2018
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/12409
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PENENTUAN ZAT PEWARNA RHODAMIN B PADA SAUS CABAI
SECARA KROMATOGRAFI KERTAS DI LABORATORIUM
KESEHATAN DAERAH
MEDAN
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing–masing disebutkan sumbernya.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat-
nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul
“Penentuan Zat Pewarna Rhodamin B Pada Saus Cabai Secara Kromatografi
Kertas”. Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi
persyaratan akademik dalam menyelesaikan program studi D3 Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini penulis banyak
mengalami berbagai rintangan atau masalah, namun berkat bantuan, bimbingan,
nasehat dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga Tugas Akhir ini dapat
diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
atas apa yang telah diberikan selama proses awal hingga akhir penyelesaian tugas
akhir ini. Ucapan terimakasih ini penulis tujukan kepada:
1. Kedua orangtua tercinta yaitu Ayahanda Aswan Siregar dan Ibunda Erlina,
terimakasih atas cinta dan dukungan yang tak terhingga baik secara moral dan
materi yang tidak akan bisa tergantikan oleh apapun yang telah membesarkan,
menyayangi, dan mendoakan saya sehingga dapat menyelesaikan Tugas akhir
ini.
2. Bapak Dr. Firman Sebayang,M.S selaku Dosen pembimbing saya, yang telah
membimbing saya dan membantu saya dalam bentuk motivasi dan ilmu
pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
3. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara, Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS.
4. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, S.si, M.Si selaku ketua Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universtas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Minto Supeno, MS selaku ketua Program studi D - 3 Kimia Industri
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
6. Dekan dan pembantu Dekan FMIPA USU, seluruh staff dan Dosen Kimia
FMIPA USU.
7. Sahabat – sahabat saya tercinta Adinda mustika,Adinda gusti ningsih,Dita
ulfie,Adhitya luthfi,Rima amalia,Glory aruan,Fildza khairina,Dicky
nugraha,Lisaru yohana,Reski maulina
Dalam hal ini, penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih
belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun sebagai masukkan bagi penulis. Semoga karya ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata, penulis mengucapkan terima
kasih.Tuhan Memberkati.
Penulis
ABSTRAK
Penentuan Zat Pewarna Sintetis Rhodamin B Pada Saus Cabai dengan Metode
Kromatografi Kertas, telah dilakukan identifikasi zat warna alam maupun sintesis
dapat memberikan warna pada bulu domba/benang wol tetapi zat warna alam
dapat hilang (larut) dengan pencucian bulu domba/benang wol sedangkan zat
warna sintesis tidak bisa hilang. Hasil yang diperoleh dari salah satu saus yang
dibeli di pasar pagi mengandung Rhodamin B yang apabila dikonsumsi dapat
menimbulkan efek samping seperti penyebab kanker, karena Rhodamin B bersifat
karsinogenik.
ABSTRACT
Halaman
Pengesahan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak iv
Abstract v
Daftar Isi vi
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Lampiran xi
Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 3
1.3. Hipotesis 3
1.4. Tujuan 3
1.5. Manfaat 4
DAFTAR PUSTAKA 32
LAMPIRAN 35
PENDAHULUAN
Sejak zaman dahulu, zat pewarna dari sumber alami telah digunakan untuk
makanan, obat-obatan, dan kosmetika. Tetapi zat pewarna alami kini telah
digantikan dengan pewarna buatan yang memberikan lebih banyak kisaran warna
yang telah dibakukan (www. Departemen Kesehatan RI. Co. id , 2006).
Zat pewarna dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu zat pewarna
alami, zat pewarna identik alami, dan zat pewarna sintetis yang masing – masing
zat warna ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pewarna alami
dapat kita jumpai pada tumbuhan, hewan atau sumber-sumber mineral dan sudah
dianggap sebagai pewarna yang aman, hanya saja pewarna alami ini stabilitas
pigmen rendah, keseragaman warnanya kurang baik dan strukturnya kurang luas.
