kesulitan yang dialami individu pada saat fase
normal aktivitas seksual.29
8) Hemodinamik tidak stabil ialah perdarahan derajat III dan IV yang
menyebabkan penurunan tekanan darah dibawah 100mmHg dan atau
memerlukan resusitasi cairan lebih dari 2000 ml.30
9) Nyeri kronis ialah nyeri yang diakibatkan berbagai etiologi selain aktivitas
neoplastik yang menyebabkan suatu kondisi medis yang kronis atau
efeknya lebih lama daripada penyembuhan jaringan normal, sehingga
mengganggu aktivitas penderitanya.7
10) Dispareunia ialah nyeri pada pinggul yang dialami wanita saat
berhubungan seksual.31
11) Politrauma ialah cedera mulipel dengan ISS> 17 yang memberikan
dampak sistemik pada sistem organ lainnya.32

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


26

12) Window of opportunity ialah periode dimana fase inflamasi terjadi


bersamaan dengas fase hiperinflamasi.32-33

3.5 Prosedur Penelitian

Fraktur Pelvis Kompleks di RSCM

Rekam Medik

Kriteria Inklusi

Morbiditas Skor fungsional

Studi Cross Sectional

Gambar 3.1. Prosedur Penelitian

3.6 Analisa Statistik


Hasil penelitian ini dianalisa dengan menggunakan program SPSS (Statistic
Program for Social Science) versi 20.0. Karakteristik pasien fraktur pelvis
kompleks disampaikan secara deskriptif. Normalitas data diuji dengan uji
Saphiro-Willk karena jumlah sampel di bawah 50.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


27

Analisis univariat hubungan fraktur pelvis kompleks dengan morbiditas infeksi,


disfungsi seksual, nyeri kronis dan skor fungsional Majeed dan Hannover
dianalisa dengan uji Fischer. Analisis univariat hubungan status hemodinamik
dengan skor fungsional juga diuji dengan uji Fischer. Hubungan status politrauma
dengan skor fungsional dan cedera urogenital dengan timbulnya disfungsi seksual
juga diuji dengan uji Fischer.

Analisis multivariat hubungan fraktur pelvis kompleks dengan morbiditas dan


skor fungsional dianalisa dengan uji regresi logistik.

3.7 Aspek Etik Penelitian


Subyek penelitian diberikan penjelasan mengenai prosedur, tujuan penelitian,
tujuan pemeriksaan, dan meminta persetujuan subyek mengenai keikutsertaannya
dalam penelitian ini. Penelitian ini telah lulus kaji etik berdasarkan surat
keterangan lulus kaji etik dengan nomor 666/H2.F1/ETIK/2013.

3.8 Keterbatasan Penelitian


 Dibutuhkan jumlah subyek yang cukup banyak, terutama bila variabel
yang dipelajari banyak.
 Mungkin terjadi bias prevalens atau bias insidens karena efek suatu faktor
risiko selama periode tertentu dapat disalahtafsirkan sebagai efek penyakit.
 Sulit menentukan sebab dan akibat karena pengambilan data risiko dan
efek dilakukan pada satu saat yang bersamaan

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


28

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian dan Pembahasan


Dari data yang kami kumpulkan dari tahun 2011-2014 terdapat 41 pasien dengan
fraktur pelvis kompleks di RSCM, namun hanya 26 sampel yang memenuhi
kriteria. Rerata usia pasien ialah 30,54 dengan standar deviasi 10,816. Rerata
Injury Severity Score (ISS) pada pasien fraktur pelvis kompleks di RSCM ialah
27,2. Rerata lama pasien dirawat berkisar 40 hari dan rerata waktu operasi setelah
pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSCM ialah 12 hari. Rerata lama
waktu follow up pada pasien-pasien ini ialah sekitar 25 bulan. Berikut
karakteristik pasien dengan fraktur pelvis kompleks di RSCM selama 2011-2014.
Tabel 4.1. Karakteristik pasien fraktur pelvis kompleks di RSCM

Karakteristik Jumlah Persentase (%)


Kelompok usia
<20 6 23%
20-40 15 58%
>40 5 19%
Jenis Kelamin
Laki-laki 17 65%
Wanita 9 35%
Jenis Fraktur
Terbuka 7 27%
Tertutup 19 73%
Tipe Fraktur sesuai Klasifikasi
Marvin Tile
Tipe B 15 58%
Tipe C 11 42%
Status Politrauma
Ya 9 34,6%
Tidak 17 66,4%

28 Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


29

Jika dilihat dari karakteristik pasien pelvis kompleks di atas, fraktur ini
didominasi oleh pasien laki-laki dan pasien berusia produktif. Sebanyak tujuh
pasien atau sekitar 27% merupakan fraktur pelvis terbuka yang telah ditangani
secara operatif.

Pada beberapa kasus fraktur pelvis juga diikuti cedera pada organ lainnya dan
cedera urogenital merupakan cedera penyerta yang paling sering. Cedera
urogenital ditemukan pada 14 kasus, diikuti cedera degloving ekstremitas bawah
pada empat kasus.

Tabel 4.2. Cedera penyerta pada fraktur pelvis kompleks

Cedera Jumlah
Degloving ekstremitas bawah 4
pneumotoraks 1
Fraktur iga 1
Ruptur perineum 4
Cedera urogenital 14
Fraktur lumbal 2
Fraktur ekstremitas bawah 4
Cedera kepala 3
Cedera abdomen 3
Fraktur ekstremitas atas 4

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


30

Gambar 4.1. Salah satu kasus fraktur pelvis terbuka di RSCM.


Sebanyak tujuh pasien atau sekitar 27% merupakan fraktur pelvis terbuka yang
telah ditangani secara operatif.

Terdapat 11 pasien dengan instabilitas tipe vertikal dan 15 pasien dengan


instabilitas tipe rotasi, sesuai dengan klasifikasi Tile tipe B untuk instabilitas tipe
rotasi dan tipe C untuk instabilitas tipe vertikal.

Gambar 4.2. Ronsen pelvic inlet pasien fraktur pelvis kompleks instabilitas tipe
rotasi, sesuai klasifikasi Tile tipe B.
Terdapat 15 pasien dengan instabilitas tipe rotasi

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


31

A B

Gambar 4.3. (A)Ronsen Pelvic outlet dan (B) CT scan pasien fraktur pelvis
dengan instabilitas tipe vertikal sesuai klasifikasi Tile tipe C.
Terdapat 11 pasien dengan instabilitas tipe vertikal

Dari data yang kami kumpulkan, terdapat tujuh pasien fraktur pelvis kompleks
yang meninggal selama tahun 2011-2014 atau sekitar 21 persen dari seluruh
pasien dengan fraktur pelvis kompleks.

Ditemukan adanya lima kasus infeksi pada pada pasien fraktur pelvis kompleks di
RSCM atau sekitar 19 persen, dimana tiga diantaranya atau 60 persen dari kasus
infeksi terdapat pada fraktur pelvis terbuka. Tidak ditemukan adanya nonunion.

