KMB
KMB
OLEH
KELOMPOK 3
B11-A
i
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang
Hyang Widhi Wasa atas berkat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan pendahulan dan Konsep
asuhan keperawatan pada Meningitis” pada mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah III di Stikes Wira Medika Bali ini tepat pada waktunya.
Makalah ini telah kami susun berkat bantuan dan partisipasi dari berbagai
pihak sehingga dapat terselesaikan. Untuk itu dalam kesempatan ini kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
selama penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan kemampuan penulis, sehingga masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami membutuhkan kritik dan saran dari semua pihak yang membaca,
sehingga kami dapat menyempurnakan makalah ini untuk memperbaiki
kekurangan-kekurangan agar bisa lebih baik lagi.
“Om Santih, Santih, Santih, Om”
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi meningococcus dapat terjadi secara endemik maupun epidemik.
Secara klinis keduanya tidak dapat dibedakan, tetapi sero group dari strain yang
terlibat berbeda. Kasus endemik pada negara-negara berkembangdisebabkan oleh
strain serogroup B yang biasanya menyerang usia dibawah 5 tahun, kebanyakan
kasus terjadi pada usia antara 6 bulan dan 2 tahun. Kasus epidemik disebabkan
oleh strain sero group A dan C, yang mempunyai kecendrungan untuk menyerang
usia yang lebih tua. Lebih dari setengah kasus meningococcus terjadi pada umur
antara 1dan 10 tahun. Penyakit inirelatif jarang didapatkan pada bayi usia ≤3
bulan. Kurang dari 10% terjadi pada pasien usia lebih dari 45 tahun. Di AS dan
Finland, hampir 55% kasus pada usia dibawah 3 tahun selama keadaan non
epidemik, sedangkan di Zaria, Negeria insiden tertinggi terjadi pada pasien usia 5
sampai 9 tahun.
4
manusia. Telah terbukti bahwa tidak didapatkan adanya host antara, reservoar atau
transmisi dari hewan ke manusiapada infeksi M. meningitidis. Nasofarings
merupakan reservoar alami bagi meningococcus,transmisi dari kuman tersebut
terjadi lewat saluran pernafasan (airbonedroplets), serta kontak seperti dalam
keluarga atau situasi recruit training.
Pada suatu studi yang dilakukan oleh Artenstein dkk, didapatkan bahwa
sebagian besar partikel dari droplet saluran nafas mengandung meningococcus.
Meningococcus bisa didapatkan pada kultur dari nasofaring dari manusia sehat,
keadaan ini disebut carrier. Hal tersebut dapat meningeal tergantung kepada
kemampuan dari kapsel polisakarida untuk menghambat aktivitas sistim
komplemen bakterisidal yang klasik dan menginhibisi phagositosis neutrophil.
Aktivasi dari sistim komplemen merupakan hal yangsangat penting dalam
mekanisme pertahanan terhadap infeksi N. meningitidis.Pasien dengandefisiensi
dari komponen terminalkomponen (C5, C6, C7, C8 dan mungkin C9) merupakan
resiko tinggi untukterinfeksi Neisseria (termasuk N.Meningitidis),
(Sumber : Irfannuddin ;Fisiologi Paramedis).
5
Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40%
diantaranya mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit
neurologis.
Meningitis Tuberkulosis . Di seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab
utama dari morbiditas dan kematian pada anak. Di Amerika Serikat, insidens
tuberkulosis kurang dari 5% dari seluruh kasus meningitis bakterial pada anak,
namun penyakit ini mempunyai frekuensi yang lebih tinggi pada daerah dengan
sanitasi yang buruk. Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di
Indonesia karena morbiditas tuberkulosis anak masih tinggi. Angka kejadian
tertinggi dijumpai pada anak terutama bayi dan anak kecil dengan kekebalan
alamiah yang masih rendah. Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan
mulai meningkat dalam usia 5 tahun pertama, tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2
tahun. Angka kematian berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan
gejala sisa, hanya 18% pasien yang normal secara neurologis dan intelektual.
Anak dengan meningitis tuberkulosis yang tidak diobati, akan meninggal dalam
waktu 3-5 minggu. Angka kejadian meningkat dengan meningkatnya jumlah
pasien tuberkulosis dewasa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Meningitis ?
2. Bagaimana etiologi terjadinya Meningitis ?
3. Bagaimana anatomi fisiologi organ terkait ?
4. Bagaimana manifestasi klinis penyakit Meningitis ?
5. Bagaimana patofisiologi penyakit Meningitis ?
6. Apa komplikasi dari Meningitis ?
7. Pemeriksaan penunjang apa sajakah yang dapat dilakukan pada pasien
Meningitis ?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis dari kasus Meningitis ?
9. Bagaimana proses pembuatan asuhan keperawatan kasus Meningitis
secara teoritis ?
6
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa
dapat memahami konsep serta mampu menerapakan Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan kasus Meningitis di rumah sakit
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa dapat mengerti serta memahami definisi dari Meningitis
b. Mahasiswa mengetahui etiologi terjadinya Meningitis
c. Mahasiswa dapat memahami anatomi fisiologi organ terkait
d. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis penyakit Meningitis
e. Mahasiswa dapat memahami patofisiologi penyakit Meningitis
f. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari Meningitis
g. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang apa sajakah yang
dapat dilakukan pada pasien Meningitis
h. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan medis dari kasus
Meningitis
i. Mahasiswa dapat memahami proses pembuatan asuhan keperawatan
kasus Meningitis secara teoritis
7
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan
piameter dan ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk cairan
serebrospinal (CSS). Peradangan yang terjadi pada Meningitis yaitu membran
atau selaput yang melapisi otak dan medula spinalis, dapat disebkan berbagai
organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk
kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak (Wordpress. 2009).
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran
atau selaput yang melpaisi otak dan medula spinalis, dapat disebabkan oleh
berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar
masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak (Black & Hawk,
2005).
Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen otak dan medula
spinalis. Gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri (infeksi
sekunder) seperti Sinusiotis, Otitis Media, Pneumonia, Edokarditis atau
Osteomielitis. Meningitis bakterial adalah inflamasi arakhnoid dan piameter
yang mengenai CSS, Meningeotis juga bisa disebut Leptomeningitis adalah
infeksi selaput arakhnoid dan CSS di dala ruangan subarakhnoid (Lippincott
Williams & Wilkins, 2012).
8
2. Lapisan tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan
durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi
cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara
durameter dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan
jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah
arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta
dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
3. Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh
darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak.
Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak.
Ruangan diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi
radang, ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis
dari otak ke sumsum tulang belakang.
C. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Sementara
meningitis bakteri lebih berbahaya..
1. Meningitis Bakteri
Saat ini ada beberapa bakteri yang dapat menyebabkan meningitis.
Beberapa di antaranya:
a) Bakteri Meningokokus atau Meningococcal bakteri. Ada beberapa
jenis bakteri meningococcal disebut grup A, B, C, W135, Y dan Z.
Saat ini sudah ada vaksin yang tersedia untuk perlindungan terhadap
grup C meningococcal bakteri..
b) Streptococcus pneumoniae bakteri atau pneumokokus bakteri ini
cenderung mempengaruhi bayi dan anak-anak dan orang tua karena
sistem kekebalan tubuh mereka lebih lemah dari kelompok usia
lainnya.
c) Mereka yang memiliki CSF shunt atau memiliki cacat dural mungkin
bisa terkena meningitis yang disebabkan oleh Staphylococcus
9
d) Pasien yang memiliki tulang belakang prosedur (misalnya tulang
belakang anaesthetia) beresiko meningitis yang disebabkan oleh
Pseudomonas spp.
e) Sifilis dan tuberkulosis menuju meningitis serta jamur meningitis
langka penyebab tetapi terlihat dalam individu positif HIV dan orang-
orang dengan kekebalan yang ditekan.
2. Transmisi infeksi
Meningococcal bakteri yang menyebabkan meningitis tersebar yang
biasanya melalui kontak dekat yang berkepanjangan. Penyebaran
dimungkinkan karena pasien berada dekat dari orang yang terinfeksi melalui
bersin, batuk, berbagi barang-barang pribadi seperti, sikat gigi, sendok garpu,
peralatan dll. Bakteri pneumokokus juga tersebar oleh kontak dekat dengan
orang yang terinfeksi, batuk, bersin dll. Namun, dalam kebanyakan kasus hal
ini hanya menyebabkan infeksi ringan, seperti infeksi telinga tengah (otitis
10
media). Orang-orang dengan sistem kekebalan rendah yang dapat
mengembangkan infeksi lebih parah seperti meningitis.
11
b) Parasit yang menyebabkan meningitis-termasuk contoh meningitis
eosinophilic yang disebabkan oleh angiostrongyliasis
c) Organisme lainnya seperti tuberkulosis atipikal, sifilis, penyakit Lyme,
leptospirosis, listeriosis dan brucellosis, penyakit Kawasaki dan Mollaret's
meningitis
d) Mungkin ada tidak ada infeksi dan peradangan hanya meninges menuju
bebas-infektif meningitis. Hal ini disebabkan oleh tumor, leukemia,
limfoma, obat dan bahan kimia yang diberikan spinally atau epidurally
selama anestesi atau prosedur, penyakit seperti Sarkoidosis, sistemik lupus
eritematosus dan penyakit dll.
D. Patofisiologi
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus atau bakteri menyebar secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringitis,
tonsilitis, pneuminoa, bronchopneumonia dan endokarditis. Penyebaran
bakteri atau virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ
atau jaringan yang ada didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media,
mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan sinusitis. Penyebaran bisa juga
terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah
otak. Invasi kuman-kuman kedalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi
radang pada pia dan arkhnoid, CSS (cairan serebrospinal) dan sistem
ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran
sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian
terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan
histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk
terdiri dari dua lapisan. Bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear
dan fibrin sedangkan dilapisan dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan
dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuron-neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrono-
12
purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada meningitis yang disebabkan
oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan meningitis yang
disebabkan oleh bakteri.
E. Komplikasi
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara
lain
1. Trombosis vena cerbral, yang menyebabkan kejang, koma, atau
kelumpuhan.
2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan diruangan subdural
karena adanya infeksi karena kuman.
3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan
abnormal yang disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak
5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah diotak.
6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infrak otak
karena adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian
pada jaringan otak.
7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran
pendengaran.
8. Gangguan perkembangan mental dan intelegensi karena adanya retardasi
mental yang mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak
terganggu (Harsono. 2007).
13
F. Pathway
14
G. Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala.rasa nyeri ini dapat menjalar
ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan
oleh mengejangnya otot – otot ekstensor tenkuk. Bila hebat, terjadi
opistotonus. Yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan
punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. tanda kernig dan
brudzinsky positif . Gejala meningitis di akibatkan dari infeksi dan
peningkatan TIK
1. Sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering. Sakit kepala di
hubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan
penyakit.
2. Perubahan pada tinkat kesadaran dihubunkan dengan meningitis bakteri.
Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya
penyakit individu terhadap proses fisiologik. Manifestasi prilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak
response, dan koma.
3. Iritasi meningen negakibatkan sejumlah tanda yang mudah di kenali yang
umumnya terlihat pada semua tipe meningitis.
4. Rigiditas nukal (kaku leher) adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot otot leher .fleksi
paksaan menyebabkan nyeri berat.
5. Tanda kerning positif : ketika pasien di baringkan dengan paha dalam
keadaan fleksi kea rah abdomen , kaki tidak dapat di ekstensikn sempurna.
6. Tanda brudzinski: bila leher difleksikan, maka di hasilkan fleksi lutut dan
pinggul; bila di lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah
satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang
berlawanan.
7. Demikian pula alas an yang tidak di ketahui, pasien iini mengeluh
mengalami fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
8. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis.
Kejang terjadi terjadi sekunder akibat area vocal kortikal yang peka. Tanda
15
tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema
serebral terdiri dari perubahan karakteristik tanda tanda vital(melebarnya
tekanan pulse dan bradikardia),pernafasan tidak teratur, sakit kepal muntah,
dan penrunan tingkat kesadaran.
9. Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang menyolok pada meningitis
meningokokal (Neisseria meningitis). Sekitar dari semua pasien dengan
tipe meningitis mengembangkan lesi-lesi pada kulit diantaranya ruam
petekie dengan lesi purpura asmpai ekimosis pada daerah yang luas.
10. Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% dengan meningitis
meningiokokkus, dengan tanda tanda septicemia; demam tinggi yang tiba
tiba muncul, lesi purpura ynag menyebar(sekitar wajah dan ekstremitas),
syok dan tanda tanda koagulopati intravaskuler diseminata (KID).kematian
mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.
