Anda di halaman 1dari 20

MACAM-MACAM BUDAYA DAN TRADISI UNIK DI

BALI

1. Pemakaman Desa Trunyan

Pada umumnya orang meninggal di Bali, terutama


bagi umat Hindu selain dikubur bisa dibakar atau dikremasi
langsung, namun demikian suatu tradisi unik terjadi di Desa
Trunyan Kintamani. Pada saat orang meninggal, maka tubuh
atau jasad orang tersebut hanya diletakkan di bawah pohon
Menyan, jasad tersebut diletakkan di atas tanah tanpa dikubur,
hanya dipagari oleh bambu (ancak saji) agar tidak dicari oleh
binatang atau hewan liar, anehnya tidak sedikitpun dari jasad
tersebut berbau busuk, sampai akhirnya tinggal tersisa tulang
belulang saja, dan tulang belulang itu nantinya diletakkan
pada sebuah tempat di kawasan tersebut.

s
Sumber: google image

2. Tradisi Mekare-Kare

Mekare-kare ini dikenal juga dengan perang pandan,


tradisi unik di Bali hanya dilakukan di desa Tenganan,
Karangasem. Perang dilakukan berhadap-hadapan satu lawan
satu dengan masing-masing memegang segepok pandan
berduri sebagai senjata. Desa Tenganan juga merupakan salah
satu desa Bali Aga, yang mengklaim sebagai penduduk Bali
Asli. Mekare-kare atau perang Pandan digelar saat Ngusaba
kapat (Sasih Sambah) atau sekitar bulan Juni. Tradisi unik
tersebut digelar di halaman Bale Agung dilangsungkan selama
2 hari dan dimulai jam 2 sore, ritual atau prosesi tersebut
bertujuan untuk menghormati Dewa Perang atau Dewa Indra
yang merupakan dewa Tertinggi bagi umat Hindu di
Tenganan.
Sumber: google image

3. Tradisi Omed-Omedan

Tradisi unik ini digelar di tengah kota Denpasar,


tepatnya di Banjar Kaja, Desa Sesetan, Denpasar Selatan.
Digelar setahun sekali, bertepatan saat hari Ngembak Geni
atau sehari setelah hari Raya Nyepi, tradisi unik dimulai
sekitar pukul 14.00 selama 2 jam. Prosesi ini hanya diikuti
oleh kalangan muda-mudi atau yang belum menikah dengan
umur minimal 13 tahun, omed-omedan berarti tarik menarik
antar pemuda dan pemudi warga banjar dan terkadang
dibarengi dengan adegan ciuman diantara keduanya. Tradisi
ini digelar sebagai wujud kegembiraan setelah pelaksanaan
Hari Raya Nyepi, ini sebuah warisan budaya leluhur, memiliki
nilai sakral dan dipercaya akan mengalami hal buruk jika
tradisi ini tidak dilangsungkan.
Sumber: google image

4. Tradisi Ngusaba Bukakak Di Sangsit

Sebuah tradisi unik di Bali yang hanya digelar di


Desa Sangsit, Kecamatan Sawan, Kab. Buleleng yaitu
bertepatan pada hari Purnama sasih Kedasa, sekitar 2 minggu
setelah hari Raya Nyepi di bulan April. Karena pertimbangan
biaya tradisi ngusaba Bukakak digelar dua tahun sekali.
Prosesi ini digelar untuk mengucapkan rasa terima kasih umat
kepada dewi Kesuburan atas segala hasil pertanian yang
melimpah dan kesuburan tanah. Desa Sangsit memang
memiliki wilayah pertanian yang cukup luas dan juga
tanahnya yang gembur dan subur. Bukakak berasal dari kata
“Bu” atau Lembu yang melambangkan dewa Siwa dan
“Kakak” atau gagak perlambang dewa Wisnu. Bukakak juga
berkaitan dengan babi guling yang hanya dimatangkan bagian
dadanya saja. Ngusaba ini diawali dengan upacara Melasti,
kemudian membuat 3 buah dangsil pada acara puncak
mengusung bukakak mengelilingi areal persawahan.
Sumber: google imag