Dari hasil evaluasi skor fungsional dengan menggunakan Majeed Pelvic Score,
pada tipe B didapati skor excellent pada 73 % kasus, good didapati pada 20 %
pasien, dan fair pada 6 % pasien. Pada tipe C, didapati skor excellent pada 45 %
pasien, good pada 45% pasien, dan fair pada 9 % pasien.

Dengan menggunakan sistem Hannover, pada tipe B didapati skor very good pada
33 persen pasien, good pada 60 % kasus, dan fair pada 7 % kasus. Pada tipe C,

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


32

skor excellent ditemukan pada terdapat pada 18 %, good pada 73 % pasien, fair
pada 9 % pasien.

Operasi secara minimally invasive plate osteosynthesis (MIPO) dilakukan pada


satu pasien. Pada pasien yang ditangani secara MIPO, skor fungsionalnya ialah
excellent.

Politrauma ditemukan pada tiga pasien dengan fraktur pelvis kompleks.


Ditemukan satu pasien atau sekitar 33 % dengan skor fair pada pasien dengan
politrauma dan fraktur pelvis kompleks.

a b

Gambar 4.4. (a) ORIF pada fraktur pelvis klasifikasi Tile Tipe B. (b) ORIF pada
fraktur pelvis Tile tipe C
Semua pasien fraktur pelvis kompleks pada penelitian ini telah menjalani operasi
pemasangan internal fiksasi

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


33

a b

Gambar 4.5. Operasi secara MIPO pada fraktur pelvis kompleks Tile tipe C (a)
approach anterior (b) approach posterior (c) x ray pasca operasi
Operasi secara minimally invasive plate osteosynthesis (MIPO) dilakukan pada
satu pasien. Pada pasien yang ditangani secara MIPO, skor fungsionalnya ialah excellent.

Disfungsi seksual ditemukan pada 10 pasien dengan fraktur pelvis kompleks atau
sekitar 38 persen. Dispareunia ditemukan pada 44 % wanita yang mengalami
fraktur pelvis kompleks.

Komplikasi yang timbul pada fraktur pelvis kompleks yang paling banyak ialah
disfungsi seksual pada 10 kasus, diikuti nyeri kronis sebanyak sembilan kasus.
Infeksi ditemukan pada lima orang pasien, sedangkan nonunion tidak ditemukan.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


34

Tabel 4.3. Komplikasi fraktur pelvis kompleks di RSCM

Komplikasi Jumlah
Infeksi 5
Disfungsi seksual 10
Nonunion 0
Nyeri kronis 9
Defisit neurologis 3

4.2 Pengujian Hipotesis


4.2.1. Analisa hubungan profil jenis kelamin dengan skor fungsional
Dari hasil analisis yang kami lakukan dengan menggunakan uji Fischer untuk
melihat hubungan antara jenis kelamin dan skor fungsional, didapatkan hasil
dengan P>0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan
skor fungsional Majeed maupun Hannover. Hasilnya juga dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

Tabel 4.4. Analisa hubungan jenis kelamin dengan skor fungsional Hannover

Hannover Pelvic Jenis Kelamin


OR 95%CI P
Score Laki-Laki Perempuan

Good 11 (68.8%) 6 (75.0%) 0.108-


0.733 1.0
Very Good 5 (31.3%) 2 (25.0%) 4.992

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


35

Tabel 4.5. Analisa hubungan jenis kelamin dengan skor fungsional Majeed

Majeed Pelvic Jenis Kelamin


OR 95%CI P
Score Laki-Laki Perempuan

Good 6 (37.5%) 2 (25.0%) 0.271-


1.800 0.667
Excellent 10 (62.5%) 6 (75.0%) 11.957

4.2.2. Analisa hubungan fraktur pelvis terbuka dan tertutup dengan skor
fungsional, tingkat infeksi, dan disfungsi seksual
Analisis untuk menilai hubungan fraktur pelvis terbuka maupun tertutup dan
morbiditas yang dihasilkannya, yaitu infeksi, disfungsi seksual serta penilaian
skor fungsional dilakukan dengan analisa Regresi logistik. Faktor confounding
ialah jenis kelamin, usia, dan lama waktu follow up. Dari analisa yang dilakukan
tidak terdapat perbedaan skor fungsional, status infeksi dan disfungsi seksual pada
fraktur pelvis terbuka dan tertutup (P>0,05). Hasil perhitungan dapat dilihat pada
masing-masing tabel di bawah ini.

Tabel 4.6 Analisa hubungan Fraktur Pelvis terbuka dan tertutup dengan
skor fungsional Majeed

Majeed Pelvic Fraktur Pelvis


OR 95%CI P
Score Terbuka Tertutup

Good 2 (33.3%) 6 (33.3%) 0.096-


0.956 0.970
Excellent 4 (66.7%) 12 (66.7%) 9.542

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


36

Tabel 4.7 Analisa hubungan fraktur pelvis terbuka dan tertutup dengan
disfungsi seksual.

Disfungsi Fraktur Pelvis


OR 95%CI P
Seksual Terbuka Tertutup

Ada 3 (42.9%) 7 (36.8%) 0.012-


0.388 0.597
Tidak ada 4 (57.1%) 12 (63.2%) 12.965

Tabel 4.8 Analisa hubungan fraktur pelvis terbuka dan tertutup dengan
status infeksi

Status Fraktur Pelvis


OR 95%CI P
Infeksi Terbuka Tertutup

Ada 3 (42.9%) 2 (10.5%) 12.30 0.724- 0.082

Tidak ada 4 (57.1%) 17 (89.5%) 9 209.307

4.2.3. Hubungan Fraktur Pelvis tidak Stabil dengan skor fungsional, disfungsi
seksual, nyeri kronis dan status infeksi
Analisa dengan menggunakan regresi logistik juga kami gunakan untuk menilai
hubungan tipe fraktur pelvis tidak stabil (Tile B atau Tile C) dengan skor
fungsional, disfungsi seksual, nyeri kronis dan status infeksi. Faktor confounding
pada analisis ini sama seperti sebelumnya, yaitu usia, jenis kelamin dan lama
follow up. Hasil yang kami dapatkan, tidak terdapat hubungan antara skor
fungsional, status infeksi dan disfungsi seksual pasien dengan fraktur pelvis tidak
stabil (P>0,05). Namun, ditemukan hubungan antara tipe fraktur pelvis tidak stabil
dengan nyeri kronis yang timbul (P=0,017). Hasil perhitungan statistik dapat
dilihat pada masing-masing tabel di bawah ini.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


37

Tabel 4.9 Analisa hubungan antara tipe fraktur Pelvis tidak stabil dengan
disfungsi seksual

Disfungsi Fraktur Pelvis Tidak Stabil


OR 95%CI P
Seksual MTB MTC

Ada 6 (40.0%) 4 (36.4%) 0.040- 0.7


0.685
Tidak ada 9 (60.0%) 7 (63.6%) 11.613 9

Tabel 4.10 Analisa hubungan antara tipe fraktur Pelvis tidak stabil dengan
status infeksi

Status Fraktur Pelvis Tidak Stabil


OR 95%CI P
Infeksi MTB MTC

Ada 1 (6.7%) 4 (36.4%) 0.008-


0.108 0.09
Tidak ada 14 (93.3%) 7 (63.6%) 1.390

Tabel 4.11 Analisa hubungan antara tipe fraktur pelvis tidak stabil dengan
terjadinya nyeri kronis

