Anda di halaman 1dari 12

Modul Hukum Bisnis Hukum

PERTEMUAN 5 :

HUKUM ASURANSI

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan tentang Hukum Asuransi: Pengertian Asuransi,
Pengaturan Asuransi, Prinsip Dasar Asuransi, Jenis-Jenis Asuransi,
Perjanjian Asurans... Anda harus mampu:
1.1 Memahami dan menjelaskan Pengertian Asuransi.
1.2 Memahami dan menjelaskan Pengaturan Asuransi.
1.3 Memahami dan menjelaskan Prinsip Dasar Asuransi.
1.4 Memahami dan menjelaskan Jenis-Jenis Asuransi.
1.5 Memahami dan menjelaskan Perjanjian Asuransi.

B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
Pengertian Asuransi.

“Menurut bahasa, asuransi adalah pertanggungan (perjanjian antara


dua pihak, pihak yang satu membayar iuran dan pihak yang lain
berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran,
apabila terjadi sesuatu menimpa dirinya atau barang miliknya).1 Sedangkan
menurut istilah, asuransi adalah jaminan atau pertanggungan yang diberikan
oleh penanggung kepada yang ditanggung untuk resiko kerugian
sebagaimana diterapkan dalam polis (surat perjanjian) bila terjadi
kebakaran, kecurian, kerusakan, kematian atau kecelakaan lainnya dengan
pertanggungan membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada
penanggung tiap bulan”.2
“Menurut Abbas Salim asuransi adalah suatu kemauan untuk
menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai
pengganti (subsitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti. Asuransi
bertujuan untuk memindahkan resiko individu kepada perusahaan asuransi.
Tujuan pertanggungan terutama untuk mengurangi resiko-resiko yang kita
temui dalam masyarakat”.3
“Dessy Anwar dalam kamusnya mendefinisikan asuransi adalah
pertanggungan, perjanjian pihak yang satu akan membayar kepada pihak
yang lain, ganti rugi terlaksana bila terjadi kecelakaan, kebakaran, kematian,

1
Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA, Masail Fiqhiyah, Kajian Hukum Isla Kontemporer,
(Bandung: Angkasa, 2005), hlm. 13.
2
Ibid
3
Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Resiko, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), hlm. 1

S1 Prodi Hukum Fakultas Hukum


Universitas Pamulang 72
Modul Hukum Bisnis Hukum

dan sebagainya”.4
“Menurut Pasal 246 Wetboek Van Koophandel (Kitab Undang-
Undang Perniagaan) bahwa “yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu
persetujuan dimana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang
dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian,
yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu
peristiwa yang belum jelas akan terjadi.5 Menurut Fuad Mohd. Fachruddin
yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu perjanjian-peruntungan.
Sebelumnya beliau menjelaskan definisi asuransi menurut Kitab Undang-
Undang Perniagaan Pasal 246.6”
Sedangkan “menurut Undang-undang nomor 2 tahun 1992, asuransi
atau pertanggungan didefinisikan sebagai perjanjian antara dua pihak atau
lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung,
dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
di harapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
di derita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang di dasarkan atas meninggal atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.6
“Menurut Mustafa Ahmad Zarqa, makna asuransi secara istilah
adalah “kejadian”. Adapun “metodologi dan gambarannya dapat berbeda-
beda, namun pada intinya, asuransi adalah cara atau metode untuk
memelihara manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang
beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan
hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya”.7
Pada definisi di atas, “dalam kaitannya dengan asuransi jiwa, nyata
adanya suatu pembayaran yang di dasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang. Ini tidak berarti yang di asuransikan itu adalah jiwa atau
nyawanya, seolah-olah ada pertaruhan untuk mencari keuntungan antara
hidup dan mati. Kematian tidak dapat di prediksi kapan datangnya dan di
mana ia datang. Jiwa atau nyawa tidak dapat di bayar dengan nominal uang,
berapa pun besarnya. Namun kematian adalah suatu kepastian yang akan
terjadi pada setiap orang dan pasti membawa kerugian financial bagi ahli
waris yang ditinggalkan. Kerugian itu dapat di perkirakan dengan nominal
uang, walaupun bersifat relatif. Dalam konteks inilah asuransi dapat menjadi
alternatif untuk meminimalkan kerugian tersebut”.8
Menurut “Abdulkadir Muhammad”,9 berdasarkan “definisi tersebut dapat di
uraikan unsur-unsur asuransi atau pertanggungan sebagai berikut:
1) Unsur pihak-pihak