5. Gebug Ende Seraya

Atraksi ini dikenal juga dengan perang rotan, yang


mana dua orang laki-laki berhadap-hadapan dan saling serang
dengan sebatang rotan sepanjang 1.5-2 meter kemudian
tangan satunya memegang tameng untuk menangkis serangan
lawan, diantara keduanya dibatasi dengan batang rotan (garis
tengah) agar tidak masuk ke wilayah lawan. Perang rotan ini
tidak hanya perlu ketangkasan saja tetapi juga keberanian,
karena setiap peserta bisa saja kena pukulan rotan lawan.
Tradisi unik di Bali Timur ini bisa ditemukan di desa Seraya,
tujuan utama dari prosesi Gebug Ende ini adalah ritual
memohon hujan, dan ini dilakukan pada musim kemarau yaitu
di bulan Oktober – Nopember setiap tahunnya. Kondisi
geografis dari desa Seraya yang berada di wilayah perbukitan
memang rentan dengan masalah air, itulah sebabnya ritual
memohon hujan ini dilangsungkan di desa ini.
Sumber: google imag

6. Tradisi Mekotek

Prosesi atau ritual Mekotek ini hanya bisa anda


temukan di desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Badung.
Dikenal juga dengan Gerebeg Mekotek, tradisi unik di Bali ini
digelar setiap 6 bulan (210 hari) sekali, tepatnya saat perayaan
Hari Raya Kuningan (10 hari setelah Galungan). Prosesi ini
digelar dengan tujuan tolak Bala untuk melindungi dari
serangan penyakit dan juga memohon keselamatan. Pada
mulanya tradisi Mekotek, menggunakan tongkat besi, untuk
menghindari agar peserta tidak ada yang terluka, maka
digunakanlah kayu Pulet sepanjang 2-3.5 meter yang kulitnya
sudah dikupas sehingga terlihat halus. Tongkat-tongkat
tersebut dipadukan menjadi satu formasi sebuah kerucut,
suara “tek,tek” kayu berbenturan tersebut sehingga dikenal
dengan Mekotek.
Sumber: google image

7. Tradisi Makepung

Makepung sendiri berarti berkejar-kejaran,


menggunakan sepasang hewan kerbau, dan di Bali hanya bisa
anda temukan di kabupaten Jembrana, sehingga dengan tradisi
Makepung ini, kabupaten Jembrana dikenal juga dengan
“Bumi Makepung”. Adu kecepatan dengan kerbau
dikendalikan oleh seorang joki atau sais, berlomba mengejar
kerbau yang berpacu di depannya, pemenangnya ditentukan
oleh kerbau yang mampu mempersempit atau memperlonggar
jarak pacuan antara dua pasang kerbau yang berkejar-kejaran,
tidak ditentukan siapa yang lebih dulu ke garis finish. ini
menjadi tradisi tahunan yang diikuti oleh kelompok tani di
Jembrana. Kerbau pacuan dipilih dan diperlakukan khusus
bak seorang atlet, bahkan sebelum perlombaan dimulai
pemilik tidak lupa melakukan ritual. Digelar setiap Minggu
diantara bulan Juli sampai Nopember setiap tahunnya.
Sumber: google image

8. Tradisi Megibung Di Karangasem

Tradisi makan bersama saat ada hajatan upacara adat


seperti acara pernikahan, otonan, 3 bulanan ataupun upacara
adat lainnya, masih bertahan sampai sekarang ini di
Kabupaten Karangasem, walaupun beberapa warga sekarang
ini terkadang menyiapkan makan prasmanan (makan jalan)
saat ada hajatan, tetapi tradisi megibung ini tidak bisa
ditinggalkan begitu saja. Bahkan pada waktu Bupati
Karangasem I Wayan Geredeg pernah menggelar megibung
massal di objek wisata Taman Ujung Karangasem dan
memecahkan rekor Muri. Megibung atau makan bersama oleh
sekelompok orang yang terdiri dari 5-6 orang dinamakan
“sele” duduk mengitari “gibungan” yaitu segepok nasi di atas
dulang atau nampan, lengkap dengan sayur dan lauk pauk
yang dinamakan “karangan” dan kemudian mereka makan
bersama menikmati menikmati gibungan dan karangan.
Sumber: google image

9. Tradisi Mesuryak

Sebuah tradisi unik di Bali yang merupakan warisan


budaya leluhur ini hanya bisa ditemukan di desa Bongan,
Kabupaten Tabanan. Tradisi ini digelar bertujuan untuk
penghormatan terhadap para leluhur dengan secara suka cita,
bersorak beramai-ramai dengan memberikan perbekalan
seperti beras dan uang. Tradisi berosak beramai-ramai ini
kemudian dibarengi dengan melempar uang ke udara dan
diperebutkan oleh warga dinamakan tradisi Mesuryak. Tradisi
ini digelar setiap 6 bulan sekali yaitu pada Hari Raya
Kuningan. Rangkaian prosesi ini berkaitan dengan perayaan
Hari Raya Galungan dan Kuningan, setelah leluhur hadir di
tengah keluarga mulai dari hari Raya Galungan, kemudian
pada saat Kuningan diantar kembali ke Nirwana dengan
berbagai sesajian dan perbekalan.
Sumber: google image