Nyeri Fraktur Pelvis Tidak Stabil


OR 95%CI P
Kronis MTB MTC

Ada 2 (13.3%) 7 (63.6%) 0.004-


0.048 0.017
Tidak ada 13 (86.7%) 4 (36.4%) 0.581

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


38

Tabel 4.12. Analisa hubungan tipe fraktur pelvis tidak stabil dengan skor
fungsional Hannover

Hannover Fraktur Pelvis Tidak Stabil


OR 95%CI P
Score MTB MTC
Good 9 (64.3%) 8 (80.0%) 0.073-
0.513 0.50
Very good 5 (35.7%) 2 (20.0%) 3.612

Tabel 4.13. Analisa hubungan tipe fraktur Pelvis tidak stabil dengan skor
fungsional majeed

Majeed Pelvic Fraktur Pelvis Tidak Stabil


OR 95%CI P
Score MTB MTC
Good 3 (21.4%) 5 (50%) 0.039-
0.310 0.27
Excellent 11 (78.6%) 5 (50%) 2.457

Tabel 4.14. Analisa hubungan tipe fraktur pelvis tidak stabil dengan
terjadinya dispareunia

Fraktur Pelvis Tidak Stabil


Dispareunia OR 95%CI P
MTB MTC

Ya 2 (33.3%) 2 (50.0%) 0.022-


0.400 0.537
Tidak 4 (66.7%) 2 (50.0%) 7.298

4.2.4. Hubungan antara Politrauma dan status hemodinamik dengan Skor


Fungsional
Dari hasil analisa kami dengan menggunakan uji regresi logistik, tidak didapati
hubungan antara status hemodinamik dan status politrauma dengan skor

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


39

fungsional Majeed maupun Hannover (P>0,05). Hasil perhitungan statistik dapat


dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.15 Analisa hubungan status hemodinamik dengan skor fungsional


Hannover

Hannover Hemodinamik
OR 95%CI P
Score Tidak stabil Stabil
Good 5 (62.5%) 12 (75.0%) 0.079-
0.714 0.764
Very good 3 (37.5%) 4 (25.0%) 6.448

Tabel 4.16. Analisa hubungan status hemodinamik dengan skor fungsional


Majeed

Majeed Pelvic Hemodinamik


OR 95%CI P
Score Tidak stabil Stabil
Good 2 (25%) 6 (37.5%) 0.197-
2.556 0.472
Excellent 6 (75%) 10 (62.5%) 33.474

Tabel 4.17. Analisa hubungan politrauma dengan skor fungsional majeed

Majeed Pelvic Politrauma


OR 95%CI P
Score Ya Tidak
Good 3 (37.5%) 5 (31.3%) 0.223-
1.320 1.0
Excellent 5 (62.5%) 11 (68.8%) 7.823

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


40

4.2.5. Hubungan cedera urogenital dengan disfungsi seksual


Analisa hubungan ini dilakukan dengan menggunakan uji Fischer. Dari hasil
analisa didapati hubungan antara cedera urogenital dan disfungsi seksual
(P=0,005). Hasil perhitungan statistik dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.18. Analisa hubungan cedera urogenital dengan disfungsi seksual

Disfungsi Cedera Urogenital


OR 95%CI P
Seksual Ada Tidak Ada
Ada 6 (85.7%) 4 (21.1%) 2.068-
22.5 0.005
Tidak Ada 1 (14.3%) 15 (78.9%) 244.838

4.2.6. Hubungan jarak hari operasi dengan skor fungsional


Analisa hubungan jarak hari operasi dengan skor fungsional diuji dengan
menggunakan uji regresi logistik. Dari hasil analisis tidak didapatkan perbedaan
skor fungsional Majeed dan Hannover antara pasien yang dilakukan operasi
definitif dibawah 10 hari dengan pasien yang menjalani operasi definitif diatas 10
hari (P>0,05). Hasil analisa dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.19. Analisa hubungan jarak hari operasi dengan skor fungsional
Majeed

Majeed Pelvic Hari Operasi


OR 95%CI P
Score >10 Hari ≤ 10 Hari
Good 2 (18.2%) 6 (46.2%) 0.040-
0.259 0.211
Excellent 9 (81.8%) 7 (53.8%) 1.700

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


41

Tabel 4.20. Analisa hubungan jarak hari operasi dengan skor fungsional
Hannover

Hannover Hari Operasi


OR 95%CI P
Score >10 Hari ≤ 10 Hari
Good 8 (72.7%) 9 (69.2%) 0.201-
1.185 1.000
Very good 3 (27.3%) 4 (30.8%) 6.987

4.3. Pembahasan
4.3.1. Karakteristik Sampel
Fraktur pelvis kompleks merupakan suatu cedera yang memiliki tingkat mortalitas
hingga mencapai 30%.15,34 Tingkat mortalitas bahkan bisa meningkat pada pasien
dengan usia di atas 60 tahun.35 Oleh karena itu cedera ini memerlukan suatu
penanganan yang baik dan secepat mungkin. Semua fraktur pelvis kompleks yang
terdapat di RSCM merupakan hasil dari kecelakaan di jalan raya. Rerata umur
pasien pada penelitian ini ialah 30 tahun, usia dimana pasien sering beraktivitas di
jalan raya. Hal ini sesuai dengan literatur Mardanpour dkk dengan rerata usia 37
tahun. Menurut literatur tersebut lebih dari 90 % fraktur pelvis yang terjadi
merupakan akibat kecelakaan di jalan raya.24 Penderita dengan jenis kelamin laki-
laki lebih banyak ditemukan daripada penderita wanita, sesuai dengan literatur
oleh Dzupa dkk.36 Hal ini dapat menggambarkan aktivitas laki-laki yang lebih
tinggi di jalan raya dan perilaku pada saat berada di jalan raya.36, 37 Dari hal ini
dapat kita lihat bahwa fraktur pelvis ini biasanya terjadi akibat trauma dengan
energi tinggi. Hal ini sesuai dengan beberapa studi epidemiologi yang menyatakan
bahwa laki-laki dewasa muda lebih beresiko mengalami fraktur pelvis.35

Akibat dari cedera energi tinggi ini, bisa ditemukan cedera pada organ lain
sebagai penyerta pada fraktur pelvis. Cedera penyerta yang sering ditemukan ialah
cedera pada jaringan lunak sekitar pelvis, cedera gastrointestinal, cedera

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


42

urogenital, cedera kepala, cedera toraks. Menurut penelitian Siegmeth dkk skor
ISS pasien trauma pelvis berat ialah 27,6.31 Hampir sama dengan rerata di RSCM
(26,3). Akibat cedera penyerta ini, penderita fraktur pelvis kompleks memerlukan
penanganan multidisiplin.38,39 Hal ini juga merupakan alasan tingginya angka
mortalitas dan morbiditas pada pasien dengan cedera fraktur pelvis kompleks.