4
Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Abditama, 2001), Cet. Ke-1,
hlm. 65.
5
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), hlm. 307.
6
Khoiril Anwar, Asuransi Syariah Halal & Manfaat, (Solo: Tiga Serangkai, 2007), hlm. 5- 6.
7
Ibid, hlm. 29.
8
Ibid, hlm. 6.
9
Abdulkadir Muhammad, Ibid, hlm. 8

S1 Prodi Hukum Fakultas Hukum


Universitas Pamulang 73
Modul Hukum Bisnis Hukum

Subjek asuransi adalah “pihak-pihak dalam asuransi, yaitu


penanggung dan tertanggung yang mengadakan perjanjian asuransi.
Penanggung dan tertanggung memiliki hak dan kewajiban. Penanggung
wajib memikul risiko yang dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh
pembayaran premi. Sedangkan tertanggung wajib membayar premi dan
berhak memperoleh perlindungan dan ganti rugi atas harta miliknya”.
2) Unsur status
Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum,
dapat berbentuk “Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan
(Persero) atau Koprasi. Tertanggung berstatus sebagai perseorangan,
persekutuan atau badan hukum yang sebagai pemilik atau pihak
berkepentingan atas harta benda yang diasuransikan”.
3) Unsur objek
Objek asuransi dapat berupa “benda, hak atau kepentingan yang
melekat pada benda dan sejumlah uang yang disebut sebagai premi”.
4) Unsur peristiwa
Peristiwa asuransi adalah “perbuatan hukum berupa persetujuan
atau kesepakatan bebas antara penanggung dan tertanggung mengenai
objek asuransi, peristiwa tidak pasti (evenemen) yang mengancam benda
asuransi dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi”.
5) Unsur hubungan asuransi
Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan
tertanggung adalah “keterikatan (legally bound) yang timbul karena
persetujuan atau kesepakatan bebas. Keterikatan tersebut berupa
kesediaan secara sukarela dari penanggung dan tertanggung untuk
memenuhi kewajiban dan hak masing-masing terhadap satu sama lain,
yang artinya sejak tercapainya kesepakatan asuransi tertanggung terikat
dan wajib membayar premi asuransi kepada penanggung dan sejak itu
pula penanggung menerima pengalihan risiko”.
Menurut “Abdulkadir Muhammad”,10 asuransi dapat diklarifikasikan
menurut berbagai kriteria yang dapat ditinjau dari segi ketentuan undang-
undang yang mengaturnya.
a. Menurut Sifat Perikatannya
1) Asuransi Sukarela
Asuransi sukarela adalah “asuransi secara bebas tanpa ada
paksaan yang dilakukan antara penanggung dan tergugat sesuai
dengan perjanjian secara sukarela. Contohnya asuransi kerugian
dan asuransi jiwa”.
2) Asuransi Wajib
Asuransi wajib adalah “asuransi yang ditentukan oleh
Pemerintah bagi warganya yang bersifat wajib dan ditentukan oleh
undang-undang, salah satunya adalah asuransi sosial”.
b. Menurut Jenis Risiko

10
Abdulkadir Muhammad, Ibid, hlm. 135

S1 Prodi Hukum Fakultas Hukum


Universitas Pamulang 74
Modul Hukum Bisnis Hukum

1). Asuransi risiko perseorangan (personal lines)