10. Upacara Melasti

Melasti dilakukan setiap tahun sekali dalam rangkaian


Hari Raya Nyepi di Bali, namun demikian upacara Melasti
juga dilakukan pada hari-hari tertentu saat piodalan pada
sebuah pura sesuai dengan hari yang ditentukan. Melasti
dikenal dengan mekiis atau melis menuju tempat-tempat
sumber air seperti laut, danau ataupun mata air. Namun
Melasti atau melis di Bali secara serempak digelar setiap
setahun sekali yaitu 3-4 hari sebelum hari raya Nyepi sekitar
bulan Maret. Saat Melasti semua pretima, senjata nawa sanga,
umbul-umbul dan kober di arak ke sumber air seperti ke laut
untuk disucikan dan menghanyutkan segala malaning bumi
ataupun kotoran, dimaksudkan juga menghanyutkan segala
penderitaan manusia melalui air kehidupan, dan kemudian
menyucikan diri dengan angamet (mengambil) tirta amertha,
untuk mendapatkan sari-sari kehidupan.
Sumber: google image

11. Pawai Ogoh-Ogoh

Tradisi mengarak ogoh-ogoh di Bali ini digelar tepat


sehari sebelum hari Raya Nyepi, sekitar jam 6-6.30 sore ogoh-
ogoh mulai diarak keliling desa ataupun kota, hampir
sebagaian besar warga Hindu di Bali ini menggelar pawai
ogoh-ogoh, ini mereka lakukan karena berhubungan dengan
ritual keagamaan. Ogoh-ogoh adalah sebuah boneka raksasa
yang merupakan simbol dari Bhuta Kala, dibuat dengan
wujud menyeramkan atau simbol sebuah kejahatan, yang
paling dominan berwujud raksasa menyeramkan, binatang
atau bahkan wujud seorang penjahat. Prosesi pawai ogoh-
ogoh tersebut masih dalam rangkaian pelaksanaan Hari Raya
Nyepi, setelah sebelumnya diadakan Tawur Kesanga
memberikan upah kepada Bhuta Kala, kemudian petang
harinya diusir dan diarak keliling dalam bentuk pawai, agar
tidak mengganggu kehidupan manusia lagi, terutama esok
harinya saat melaksanakan hari raya Nyepi.
Sumber: google image

12. Upacara Ngaben Di Bali

Mayoritas warga Hindu Bali melakukan upacara


Ngaben saat orang meninggal, walaupun ada beberapa tidak
melaksanakan upacara Ngaben seperti pada penduduk Bali
Aga contohnya desa Tenganan dan Trunyan. Saat upacara
Ngaben, jasad atau tubuh orang meninggal bisa dikubur
terlebih dahulu ataupun dikremasi langsung. Upacara Ngaben
digelar adalah wujud bakti manusia dan kewajiban suci
kepada leluhurnya atau orang yang telah meninggal. Tujuan
upacara Ngaben mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta
dari tubuh kasar manusia ke asalnya dan badan halus (atma)
yang telah meninggalkan lebih cepat mendapat penyucian dan
kembali kesisi-Nya. Tata cara pelaksanaan Ngaben pun tidak
selalu sama sesuai dengan situasi, kondisi dan tempat Ngaben
tersebut berlangsung, namun yang terpenting esensi atau
tujuannya sama.
Sumber: google image

13. Sapi Gerumbungan Di Buleleng

Tradisi unik di kawasan Bali Utara ini


memperlombakan sepasang sapi yang pada lehernya dipasangi
sebuah genta besar yang dinamakan “Gerumbungan”
kemudian sapi dihiasi berbagai aksesoris agar terlihat gagah
dan indah, pada kedua leher kedua sapi itu saling dikaitkan
dengan sebatang kayu melintang bernama “uga” kemudian di
tengahnya sebuah kayu melintang sepanjang 3 meter untuk
seorang sais atau joki mengendalikan sapi tersebut. Yang
dipilih adalah sapi jantan saja itupun yang berbadan kekar.
Kriteria pemilihan pemenang dan penilaian bukan
berdasarkan ada kecepatan, penilaian berdasarkan keserasian
gerak seperti gerak kaki yang seragam, ekor sapi yang
melengkung ke atas dan kepala sapi yang mendongak ke atas.
Sebagai budaya warisan leluhur agar tetap lestari, maka sapi
Gerumbungan digelar setiap HUT kab. Buleleng di Bulan
Agustus.
Sumber: google image