4.3.2. Mortalitas pada Fraktur Pelvis Kompleks


Menurut data di RSCM tahun 2011-2014, dari 41 pasien dengan fraktur pelvis
kompleks, tujuh pasien mengalami kematian. Sebanyak enam pasien meninggal
akibat instabilitas hemodinamik akibat perdarahan dan satu pasien meninggal
akibat sepsis. Kalau dibandingkan dengan beberapa literatur seperti pada literatur
Taller dkk, Tile dkk, Pohlemann dkk maka angka mortalitas yang terjadi lebih
rendah dari angka pada penelitian tersebut. 5, 9,19 Hal ini bisa terjadi karena kasus
fraktur pelvis kompleks dengan politrauma di RSCM masih sedikit yaitu hanya
ditemukan pada tiga pasien, sehingga berpengaruh terhadap angka mortalitas
fraktur pelvis kompleks di RSCM. Jumlah pasien yang lebih sedikit juga
merupakan faktor rendahnya angka mortalitas jika dibandingkan dengan literatur
tersebut. Sebanyak enam pasien meninggal dalam seminggu pertama setelah
kecelakaan. Satu pasien meninggal karena sepsis dan telah menjalani operasi
pemasangan fiksasi internal.

4.3.3. Reduksi Terbuka dan Fiksasi Interna pada Fraktur Pelvis Kompleks
Fiksasi internal pada bagian anterior dan posterior pelvis merupakan tindakan
operatif yang dilakukan dalam menangani fraktur pelvis kompleks. Dari beberapa
literatur dipaparkan bahwa tindakan ini lebih baik luarannya daripada tindakan
konservatif.24,40,41,42 Van Den Bosch dkk memaparkan bahwa kombinasi fiksasi
anterior dan posterior pelvis menghasilkan skor Majeed yang lebih baik.42 Sama
halnya dengan di RSCM dimana penanganan operatif fraktur pelvis kompleks
ialah dengan fiksasi interna pada bagian anterior, posterior, atau keduanya
tergantung tipe fraktur yang terjadi. Seluruh pasien dalam studi ini telah menjalani
operasi Operasi pemasangan internal fiksasi untuk mengembalikan anatomi pelvis

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


43

sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya morbiditas. Menurut studi


Mardanpour dkk tidak terdapat perbedaan antara pelaksanaan internal fiksasi
segera atau ditunda untuk optimalisasi keadaan umum pasien.24

4.3.4. Analisa Hubungan Fraktur Pelvis Terbuka dan Tertutup dengan Status
Infeksi
Fraktur pelvis kompleks juga memiliki tingkat morbiditas yang tinggi. 43
Komplikasi yang ditimbulkan akibat fraktur pelvis kompleks di RSCM
menyerupai komplikasi yang timbul di instansi orthopaedi lainnya. Namun di
RSCM tidak ditemui komplikasi nonunion dan emboli yang dilaporkan pada
beberapa literatur.24

Infeksi merupakan salah satu komplikasi yang didapati pada fraktur pelvis
kompleks. Cedera jaringan lunak sekitar pelvis merupakan salah satu penyebab
terjadinya infeksi pada fraktur pelvis kompleks. Menurut literatur Mardanpour
dkk ditemukan kasus infeksi sebanyak 10% pada pasien dengan fraktur pelvis.
Tingkat infeksi pada fraktur pelvis terbuka cukup tinggi di RSCM. Manajemen
fraktur pelvis terbuka di RSCM sebenarnya sudah sesuai dengan prosedur, dimana
tindakan debridement pada hari pertama pasien masuk ke unit gawat darurat
disertai pemasangan fiksasi eksternal jika diperlukan. Operasi reduksi terbuka dan
pemasangan fiksasi internal pelvis dilakukan jika keadaan pasien sudah stabil dan
melalui tindakan sterilitas yang sudah memenuhi standar. Perawatan luka operasi
pasien selama berada di ruang rawat RSCM juga sudah mengikuti standar yang
baik. Namun perawatan luka di rumah pasien dan asupan gizi terkadang masih
kurang dan menurut kami juga ikut berperan dalam meningkatnya angka infeksi
pada fraktur pelvis kompleks.

4.3.5.Analisa Hubungan Tipe Fraktur Pelvis Tidak Stabil dengan Terjadinya


Disfungsi Seksual dan Nyeri Kronis
Disfungsi seksual merupakan salah satu morbiditas yang paling sering ditemukan
pada fraktur pelvis kompleks. Menurut literatur, morbiditas ini bisa mencapai 61

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


44

persen.12 Disfungsi seksual yang terjadi pada pasien fraktur pelvis kompleks di
RSCM lebih sedikit jika dibandingkan dengan literatur, yaitu sekitar 38 %. Sekitar
21% pasien yang mengalami disfungsi seksual masih memakai kateter sehingga
kesulitan dalam berhubungan seksual. Dispareunia merupakan penyebab disfungsi
seksual pada wanita. Jika dibandingkan dengan studi oleh Pohlemann dkk, hanya
ditemui 2,2% kasus dengan dispareunia setelah fraktur pelvis. Menurut studi
Vallier dkk dipaparkan bahwa pada 48 pasien dengan fraktur pelvis dengan
dispareunia, sebesar 78% merupakan Tile tipe B. Namun dalam penelitian ini
dispareunia lebih sering terjadi pada Tile tipe C.44 Persentase di RSCM lebih
tinggi disebabkan pada fraktur pelvis kompleks lebih tinggi kemungkinan
melibatkan cedera jaringan lunak sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri yang
lebih lama.

Disfungsi seksual pada pasien yang berjenis kelamin laki-laki seluruhnya diikuti
dengan cedera urogenital, Penggunaan kateter pada pasien pria merupakan salah
satu penyebab pasien tidak dapat melakukan hubungan seksual, namun secara
statistik tidak bermakna. Menurut studi Pavelka dkk cedera urogenital sering
terjadi pada fraktur pelvis Tile tipe C. Cedera uretra menyebabkan 50 persen
pasien mengalami disfungsi seksual, sedangkan cedera tunggal pada buli tidak
menyebabkan hal tersebut.45 Di RSCM terdapat delapan pasien fraktur pelvis
dengan cedera uretra, empat di antaranya (50%) mengalami disfungsi seksual.
Cedera urogenital ini merupakan salah satu penentu prognosis pada fraktur pelvis
kompleks.46

Nyeri kronis merupakan komplikasi yang sering timbul pada fraktur pelvis
kompleks dan merupakan salah satu morbiditas yang menurunkan kualitas hidup
pasien.47 Sesuai dengan studi ini, studi Langford dkk dan Pohlemann dkk juga
memaparkan bahwa nyeri kronis sering terjadi pada Tile C. 5,12 Lebih dari 90%
nyeri yang ditemui pada pasien merupakan nyeri derajat ringan, tidak ditemui
nyeri derajat berat pada pasien di RSCM.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


45

4.3.6. Defisit Neurologis pada Fraktur Pelvis Kompleks


Defisit neurologis ditemukan pada 10 % kasus menurut penelitian Mardanpour
dkk.24 Menurut Pohlemann dkk pada Tipe B ditemukan 32% defisit neurologis
sensorik dan pada tipe C ditemukan 70% pasien degan defisit neurologis (33%
motorik dan 37% sensorik). Sesuai dengan studi Pavelka dkk yang menyatakan
defisit neurologis lebih banyak terjadi pada Tile tipe C.45 Di RSCM juga
ditemukan defisit motorik dan sensorik. Namun di RSCM, defisit neurologis lebih
banyak terjadi pada Tile Tipe B (66,7%). Perbedaan ini dianggap terjadi karena
jumlah pasien dengan defisit neurologis masih sedikit di RSCM, yaitu hanya tiga
pasien. Setelah melalui tindakan fisioterapi terjadi perbaikan dari defisit
neurologis tersebut.