Asuransi risiko perseorangan adalah “asuransi yang bergerak
dibidang perlindungan terhadap individu, risiko pribadi dari ancaman
bahaya atau peristiwa tidak pasti misalnya rumah pribadi”.
2). Asuransi risiko usaha
Asuransi risiko usaha dalah “asuransi yang bergerak dibidang
perlindungan terhadap usaha dari ancaman bahaya atau peristiwa
tidak pasti berkaitan dengan risiko usaha yang mungkin dihadapi,
misalnya armada angkutan, gedung, pertokoan”.
c. Menurut Jenis Usaha
Berdasarkan “jenis usahanya asuransi dibedakan menjadi 4
(empat) macam seperti yang diatur dalam undang-undang asuransi,
yaitu”:
1) Asuransi Kerugian
Asuransi kerugian adalah “asuransi khusus yang bergerak di
bidang jasa perlindungan terhadap harta kekayaan dari ancaman
bahaya atau peristiwa tidak pasti, misalnya asuransi kebakaran,
asuransi tanggung gugat, asuransi pengangkutan barang, asuransi
kendaraan bermotor dan asuransi kredit”.
2) Asuransi Jiwa
Asuransi jiwa adalah “asuransi khusus yang bergerak di
bidang jasa perlindungan terhadap keselamatan jiwa seseorang dari
ancaman bahaya kematiann. Contohnya adalah asuransi
kecelakaan diri, asuransi jiwa berjangka, asuransi jiwa seumur
hidup”.
3) Reasuransi
Reasuransi adalah “asuransi kepada pihak ketiga atau
asuransi ulang, dikarenakan perusahaan asuransi kerugian atau
perusahaan asuransi jiwa tidak ingin menanggung risiko yang
terlalu berat”.
4) Asuransi Sosial
Asuransi sosial adalah “asuransi yang khusus bergerak di
bidang jasa perlindungan terhadap keselamatan jiwa dan raga
masyarakat umum dari ancaman bahaya kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja, penyakit, berkurangnya pendapatan karena
pensiun, berkurangnya kemampuan kerja karena usia lanjut”.

Tujuan Pembelajaran 1.2:


Pengaturan Asuransi.

A. Pengaturan Asuransi
a. Pengaturan dalam KUHD
Tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis asuransi.
(Abdulkadir Muhammad, 2006 : 18) Di dalam “KUHD pengaturan
mengenai asuransi dimuat dalam Buku I Bab dan 10 serta Buku II Bab 9
dan 10. Adapun ketentuan KUHD yang memuat pengaturan mengenai

S1 Prodi Hukum Fakultas Hukum


Universitas Pamulang 75
Modul Hukum Bisnis Hukum

asuransi adalah sebagai berikut:


a. Buku I Bab 9 mengatur tentang pertanggungan kerugian pada
umumnya.
b. Buku I Bab 10 yang terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Bagian pertama mengatur tentang pertanggungan terhadap
bahaya kebakaran.
2) Bagian kedua mengatur tentang pertanggungan terhadap bahaya
yang mengancam hasil-hasil pertanian yang belum dipanen.
3) Bagian ketiga mengatur tentang pertanggungan jiwa.
c. Buku II Bab 9 mengatur pertanggungan terhadap bahaya-bahaya laut
dan bahaya-bahaya perbudakan. Buku II Bab 9 ini terbagi lagi atas:
1) Bagian pertama mengatur tentang bentuk dan isi pertanggungan.
2) Bagian kedua mengatur tentang perkiraan dari barang-barang
yang dipertanggungkan.
3) Bagian ketiga mengatur tentang permulaan dan berakhirnya
bahaya.
4) Bagian keempat mengatur tentang hak-hak dan kewajiban-
kewajiban pihak penanggung dan tertanggung.
5) Bagian kelima mengatur tentang melepaskan hak milik atas
barang yang dipertanggungkan (abandon).
6) Bagian keenam mengatur tentang kewajiban-kewajiban dan hak-
hak makelar di dalam pertanggungan laut”.

B. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992


Jika KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan,
maka “Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
Lembaran Negara Nomor 13 Tahun 1992 tanggal 11 Pebruari 1992
mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administratif,
yang jika dilanggar mengakibatkan pengenaan sanksi pidana dan
administratif. Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha
perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan
perusahaan yang berlaku. Dari segi publik administratif artinya kepentingan
masyarakat dan negara tidak boleh dirugikan. Jika hal ini dilanggar, maka
pelanggaran tersebut diancam dengan sanksi pidana dan administrative
menurut Undang-Undang Perasuransian”.
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 diatur dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perasuransian Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 1992. (Abdulkadir
Muhammad, 2006 : 19). “Peraturan pemerintah tersebut telah mengalami tiga
kali perubahan, yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 81
Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73
Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian”.
“Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Pasal 3 mengatur tentang jenis
asuransi yang meliputi:
1. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan
risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum

S1 Prodi Hukum Fakultas Hukum


Universitas Pamulang 76
Modul Hukum Bisnis Hukum

kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti;
2. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko
yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan.
3. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang
terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan
atau Perusahaan Asuransi Jiwa”.

Tujuan Pembelajaran 1.3:


Prinsip Dasar Asuransi.

Perusahaan atau lembaga penyelenggara usaha perasuransian harus


memenuhi prinsip-prinsip dasar dalam asuransi, yang berfungsi agar
pelaksanaan asuransi sesuai ketentuan yang berlau dan mencegah agar tidak
ada pihak yang merasa dirugikan dengan adanya asuransi tersebut.
Dalam “Dessy Danarti (2011:18) ada enam macam prinsip dasar
asuransi yang harus dipenuhi, yaitu” :
1) Insurable Interest
“Hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan
keuangan, antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara
hukum. Kita harus memiliki kepentingan (interest) atas harta benda yang
dapat diasuransikan (insurable); kepentingan dan objek tersebut harus legal
dan equitable (tidak melawan hukum dan layak). Memiliki kepentingan atas
obyek yang diasuransikan apabila Anda menderita kerugian keuangan
seandainya terjadi musibah yang menimbulkan kerugian atau kerusakan
atas obyek tersebut”.11 Apabila terjadi musibah atas obyek yang
diasuransikan dan terbukti bahwa Anda tidak memiliki kepentingan
keuangan atas obyek tersebut, maka Anda tidak berhak menerima ganti
rugi.
2) Utmost good faith
“Prinsip ini menyatakan Tertanggung berkewajiban memberitahukan
sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta penting yang
berkaitan dengan obyek yang diasuransikan”.12 Sedangkan “pihak
Penanggung berkewajiban menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun
yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara
jelas serta teliti”.
3) Proximate Cause
“Apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau
kecelakaan, maka pertamatama kami akan mencari sebab-sebab yang aktif
dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus
sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut”.13
4) Indemnity

11
AM, Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 77
12
Ibid, hlm, 78
13
Ibid, hlm 84

S1 Prodi Hukum Fakultas Hukum


Universitas Pamulang 77
Modul Hukum Bisnis Hukum

“Prinsip ini menyatakan mengembalikan posisi Tertanggung pada


posisi sesaat sebelum terjadi kerugian yang dijamin polis. Apabila obyek
yang diasuransikan terkena musibah sehingga menimbulkan kerugian maka
kami akan memberi ganti rugi untuk mengembalikan posisi keuangan Anda
setelah terjadi kerugian menjadi sama dengan sesaat sebelum terjadi
kerugian”.14
5) Subrogation
Prinsip Indemnity adalah pengalihan hak (subrogasi) dari
Tertanggung kepada Penanggung jika Penanggung telah membayar ganti
rugi kepada Tertanggung. Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab
Undang-Undang Hukum Dagang, yang berbunyi: “Apabila seorang
penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung,
maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam
segala hal untuk menuntutpihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian
pada Tertanggung”.
6) Contribution
“Prinsip ini berlaku dalam tertanggung mempertanggungkan objek
asuransi kepada lebih parusahaan asuransi. Apabila penanggung telah
membayar penuh ganti kerugian yang menjadi hak tertanggung maka
penanggung berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terliat
dalam suatu pertanggungan untuk membayar pertanggungannya masing-
masing”.15

Tujuan Pembelajaran 1.4:


Jenis-Jenis Asuransi

Menurut “Abdulkadir Muhammad”,16 asuransi dapat diklarifikasikan


menurut berbagai kriteria yang dapat ditinjau dari segi ketentuan undang-undang
yang mengaturnya.
a. Menurut Sifat Perikatannya
1) Asuransi Sukarela
“Asuransi sukarela adalah asuransi secara bebas tanpa ada
paksaan yang dilakukan antara penanggung dan tergugat sesuai dengan
perjanjian secara sukarela. Contohnya asuransi kerugian dan asuransi
jiwa”.
2) Asuransi Wajib
“Asuransi wajib adalah asuransi yang ditentukan oleh Pemerintah
bagi warganya yang bersifat wajib dan ditentukan oleh undang-undang,
salah satunya adalah asuransi social”.
b. Menurut Jenis Risiko
1) Asuransi risiko perseorangan (personal lines)
“Asuransi risiko perseorangan adalah asuransi yang bergerak
14
Herman Dawmawi, Op.Cit, hlm. 67.
15
Ibid, hlm 83
16
Abdulkadir Muhammad, Ibid, hlm. 135

S1 Prodi Hukum Fakultas Hukum


Universitas Pamulang 78
Modul Hukum Bisnis Hukum

dibidang perlindungan terhadap individu, risiko pribadi dari ancaman


bahaya atau peristiwa tidak pasti misalnya rumah pribadi”.
2) Asuransi risiko usaha
“Asuransi risiko usaha dalah asuransi yang bergerak dibidang
perlindungan terhadap usaha dari ancaman bahaya atau peristiwa tidak
pasti berkaitan dengan risiko usaha yang mungkin dihadapi, misalnya
armada angkutan, gedung, pertokoan”.
c. Menurut Jenis Usaha
Berdasarkan “jenis usahanya asuransi dibedakan menjadi 4 (empat) macam
seperti yang diatur dalam undang-undang asuransi, yaitu”:
1) Asuransi Kerugian
“Asuransi kerugian adalah asuransi khusus yang bergerak di
bidang jasa perlindungan terhadap harta kekayaan dari ancaman bahaya
atau peristiwa tidak pasti, misalnya asuransi kebakaran, asuransi
tanggung gugat, asuransi pengangkutan barang, asuransi kendaraan
bermotor dan asuransi kredit”.
2) Asuransi Jiwa
“Asuransi jiwa adalah asuransi khusus yang bergerak di bidang
jasa perlindungan terhadap keselamatan jiwa seseorang dari ancaman
bahaya kematiann. Contohnya adalah asuransi kecelakaan diri, asuransi
jiwa berjangka, asuransi jiwa seumur hidup”.
3) Reasuransi
“Reasuransi adalah asuransi kepada pihak ketiga atau asuransi
ulang, dikarenakan perusahaan asuransi kerugian atau perusahaan
asuransi jiwa tidak ingin menanggung risiko yang terlalu berat”.
4) Asuransi Sosial
“Asuransi sosial adalah asuransi yang khusus bergerak di bidang
jasa perlindungan terhadap keselamatan jiwa dan raga masyarakat umum
dari ancaman bahaya kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, penyakit,
berkurangnya pendapatan karena pensiun, berkurangnya kemampuan
kerja karena usia lanjut”.
“Jenis asuransi hidup yang paling popular dewasa ini antara lain sebagai berikut:
a) Asuransi kematian; di sini nominal asuransi (santunan) dibayarkan kepada
ahli waris atau orang yang ditunjuk dalam polis setelah si nasabah meninggal
dunia.
b) Asuransi hidup; di sini nasabah memperoleh uang asuransi dalam bentuk
kontan atau dalam bentuk pemasukan bulanan (sesuai kesepakatan).
c) Asuransi kematian dan jaminan hari tua sekaligus; di sini nasabah akan
memperoleh pemasukan bulanan dari nilai asuransinya jika ia pensiun,
sementara sisanya diberikan kepada ahli waris jika ia meninggal dunia”.17

17
Husain Husain Syahatah, Asuransi dalam Perspektif Syariah, (Jakarta: Amzah, 2006), Cet. ke-
1, hlm. 23.

S1 Prodi Hukum Fakultas Hukum


Universitas Pamulang 79
Modul Hukum Bisnis Hukum

Tujuan Pembelajaran 1.5:


Perjanjian Asurans.

Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau


dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. “Menurut Pasal 1313
KUHPdt perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Ketentuan Pasal ini
kurang tepat, karena ada beberapa kelemahan yang perlu di koreksi.
Kelemahan- kelemahan tersebut adalah sebagai berikut”:18
a. Hanya menyangkut sepihak saja
b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus
c. Pengertian perjanjian terlalu luas
d. Tanpa menyebut tujuan
Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka “perjanjian dapat dirumuskan
sebagai berikut: perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang
atau lebih saling mengikat diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta
kekayaan”19.
Apabila diperinci, maka “perjanjian itu mengandung unsur-unsur sebagai
berikut:
a. Ada pihak-pihak, sedikit- dikitnya dua orang (subjek);
b. Ada persetujuan antara pihak-pihak itu (konsensus);
c. Ada objek yang berupa benda;
d. Ada tujuan bersifat kebendaan (mengenai harta kekayaan);
e. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan”.
Syarat Sahnya Perjanjian Asuransi
Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam
KUHD. Sebagai perjanjian, maka ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian
dalam KUHPdt berlaku juga bagi perjanjian. Dalam perjanjian asuransi
kebakaran ini berlaku ketentuan Pasal 1320 KUHPdt. “Menurut Pasal 1320
KUHPdt, syarat-syarat sah perjanjian yaitu:
1. Kesepakatan
Sebelum ada persetujuan, biasanya pihak-pihak mengadakan
perundingan (negotiation), pihak yang satu memberitahu kepada pihak yang
lain mengenai benda yang menjadi objek, pengalihan risiko, pembayaran
premi, evenemen, ganti kerugian dan syarat-syarat khusus asuransi. Pihak
yang lain menyatakan pula kehendaknya, sehingga tercapai persetujuan.
Hal ini berhubungan dengan asas konsensual yang mengandung arti
bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapai kata sepakat (konsensus)
antara pihak-pihak dalam hal ini penanggung dan tertanggung mengenai
pokok perjanjian asuransi sejak saat perjanjian mengikat dan mempunyai
kekuatan hukum.
2. Kewenangan
18
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000),
hlm. 224
19
Ibid, hlm.225.

S1 Prodi Hukum Fakultas Hukum


Universitas Pamulang 80
Modul Hukum Bisnis Hukum

Kewenangan berbuat ada yang bersifat subjektif dan ada yang bersifat
objektif. Kewenangan subjektif artinya “sudah dewasa yakni mencapai 21
tahun atau sudah kawin walaupun belum 21 tahun ( Pasal 1330 KUHPdt),
sehat ingatan, tidak berada di bawah perwalian, atau pemegang kuasa yang
sah. Kewenangan objektif artinya tertanggung mempunyai hubungan yang
sah dengan objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaannya
sendiri”.
3. Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, objek perjanjian,
prestasi yang wajib dipenuhi. Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah
“objek yang diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan
yang melekat pada pada harta kekayaan (asuransi kerugian), dapat pula
berupa jiwa dan raga manusia (asuransi jiwa). Objek perjanjian harus
ditentukan dengan jelas dan pasti. Kejelasan mengenai pokok perjanjian atau
objek perjanjian ialah untuk kemungkinan pelaksanaan hak dan kewajiban
pihak-pihak”.
4. Suatu sebab yang halal (kausa yang halal)
Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang
mengadakan perjanjian, yang diperhatikan atau yang diawasi oleh undang-
undang ialah “isi perjanjian” yang menggambarkan tujuan yang hendak
dicapai oleh pihak-pihak, apakah dilarang oleh undang-undang atau tidak,
apakah bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak
(Pasal 1337 KUHPdt)”.
Syarat pertama dan kedua di atas merupakan syarat subjektif dan syarat
ketiga dan keempat dinamakan syarat objektif. Syarat subjektif jika tidak
dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan sedangkan syarat objektif jika tidak
dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum.
Terjadinya Perjanjian Asuransi
Untuk menyatakan kapan terjadinya perjanjian asuransi yang dibuat
oleh tertanggung dan penanggung itu terjadi dan mengikat kedua pihak “terdapat
2 (dua) teori perjanjian yaitu”:20
1) Teori Tawar-Menawar (bargaining theory)
“Menurut teori ini setiap perjanjian hanya akan terjadi antara kedua
pihak apabila penawaran (offer) dari pihak yang satu dihadapkan dengan
penerimaan (acceptance) oleh pihak lainnya dan sebaliknya. Hasil yang
diharapkan adalah kecocokan/kesesuaian penawaran dan penerimaan secara
timbal balik antara kedua pihak. Titik temu antara penawaran dan penerimaan
secara timbal balik menciptakan kesepakatan yang menjadi dasar perjanjian
antara kedua pihak”.
2) Teori Penerimaan (acceptance theory)
“Menurut teori penerimaan, saat terjadi perjanjian tergantung pada
kondisi kongkret yang dibuktikan oleh perbuatan nyata (menerima) atau
dokumen perbuatan hukum (bukti penerimaan). Melalui perbuatan nyata atau

20
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2002), hlm. 54.

S1 Prodi Hukum Fakultas Hukum


Universitas Pamulang 81
Modul Hukum Bisnis Hukum

dokumen perbuatan hukum, baru dapat diketahui saat terjadi perjanjian,yaitu


di tempat, pada hari dan tanggal perbuatan nyata (penerimaan) itu dilakukan,
atau dokumen perbuatan hukum (bukti penerimaan) itu ditanda
tangani/diparaf oleh pihak-pihak”.
Berdasarkan teori penerimaan, perjanjian asuransi terjadi dan mengikat
pihak-pihak pada saat penawaran sungguh-sungguh diterima oleh
tertanggung. Sungguh-sungguh diterima artinya “penawaran tertulis pihak
penanggung sungguh-sungguh diterima oleh pihak tertanggung walaupun isi
tulisan itu belum dibacanya. Sungguh-sungguh diterima itu dibuktikan oleh
tindakan nyata tertanggung, biasanya dengan menandatangani suatau
pernyataan yang diberikan oleh penanggung yang disebut nota persetujuan
(cover note). Atas dasar nota persetujuan ini kemudian dibuatkan akta
perjanjian asuransi oleh penanggung yang disebut polis asuransi”.
Perjanjian asuransi terjadi ketika setelah tercapai kesepakatan antara
tertanggung dan penanggung, hak dan kewajiban timbal balik terjadi saat itu,
bahkan sebelum polis ditandatangani (Pasal 257 Ayat(1) KUHD). Polis ini
merupakan alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi
(Pasal 285 Ayat(1) KUHD).
Dalam “Pasal 257 KUHD memberi ketegasan walaupun belum
dibuatkan polis, asuransi sudah terjadi tercapai kesempatan antara
tertanggung dan penanggung yang dibuktikan dengan nota persetujuan (cover
note) yang ditandatangani oleh tertanggung. Untuk membuktikan telah terjadi
kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, undang-undang
mengharuskan pembuktian dengan alat bukti tertulis berupa akta yang
disebut polis. Akan tetapi, apabila polis belum dibuat pembuktian dilakukan
dengan nota persetujuan (cover note) yang dibuat pada setelah terjadi
kesepakatan tertanggung dan penanggung. Jadi cover note merupakan bukti
perjanjian asuransi yang bersifat sementara, sebelum polis diterbitkan oleh
pihak penanggung (Perusahaan Asuransi)”

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Jelaskan pengertian asuransi menurut para ahli !


2 Bagaimanakah Pengaturan Asuransi?
3 Sebutkan dan jelaskan Prinsip Dasar Asuransi!
4 Berdasarkan jenis usahanya asuransi dibedakan menjadi 4 (empat)
macam seperti yang diatur dalam undang-undang asuransi, sebutkan
keempat macam jenis asuransi tersebut !
5 Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam
KUHD, sebutkan dan jelaskan syarat syahnya perjanjian Asuransi!

S1 Prodi Hukum Fakultas Hukum


Universitas Pamulang 82
Modul Hukum Bisnis Hukum

D. DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, MA, Masail Fiqhiyah, Kajian Hukum
Isla Kontemporer, (Bandung: Angkasa, 2005).

Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Resiko, (Jakarta: PT. Raja Grafindo,
2005).

Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya


Abditama, 2001).

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005).

Khoiril Anwar, Asuransi Syariah Halal & Manfaat, (Solo: Tiga Serangkai,
2007).

AM, Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Kencana,
2003).

Husain Husain Syahatah, Asuransi dalam Perspektif Syariah, (Jakarta:


Amzah, 2006).

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT. Citra


Aditya Bakti, 2000).

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia. (Bandung: PT. Citra


Aditya Bakti, 2002).

S1 Prodi Hukum Fakultas Hukum


Universitas Pamulang 83

Anda mungkin juga menyukai