11. Organisme penyebab infeksi selalu dapat di identifikasi melalui biakan
kuman ada cairan serebrosinal dan darah.counter immuno electrooesis
(CIE) digunakan secara luas untuk mendeteksi antigen bakteri ada cairan
tubuh, umumnya cairan serebrosnal dan urine.
H. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a) Pemeriksaan kaku kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi
dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif atau negatif bila didapatkan
kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan
spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan kedada dan juga didapatkan
tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala (Harsono. 2007).
b) Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh
mungkin tanpa rasa nyeri. Tanda kernig positif atau negatif bila ekstensi
sendi lutut tidak mencapai sudut 135 ( kaki tidak dapat diekstensi
16
sempurna) disertai spasme otot pada biasanya diikuti rasa nyeri (Harsono.
2007).
c) Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksaan meleteakkan tangan kirinya
dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan
fleksi kepada dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda brudzinski
I positif atau negatif bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada
leher (Harsono. 2007).
d) Pemeriksaan tanda Brudzinski II (Brudzinski kontra lateral tungkai)
Pasien terbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi
panggul (seperti pada pemeriksaan kernig). Tanda brudzinski II positif
atau negatif bila pada pemeriksaa terjadi fleksi involunter pada sendi
panggul dan lutut kontralateral (Harsono. 2007).
17
b) Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di
samping itu, pada meningitis tuberkulosa didapatkan juga peningkatan
LED.
4) Pemeriksaan radiologi
a) Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (pemeriksaan
mastoid,sinus paranasal) dan foto dada.
b) Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, dan bila
mungki dilakukan CT Scan (Harsono, 2007).
I. Penatalaksanaan Medis
Terapi Konservatif/Medikal
1) Terapi Antibiotik
Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur
darah dan lumbal punksi guna pemberian antibiotika disesuaikan dengan
kuman penyebab. Berikut ini pilihan antibiotika atas dasar umur
Pemilihan antimikrobial pada meningitis otogenik tergantung pada
pemilihan antibiotika yang dapat menembus sawar darah otak, bakteri
penyebab serta perubahan dari sumber dasar infeksi. Bakteriologikal dan
respon gejala klinis kemungkinan akan menjadi lambat, dan pengobatan akan
dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah hasil kultur CSF akan menjadi
negatif.
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat
perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang
berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas
penatalaksanaan pengobatan meningitis meliputi: Pemberian antibiotic yang
mampu melewati barier darah otak ke ruang subarachnoid dalam konsentrasi
yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Baisanya
menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji
resistensi antibiotic agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan.
18
2. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
3. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3
bulan.
Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):
1. Sefalosporin generasi ketiga
2. Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
3. Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.
Pengobatan simtomatis:
1. Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6
mg/kgBB, atau fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital
5-7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari.
2. Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
3. Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan
untuk mengobati edema serebri.
4. Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
5. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian
tambahan volume cairan intravena
2) Kortikosteroid
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema
serebri, mengurangi tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat
menurunkan penetrasi antibiotika kedalam abses dan dapat memperlambat
pengkapsulan abses, oleh karena itu penggunaan secara rutin tidak dianjurkan.
Oleh karena itu kortikosteroid sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan
mengurangi efek masa atau edema pada herniasi yang mengancam dan
menimbukan defisit neurologik fokal. Label et al (1988) melakukan
penelitian pada 200 bayi dan anak yang menderita meningitis bakterial karena
H.Influenzae dan mendapat terapi deksamehtason 0,15 Mg/kgBB/x tiap enam
jam selama 4hari, 20 menit sebelum pemberian antibiotika. Ternyata pada
pemeriksaan 24jam kemudian didapatkan penurunan tekanan CSF,
peningkatan kadar glukosa CSF dan penurunan kadar protein CSF. Yang
mengesankan dari penelitian ini bahwa gejala sisa berupa gangguan
pendengaran pada kelompok yang mendapatkan deksamethason adalah lebih
19
rendah dibandingkan kontrol. Tunkel dan Scheld (1995), menganjurkan
pemberian deksamethason hanya pda penderita dengan resiko tinggi, atau
pada penderita dengan status mental sangat terganggu, edema otak atau
tekanan intrakranial tinggi. Hal ini mengingat efek samping penggunaan
deksamethason yang cukup banyak seperti perdarahan traktus gastrointestinal,
penurunan fungsi imun selular sehingga menjadi peka terhadap patogen lain
dan mengurangi penetrasi antibiotika kedalam CSF.
3) Terapi Operatif
Penanganan vokal infeksi dengan tindakan operatif mastoidektomi.
Pendekatan mastoidektomi harus dapat menjamin eradekasi seluruh jaringan
patologik dimastoid. Maka sering diperlukan mastoidektomi radikal. Tujuan
operasi ini adalah untuk memaparkan dan mengeksplorasi seluruh jalan yang
mungkin digunakan oleh invasi bakteti.
Selain itu juga dapat dilakukan tindakan trombektomi, jugular vein
ligation,perisinual dan cerebellar abcess drainage yang diikuti antibiotika
broad spectrum dan obat-obatan yang mengurangi edema otak yang tentunya
akan memeberikan outcome yang baik pada penderita komplikasi intrakranial
dari otitis media (Majalah Kedokteran Nusantara Vol.3.2006).
20
tanda kernig dan Brudzinsky positif, reflex fisiologis hiperaktif, petchiae
atau pruritus.
4. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : kaji adanya demam,
malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dangan
merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kernig dan
Brudzinsky positif.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Lumbal Pungsi:
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel
dan protein, cairan serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan TIK.
2. Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit
dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap
beberapa jenis bakteri.
3. Glukosa & dan LDH : meningkat.
4. LED/ESRD: meningkat.
5. CT Scan/MRI: melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom,
hemoragik.