4.3.7. Analisa Hubungan Fraktur Pelvis Kompleks dengan Skor Fungsional


Dalam penelitian ini kami memilih skor fungsional Majeed dan Hannover karena
dianggap dapat memberi gambaran utuh status fungsional pasien dengan fraktur
pelvis kompleks.20,26 Menurut beberapa literatur, fraktur pelvis terbuka memiliki
15,48
skor fungsional yang lebih buruk dibandingkan fraktur pelvis tertutup. .
Perbedaan pada studi ini kami anggap juga terjadi diakibatkan sedikitnya jumlah
pasien dengan fraktur pelvis terbuka yang hanya berjumlah tujuh pasien.

Tingginya persentase skor excellent/very good dan good (majeed dan hannover)
melebihi persentase pada studi Pohlemann dkk dan Mardanpour dkk, skor yang
dihasilkan sekitar 65-70% kasus excellent dan good, sedangkan untuk tipe C skor
excellent dan good hanya mencapai 45%-50%.5,24 Penelitian tersebut juga
memaparkan bahwa persentase excellent dan good yang lebih baik untuk Tile Tipe
B, sesuai dengan studi ini.

Skor fair didapatkan pada dua orang pasien. Satu pasien dikarenakan masih
dengan nonunion pada tibia, sehingga pasien tidak dapat berjalan dan berdiri.
Namun nyeri yang dirasakan pasien ringan dan pasien dapat duduk dengan nyeri
ringan. Sedangkan pada satu pasien lainnya, merupakan pasien politrauma dengan

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


46

fraktur pelvis terbuka Tile tipe C, yang memang merupakan suatu cedera yang
cukup berat.

Studi oleh Suzuki dkk memaparkan bahwa tidak terdapat hubungan antara luaran
fungsional jangka panjang dengan skor ISS, tipe fraktur dan lokasi fraktur pelvis,
sama halnya dengan penelitian ini.49

Dari skor fungsional yang kami dapatkan, secara proporsi dapat dilihat bahwa
luaran fraktur pelvis kompleks di RSCM cukup memuaskan. Hal ini menandakan
bahwa manajemen fraktur pelvis kompleks yang dilakukan di RSCM telah sesuai
dengan standar yang ada.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


47

b c

d e

Gambar 4.6. Pasien dengan fraktur pelvis MTB 2 pasca fiksasi interna 2 tahun
(a)klinis pre operasi (b) x ray pre operasi (c) x ray pasca operasi (d) pasien
memiliki ROM hip baik dan bebas dari rasa nyeri saat berjongkok (e) pasien dapat
berdiri dan berjalan dengan baik.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


48

b c

d e

Gambar 4.7. Pasien dengan fraktur pelvis terbuka MTB 1 pasca fiksasi interna 26
bulan (a) keadaan klinis pasien pasca eksternal fiksasi (b) ronsen pre operasi (c)
ronsen pasca operasi (d) pasien berdiri (d) pasien berjongkok. Pasien ini memiliki
skor fungsional majeed 89 (excellent) dan skor hannover 3 (good). Pasien dapat
berjalan dengan baik dan bisa duduk dengan sedikit rasa nyeri. Pasien mengalami
cedera uretra dan didapati disfungsi seksual.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


49

A b

Gambar 4.8. pasien dengan fraktur pelvis MTC pasca fiksasi interna 2 tahun (a)
ronsen pre operasi (b) ronsen pasca operasi (c) berjongkok. Pasien ini dapat
berjalan tanpa alat bantu, tidak pincang, tidak terdapat nyeri saat aktivitas berat,
dan majeed 97 (excellent), skor hannover 3 (good)

4.3.8. Analisa Hubungan Politrauma dan Status Hemodinamik dengan Skor


Fungsional
Status hemodinamik merupakan salah satu penyebab tingginya angka mortalitas
pada fraktur pelvis kompleks, sehingga beberapa literatur memaparkan bahwa
penanganan ketidakstabilan hemodinamik berperan dalam menurunkan angka
mortalitas. 7,30,39,50,51

Fraktur pelvis kompleks merupakan fraktur akibat cedera energi tinggi sehingga
tidak heran sebagian pasien merupakan pasien politrauma. Dari beberapa literatur

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


50

ada yang menyatakan bahwa hal ini dapat meningkatkan angka mortalitas
pasien.52. Menurut Gustavo dkk, cedera penyerta pada fraktur pelvis lebih
berperan dalam menentukan skor fungsional daripada tipe fraktur pelvis itu
sendiri.53 Namun dalam studi-studi ini tidak semua pasien menjalani operasi
internal fiksasi, sehingga luaran yang dihasilkan bisa lebih buruk.

Melalui studi ini dapat dilihat bahwa pasien dengan politrauma maupun dengan
status hemodinamik yang tidak stabil tetap dapat memiliki skor fungsional yang
baik, jika ditangani dengan baik diantaranya dilakukan internal fiksasi.

4.3.9. Analisa Hubungan Jarak Hari Operasi Dengan Skor Fungsional


Waktu terbaik untuk dilakukannya operasi pada pasien dengan fraktur pelvis
kompleks masih menjadi kontroversi pada beberapa institusi di dunia. Hal ini
disebabkan karena penderita fraktur pelvis kompleks juga disertai dengan
politrauma. Beberapa institusi tetap mempertimbangkan window of opportunity
sebelum melakukan operasi definitif yaitu internal fiksasi, sedangkan tindakan
inisial seperti pemasangan eksternal fiksasi, pelvic packing, angiografi tetap
dilakukan dibawah 24 jam sejak pasien masuk ke IGD.54

Burkhardt dkk memaparkan bahwa tindakan internal fiksasi definitif sebaiknya


dilakukan dibawah seminggu (hari ke-5 sampai hari ke-7 untuk menghasilkan
luaran fungsional yang baik, sedangkan hari ke-2 sampai hari ke-4 harus dihindari
karena merupakan fase inflamasi pada pasien-pasien dengan politrauma.54

Menurut Vallier dkk tindakan operasi definitif dibawah 24 jam pada fraktur pelvis
yang tidak stabil juga dapat memberikan luaran fungsional yang lebih baik jika
dibandingkan dengan yang dilakukan tindakan operasi di atas 24 jam (rerata 99,2
jam).55 Hal ini sejalan dengan studi oleh Enninghorst dkk yang memaparkan
bahwa internal fiksasi definitif dibawah 6 jam pada 18 pasien ternyata tidak
meningkatkan angka mortalitas dan lama rawat di rumah sakit.56

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


51

Di RSCM dengan rerata jarak hari operasi 12 hari tetap didapatkan luaran
fungsional yang memuaskan. Alasan diambilnya batas 10 hari pada studi ini
karena merupakan window of opportunity pada pasien dengan politrauma. Di
RSCM pasien bisa dioperasi lebih dari 2 minggu menunggu perbaikan dari
keadaan umum pasien. Namun tindakan inisial seperti pemasangan pelvic binder
dan pemasangan eksternal fiksasi tetap dilakukan di hari pertama pasien masuk ke
IGD. Walaupun terdapat perbedaan jarak hari operasi internal fiksasi definitif
dengan instansi di Negara lain, pasien fraktur pelvis kompleks di RSCM tetap
memiliki luaran fungsional yang memuaskan.