Saus merupakan zat makanan tambahan atau untuk penyedap rasa yang
biasanya ditambahkan pada saat makan bakso, mie, sop dan lain-lain. Saus ini
biasanya terbuat dari bahan tomat tetapi kadang dibuat dari bahan lain misalnya
pepaya, ketela lalu diberi zat pewarna, dari hal tersebut apakah pewarna yang ada
pada saus tersebut aman untuk dikonsumsi atau tidak, bila zat pewarna tersebut
berasal dari pewarna alami atau pewarna dari bahan baku untuk membuat saus
maka pewarna tersebut adalah aman untuk dikonsumsi, tetapi bila pewarna
tersebut berasal dari pewarna sintetis terlebih bila pewarna sintetis tersebut bukan
pewarna makanan / minuman maka pewarna ini akan berbahaya bagi konsumen
(Supriyadi, 2006). Hingga saat ini aturan penggunaan zat pewarna di Indonesia
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 722/
MENKES/PER/IX/88 yang menyebutkan bahwa makanan yang menggunakan
tambahan makanan yang tidak sesuai dengan ketentuan mempunyai pengaruh
langsung terhadap derajat kesehatan masyarakat; bahwa masyarakat perlu
dilindungi dari makanan yang menggunakan bahan tambahan makanan yang
tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Pada Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor : 239/ MENKES/ PER/ V/ 85 yang menyebutkan bahwa zat warna
tertentu yang digunakan untuk memberi dan atau memperbaiki warna bahan atau
barang banyak beredar dalam masyarakat yang apabila digunakan pada obat,
makanan, dan kosmetika dapat membahayakan masyarakat; bahwa untuk
melindungi masyarakat dari bahaya yang ditimbulkan oleh zat warna tertentu
seperti ditetapkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang zat
warna tertentu yang dinyatakan sebagai Bahan Berbahaya (Permenkes RI, 1988
& 1985).
Dalam minuman, makanan atau saus dalam hal ini saus cabe, sebelum
disalurkan kepada konsumen harus dianalisa terlebih dahulu, apakah zat pewarna
yang digunakan sudah sesuai dengan zat pewarna bagi makanan dan minuman
yang diizinkan di Indonesia. Dalam penulisan karya ilmiah ini adalah identifikasi
zat pewarna sintetis pada saus cabe tersebut yang dilakukan dengan metode
kromatografi kertas.
1.2 Permasalahan
1. Mengidentifikasi apakah saus cabai mengandung zat pewarna Rhodamin B.
2. Bagaimana cara mengidentifikasi zat pewarna Rhodamin B dengan metode
Kromatografi Kertas.
1.3 Hipotesis
Pada saus cabe yang dianalisa terdapat kandungan Rhodamin B atau pada saus
cabe yang dianalisa tidak terdapat kandungan Rhodamin B.
1.5 Manfaat
1. Dapat mengetahui ada tidaknya zat pewarna Rhodamin B pada Saus cabe.
2. Dapat mengetahui cara mengidentifikasi zat pewarna sintetis dengan metode
Kromatografi Kertas.
TINJAUAN PUSTAKA
Setelah mengalami berbagai pengujian antara lain uji fisiologi, zat pewarna
baru bertambah banyak urutan penambahan zat pewarna yang diizinkan
berdasarkan tahun adalah :
2.2 Saus
Saus merupakan bumbu penyedap makanan atau biasanya digunakan
untuk menambah kelezatan pada makanan. Saus berbentuk seperti bubur kental
(pasta) dan umumnya bewarna orange hingga merah. Pembuatannya saus
sering ditambahkan dengan zat pewarna makanan alami maupun buatan.
Saus merupakan salah satu produk olahan pangan yang sangat populer.
Saus tidak saja hadir dalam sajian seperti mie bakso atau mie ayam, tetapi juga
dijadikan bahan pelengkap nasi goreng, mie goreng dan aneka makanan fast
food (Anonimus, 2008).
a. Aditif sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan
tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa,
mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lain
sebagainya.
b. Aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah
sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan.
Bila dilihat dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah seperti lesitin,
asam sitrat, dan lain sebagainya; dapat juga disintesis dari bahan kimia yang
mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan
kimia maupun sifat metabolismenya seperti misalnya β-karoten, asam askorbat,
dan lain-lain. Pada umumnya bahan sintetik mempunyai kelebihan yaitu lebih
pekat, lebih stabil, dan lebih murah.
Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi
ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi
kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang
terjadinya kanker pada hewan dan manusia.
2.4 Rhodamin B
Rhodamin B merupakan bahan pewarna sintetis dalam industrit ekstil dan
kertas, yang secara ilegal digunakan untuk pewarna makanan.
2.5 Kromatografi
2.5.1 Sejarah Kromatografi
Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia
Michael Tsweet pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam
tanaman dengan cara perkolasi esktrak petroleum eter dalam kolom gelas yang
berisi kalsium karbonat (CaCO3).
Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan
paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan
untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif, atau preparative
dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan sebagainya.
2. Keuntungan Kromatografi
Dapat diperhatikan disini akan keuntungan-keuntungan kromatografi.
Pertama-tama merupakan metode pemisahan yang cepat dan mudah dan
menggunakan peralatan yang murah dan sederhana. Keuntungan lebih lanjut
ialah hanya membutuhkan campuran cuplikan yang sangat sedikit sekali,
bahkan justru tak mungkin menggunakan jumlah yang besar dalam
kromatografi dan disamping itu pekerjaannya dapat diulang (Sastrohamidjojo,
1985).
2.5.2.3 Kromatografi Lapis Tipis
Pada KLT, zat penjerap merupakan lapis tipis serbuk halus yang dilapiskan
pada lempeng kaca. Plastik atau logam secara merata, umumnya digunakan
lempeng kaca.
Pemisahan yang tercapai dapat didasarkan pada adsorpsi, partisi atau
kombinasi dari kedua efek, tergantung jenis penyangga, cara pembuatan, dan
jenis pelarut yang digunakan. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan
pengamatan bercak dengan harga Rf yang identik dan ukuran yang hamper
sama. Dengan menotolkan zat uji dan baku pembanding pada lempeng yang
sama. Bercak dapat dikerok dari lempeng, kemudian diekstraksi dengan
pelarut yang sesuai dan diukur secara spektrofotometri.
Campuran ini dapat tetap susunannya (pemisahan isokratik) atau dapat diubah
perbandingannnya secara sinambung dengan menambahkan ruang pencampur
kepada susunan alat (elusi landaian). Senyawa dipantau ketika keluar dari kolom
dengan menggunakan pendeteksi, biasanya dengan mengukur spektrum serapan
UV. Dapat ditambahkan pemandu (integrator) untuk mengolah data yang
dihasilkan dan seluruh pekerjaan dapat dikendalikan dengan mkroprosesor.
Sebagian besar pemisahan dngan KCKT modern menggunakan kolom siap pakai,
dan berbagai jenis kolom ini disediakan oleh pabrik. Tetapi, kebanyakan
pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan kolom partikel silika mikropori
(untuk senyawa nonpolar) atau kolom fase balik, yaitu fase ikat C18 (untuk
senyawa polar) (Harborne, 1984).
a. cepat: Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak analisis yang
dapat diselesaikari sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit
(uncomplicated), waktu analisis kurang dari 5 menit bisa dicapai
b. resolusi : Berbeda dengan KG, Kromatografi Cair mempunyai dua rasa
dimana interaksi selektif dapat terjadi. Pada KG, gas yang mengalir sedikit
berinteraksi dengan zat padat; pemisahan terutama dicapai hanya dengan
rasa diam.
Kemampuan zat padat berinteraksi secara selektif dengan rasa diam dan rasa
gerak pada KCKT memberikan parameter tambahan untuk mencapai
pemisahan yang diinginkan.
c. sensitivitas detektor : Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam
KCKT dapat mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 g) dari
bermacam- macam zat. Detektor-detektor Fluoresensi dan Elektrokimia
dapat mendeteksi jumlah sampai picogram (10-12 g). Detektor-detektor
seperti Spektrofotometer Massa, Indeks Refraksi, Radiometri, dll dapat juga
digunakan dalam KCKT
d. kolom yang dapat digunakan kembali : Berbeda dengan kolom kromatografi
klasik, kolom KCKT dapat digunakan kembali (reusable) . Banyak analisis
yang bisa dilakukan dengan kolom yang sma sebelum dari jenis sampel
yang diinjeksi, kebersihan dari solven dan jenis solven yang digunakan
a) Kromatografi Adsorpsi
Adsorpsi merupakan penyerapan pada permukaannya saja dan jangan
sekali-kali dikacaukan dengan proses absorpsi yang berarti penyerapan
keseluruhan.
