ANGINA PECTORIS
A. Definisi
Angina pectoris adalah nyeri dada yang timbul karena iskemia miokard, terjadi bila
suplai oksigen tidak dapat memenuhi kebutuhan miokard (Kaligis, 2016).
B. Etiologi
C. Epidemiologi
Prevalensi terjadinya angina pada studi populasi meningkat disetiap tingkatan usia
dan perbedaan jenis kelamin. Terdapat data 5 – 7 % wanita berusia 45 – 67 tahun
dan 10 – 12 % wanita berusia 65 – 84 tahun mengalami angina pectoris stabil, dan
terdapat pria 4 – 7 % usia 45 – 64 tahun, serta 12 – 14 tahun pada usia 65 – 84
tahun mengalami angina pectoris stabil (Ginanjar dan Rachman, 2014).
D. Faktor resiko
Faktor risiko dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu faktor risiko yang
dapat dikurangi, diperbaiki atau dimodifikasi, dan faktor risiko yang bersifat alami
atau tidak dapat dicegah. Faktor risiko yang tak dapat diubah adalah :
usia (lebih dari 40 tahun),
jenis kelamin (pria lebih berisiko) serta
riwayat keluarga.
Faktor risiko yang bisa dimodifikasi, antara lain dislipidemia, diabetes melitus,
stres, infeksi, kebiasaan merokok, pola makan yang tidak baik, kurang gerak,
Obesitas, serta gangguan pada darah (fibrinogen, faktor trombosis, dan sebagainya)
(Iskandar dkk, 2017).
E. Manifestasi Klinis
Menurut Ginanjar dan Rachman (2014) angina pectoris memiliki karakteristik
yaitu :
Nyeri retrosternal yang lokasi terseringnya di dada, substernal atau sedikit ke
kiri
Nyeri menjalar ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari – jari
bagian ulnar, punggung / pundak kiri
Nyeri berlangsung ± 10 menit
Dipicu oleh aktivitas, stress emosional
Menghilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin
Dapat bermanifestasi sebagai rasa tidak nyaman di epigastrium
Selain itu, gejala klasik dari angina bisa terlihat setelah makan dalam porsi yang
banyak atau muncul pertama pada pagi hari.Kualitas nyeri biasanya merupakan
nyeri tumpul seperti tertindih / berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam
atau dari bawah diafragma seperti dada mau pecah dan biasanya pada keadaan
berat dapat disertai keringat dingin dan sesak nafas serta perasaan takut mati. Tidak
jarang pasien hanya mengatakan bahwa ia merasa tidak enak di dadanya.
F. Patomekanisme
Sesak napas mungkin disebabkan oleh disfungsi sistolik atau diastolik iskemik
kiri (ventrikular kiri) atau untuk regurgitasi mitral iskemik transien (Fox dkk,
2006).
G. Diagnosis
1) Keluhan
Keluhan nyeri APS biasanya tumpul seperti tertindih/ berat didada, rasa desakan
yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma.Nyeri tidak berhubungan dengan
gerakan pernafasan atau gerakan dada ke kiri atau ke kanan.Nyeri dada
berlangsung < 20 menit. Tampilan lain bisa juga timbul keluhan tidak nyaman di
epigastrium, rasa lelah atau seperti mau pingsan, terfadi terutama pada kelompok
lanjut usia (Kaligis, 2016).
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik penderita APS seringkali tidak ditemukan kelainan berarti.
Mungkin pemeriksaan fisik yang dilakukan waktu nyeri dada dapat ditemukan
adanya aritmia, gallop bahkan murmur, split S2 paradoksal, ronki basah dibagian
bawah basal paru, yang menghilang lagi saat nyeri berhenti (Ginanjar dan
Rachman, 2014).
3) Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa pemeriksaan lab yang diperlukan adalah hemoglobin, hematokrit,
trombosit, dan pemeriksaan terhadap faktor resiko penyakit jantung koroner
seperti gula darah, profil lipid, dan penanda inflamasi akut bila diperlukan
(Ginanjar dan Rachman, 2014).
4) Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG dilakukan pada semua pasien dengan kecurigaan angina
pectoris.Perubahan EKG yang paling sering ditemukan adalah depresi segmen ST,
kadang – kadang dijumpai elevasi atau normalisasi segmen ST/ gelombang T
(Kaligis, 2016).
H. Penatalaksanaan
1) Terapi farmakologi
a) Pada pasien yang mengalami serangan angina dapat diberi nitrogliserin
sublingual 0,3 – 0,6 mg setiap 5 menit hingga nyeri menghilang atau hingga
dosis maksimal 1,2 mg dalam 15 menit, pasien didudukan. Selain itu dapat
diberikan isosorbid dinitrat (ISDN) 5 mg sublingual, dapat digunakan untuk
menghindarkan serangan angina kembali dalam 1 jam.
b) Penggunaan aspirin digunakan untuk pencegahan terjadinya thrombosis arteri.
Dosis yang bisa digunakan ≥ 75 mg/ hari ( 75 – 150 mg/ hari)
c) Beta blocker.
Beta blocker yang sering digunakan misalnya metoprolol, bisoprolol, atenolol,
nevibolol kardeviol.
d) Angiotensin converting enzyme terutama bila disertai hipertensi atau disfungsi
LV.
e) Antaagonis kalsium non dihidropiridin long acting sebagai pengganti penyekat
beta untuk terapi permulaan, contohnya Verapamil, diltiazem.
f) Antagonis kalsium dihidropiridin, misalnya long acting nifedipin dan
amlodipin.
g) Ivabradin digunakan untuk pasien dengan APS yang kronis dan tidak berespon
terhadap pemberian betablocker sebelumnya.
I. Pencegahan
Menurut Widodo ( 2012) upaya pencegahan Penyakit Jantung Koroner ialah sebagai
berikut :
1) Pencegahan Primer
Adalah upaya pencegahan yang dilakukan sebelum seseorang menderita
PJK.Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk menghambat berkembangnya
dan meluasnya faktor-faktor risiko PJK. Upaya pencegahan ini berupa ;
a) Peningkatan kesadaran pola hidup sehat. Menganjurkan banyak makan
sayuran dan buah serta menghindari makanan yang kurang mengandung serat
dan banyak kolesterol. Kampanye stop rokok memang terasa sulit, namun
perlu dibudayakan. Berhenti merokok merupakan target yang harus dicapai,
juga hindari asap rokok dari lingkungan, kurangi atau stop minum alkohol.
Melakukan olahraga secara teratur. Biasakan setiap hari untuk melakukan olah
raga, setidaknya 3 – 5 kali perminggu dapat melakukan olah raga selama 30
menit sangat berguna untuk kesehatan jantung kita.
b) Pemeriksaan kesehatan secara berkala
2) Pencegahan Sekunder Adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang yang sudah
menderita PJK.
Tujuan Pencegahan Sekunder adalahsupaya:1) tidak terjadi komplikasi lebih
lanjut, 2) tidak merasa invalid (cacat di masyarakat), dan 3) status psikologis
penderita menjadi cukup mantap. Untuk itu kiranya perlu dilakukan langkah-
langkah sebagai berikiut ;
a) Pemeriksaan fisik yang lebih teliti untuk mengetahui kemampuan jantung
dalam melaksanakan tugasnya.
b) Mengendalikan faktor risiko yang menjadi dasar penyakitnya
c) Pemeriksaan treadmill test untuk menentukan beban/aktivitas fisik sehari-
hari. D
d) Pemeriksaan laboratorium secara rutin
e) Pemeriksaan Ekokardiografi (EKG).