4.3.10. Implikasi Penelitian


Penelitian ini menunjukkan bahwa fraktur pelvis kompleks dapat menghasilkan
luaran yang baik jika ditangani dengan benar dan sesuai prosedur. Namun
beberapa hal masih dapat ditingkatkan untuk mengurangi morbiditas pada pasien
dengan fraktur pelvis kompleks. Tingginya angka infeksi pada fraktur pelvis
terbuka butuh perhatian khusus dari tenaga kesehatan. Perlu diperhatikan juga
mengenai tindakan debridement, sterilitas para tenaga kesehatan dan alat, yang
digunakan harus mendapat perhatian khusus begitu juga dengan perawatan luka
saat pasien rawat jalan.

Disfungsi seksual merupakan salah satu hal yang sangat mempengaruhi luaran
pasien dengan fraktur pelvis kompleks. Hubungan disfungsi seksual dengan
cedera urogenital sangat erat, maka tatalaksana pada organ urogenital juga perlu
mendapat perhatian dari para tenaga kesehatan.

Manajemen nyeri pada fraktur pelvis Tile tipe C harus lebih ditingkatkan karena
dari studi ini nyeri lebih tinggi kemungkinannya terjadi pada fraktur pelvis Tile
tipe C. Penanganan nyeri penting untuk memperbaiki luaran fungsional pasien.
Sumber penyebab nyeri lainnya pada fraktur tipe ini juga perlu dievaluasi, seperti
teknik operasi dan juga pemilihan implant, bahkan untuk hal ini bisa dilakukan
penelitian lanjutan.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


52

Seiring dengan meningkatnya jumlah populasi masyarakat, maka pengguna jalan


raya akan meningkat pula, sehingga kasus fraktur pelvis kompleks akan semakin
bertambah di masa yang akan datang. Penelitian-penelitian lanjutan yang
berkaitan dengan fraktur pelvis kompleks ini masih sangat diperlukan untuk
menyempurnakan manajemen pada fraktur pelvis kompleks.

Oleh sebab itu studi ini bisa digunakan untuk menentukan skor prediktif luaran
fraktur pelvis kompleks pada studi berikutnya. Dengan adanya skor prediktif ini
diharapkan manajemen fraktur pelvis kompleks dapat disempurnakan yang
bertujuan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan fraktur
pelvis kompleks.

4.3.11. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian


4.3.11.1. Kekuatan Penelitian
Fraktur pelvis kompleks semakin banyak terjadi. Penelitian mengenai fraktur
pelvis kompleks semakin diperlukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Penelitian ini bisa dijadikan dasar untuk menilai keberhasilan terapi pada fraktur
pelvis kompleks di RSCM. Penelitian ini merupakan salah satu penelitian pertama
yang membahas mengenai luaran fraktur pelvis kompleks di Indonesia. Di
instansi lain belum banyak kasus fraktur pelvis kompleks yang ditangani secara
operatif dengan fiksasi interna, sehingga penelitian ini dapat dijadikan acuan
manajemen fraktur pelvis kompleks di Indonesia. Rerata lama follow up yang
mencapai 25 bulan, merupakan salah satu kekuatan pada penelitian ini karena kita
dapat menilai dengan cukup akurat luaran pasien dengan fraktur pelvis kompleks,
sehingga penelitian ini diharapkan dapat mengurangi morbiditas pasien dengan
fraktur pelvis kompleks.

4.3.11.2. Kelemahan Penelitian


Untuk mendapatkan hasil yang akurat, penelitian ini membutuhkan sampel yang
lebih banyak. Terutama untuk kasus fraktur pelvis terbuka yang jumlahnya

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


53

memang tidak banyak. Jika jumlah sampel lebih banyak, maka luaran yang diteliti
bisa menjadi lebih akurat. Karena hal itu penelitian ini belum bisa merumuskan
suatu skor prediktif pada fraktur pelvis kompleks. Rerata usia pasien pada studi
ini masih kurang bervariasi jika dibandingkan dengan studi serupa. Sehingga
luaran fraktur ini pada pasien dengan usia tua belum bisa kita nilai.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


54

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
1) Jenis kelamin tidak berhubungan dengan skor fungsional.
2) Pasien dengan fraktur pelvis kompleks pasca-fiksasi interna di RSCM
memiliki skor fungsional yang memuaskan, lebih dari 90 % memiliki skor
baik dan sangat baik (sesuai Majeed dan Hannover). Rerata skor majeed
ialah 85,9.
3) Fraktur pelvis Tile tipe C maupun fraktur pelvis terbuka belum tentu
memiliki skor majeed dan hannover yang lebih buruk dari fraktur pelvis
tertutup maupun Tile tipe B. Selama ditangani dengan baik dapat
menghasilkan skor fungsional yang baik pula.
4) Tingkat infeksi lebih sering terjadi pada fraktur pelvis terbuka.
5) Tidak terdapat perbedaaan terjadinya disfungsi seksual antara Tile B dan Tile
C.
6) Nyeri kronis mempunyai kemungkinan terjadi lebih tinggi pada fraktur
pelvis Tile tipe C.
7) Status hemodinamik tidak berpengaruh terhadap skor fungsional pasien.
8) Pasien fraktur pelvis kompleks dengan politrauma dapat memiliki luaran
fungsional yang baik jika ditangani dengan baik diantaranya dengan internal
fiksasi.
9) Cedera urogenital pada fraktur pelvis kompleks dapat menyebabkan
terjadinya disfungsi seksual.
10) Tidak terdapat perbedaan skor fungsional pasien yang menjalani operasi
internal fiksasi di bawah 10 hari dibandingkan dengan pasien yang
menjalani operasi di atas 10 hari.