Adsorpsi pada permukaan melibatkan interaksi-interaksi elektrostatik
seperti ikatan hidrogen, penarikan dipol-dipol, dan penarikan yang diinduksi
oleh dipole. Silika gel merupakan jenis absorben (fase diam) yang
penggunaannya paling luas. Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si
dan gugus silanol (Si-OH).
b) Kromatografi Partisi
Partisi merupakan analog dengan ekstraksi pelarut. Fase diam diikatkan pada
padatan lapis tipis yang lembam (inert). Karena fase diam cair diikatkan pada
padatan pendukung maka masih diperdebatkan apakah proses adsorpsinya
merupakan partisi murni atau partisi yang dimodifikasi karena absorpsi juga
mungkin terjadi (Rohman,2007).
c) Pertukaran Ion
Cara ini didasarkan pada pertukaran (penjerapan) ion antara fase gerak dan
titik ion pada kemasan. Banyak dammar diperoleh dari kopolimer stirena
divinilbenzena yang telah ditambahi gugus fungsi. Dammar jenis asam
sulfonat dan jenis amin kuartener merupakan pilihan terbaik untuk sebagian
besar pemakaian. Baik fase terikat maupun dammar telah digunakan. Cara
tersebut banyak dipakai dalam ilmu hayat, contohnya pemisahan asam amino,
dan dapat pula dipakai untuk pemisahan kation dan anion (Jonhson,
Stevenson,1991)
d) Kromatografi Eksklusi
Eksklusi berbeda dari mekanisme sorpsi yang lain, yakni dalam eksklusi tidak
ada interaksi spesifik antara solute dengan fase diam. Teknik ini unik karena
dalam pemisahan didasarkan pada ukuran molekul dari zat padat pengepak (fase
diam).
Pengepak adalah suatu gel dengan permukaan berlubang-lubang sangat kecil
(porous) yang inert. Sebagai fase gerak digunakan cairan. Kromatografi jenis ini
sangat dipengaruhi oleh perbedaan bentuk struktur dan ukuran molekul
(Rohman,2007).
e) Kromatografi Afinitas
BAB 3
2. Pemanas listrik
3. Chamber
5. Pipet mikro
7. Lampu Sinar UV
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk analisa ini yaitu:
2. ditambahkan 10 ml asam asetat 10% dan 3-4 benang wol putih bebas
lemak atau bulu domba bebas lemak
8. dilakukan kromatografi
12. dilihat bercak noda yang terdapat pada kertas kromatografi dibawah
lampu sinar UV
BAB 4
4.2 Perhitungan
Tabel 4.2 Harga Rf Rhodamin B pada Kromatografi Kertas
1 0,83
2 0,75
3 0,5
Larutan 0,41
Rhodamin B
Jarak Noda
Harga Rf :
Jarak Pelarut
10
1.Harga Rf :
12
: 0,83
9
2. Harga Rf :
12
: 0,75
6
3. Harga Rf :
12
: 0,5
5
Larutan Rhodamin B :
12
: 0,41
4.3 Pembahasan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat Rhodamin B pada
Sampel nomor 1 dengan harga Rf sebesar 0,83 dan pada Larutan
Pembanding (Larutan Rhodamin B) diperoleh harga Rf sebesar 0,41.
Pada kertas kromatografi menunjukkan bahwa harga Rf dari saus cabai
yang mengandung Rhodamin B tidak sama dengan harga Rf dari Larutan
Pembanding (Larutan Rhodamin B). Hal ini disebabkan karena perbedaan
kadarnya, pada saus cabai yang mengandung Rhodamin B memiliki kadar
yang lebih tinggi dari pada Larutan Pembanding (Larutan Rhodamin B),
tetapi warna dari keduanya adalah sama. Ini dapat dilihat pada saat
kertas kromatografi diletakkan dibawah lampu sinar UV. Penggunaan zat
pewarna ini dilarang karena Rhodamin B termasuk bahan karsinogen
(penyebab kanker) yang kuat. Mengkonsumsi Rhodamin B dalam jangka
panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat menyebabkan gejala
pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan
fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati.
Adapun syarat zat warna untuk makanan dan minuman sebagai berikut:
a) Toksisitasnya rendah
b) Murni
c) stabil pada suhu 100 − 1100C
d) Stabil pada Ph 2-9
e) Larut baik dalam air atau minyak
f) Dapat bercampur dengan zat warna lain
g) Tahan terhadap oksidasi dan reduksi
h) Tidak menimbulkan efek karsinogenik
BAB 5
5.1 Kesimpulan
Dari hasi penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat Rhodamin B pada
Sampel No 1 dengan harga RF sebesar 0,83 dan pada Larutan Pembanding
(Larutan Rhodamin B) diperoleh harga RF sebesar 0,41.
2. Cara mengidentifikasi zat pewarna sintetis Rhodamin B ialah dengan
melakukan analisa kualitatif yaitu dengan metode kromatografi kertas yang
hasil analisa nya dilihat dengan lampu UV dan secara kuantitatif dengan
menghitung Faktor Retardasi (Harga Rf) yang dihasilkan dari analisa
kromatografi kertas.
5.2 Saran
1. Diharapkan kepada seluruh pedagang agar lebih jujur dalam berdagang
sehingga dapat menjaga kepercayaan masyarakat.
2. Diharapkan Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara lebih
rutin melakukan pemeriksaan pada setiap makanan dan minuman yang
beredar di lingkungan masyarakat demi kesehatan dan keselamatan
konsumen.
Cahyadi, S,. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Cetakan Pertama . PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Depkes RI. (1985). Zat Warna Berbahaya. Jakarta: Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 239/Menkes/Per/IX/88.
Depkes RI. (1988). Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88.
Djalil, dkk. 2005. Identifikasi Zat Warna Kuning Metanil (Methanyl Yellow)
Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Berbagai Komposisi Larutan
Pengembang. Purwokerto: Farmasi UMP
Gritter, R.J., Bobbitt, J.M., dan Schwarting, A.E. (1991). Pengantar Kromatografi
edisi kedua. Bandung: ITB.
Harborne, J.B. (1984). Metode Fitokimia : Penentuan Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan edisi kedua. Bandung: ITB Bandung.
Johnson. E.L, dan Stevenson, R., (1991). Dasar Kromatografi Cair. Bandung.
ITB.
Mcnair, H.M. 2009. Basic Gas Chromatography. Second Edition. New Jersey: A
john Wiley & Sons. Inc. Publicaation.
Nova, R., 2004. Pemeriksaan Boraks, Formalin pada Bakso Ayam dan Rhodamin
B pada Saos Tomat Jajanan Anak – anak di lingkungan Sekolah Kelurahan Cinta
Damai Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2004. Skripsi. FKM. USU, Medan.
Rohman, Abdul. (2007). Kimia Farmasi Analis. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Putra, I. R., dkk, 2012. Gambaran Zat Pewarna Merah Pada Saus Cabai Yang
Terdapat Pada Jajanan Yang Dijual Di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Padang
Utara. Jurnal Kesehatan Andalas Vol. 3. No. 3.
Saparinto. C, 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius
Sudarmadji, S., dkk, 1989. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Cetakan I.
Yogyakarta: Liberty Yogyakarta Bekerja Sama Dengan Pusat Antar Universitas
Pangan Dan Gizi Universitas Gadjah Mada
Srifatimah, E,. 1999. Pemakaian Zat Warna pada Industri Pangan. Laboratorium
Rekayasa Genatika. ITB. Bandung .
Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Warna Nama
Orange Auramin
Orange Alkanet
Orange Chrysoindine
Orange Chrysoine
Violet Magenta
Orange Orange G
Orange Orange RN
Merah Ponceau 3R
Merah Ponceau SX
Merah Ponceau 6R
Merah Rhodamin B
Merah Sudan I
Violet Scarlet GN
Violet Violet 6B
Warna Nama
Merah Alkanat
Kuning Annato
Kuning Karoten
Kuning Kurkumin
Hijau Klorofil
Merah Carmoisine
Merah Amaranth
Merah Erythrosim
Kuning Tartrazine
Biru Indigocarmine
Ungu Violet GB