14. Tradisi Ngerebong

Kata Ngerebong berasal dari kata “ngereh” dan


“baung” sehingga menjadi ngerebong, penggabungan dua kata
tersebut berarti juga akasa pertiwi atau atas bawah, ada juga
yang mengartikan Ngerebong tersebut berkumpul, diyakini
saat tersebutlah Dewa sedang berkumpul dan melakukan
ritual yang tepat. Pada saat prosesi Ngerebong warga desa
Kesiman, Denpasar berkumpul di Pura Pengrebongan, Desa
Kesiman Denpasar, mengarak Barong dan Rangda sebagai
simbol atau petapakan Ida Bhatara mengelilingi wantilan
sebanyak tiga kali diiringi juga oleh gamelan baleganjur. Saat
berkeliling tersebut banyak warga yang kerauhan atau trans,
warga tersebutada yang mengeram, berteriak, menari dan ada
juga menangis, mereka juga melakukan adegan berbahaya
meminta keris untuk ditancapkan di tubuh, leher ataupun
kepala, tetapi anehnya tidak satupun yang terluka, mereka
yang kerauhan tersebut semuanya kebal tidak terlukai. Tradisi
unik di Bali ini digelar 6 bulan sekali yaitu pada hari Minggu,
Pon wuku Medangsia atau 8 hari setelah Hari Raya Kuningan.
Sumber: google image

15. Perang Ketupat Di Kapal

Bali tradisi Perang Ketupat hanya bisa anda temukan


di desa Kapal, Kec. Mengwi, Kab. Badung. Tradisi unik di
Bali ini digelar dalam rangkaian upacara Aci Rah Pengangon
setiap satu tahun sekali yaitu pada hari Purnama (bulan
penuh) sasih Kapat atau sekitar bulan September – Oktober.
Namanya juga perang ketupat, warga menggunakan ketupat
untuk berperang, mereka terbagi menjadi dua kelompok
kemudian saling lempar dan saling serang antar kelompok.
Perang Ketupat ini hanya melibatkan kaum laki-laki saja
mereka menggunakan pakaian adat Bali, tapi tanpa baju,
begitu ada aba-aba untuk mulai perang, mereka juga mulai
saling serang dan lempar di areal pura, kemudian merembet
ke luar pura sampai di jalan raya agar lebih leluasa, tidak ada
aturan tertentu, mereka bebas menyerang kubu lawan. Namun
akhirnya damai tanpa permusuhan.
Sumber: google image

DAFTAR PUSTAKA

Astra, Igede Wesnawa. 2009. Kelestarian Budaya


Adat Bali Dalam Permukiman Pedesaan. Bali.
Universitas Pendidikan Ganesha Bali.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas


segala limpahan Rahmad, Inayah, Taufik, dan
Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan buku ini dalam bentuk maupun isi yang
sederhana, semoga buku ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi
pembaca dalam memahami budaya- budaya unik di Bali.

Harapan kami semoga buku ini membantu dan


menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca,
sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
buku ini sehingga kedepannya lebih baik.

Buku ini kami akui masih banyak kekurangan


karena pengalaman dan sumber yang kami miliki sangat
kurang, Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca
untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan buku ini.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................i

Daftar Isi...............................................................ii

Gambar Peta.......................................................iii

1. Pemakaman Desa Trunyan.............................1

2. Tradisi Mekare-Kare........................................2

3. Tradisi Omed-Omedan.....................................3

4. Tradisi Ngusaba Bukakak Di Sangsit.............4

5. Gebug Ende Seraya..........................................5

6. Tradisi Mekotek...............................................6

7. Tradisi Makepung............................................7

8. Tradisi Mesuryak.............................................8

9. Tradisi Megibung Di Karangasem..................9


10. Upacara Melasti............................................10

11. Pawai Ogoh-Ogoh.........................................11

12. Upacara Ngaben Di Bali...............................12

13. Upacara Ngaben Di Bali...............................13

14. Sapi Gerumbungan Di Buleleng................14


15. Tradisi Ngerebong.......................................15
16. Perang Ketupat Di Kapal...........................16
17. Daftar Pustaka............................................17
GAMBAR PETA BALI

Anda mungkin juga menyukai