54 Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


55

5.2. Saran
1) Tingginya angka infeksi pada fraktur pelvis terbuka harus dicermati. Waktu
operasi, teknik operasi, sterilitas, dan perawatan luka harus ditingkatkan.
2) Manajemen nyeri kronis pada fraktur pelvis Tile C harus lebih ditingkatkan
karena seringnya hal ini terjadi pada fraktur Tile C. Sehubungan dengan hal
ini dapat dilakukan studi untuk mencari kemungkinan sumber nyeri pada
fraktur tipe ini, dapat dilakukan studi mengenai jenis implant yang terbaik
maupun tehnik operasi.
3) Cedera urogenital yang berhubungan erat dengan disfungsi seksual pada
pasien dengan fraktur pelvis kompleks harus ditangani dengan sebaik
mungkin.
4) Diperlukan penelitian lanjutan untuk merumuskan suatu skor prediktif pada
luaran fraktur pelvis kompleks pasca-fiksasi interna di RSCM.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


56

DAFTAR PUSTAKA

1. Pohlemann T. Pelvic Ring Injuries: Assessment and Concepts of Surgical


Management. In: Colton C, Dell'Oca A, Holz U, Kellam J, Ochsner P, editors.
AO Principles of Fracture Management. New York: AO Publishing; 2000. p.
391 - 414.
2. Schmal H, Markmiller M, Mehlhorn AT, Sudkamp NP. Epidemiology and
outcome of complex pelvic injury. Acta Orthop Belg. 2005 Feb;71(1):41-7.
3. Tile M. Acute Pelvic Fractures: I. Causation and Classification. J Am Acad
Orthop Surg. 1996 May;4(3):143-51.
4. O'Sullivan RE, White TO, Keating JF. Major pelvic fractures: identification
of patients at high risk. J Bone Joint Surg Br. 2005 Apr;87(4):530-3.
5. Pohlemann T, Tscherne H, Baumgartel F, Egbers HJ, Euler E, Maurer F, et al.
[Pelvic fractures: epidemiology, therapy and long-term outcome. Overview
of the multicenter study of the Pelvis Study Group]. Unfallchirurg. 1996
Mar;99(3):160-7.
6. Guthrie HC, Owens RW, Bircher MD. Fractures of the pelvis. J Bone Joint
Surg Br. 2010 Nov;92(11):1481-8.
7. Perkins ZB, Maytham GD, Koers L, Bates P, Brohi K, Tai NR. Impact on
outcome of a targeted performance improvement programme in
haemodynamically unstable patients with a pelvic fracture. Bone Joint J.
2014 Aug;96-B(8):1090-7.
8. Starr A, Malekzadeh A. Fractures of The Pelvic Ring. In: Bucholz R,
Heckman J, Court-Brown C, editors. Rockwood & Green's Fractures in
Adults. 6 ed. New York: Lippincott William & Wilkins; 2006. p. 1585 - 664.
9. Tile M. Acute Pelvic Fractures: II. Principles of Management. J Am Acad
Orthop Surg. 1996 May;4(3):152-61.
10. Wan Faisham WI, Nawaz AH, Joehaimey J, Sallehuddin AY, Wan Z.
Anterior stabilisation of sacroilliac joint for complex pelvic injuries. Malays J
Med Sci. 2009 Jul;16(3):47-51.

56 Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


57

11. van Vugt AB, van Kampen A. An unstable pelvic ring. The killing fracture. J
Bone Joint Surg Br. 2006 Apr;88(4):427-33.
12. Langford JR, Burgess AR, Liporace FA, Haidukewych GJ. Pelvic fractures:
part 1. Evaluation, classification, and resuscitation. J Am Acad Orthop Surg.
2013 Aug;21(8):448-57.
13. Geeraerts T, Chhor V, Cheisson G, Martin L, Bessoud B, Ozanne A, et al.
Clinical review: initial management of blunt pelvic trauma patients with
haemodynamic instability. Crit Care. 2007;11(1):204.
14. Hak DJ, Smith WR, Suzuki T. Management of hemorrhage in life-threatening
pelvic fracture. J Am Acad Orthop Surg. 2009 Jul;17(7):447-57.
15. Furukawa AP, Patton PE, Amato P, Li H, Leclair CM. Dyspareunia and
sexual dysfunction in women seeking fertility treatment. Fertil Steril. 2012
Dec;98(6):1544-8 e2.
16. Pavelka T, Dzupa V, Stulik J, Grill R, Baca V, Skala-Rosenbaum J. [Our
results of surgical management of unstable pelvic ring injuries]. Acta Chir
Orthop Traumatol Cech. 2007 Feb;74(1):19-28.
17. Lefaivre KA, Slobogean GP, Valeriote J, O'Brien PJ, Macadam SA.
Reporting and interpretation of the functional outcomes after the surgical
treatment of disruptions of the pelvic ring: a systematic review. J Bone Joint
Surg Br. 2012 Apr;94(4):549-55.
18. Sathy AK, Starr AJ, Smith WR, Elliott A, Agudelo J, Reinert CM, et al. The
effect of pelvic fracture on mortality after trauma: an analysis of 63,000
trauma patients. J Bone Joint Surg Am. 2009 Dec;91(12):2803-10.
19. Dong J, Hao W, Wang B, Wang L, Li L, Mu W, et al. Management and
outcome of pelvic fractures in elderly patients: a retrospective study of 40
cases. Chin Med J (Engl). 2014 Aug;127(15):2802-7.
20. Majeed SA. Grading the outcome of pelvic fractures. J Bone Joint Surg Br.
1989 Mar;71(2):304-6.
21. Collinge C, Tornetta P, 3rd. Soft tissue injuries associated with pelvic
fractures. Orthop Clin North Am. 2004 Oct;35(4):451-6, v.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


58

22. Gabbe BJ, Hofstee DJ, Esser M, Bucknill A, Russ MK, Cameron PA, et al.
Functional and return to work outcomes following major trauma involving
severe pelvic ring fracture. ANZ J Surg. 2014 May 30.
23. Langford JR, Burgess AR, Liporace FA, Haidukewych GJ. Pelvic fractures:
part 2. Contemporary indications and techniques for definitive surgical
management. J Am Acad Orthop Surg. 2013 Aug;21(8):458-68.
24. Mardanpour K, Rahbar M. The outcome of surgically treated traumatic
unstable pelvic fractures by open reduction and internal fixation. J Inj
Violence Res. 2013 Jul;5(2):77-83.
25. Salter R. Textbook of Disorders and Injuries of The Musculoskeletal System.
2 ed. Pennsylvania: Lippincott William & Wilkins; 1999.
26. Pohlemann T, Bosch U, Gansslen A, Tscherne H. The Hannover experience
in management of pelvic fractures. Clin Orthop Relat Res. 1994
Aug(305):69-80.
27. Owens CD, Stoessel K. Surgical site infections: epidemiology, microbiology
and prevention. J Hosp Infect. 2008 Nov;70 Suppl 2:3-10.
28. Grotz MR, Allami MK, Harwood P, Pape HC, Krettek C, Giannoudis PV.
Open pelvic fractures: epidemiology, current concepts of management and
outcome. Injury. 2005 Jan;36(1):1-13.
29. Nolen S. Abnormal Psychology 2. New York: McGraw-Hill.
30. Practice guidelines for chronic pain management: an updated report by the
American Society of Anesthesiologists Task Force on Chronic Pain
Management and the American Society of Regional Anesthesia and Pain
Medicine. Anesthesiology. 2010 Apr;112(4):810-33.
31. Siegmeth A, Mullner T, Kukla C, Vecsei V. [Associated injuries in severe
pelvic trauma]. Unfallchirurg. 2000 Jul;103(7):572-81.
32. Trentz O. Polytrauma: Pathophysiology, priorities, and management. In:
Ruedi T, Murphy W, editors. AO Principles of Fracture Management.
Stuttgart: Thieme; 2000. p. 661.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