6. Rontgent kepala: mengindikasikan infeksi intrakranial.
7. Kultur Darah dan Kultur Swab Hidung dan Tenggorokan
C. Diagnosa Keperawatan
21
D. Intervensi Keperawatan
N Diagnosis Kep. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
o (NOC) (NIC)
1 Ketidakseimban Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC :
. gan nutrisi selama …x… jam, diharapkan Monitor nutrisi
kurang dari kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi. 1. Timbang berat badan pasien
kebutuhan b/d NOC : 2. Monitor turgor kulit
penurunan Status nutrisi : asupan nutrisi 3. Monitor diet dan asupan kalori
intake nutrisi Kriteria hasil : 4. Diskusikan makanan yang disukai oleh pasien
1. Asupan makanan secara oral 5. Evaluasi kemampuan menelan
2. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi 6. Sajikan makanan dalam bentuk hangat
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
2 Ansietas b/d Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC :
. krisis situasi,selama …x… jam, diharapkan Pengajaran : proses penyakit
ancaman kecemasan pasien menghilang 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses
kematian NOC : penyakit
Pengetahuan : Manajemen Kanker 2. Jelaskan patofisiologi penyakit
Kriteria Hasil : 3. Review keadaan pasien mengenai penyakitnya
1. Pasien mengetahui tes dan prosedur 4. Jelaskan tanda gejala dari penyakit pasien
yang akan dijalani 5. Jelaskan efek samping dari pemberian obat
2. Pasien mengetahui efek samping 6. Beri informasi kepada keluarga/orang yang penting bagi
obat pasien mengenai perkembangan keadaan pasien
3. Mengetahui perjalanan penyakit 7. Sarankan keluarga agar selalu memberi dukungan kepada
4. Mengetahui penyebab kanker pasien
3 Resiko Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC
. gangguan selama …x… jam, diharapkan Risiko Pengaturan dan pencegahan komplikasi dari perubahan cairan
perfusi jaringan kerusakan perfusi jaringan serebral dan/atau elektrolit
serebral tidak terjadi 1. Pantau adanya tanda dan gejala overhidrasi yang memburuk
dibuktikan NOC atau dehidrasi (misalnya., ronki basah di lapangan paru
dengan suplai Kriteria Hasil : terdengar, poliuria atau oliguria, perubahan perilaku,
darah otak 1. Perfusi jaringan adekuat kejang, saliva berbusa dan kental, mata cekung atau edema,
menurun 2. Kesadaran kompos mentis napas dangkal dan cepat)
2. Berikan cairan yang sesuai
3. Tirah baring dengan posisi kepala datar
4. Bantu aktivitas harian pasien
5. Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat
Kolaborasi :
1.Berikan cairan IVFD
2.Berikan asupan cairan melalui NGT
3.Berikan O2
4.Berikan obat
22
4 Risiko tinggi Setelah dilakukan intervensi NIC : Pemberdayaan manajemen keselamatan
. trauma keperawatan selama … x 24 jam risiko 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk klien
dibuktikan injuri tidak menjadi aktual. 2. Idenrifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan
dengan kejang kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat
umum, NOC : penyakit terdahulu pasien
kelemahan, Pengetahuan : Keselamatan diri 3. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
penurunan Perilaku keselamatan : pencegahan 4. Memasang slide rile tempat tidur
kesadaran jatuh 5. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
6. Membatasi pengunjung
Kriteria hasil : 7. Berikan penerangan yang cukup
1. Pasien terbebas dari trauma fisik 8. Menganjurkan keluarga untuk memahami kondisi pasien
2. Lingkungan rumah aman 9. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
3. Perilaku pencegahan jatuh
4. Dapat mendeteksi resiko
23
dengan Kriteria Hasil : 4. Terapi latihan: ambulansi, pererakan sendi, kontrol otot
kerusakan 1. Outcome untuk mengukur 5. Manajemen pengobatan
neuromuskular penyelesaian dari diagnosa 6. Menajemen nyeri
Hambatan aktifitas 7. Manajemen berat badan
2. Outcome tambahan untuk
mengukur batasan karateristik
- Tingkat ketidaknyamanan
- Peraatan diri: aktifitas sehari-
hari
3. Otcome yangberkaitan dengan
faktor yang berhubungan atau
otucome menengah
- Ambulansi
- Ambulansi: kursi roda
- rilaku patuh: aktifitas yang
disarankan
- Konsekuensi imobilitas:
fisiologi
- Pergerakan
- Kebugaran fisik
E. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan sesuai dengan intervensi yang sudah ditetapkan (sesuai
dengan literature).
F. Evaluasi
Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan
berfokus pada criteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan
pedoman pembuatan SOAP, atau SOAPIE pada masalah yang tidak
terselesaikan atau teratasi sebagian.
24
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.D DENGAN PENYAKIT
MENINGITIS
A. Kasus
Tn.D (30) datang ke RS. Respati diantar keluarga dengan keluhan sakit
kepala (pada bagian frontal), kaku leher dan demam tinggi sejak satu minggu
yang lalu .Istri klien mengatakan bahwa klien sering mengalami kejang-
kejang kurang lebih 30 detik. Istri klien juga mengatakan suaminya juga
sering mengeluh sulit tidur ketika hendak tidur. Hal ini membuat klien
terlihat lemah dan juga lemas .
Dari hasil pemeriksaan fisik terdapat tanda krenik (+), tanda brudnizki
(+). Ekstrimitas teraba dingin dan terdapat benjolan pada leher bagian dextra
TD: 150/80 S: 37,90C , N : 60x/mnt RR: 28x/mnt. Pada hasil CT scan
menunjukan terdapat edema kepala pada bagian parietal. Setelah dilakukan
pemeriksaan darah lengkap dan juga lumbal pungsi, dokter menyatakan
bahwa pasien mengalami Meningitis
Terapi yang diberikan pasien dirumah sakit antara lain:
- Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis,
- Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam,
- Parasetamol 10 mg/kgBB/dosis.
- Oksigen 5 liter (canul nasal)
- RL 500 ml (20tpm)
B. Pengkajian
A. Pengkajian Keperawatan
Nama Perawat : Perawat C
1. Biodata
a. Pasien
25
Nama : Tn.D
Umur : 30 tahun
Pendidikan : S1
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Klodokan, Yogyakarta
Tanggal Masuk RS : 20 November 2015
Jam MRS : 09.00 WIB
Diagnosa Medis : Meningitis
b. Penanggung
Nama : Ny. W
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Alamat : Klodokan, Yogyakarta
Hubungan dengan : Istri klien
2. Keluhan Utama :
Tn.D mengatakan merasa nyeri dibagian kepala
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Penyakit Sekarang:
Klien mengatakan bahwa sudah satu minggu mengalami nyeri
dibagian kepala, selain itu juga terasa kaku dibagian leher klien.
Klien juga sudah demam selama satu minggu. Sebelumnya klien
sudah minum obat untuk menurunkan demamnya tapi demamnya
tidak mau turun. Suhu klien saat diperiksa 38.90C. istri klien juga
mengatakan bahwa klien sering mengeluh sulit tidur karena nyeri
yang sering ia rasakan. Istri klien mengatakan bahwa di bagian leher
kiri klien terdapat benjolan yang sudah lama (± 1 bulan) awalnya
klien merasa biasa saja dengan benjolannya, namun lama kelamaan
26
klien merasa risih dengan benjolannya. Dari ahri ke hari menjolan
tersebut semankin membesar. Ukuran benjolan ± 4 cm . akhirnya
klien dibawa ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan. Klien
masuk di bangsal Melati dan mendapat terapi RL 500 ml (20 tpm)
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Istri klien mengatakan bahwa sewaktu berumur 28 tahun, klien
pernah mengalami Herpes Zoster selama satu minggu , dan sempat
dirawat di rumah sakit. Namun penyakitnya sudah sembuh
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Istri klien mengatakan bahwa di anggota keluarganya tidak ada yang
mengalami hal seperti Tn.D
4. Genogram
Keterangan :
27
Pria wanita Pasien yang teridentifikasi Meninggal
28
c. Pola Eliminasi
Bowel : Nn.H mengatakan bahwa sebelum sakit BAB-nya lancar, ±
1 kali sehari. Nn.H juga mengatakan tidak mengalami masalah saat
BAB seperti diare maupun konstipasi. Namun sejak sakit klien
mengatakan agak sulit BAB dan kadang sampai 2 hari sekali BAB
Eliminasi Urin : Sebelum sakit, klien mengatakan tidak mengalami
masalah pada saat BAK. Nn.H mengatakan ia BAK ± 4-5 kali dalam
sehari. Selama di rumah sakit klien juga tidak mengeluhkan mengenai
masalah BAK. Pada saat dikaji pasien terpasang kateter
d. Pola Aktivitas dan latihan : Sebelum sakit Tn.D mengatakan untuk
aktivitasnya dapat dilakukan dengan baik dan secara mandiri namun
sejak ia masuk rumah sakit aktivitasnya dibantu oleh keluarga karena
tubuh klien yang lemas. Pada saat dikaji pasien terlihat malaise
Tabel : Aktivitas klien selama di rumah sakit
No Jenis Aktivitas 0 1 2 3 4
1 Makan
2 Minum
4 Toileting
5 Berpakaian
6 Berpindah
Keterangan :
0 : Dilakukan secara mandiri
1: Dilakukan dengan bantuan alat
2: dilakukan dengan bantuan keluarga
3: Dilakukan dengan bantu alat dan keluarga
4: Total ketergantungan
Oksigenasi : Klien mengatakan tidak ada masalah berkaitan dengan
pernapasan namun sejak sakit klien terkadang sesak napas jika
melakukan aktivitas berat seperti berlari atau menaiki tangga. RR klien
29
meningkat pada saat dikaji (28x/mnt). Klien terpasang oksigen 5 liter
menggunakan canul nasal
e. Pola persepsi kognitif : Keluarga mengatakan pasien mengalami
masalah nyeri dan pusing kepala, dan tidak mengalami masalah
lainnya. Saat diberikan pertanyaan mengenai nama, pasien langsung
menjawab dengan spontan dan mengatakan ingin cepat sembuh dari
sakitnya. Di rumah sakit Keluarga mengatakan pasien lebih sering
mengatakan kepalanya nyeri
f. Pola Tidur dan Istirahat : Sebelum sakit Tn.D mengatakan bahwa ia
biasanya tidur siang ± 30 menit – 1 jam , sementara untuk istirahat
malam ± 5-6 jam. Nn.H mengatakan tidak ada gangguan ketika
hendak istirahat. Namun sejak dirawat di rumah sakit ia mengatakan
sulit tidur karena merasa nyeri, sehingga pada siang hari pasien terlihat
lemas. Keluarga klien mengatakan suaminya sulit tidur ketika hendak
tidur. Konjungtiva pucat. Kenyamanan dan Nyeri: Klien mengatatakan
bahwa mengalami nyeri di bagian kepala (frontalis)
P : Nn.H mengatakan nyerinya muncul sejak ia
Q : Kualitas nyeri klien tajam seperti ditusuk tusuk
R : Nyeri dirasakan di area kepala bagian frontalis
S : Skala nyeri 8 (antara 1-10)
T : Nyeri muncul secara tiba-tiba dengan durasi ± 30 detik
g. Pola konsep diri dan persepsi diri : Sebelum MRS Keluarga
mengatakan pasien sebelum MRS tampak ceria dan aktif bermain
bersama teman-temannya. Saat MRS Keluarga mengatakan pasien
lebih sering diam menyendiri dan hanya berkomunikasi jika perlu.
h. Pola peran dan hubungan : Sebelum MRS Keluarga mengatakan tidak
mengalami masalah saat merawat pasien dirumah. Saat MRS Keluarga
pasien mengatakan tidak mengalami masalah dalam melaksanakan
perannya sebagai orangtua pasien. Saat ini istri dan anak pasien selalu
mendampingi pasien selama masa perawatan di RS
i. Pola reproduktif dan seksual Sebelum MRS Keluarga mengatakan
tidak ada masalah di alat reproduksi pasien.Pasien dapat BAK secara
30
normal dan alat genetalia di bersihkan setiap hari. Saat MRS Keluarga
mengatakan tidak ada masalah di alat reproduksi pasien. Pasien dapat
BAK secara normal dan alat genetalia di bersihkan setiap hari
j. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi : Sebelum MRS Keluarga
mengatakn pasien biasa dirawat dirumah. Saat MRS Keluarga
mengatakan pasien selalu ingin pulang kerumah.
k. Pola Keyakinan dan Nilai : Sebelum MRS Keluarga mengatakan
selalu berdoa dan melkukan persembahyangan menuru keyakinan
untuk proses kesembuhan pasien. Saat MRS Keluarga mengatakan
selalu mengimbangi proses perawatan medis di Rumah Sakit dengan
berdoa untuk proses penyembuhan.
6. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum :
Kesadaran : Apatis
GCS : E= 3 V= 5 M= 6 (Total 14 )
Vital Sign : TD : 150/80 mmHg
Nadi : Frekuensi : 60 x/mnt
Irama : Reguler
Kekuatan : lemah
Respirasi : Frekuensi : 28 x/mnt
Irama : Irreguler
Suhu : 38,90 C
2) Kepala :
Kulit kepala : Bentuk kepala mesosepalus, terdapat pembengkakan di
daerah parietal
Rambut : Warna rambut hitam merata, rambut sedikit rontok
31
Mulut : Keadaan mulut bersih, tidak ada karies gigi ataupun gigi
yang tanggal
Telinga : Simetris, tidak ada serumen dan luka
Keterangan :
32
1. Gerakan pasien terbatas dan hanya bisa melakukan gerakan kontraksi
seperti menggerakan jari
2. Gerakan pasien hanya dapat mengeser tangan ke kanan da ke kiri, namun
tidak dapat melakukan gerakan grafitasi
3. Pasien hanya dapat melakukan gerakan grafitasi
4. Pasien dapat melakukan gerakan grafitasi namun bila diberikan tekanan
kekuatan pasien terasa lemah
5. Kekuatan pasien sama dengan kekuatan pemeriksa
Hematokrit L 35 % 36-47% N
33
Eusinofil 250 % 1–4 N
Netrofil 67,50 % 50 – 70 N
Limfosit L 36,17 % 22 – 40 N
b) Terapi medis
34
jam
Ibuprofen 400 mg/6 j Mengurangi rasa nyeri
atau kram akibat
menstruasi
35
B. ANALISA DATA
Nama klien : Tn.D No. Register :274793
12.00 WIB
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d proses inflamasi selaput serebral dibuktikan dengan klien
mengatakan terasa nyeri di bagian kepalanya yang sudah ia rasakan selama dua
minggu, nyeri klien tajam seperti ditusuk , Nyeri dirasakan di area kepala bagian
frontalis, Skala nyeri 8 (antara 1-10), Nyeri muncul secara tiba-tiba dengan
36
durasi ± 30 detik, klien tampak menahan nyeri . pada saat berbiacar klien sering
menutup mata untuk mengurangi nyeri, tanda krenik (+)
2. Hipertermi b.d proses infeksi dibuktikan dengan pasien mengatakan suhu badan
terasa panas demam 1 minggu yang lalu, Suhu 38,9 0c, kulit terlihat kemerahan
dan terasa panas naat dipalpasi
3. Resiko ketidakefektifan perfusi serebral dibuktikan dengan Pasien mengatakan
kaku pada bagian leher, pemeriksaan CT scen terdapat edema di kepala
(pariental), Tanda Brudzinski (+)
37
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Klien : Tn.D No RM : 274793
Umur : 30 thn Diagnosa Medis : Meningitis
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Kajian nyeri secara kompehrensif termasuk 1. Nyeri merupakan penglaman subjektif
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, yang harus dijelaskan oleh pasien.
dengan inflamasi level nyeri klien menurun kualitas dan faktor presipitasi Identifikasi karakteristik nyeri dan
selaput serebral dengan kriteria hasil: 2. Obserfasi reaksi nonverbal dari faktor yang berhubungan merupakan
ketidaknyamanan suatu hal yang sangat penting untuk
1. Pasien dapat mengontrol
3. Kontrol lingkungan yang dapat memilih intervensi yang cocok bagi
nyerinya
mempengaruhi nyeri seperti suhu pasien.
2. Pasien mampu menerapkan
ruangan,pencahayaan dan kebisingan. 2. Merupakan indikator atau derajat nyeri
teknik relaksasi secara mandiri
4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi yang tidak langsung dialami.
3. Non verbal klien tidak
untuk mereduksi nyeri seperti menggunakan 3. Lingkungan yang tidak kondisuf hanya
menunjukan adanya nyeri
teknik napas dalam atau guided imaginary akan memperparah rasa nyeri klien
4. Skala nyeri klien berkurang
5. Lakukan kompres dingin di bagian yang 4. Pasien dapan menggunakannya untuk
dari 8 ke 5
mengalami nyeri menurunkan rasa nyeri secara mandiri
Level: Pain Control 6. Kolaborasi dengan tim medis dalam 5. Kompres dingin dapat mereduksi nyeri
pemberian obat analgetik (ibuprofen) 6. Jenis obat analgetik dapat menurunkan
7. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri nyeri
38
Level: Pain Management 7. Salah satu indikator mengetahui sejauh
mana keefektifan kontrol nyeri
2 Hipertermia b.d Setelah di lakukan tindakan 1. Monitor suhu tubuh dan warna kulit klien 1. Memantau apakah ada terjadi
proses infeksi keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Kompres hangat pasien pada lipat paha dan peningkatan atau tidak
di harapkan Hipertermi pada aksila 2. Dengan kompres hangat dapat
pasien dari level 1 (tidak pernah) 3. Tingkatkan sirkulasi udara menggunkan membuka pori-pori sehingga terjadi
ke level 3 (kadang kadang) kipas angin evaporasi
dengan kriteria hasil : 4. Anjurkan klien untuk minum banyak air 3. Sirkulasi yang baik membantu
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam menurunkan demam klien
1. Suhu tubuh dalam rentang
pemberian obat antipiretik (paracetamol) 4. Mencegah dehidrasi
normal (36,50C – 37,50C)
Level: Fever Treatment 5. Paracetamol dapat menurunkan deman
2. Nadi RR dalam rentang
normal
3. Warna kulit tidak kemerahan
4. Kulit tidak terasa hangat
Level: Thermoregulation
3 Resiko ketidak Setelah di lakukan tindakan 1. Monitor TTV klien 1. Memantau keadaan klien
evektifan perfusi keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Monitor status neurologi klien menggunakan 2. Tindakan keperawatan yang diberikan
jaringan di harapkan peredaran darah GCS disesuaikan dengan tingkat kesadaran
pasien dari level 1 (tidak pernah) 3. Hindari gerakan fleksi maupun hiperekstensi klien
ke level 4 (sering) dengan pada daerah leher 3. Perubahan kepala pada satu sisi dapat
4. Berikan edukasi kepada keluarga dan pasien menimbulkan penekanan pada vena
39
kriteria hasil : untuk memantau adanya suhu yang ekstrim jugularis sehingga dapat menghambat
pada daerah ekstremitas (dingin) aliran darah ke otak
1. Tekanan systole dan diastole
5. Berikan oksigen sesuai kondisi pasien 4. Suhu yang ekstrim mengindikasikan
dalam rentang normal
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam terjadinya kurang suplai oksigen yang
2. Nadi dalam rentang normal
pemberian obat sedasi (Diazepam) parah
3. Tidak ada
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam 5. Dapat menurunkan hipoksia otak
ortostatikhipertensi
pemberian obat osmotik diuretik 6. Obat sedasi merupakan jenis obat
4. Tidak ada tanda tanda
8. Kolaborasi dengan tim medis dalam penenang
peningkatan tekanan
pemberian obat steroid (dexametasone,) 7. Menarik air dari sel-sel otak sehingga
intrakranial
dapat menurunkan edema otak
Level: Tissue prefusion
Level: Menurunkan inflamasi dan juga edema
cerebral
- Cereberal Perfusion Promotion di otak
Cereberal Edema Management 8.
40
E. CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
Hari ke 1
1 Sabtu 07.00 1. Mengkajian nyeri secara kompehrensif termasuk Jam : 14.00 Hana
lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas dan faktor
21 Nov S: klien mengatakan masih terasa
presipitasi
nyeri di kepalanya.
2015 P : Nn.H mengatakan nyerinya mun. Nyeri bertamcul
sejak ia mengalami meningitis nyeri bertambah O: klien masih terlihat menahan nyeri
jika ia terlalu menggerakan kepalanya
A: Masalah keperawatan klien
Q : Kualitas nyeri klien tajam seperti ditusuk tusuk
berhubungan dengan nyeri belum
R : Nyeri dirasakan di area kepala bagian frontalis
teratasi
S : Skala nyeri 8 (antara 1-10)
41
07.20 DS: - termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
DO: klien terlihat menahan nyerinya
2. Obserfasi reaksi nonverbal dari
3. Mengajarkan tentang teknik non farmakologi untuk
ketidaknyamanan
mereduksi nyeri seperti menggunakan teknik napas 3. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
dalam atau guided imaginary untuk mereduksi nyeri seperti
DS: klien mengatakan paham dengan teknik yang menggunakan teknik napas dalam atau
guided imaginary
08.00 diajarkan
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam
DO: klien mampu melakukannya secara mandiri pemberian obat analgetik
4. Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi 5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan.
09.00
DS: -
DO:- lingkungannya lebih tenang
5. Melakukan kompres dingin di bagian yang mengalami
nyeri
42
meskipun tidak langsung menurunkan secara signifikan
DO:-
2 Sabtu 06.00 1. Memonitor suhu tubuh dan warna kulit klien Jam : 14.00 Hana
DS: -
21 Nov S: istri klien mengatakan bahwa suhu
DO: suhu tubuh 38,50C, kulit kemerahan dan teraba
tubuh suaminya masih panas
2015 hangat
2. Melakukan kompres hangat pasien pada lipat paha O: kulit terasa hangat, suhu: 38,50C
09.15
dan aksila
A: Masalah keperawatan klien
DS:klien mengatakan merasa sedikit nyaman
berhubungan dengan demam
DO: klien terlihat nyaman
09.20 belum teratasi
3. Meningkatkan sirkulasi udara menggunkan kipas
angin P: Intervensi dilanjutkan :
DS: klien mengatakan tidak suka menggunakan kipas
1. Monitor suhu tubuh dan warna kulit
angin
klien
09.20 DO: kipas angin tidak digunakan 2. Kompres hangat pasien pada lipat paha
4. Menganjurkan klien untuk minum banyak air dan aksila
43
3 Sabtu 06.00 1. Memonitor TTV klien Jam: 14.00 Hana
DS: -
21 Nov S: Klien mengatakan masih terasa
DO: TD: 150/80, N: 60x/mnt, S: 38,50C, RR: 28x/mnt
kaku kuduk di bagian leher.
2015 06.05 2. Memonitor status neurologi klien menggunakan GCS
DS: istri klien mengatakan suaminya terlihat lemah O:
DO: E: 3 V:5 M: 6 (total 14 =apatis)
- Kesadaran klien apatis,
06.05 3. Mengindari gerakan fleksi maupun hiperekstensi pada
- Vital sign: TD: 150/80, N:
daerah leher
60x/mnt, S: 38,50C, RR: 28x/mnt,
DS:-
- Tanda krenik (+)
07.00 DO: posisi kepala klien lurus
- Mendapat terapi 5 liter
4. Memberikan edukasi kepada keluarga dan pasien untuk
- Hasil CT Scan menunjukan
memantau adanya suhu yang ekstrim pada daerah
adanya edema pada kepala
ekstremitas (dingin)
(pariental)
DS: keluarga dan pasien mengatakan mereka
memahami yang dijelaskan perawat A:Masalah keperawatan klien
DO: saat diberikan edukasi semuanya terlihat berhubungan dengan belum teratasi
memperhatikan
09.00 P: intervensi dilanjutkan :
5. Memberikan oksigen sesuai kondisi pasien
DS:- 1. Monitor TTV klien
DO: diberikan oksigen 5 liter dengan kanul nasal 2. Monitor status neurologi klien
44
pemberian obat sedasi (Diazepan) hiperekstensi pada daerah leher
4. Berikan oksigen sesuai kondisi pasien
DS: keluarga klien menanyakan apa fungsi obat
12.00 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam
DO: klien meminum obat
pemberian obat sedasi
7. Melaukan kolaborasi dengan tim medis dalam 6. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat osmotik diuretik pemberian obat osmotik diuretik
2 Minggu 08.00 1. Mengkajian nyeri secara kompehrensif termasuk Jam : 14.00 Hana
lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas dan faktor
22 Nov S: klien mengatakan masih terasa
presipitasi
nyeri di kepalanya. Istri klien
2015 P : Nn.H mengatakan nyerinya muncul ketika ia terlalu
mengatakan suaminya sulit tidur
banyak menggerakan kepalanya
pada malam hari
Q : Kualitas nyeri klien tumpt
R : Nyeri dirasakan di area kepala bagian frontalis O: skala nyeri 6, klien masih terlihat
S : Skala nyeri 6 (antara 1-10)
45
T : Nyeri muncul secara tiba-tiba dengan durasi ± 15 menahan nyeri
detik
08.05 A: Masalah keperawatan klien
2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
berhubungan dengan nyeri teratasi
DS: -
sebagian
DO: klien terlihat memegang kepalanya saat berbicara
08.05
3. Mengajarkan tentang teknik non farmakologi untuk P: intervensi dilanjutkan
mereduksi nyeri seperti menggunakan teknik napas
1. Kajian nyeri secara kompehrensif
dalam atau guided imaginary
termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
DS: klien mengatakan paham dengan teknik yang frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
diajarkan 2. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat analgetik
DO: klien mampu melakukannya secara mandiri
10.00 3. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
4. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat analgetik (ibuprofen)
DS:-
14.00 DO: Klien minum obat
5. Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri
DS: klien mengatakan kontrol nyeri ini berguna jika
klien mengalami nyeri lagi
DO:-
2 Minggu 06.00 1. Memonitor suhu tubuh dan warna kulit klien Jam : 14.00 Hana
DS: -
22 Nov S: istri klien mengatakan bahwa suhu
DO: suhu tubuh 37,80C, kulit klien tidak terlihat
merah dan teraba seperti suhu normal
46
2015 09.00 2. Melakukan kompres hangat pasien pada lipat paha dan tubuh sudah mulai menurun
aksila
O:, suhu: 37,80C ,kulit klien tidak
DS:klien mengatakan merasa sedikit nyaman
kemerahan dan tidak terasa hangat
09.00 DO: klien terlihat nyaman
lagi
3. Menganjurkan klien untuk minum banyak air
DS:- A: Masalah keperawatan klien
10.00 DO: klien minum air 1 gelas berhubungan dengan demam
4. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam eratasi sebagian
pemberian obat antipiretik (paracetamol)
P: Intervensi dilanjutkan :
DS: -
DO: klien minum obat 1. Monitor suhu tubuh dan warna kulit
klien
2. Anjurkan klien untuk minum banyak air
47
09.00 DO: posisi kepala klien lurus - Vital sign: TD: 150/80, N:
4. Memberikan oksigen sesuai kondisi pasien 70x/mnt, S: 37,80C, RR: 25x/mnt
DS:- - Tanda krenik (+)
12.00 DO: diberikan oksigen 5 liter dengan kanul nasal - Mendapat terapi 5 liter
5. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam - Hasil CT Scan menunjukan
pemberian obat sedasi adanya edema pada kepala sudah
DS: - agak berkurang
DO: klien meminum obat
12.00 A:Masalah keperawatan klien
6. Melaukan kolaborasi dengan tim medis dalam
berhubungan dengan teratasi
pemberian obat osmotik diuretik
sebagian
DS: -
12.00
DO: klien meminun obatnya P: intervensi dilanjutkan :
7. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam
1. Monitor TTV klien
pemberian obat steroid (dexametasone)
2. Berikan oksigen sesuai kondisi pasien
DS: - 3. Kolaborasi dengan tim medis dalam
DO: klien minum obat pemberian obat osmotik diuretik
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat steroid (dexametasone)
Hari ke-3
48
2015 P : Nn.H mengatakan nyerinya muncul ketika ia terlalu malam hari klien bisa tidur
banyak menggerakan kepalanya dengan baik
Q : Kualitas nyeri klien tumpt
O: skala nyeri 5,
R : Nyeri dirasakan di area kepala bagian frontalis
S : Skala nyeri 5 (antara 1-10) A: Masalah keperawatan klien
12.00
T : Nyeri muncul tiba-tiba dengan durasi ± 15 detik berhubungan dengan nyeri teratasi
2. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam sebagian
pemberian obat analgetik (ibuprofen)
P: intervensi dilanjutkan
DS:-
14.00 DO: Klien minum obat 1. Kajian nyeri secara kompehrensif
2 Senin 06.00 1. Memonitor suhu tubuh dan warna kulit klien Sen mengatakan bahwa suhu tubuh
DS: - sudah mulai menurun
23 Nov
DO: suhu tubuh 36,50C, kulit klien tidak terlihat
O:, suhu: 36,50C
2015 merah dan teraba seperti suhu normal
2. Menganjurkan klien untuk minum banyak air A: Masalah keperawatan klien
09.00
DS:- berhubungan dengan demam
DO: klien minum air 1 gelas eratasi sebagian
P: Intervensi dihentikan
49
3 Senin 06.00 1. Memonitor TTV klien Jam 14.00 Hana
DS: -
23 Nov S: Klien mengatakan kaku kuduk di
DO: TD: 130/80, N: 85x/mnt, S: 36,50C, RR: 21x/mnt
bagian leher sudah agak
2015 06.05 2. Memonitor status neurologi klien menggunakan GCS
berkurang,
DS: -
DO: E: 4 V:5 M: 6 (total 15 =CM) O:
09.00 3. Memberikan oksigen sesuai kondisi pasien
- Kesadaran klien CM
DS:-
- Vital sign: TD: 130/80, N:
DO: diberikan oksigen 5 liter dengan kanul nasal
85x/mnt, S: 36,50C, RR: 21x/mnt
12.00 4. Melaukan kolaborasi dengan tim medis dalam
- Tanda krenik (-)
pemberian obat osmotik diuretik
- Mendapat terapi 5 liter
DS: -
- Hasil CT Scan menunjukan masih
DO: klien meminun obatnya
terdapat edema pada kepala sudah
5. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam
12.00 agak berkurang
pemberian obat steroid (dexametasone)
DS: - A:Masalah keperawatan klien
DO: klien minum obat berhubungan dengan teratasi
sebagian
P: intervensi dilanjutkan :
50
3. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat steroid
(dexametasone)
51
BAB IV
Penutup
A. Kesimpulan
Meningitis merupakan inflamasi pada selaput otak yang mengenai lapisan
piameter dan ruang subarakhnoid maupun arakhnoid, dan termasuk cairan serebrospinal
(CSS) yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Pada penderita Meningitis biasanya di
jumpai Keluhan pertama yaitu nyeri kepala.rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk
dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya
otot – otot ekstensor tenkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus yaitu tengkuk kaku dalam
sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi, Kesadaran menurun,
tanda kernig dan brudzinsky positif . Untuk penanganan penderita menginitis dapat
diberikan terapi medis yaitu pemberian obat antibiotik dan kortekosteroid. Selain itu
dapat juga dilakukan terapi operatif yaitu tindakan operatif mastoidektomi,
trombektomi, jugular vein ligation, perisinual dan cerebellar abcess drainage.
B. Saran
1. Bagi pasien
Pada pasien yang sudah merasakan adanya tanda dan gejala yang timbul pada pasien,
sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan secepatnya di rumah sakit agar secepatnya
mendapatkan penanganan secara dini untuk mencegah terjadinya kompllikasi yang
lebih lanjut.
2. Bagi perawat
Pada perawat yang menangani pasien meningitis di harapkan dapat memberikan
penkes terhadap pasien, tanda dan gejala meningitis, tujuannya agar pasien bisa
secepatnya dapat melakukan tindakan pencegahan terkait penyakit meningitis.
3. Bagi rumah sakit
Disarankan untuk rumah sakit dan tempat pelayanan kesehatan lainnya dapat
meningkatkan sarana dan fasilitas tenaga kesehatan yang memadai, serta
menampung dan memberikan pelayanan kesehatan yang kooperatif dan profesional,
tujuannya adalah untuk mengurangi penderita meningitis di Indonesia, serta dapat
bersaing dengan tenaga kesehatan yang ada dimanca negara.
52
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L, 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2001. Buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Moorhead,Sue.dkk.2004.Nurshing Outcomes Classificatioon (NOC).United States of
America:Mosby
53