Anda di halaman 1dari 3

ACARA

PENYULUHAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN

A. PENDAHULUAN
Dalam banyak kepustakaan, utamanya yang ditulis oleh orang indonesia, dapat
disimpulkan bahwa penyuluhan pertanian diartikan sebagai pendidikan luar sekolah yang
ditujukan kepada petani dan keluarganya agar dapat bertani lebih baik, berusahatani yang
lebih menguntungkan, demi terwujudnya kehidupan yang lebih sejahtera bagi keluarga
dan masyarakatnya (Wiriatmadja, 1976; Totok Mardikanto, dan Sri Sutarni, 1981;
Mardikanto, 1993). Sedangkan pengertian penyuluhan menurut rumusan dalam UU
No.15/2006 adalah “proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar
mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses
informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk
meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.”
Setiap manusia sesuai dengan kodratnya masing-masing memiliki karakteristik
perilaku serta daya nalar dan kreativitas yang tidak selalu sama dengan orang lainnya.
Karakteristik seperti itu akan sangat menentukan kinerja dan produktivitasnya. Dalam
teori manajemen, sumber daya manusia merupakan sumberdaya yang memegang posisi
strategis dalam setiap pengelolaan kegiatan, sebab selain sebagai salah satu unsurnya, dia
sekaligus adalah pengelola sumberdaya yang lain. Tentang hal ini, kenyataan
menunjukkan bahwa, pelaku utama pembangunan pertanian di indonesia adalah petani-
petani kecil, yang tergolong pengusaha lemah, yang tidak saja lemah dari aset permodalan
atau aset yang dimilikinya, tetapi terutama lemah dalam pendidikan, ketrampilan,
teknologi yang digunakan, dan sering juga lemah dalam semangatnya untuk maju
(Hadisapoetro, 1970). Berbeda dengan pernyataan Mosher (1966), yang menyatakan
bahwa penyuluhan pertanian hanya sebagai “faktor pelancar”, pengalaman di indonesia
menunjukkan bahwa kegiatan penyuluhan menjadi sangat mutlak, sebagai pemicu
sekaligus pemacu pembangunan pertanian, atau yang lebih sering dikatakan sebagai
“ujung tombak” pembangunan pertanian.
Banyak kalangan yang menyebut kelahiran penyuluhan pertanian di indonesia
bersamaan dengan di bangunnya kebun raya bogor pada 1817. Tetapi almarhum Prof. Iso
Hadiprojo keberatan, dan menunjuk tahun 1905 bersamaan dengan dibukanya departemen
pertanian, yang antara lain memiliki tugas melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian
sebagai awal kegiatan penyuluhan pertanian di indonesia. Hal ini disebabkan karena
kegiatan penyuluhan sebelum 1905 lebih berupa pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan
dalam rangka pelaksanaan tanam paksa atau cultuurstelsel. Meskipun kegiatan penyuluhan
pertanian di indonesia telah berlangsung lebih dari seabad, tetapi kehadirannya sebagai
ilmu tersendiri baru dilakukan sejak dasawarsa 60’an yang dikenalkan melalui sekolah
menengah pertanian atas (SPMA).
Mardikanto (2007), menyatakan bahwa kegiatan penyuluhan sebagai upaya
pemberdayaan masyarakat mencakup kegiatan :
1. Penyadaran masyarakat, yaitu penyadaran tentang keadaannya, masalah-masalah yang
sedang dan akan dihadapi, dan penyadaran tentang peluang-peluang pemecahan
masalah atau perbaikan kehidupan yang dapat dipilihnya.
2. Pengorganisasian masyarakat, karena dalam praktek usahatani seringkali perlu diambil
keputusan secara bersama, baik yang mnyangkut pengadaan input, layanan kredit,
pelaksanaan kegiatan budidaya, pengolahan dan pemasaran hasil, maupun pelaksanaan
penyuluhan.
3. Melaksanakan pemberdayaan atau penguatan kapasitas yang meliputi : kapasitas
individu, kelembagaan lokal, serta pengembangan jejaring dan kemitraan kerja (usaid,
1995). Pemberdayaan tersebut dimaksudkan agar kelompok lapisan bawah mampu dan
berani bersuara dan menentukan sendiri pilihannya kaitanya dengan keterlibatannya
dalam keseluruhan proses pembangunan yag bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas, pendapatan, dan mutu kehidupannya.
4. Melakukan advokasi, sejak proses perumusan kebijakan sampai dengan pengamanan
atau pengawalan implementasi kebijakan yang berpihak kepada kepentingan
masyarakat (petani) lapisan bawah.
5. Penguatan daya saing bisnis dan potensi tawar dalam pengambilan keputusan politis
atau kebijakan pembangunan pertanian.
Sebagai tindak lanjut perancangan revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan
pada tanggal 11 Nopember 2005, pada tanggal 15 Nopember 2006 pemerintah menetapkan
undang-undang No. 16 tahun 2006 tentang sistem penyuluhan pertanian, perikanan dan
kehutanan, yang mencakup :
1. Kebijakan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.
2. Kelembagaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.
3. Ketenagaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.
4. Penyelengaraan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.
5. Pembiayaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.
6. Pengawasan dan pembinaan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.
Di masa mendatang, kegiatan penyuluhan pertanian akan menghadapi tantangan-
tantangan, terutama yang di akibatkan oleh pertumbuhan populasi penduduk di tengah-
tengah semakin sempitnya lahan pertanian, sehingga usahatani harus semakin
mengkhususkan diri serta meningkatkan efisiensinya. Di lain pihak, kegiatan penyuluhan
harus semakin bersifat partisipatif yang di awali dengan analisis tentang keadaan dan
kebutuhan masyarakat melalui kegiatan penilaian desa partisipatip atau participatory rural
appraisal atau pra (chambers, 1993). Meskipun demikian, kegiatan penyuluhan pertanian
akan banyak didukung oleh kemajuan teknologi informasi.

B. Tujuan Praktikum
Praktikan mampu memahami karakteristik penyuluh

Anda mungkin juga menyukai