59

33. Holz U, Murphy W. Reduction and fixation techniques. In: Ruedi T, Murphy
W, editors. AO Principles of Fracture Management. Stuttgart: Thieme; 2000.
p. 157.
34. Heetveld MJ, Harris I, Schlaphoff G, Sugrue M. Guidelines for the
management of haemodynamically unstable pelvic fracture patients. ANZ J
Surg. 2004 Jul;74(7):520-9.
35. Tosounidis G, Culemann U, Stengel D, Garcia P, Kurowski R, Holstein JH,
et al. [Complex pelvic trauma in elderly patients]. Unfallchirurg. 2010
Apr;113(4):281-6.
36. Dzupa V, Chmelova J, Pavelka T, Obruba P, Wendsche P, Simko P.
[Multicentric study of patients with pelvic injury: basic analysis of the study
group]. Acta Chir Orthop Traumatol Cech. 2009 Oct;76(5):404-9.
37. Jezek M, Dzupa V. [The influence of patient age and mechanism of injury on
the type of pelvic fracture: epidemiological study]. Acta Chir Orthop
Traumatol Cech. 2012;79(1):65-8.
38. Stein DM, O'Toole R, Scalea TM. Multidisciplinary approach for patients
with pelvic fractures and hemodynamic instability. Scand J Surg.
2007;96(4):272-80.
39. Tosounidis TI, Giannoudis PV. Pelvic fractures presenting with
haemodynamic instability: treatment options and outcomes. Surgeon. 2013
Dec;11(6):344-51.
40. Taller S, Lukas R, Sram J, Krivohlavek M. [Urgent management of the
complex pelvic fractures]. Rozhl Chir. 2005 Feb;84(2):83-7.
41. Pohlemann T, Gansslen A, Schellwald O, Culemann U, Tscherne H.
[Outcome evaluation after unstable injuries of the pelvic ring]. Unfallchirurg.
1996 Apr;99(4):249-59.
42. Van den Bosch EW, Van der Kleyn R, Hogervorst M, Van Vugt AB.
Functional outcome of internal fixation for pelvic ring fractures. J Trauma.
1999 Aug;47(2):365-71.
43. Kabak S, Halici M, Tuncel M, Avsarogullari L, Baktir A, Basturk M.
Functional outcome of open reduction and internal fixation for completely

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


60

unstable pelvic ring fractures (type C): a report of 40 cases. J Orthop Trauma.
2003 Sep;17(8):555-62.
44. Vallier HA, Cureton BA, Schubeck D. Pelvic ring injury is associated with
sexual dysfunction in women. J Orthop Trauma. 2012 May;26(5):308-13.
45. Pavelka T, Houcek P, Hora M, Hlavacova J, Linhart M. [Urogenital trauma
associated with pelvic ring fractures]. Acta Chir Orthop Traumatol Cech.
2010 Feb;77(1):18-23.
46. Tauber M, Joos H, Karpik S, Lederer S, Resch H. [Urogenital injuries
accompanying pelvic ring fractures]. Unfallchirurg. 2007 Feb;110(2):116-23.
47. Gerbershagen HJ, Dagtekin O, Isenberg J, Martens N, Ozgur E, Krep H, et al.
Chronic pain and disability after pelvic and acetabular fractures--assessment
with the Mainz Pain Staging System. J Trauma. 2010 Jul;69(1):128-36.
48. Rieger H, Joosten U, Probst A, Joist A. [Significance of score systems in
open complex trauma of the pelvis]. Zentralbl Chir. 1999;124(11):1004-10.
49. Suzuki T, Shindo M, Soma K, Minehara H, Nakamura K, Uchino M, et al.
Long-term functional outcome after unstable pelvic ring fracture. J Trauma.
2007 Oct;63(4):884-8.
50. Balogh Z, Caldwell E, Heetveld M, D'Amours S, Schlaphoff G, Harris I, et al.
Institutional practice guidelines on management of pelvic fracture-related
hemodynamic instability: do they make a difference? J Trauma. 2005
Apr;58(4):778-82.
51. White CE, Hsu JR, Holcomb JB. Haemodynamically unstable pelvic
fractures. Injury. 2009 Oct;40(10):1023-30.
52. Holstein JH, Culemann U, Pohlemann T. What are predictors of mortality in
patients with pelvic fractures? Clin Orthop Relat Res. 2012
Aug;470(8):2090-7.
53. Gustavo Parreira J, Coimbra R, Rasslan S, Oliveira A, Fregoneze M,
Mercadante M. The role of associated injuries on outcome of blunt trauma
patients sustaining pelvic fractures. Injury. 2000 Nov;31(9):677-82.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


61

54. Burkhardt M, Culemann U, Seekamp A, Pohlemann T. [Strategies for


surgical treatment of multiple trauma including pelvic fracture. Review of the
literature]. Unfallchirurg. 2005 Oct;108(10):812, 4-20.
55. Vallier HA, Cureton BA, Ekstein C, Oldenburg FP, Wilber JH. Early
definitive stabilization of unstable pelvis and acetabulum fractures reduces
morbidity. J Trauma. 2010 Sep;69(3):677-84.
56. Enninghorst N, Toth L, King KL, McDougall D, Mackenzie S, Balogh ZJ.
Acute definitive internal fixation of pelvic ring fractures in polytrauma
patients: a feasible option. J Trauma. 2010 Apr;68(4):935-41.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


62

Lampiran 1 : Keterangan Lolos Kaji Etik

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


63

Lampiran 2 : Foto Pasien

A b o

Gambar 1. (a) dan (b) Pasien dengan fraktur pelvis Tile tipe MTB 2 pasca-fiksasi
interna 1 tahun dengan nonunion tibia. Pasien belum bisa berdiri lama, karena
masih terdapat nonunion pada tibia. Masih terdapat nyeri pada regio pelvis.

A b

Gambar 2. pasien dengan fraktur pelvis MTB 3 pasca-fiksasi interna 2 tahun (a)
pasien dapat berdiri dan berjalan dengan baik (b) pasien dapat berjongkok dengan
ROM pinggul baik dengan nyeri minimal.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


64

a b

Gambar 3. Pasien dengan fraktur pelvis terbuka MTB 2 pasca-fiksasi interna.


(a)pasien dapat berdiri dan berjalan dengan sedikit pincang (b) pasien dapat
berjongkok dengan ROM baik dengan nyeri ringan.

a b

Gambar 4. Pasien dengan fraktur pelvis MTB 3 (a) pasien dapat berdiri (b) pasien
bisa berjongkok dan duduk tanpa ada rasa nyeri.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


65

a b

Gambar 5. Pasien dengan fraktur pelvis MTB1 pasca-fiksasi interna 1 tahun. (a)
pasien dapat berdiri dan berjalan (b) pasien memiliki ROM pinggul dan dapat
duduk lama tanpa rasa nyeri.

A b

Gambar 6. Pasien dengan fraktur pelvis terbuka MTB1 (a) pasien dapat berdiri
dan berjalan (b) pasien dapat jongkok dan duduk dengan nyeri ringan.

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


66

Lampiran 3 : Tabel Induk

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


67

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


68

Lampiran 4 : Skor Majeed

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014


69

Lampiran 5 : Skor Hannover

Universitas Indonesia

Luaran fraktur..., Mohammad Fachry Lubis, FK UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai