Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS

DI RUANG NILAM RSUD Dr. H. M. ANSHARI SALEH

BANJARMASIN

Oleh :

M. Royan Firdaus

NIM. P07120116060

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
KEPERAWATAN
2019
SURAT PENGESAHAN

Nama : M. Royan Firdaus

NIM : P07120116060

Judul : Laporan Pendahuluan Pasien Dengan Diabetes Mellitus Di

Ruang Nilam RSUD Dr. H. M. Anshari Saleh Banjarmasin

Mengetahui,

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

................................... .............................................
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

A. Konsep Diabetes Mellitus

1. Definisi

Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang terjadi karena

pankreas tidak menghasilkan cukup insulin atau tidak dapat secara efektif

menggunakan insulin yang dihasilkannya. Insulin adalah hormon yang

mengatur gula darah. Hiperglikemia, atau peningkatan gula darah,

merupakan efek yang umum dari Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol

dan dari waktu ke waktu menyebabkan kerusakan serius pada banyak

sistem tubuh, terutama saraf dan pembuluh darah.

2. Etiologi

Umumnya diabetes mellitus disebabkan oleh rusaknya sebagian

kecil atau sebagian besar dari sel-sel beta dari pulau-pulau langerhans

pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi

kekurangan insulin. Disamping itu diabetes mellitus juga dapat terjadi

karena gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa

kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain

yang belum diketahui.

Diabetes mellitus atau lebih dikenal dengan istilah penyakit

kencing manis mempunyai beberapa penyebab, antara lain :


a. Pola makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori

yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya diabetes

mellitus. Konsumsi makanan yang berlebihan dan tidak diimbangi

dengan sekresi insulin dalam jumlah yang memadai dapat

menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan pastinya akan

menyebabkan diabetes mellitus.

b. Obesitas (kegemukan)

Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki

peluang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes mellitus. Sembilan

dari sepuluh orang gemuk berpotensi untuk terserang diabetes mellitus.

c. Faktor genetik

Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen

penyebab diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya

menderita diabetes mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke

cucunya bahkan cicit walaupun resikonya sangat kecil.

d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan

radang pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi

pankreas menurun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk

proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Segala jenis residu obat

yang terakumulasi dalam waktu yang lama dapat mengiritasi pankreas.


e. Penyakit dan infeksi pada pankreas

Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat

menyebabkan radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan

fungsi pankreas turun sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon

untuk proses metabolisme tubuh termasuk insulin. Penyakit seperti

kolesterol tinggi dan dislipedemia dapat meningkatkan risiko terkena

diabetes mellitus.

f. Pola asuh

Pola hidup juga sangat mempengaruhi faktor penyebab diabetes

mellitus. Jika orang malas berolahraga memiliki risiko lebih tinggi

untuk terkena penyakit diabetes mellitus karena olahraga berfungsi

untuk membakar kalori yang tertimbun didalam tubuh, kalori yang

tertimbun di dalam tubuh merupakan faktor utama penyebab diabetes

mellitus selain disfungsi pankreas.

g. Kadar kortikosteroid yang tinggi. Kehamilan diabetes gestasional.

h. Obat-obatan yang dapat merusak pancreas.

i. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.

3. Manisfestasi Klinis

a. Poliuria, Polidipsia, dan Polifagia

b. Keletihan dan kelemahan, perubahan pandangan secara mendadak,

sensasi kesemutan atau kebas ditangan atau dikaki, kulit kering, lesi

kulit atau luka yang lambat sembuh, atau infeksi berulang


c. Awitan diabetes tipe I dapat disertai dengan penurunan berat badan

mendadak, atau mual, muntah dan nyeri lambung

d. Diabetes tipe II disebabkan oleh intoleransi glukosa yang progresif dan

berlangsung perlahan (bertahun tahun) dan mengakibatkan komplikasi

jangka panjang apabila diabetes tidak terdeteksi selama bertahun

tahun (contoh, penyakit mata neuropati perifer, penyakit vaskuler

perifer). Komplikasi dapat muncul sebelum diagnosis sebenarnya

ditegakkan.

e. Tanda dan gejala ketoasidosis diabetes (DKA) mencakup nyeri

abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, dan napas berbau buah. DKA

yang tidak tertangani dapat menyebabkan perubahan tingkat

kesadaran, koma, dan kematian.

4. Patofisiologi

Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan

insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses

autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak

terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak

dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan

menimbulkan hiperglikemia prosprandial (sesudah makan). Jika

konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat

menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa

tersebut muncul dalam urine (glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan

dieksresikan ke dalam urine, eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan


dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.

Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami

peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Difisiensi insulin juga akan menganggu metabolisme protein dan

lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami

peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.

Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan

normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glikosa yang

disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-

asam amino dan substansi lain). Namun pada penderita defisiensi insulin,

proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut

menimbulkan hiperglikemia.

Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan

peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping

pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menganggu

keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.

Ketoasidosis yang disebabkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan

gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau

aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan penurunan kesadaran,

koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit

sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik

tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan


latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan

komponen terapi yang penting.

DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan

karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemik kronik. Meskipun pola

pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang

sangat penting dalam munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini akan

berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas,

rendahnya aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas.

Mekanisme terjadinya DM tipe II umumnya disebabkan karena

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan

terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat

terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi

dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe

II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin

menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh

jaringan.

Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi

akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan

dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun

demikian, jika sel-sel ß tidak mampu mengimbangi peningkatan

kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi

DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan

ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton

yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada

DM tipe II. Meskipun demikian, DM tipe II yang tidak terkontrol akan

menimbulkan masalah akut lainnya seperti sindrom Hiperglikemik

Hiperosmolar Non-Ketotik (HHNK).

Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama

bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan

tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering

bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka

pada kulit yang lama-lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur

(jika kadar glukosanya sangat tinggi). Salah satu konsekuensi tidak

terdeteksinya penyakit DM selama bertahun-tahun adalah terjadinya

komplikasi DM jangka panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati

perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum

diagnosis ditegakkan.
6. Komplikasi

Komplikasi Diabetes Mellitus diklasifikasikan menjadi dua yaitu

komplikasi akut dan kronik.

a. Komplikais Akut terjadi karena intoleransi glukosa yang berlangsung

lama jangka waktu pendek dan mencakup sebagai berikut:

1) Hipoglikemia.

2) DKA.

3) HHNS.

b. Komplikasi Kronik biasanya terjadi 10-15 tahun setelah awitan

Diabetes Mellitus. Komplikasinya sebagai berikut:

1) Penyakit makrovaskular (pembuluh darah besar) mempengaruhi

sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah

otak.

2) Penyakit mikrovaskular (pembuluh darah kecil) (mempengaruhi

mata(retinopati) dan ginjal(nefropati), kontrol gula darah untuk

menunda atau mencegah awitan komplikasi mikrovaskular maupun

makrovaskular

Penyakit neuropatik Mempemgaruhi saraf sensori motorik dan otonom

serta berperan memunculkan sejumlah masalah, seperti inpotensi dan

ulkus kaki.
7. Pemeriksaan Penunjang

Untuk menentukan penyakit DM, disamping mengkaji tanda dan

gejala yang dialami pasien juga yang penting adalah dilakukan test

diagnostik, diantaranya :

a. Pemeriksaan gula darah puasa atau fasting blood sugar (FBS)

Tujuan : Menentukan jumlah glukosa darah pada saat

puasa.

Pembatasan : Tidak makan selama 12 jam sebelum test biasanya

jam 08.00 pagi sampai 20.00, minum boleh.

Prosedur : Darah diambil dari vena dan dikirim ke

laboratorium.

Hasil : Normal : 80-120 mg/100 ml serum

Abnormal : 140 mg/100 ml atau lebih

b. Pemeriksaan gula darah postprandial

Tujuan : Menentukan gula darah setelah makan.

Pembatasan : Tidak ada.

Prosedur : Pasien diberi makan kira-kira 100 gr karbohidrat,

dua jam kemudian diambil darah venanya.

Hasil : Normal : kurang dari 120 mg/100 ml serum.

Abnormal : lebih dari 200 mg/100ml atau lebih,

indikasi DM.
c. Pemeriksaan toleransi glukosa oral/peroral glukosa tolerance test

(TTO)

Tujuan : Menentukan toleransi terhadap respons pemberian

glukosa.

Pembatasan : Pasien tidak makan selama 12 jam sebelum test

dan selama test, boleh minum air putih, tidak

merokok, ngopi atau minum teh selama

pemeriksaan (untuk mengukur respon tubuh

terhadap karbohidrat), sedikit aktivitas dan stress

menstimulasi epinephrine dan kortisol dan

berpengaruh terhadap peningkatan gula darah

melalui peningkatan gluconeogenesis).

Prosedur : Pasien diberi makanan tinggi karbohidrat selama 3

hari sebelum test, kemudian puasa selama 12 jam,

ambil darah puasa dan urine untuk pemeriksaan.

Beri 100 gr glukosa ditambah juice lemon melalui

mulut, periksa darah dan urine ½, 1, 2, 3, 4, dan 5

jam setelah pemberian glukosa.

Hasil : Normal : Puncaknya jam pertama setelah

pemberian 140 mg/dl kembali

normal 2 atau 3 jam kemudian.


Abnormal : Peningkatan glukosa pada jam

pertama tidak kembali setelah 2

atau 3 jam, urine positif glukosa.

d. Pemeriksaan glukosa urine

Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini banyak

dipengaruhi oleh berbagai hal misalnya karena obat-obatan seperti

aspirin, vitamin C dan beberapa antibodi, adanya kelainan ginjal dan

pada lansia dimana ambang ginjal terhadap glukosa tergangu.

e. Pemeriksaan keton urine

Badan keton merupakan produk sampingan proses pemecahan lemak,

dan senyawa ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah keton

yang besar pada urine akan merubah pereaksi pada strip menjadi

keunguan. Adanya ketonuria menunjukkan adanya ketoasidosis.

f. Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida, dapat meningkat

karena ketidakadekuatan kontrol glikemik.

g. Pemeriksaan hemoglobin glikat (HbA1c)

Pemeriksaan lain untuk memantau rata-rata kadar glukosa darah adalah

glycosylated hemoglobin (HbA1c). Test ini mengukur prosentasi

glukosa yang melekat pada hemoglobin. Pemeriksaan ini menunjukkan

kadar glukosa darah rata-rata selama 120 hari sebelumnya, sesuai

dengan usia eritrosit. HbA1c digunakan untuik mngkaji kontrol

glukosa jangka panjang, sehingga dapat memprediksi risiko


komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah karena pengaruh kebiasaan

makan sehari sebelum test. Pemeriksaan HbA1c dilakukan untuk

diagnosis dan pada interval tertentu untuk mengevaluasi

penatalaksanaan DM, direkomendasikan dilakukan 2 kali dalam

setahun bagi pasien DM. Kadar yang direkomendasikan oleh ADA

(American Diabetes Association) adalah < 7%.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

a. Usia

Umummnya manusia mengalami perubahan fisiologi secara drastis

menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul

setelah memasuki usia tersebut terutama setelah seseorang memasuki usia

45 tahun terlebih pada orang dengan overweight.

b. Pendidikan dan Pekerjaan

Pada orang dengan pendapatan tinggi cenderung untuk mempunyai

pola hidup dan pola makan yang salah. Cenderung untuk mengkonsumsi

makanan yang banyak mengandung gula dan lemak yang berlebihan, serta

tingginya konsumsi makanan yang berat serta aktivitas fisik yang sedikit

oleh karena itu penyakit ini biasanya banyak dialami pegawai perkantoran,

bos perusahaan dan pejabat pemerintahan


c. Keluhan Utama

Penderita biasanya datang dengan keluhan menonjol badan terasa

sangat lemas sekali disertai penglihatan yang kabur. Meskipun muncul

keluhan banyak kencing (poliura) kadang penderita belum tahu kalau itu

salah satu tanda penyakit diabetes mellitus.

d. Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit ini biasanya yang dominan adalah munculnhya

sering buang air kecil (poliura), sering lapar dan haus (polidipsi dan

polifagia), sebelumnya penderita mempunyai berat badan yang berlebih.

Biasanya penderita belum menyadari kalau itu merupakan perjalanan

penyakit diabetes mellitus. Penderita baru tahu kalau sudah memeriksa diri

di pelayanan kesehatan.

e. Riwayat Kesehatan Dahulu

Diabetes dapat terjadi saat kehamilan, yang terjadi hanya saat

hamil saja dan biasanya tidak dialami setelah melahirkan namun perlu

diwaspadai akan kemunginan mengalami diabetes yang sesungguhnya

dikemudian hari. Diabetes sekunder umumnya digambarkan sebagai

kondisi penderita yang pernah mengalami suatu penyakit dan

mengkonsumsi obat obatan atau zat kimia tertentu, Penyakit yang dapat

menjadi pemicu timbulnya diabetes mellitus dan perlu dilakukan

pengkajian diantaranya:

1). Penyakit pankreas

2). Gangguan penerimaan insulin


3). Gangguan hormonal

4). Pemberitaan obat obat seperti:

a). Glukokortikoid (sebagai obat radang)

b). Furosemid (sebagai diuretik)

c). Thiazid (sebagai diuretik)

d). Beta bloker (untuk mengobati gangguan jantung)

e). Produk yang mengandung estrogen (kontrasepsi oral dan terapi

suntik hormon)

f. Riwayat Kesehatan Keluarga

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap

diabetes, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak dapat

menghasilkan insulin dengan baik akan disampaikan informasinya pada

keturunan berikutnya.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang dilakukan, Antara lain:

a. Status penampilan kesehatan: yang sering muncul adalah kelemahn

fisik.

b. Tingkat kesadaran:normal, latergi, stupor, koma (tergantung kadar gula

yang dimiliki dan kondisi fisiologi untuk melakukan kompensasi

kelebihan gula darah).


3. Tanda tanda vital

Frekuensi nadi dan tekanan darah: takikardi (terjadi kekurangan

energi sel sehingga jantung melakukan kompensasi untuk meningkatkan

pengiriman), hipertensi (karena peningkatan viskositas darah oleh glukosa

sehingga terjadi peningkatan tekanan pada dinding pembuluh darah dan

resiko terbentuknya plak pada pembuluh. Kondisi ini terjadi pada fase

diabetes mellitus yang sudah lama atau penderita yang memang

mempunyai bakat hipertensi).

Frekuensi pernafasan: takipnea (pada kondisi ketoasidosis).

Suhu tubuh: demam (pada penderita dengan komplikasi infeksi pada luka

atau pada jaringan lain, hipotermia (pada penderita yang tidak mengalami

infeksi atau penurunan metabolik akibat menurunnya masukkan nutrisi

secara drastis).

4. Berat badan melalui penampilan atau pengukuran: kurus ramping (pada

diabetes mellitus fase lanjutan dan lama tidak mengalami terapi). Gemuk

padat, gendut (pada fase awal penyakit atau penderita lanjutan dengan

pengobatan yang rutin dan pola makan yang masih tidak terkontrol).

5. Kulit

a. kulit

Warna: perubahan perubahan pada melanin, kerotenemia (pada

penderita yang mengalami peningkatan trauma mekanik yang berakibat

luka sehingga menimbulkan ganggren. Tampak warna kehitam hitaman

disekitar luka, daerah yang sering terkena adalah eksremitas bawah).


Kelembaban: lembab (pada penderita yang tidak mengalami

diuresis osmosis dan tidak mengalami dehidrasi), kering (pada pasien yang

mengalami diuresis osmosis dan dehidrasi).

Suhu: dingin (pada penderita yang tidak mengalami infeksi dan

menurunnya masukan nutrisi, hangat (mengalami infeksi atau kondisi

intake nutrisi normal sesuai aturan diet).

Tekstur: halus (cadangan lemak dan glikogen belum banyak

dibongkar), kasar (terjadi pembongkaran lemak, protein, glikogen otot

untuk produksi energi).

Turgor: menurun pada dehidrasi.

b. Kuku

Warna: pucat, sianosis (penurunan perfusi pada kondisi

ketoasidosis atau komplikasi infeksi saluran pernafasan).

c. Rambut

Kuantitas: tipis (banyak yang rontok karena kekurangan nutrisi dan

buruknya sirkulasi, lebat.

Penyebaran: jarang atau alopesia total.

Tekstur: halus atau kasar

6. Mata dan Kepala

a. Kepala

Rambut: termasuk kuantitas, penyebaran dan tekstur antara lain:

kasar dan halus.


Kulit kepala: termasuk benjolan atau lesi, antara lain: kista pilar

dan psoriasis (yang rentan terjadi pada penderita diabetes mellitus karena

penurunan antibody).

Tulang tengkorak: termasuk ukuran dan kontur.

Wajah: termasuk simetris dan ekspresi wajah, antara lain: paralisis

wajah (pada penderita dengan komplikasi stroke) dan emosi.

b. Mata

yang perlu dikaji yaitu lapang pandang dan uji ketajaman pandang

dari masing masing mata (ketajaman menghilang).

Inspeksi :

Posisi dan kesejajaran mata: mungkin muncul eksoftalmus,

strabismus.

Alis mata: dermatitis, seborea (penderita sangat berisiko

tumbuhnya mikroorganisme dan jamur pada kulit).

Kelopak mata

Aparatus akrimalis: mungkin ada pembengkakan sakus lakrimalis.

Sklera dan konjungtiva: sclera mungkin ikterik. Konjungtiva

anemis pada penderita yang sulit tidur karena banyak kencing pada malam

hari).

Kornea, iris dan lenasa: opaksitas atau katarak (penderita diabetes

mellitus sangat berisiko pada kekeruhan lensa mata).

Pupil: miosis, midriosis atau anisokor.


7. Telinga

a. Daun telinga dilakukan inspeksi: masih simetris antara kiri dan kanan

b. Lubang hidung dan gendang telinga

1). Lubang telinga: produksi serumen tidak sampai mengganggu

diameter lubang.

2). Gendang telinga: kalo tidak tertutup serumen bewarna putih

keabuan, dan masih dapat bervibrasi dengan baik apabila tidak

mengalami infeksi sekunder.

c. Pendengaran

Pengkajian ketajaman pendengaran terhadap bisikan atau tes

garputala dapat mengalami penurunan.

8. Hidung

Jarang terjadi pembesaran polip dan sumbatan hidung kcuali ada

infeksi sekunder seperti influena.

9. Mulut dan Faring

Infeksi:

a. Bibir: sianosis, pucat(apabila mengalami asidosis atau penurunan

perfusi jaringan pada stadium lanjut).

b. Mukosa oral: kering (dalam kondisi dehidrasi akibat diuresis osmosis

c. Gusi perlu diamati kalau ada gingivitis karena penderita memang rentan

terhadap pertumbuhan mikroorganisme).


d. Langit langit mulut: mungkin terdapat bercak keputihan karena pasien

mengalami penurunan kemampuan personal hygiene akibat kelemahan

fisik.

e. Lidah mungkin berwarna keputihan dan berbau akibat penurunan oral

hygiene.

f. Faring mungkin terlihat kemerahan akibat proses peradangan

(faringitis).

10. Leher

Pada infeksi jarang tampak distensi vena jugularis, pembesaran

kelenjar limfe leher dapat muncul apabila ada infeksi sistemik.

11. Toraks dan Paru paru

a. Inspeksi frekuensi: irama, kedalaman dan upaya bernafas antara lain:

tekipnea, hipernea, dan pernafasan Chyne stoke (pada kondisi

ketoasidosis).

b. Amati bentuk dada: normal atau dada tong

c. Dengarkan pernafasan pasien

1). Stridor pada obstruksi jalan nafas

2). mengi (apabila penderita sekaligus mempunyai riwayat astma

atau brokhitis kronik).

12.Dada

a. Dada posterior

1). infeksi antara lain: deformitas, atau asimetris dan retruksi

inspirasi abdomen
2). palpasi antara lain: adanya nyeri tekan atau tidak

3). Perkusi antara lain: pekak terjadi bila cairan atau jaringan padat

menggantikan bagian paru yang normalnya terisi udara (terjadi

pada penderita dengan penyakit lain seperti effuse pleura, tumor atau

pasca penyembuhan TBC).

4). auskultasi antara lain: bunyi nafas veskuler, bronko vesikuler

(dalam kondisi normal)

b. Dada Anterior

1). Inspeksi antara lain: deformitas atau asimetris

2). palpasi antara lain: adanya nyeri tekan, ekspansi pernafasan.

3). Perkusi antara lain : pada penderita normal arean paru terdengar

sonor

4). auskultasu bunyi nafas vesikler, bronko vesikuler (dalam

kondisi tanpa penyerta penyakit lain).

13. Aksila

a. Inspeksi terhadapat kemerahan, infeksi dan pigmentasi.

b. Palpasi kelenjar aksila sentralis apakah ada linfodenopati.

14. Sistem kardiovaskuler

Adanya riwayat hipertensi, infark miokard akut, takikardi, tekanan

darah yang cenderung meningkat, disritmia, nadi yang menurun, rasa

kesemutan dan kebas pada ekstremitas merupakan tanda gejala dari

penderita diabetes mellitus.


15 Abdomen

a. Inspeksi: pada kulit apakah ada strie dan simetris adanya pembesaran

organ (pada penderita dengan penyerta penyakit sirosis hepatik atau

heoatimegali dan splenomegali).

b. Auskutasi : auskultasi bissing usus apakah terjadi penurunan atau

peningkatan motilitas.

c. Perkusi: perkusi abdomen terhadap proporsi dan pola timpani serta

kepekaan

d. Palpasi: palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan/ massa.

16. Ginjal

Palpasi ginjal apakah ada nyeri tekan sudut kosta vertebral

17. Genetalia

Penis

Pada insfeksi apakah ada timosis pada prepusium dan apakah ada

hipospadia pada meatus uratrae, apakah asa kemerahan pada kulit

skortum.

18. Sistem muskuloskletal

Inspeksi persendian dan jaringan sekitar saat anda memeriksa

berbagai kondisi tubuh. Amati kemudahan dan rentang gesekan kondisi

jaringan sekitar, setiap deformitas muskuloskletal, termasuk kurvatura

abnormal dari tulang belakang. Sering mengalami penurunan kekuatan

muskulokletal dibuktikan dengan skor kekuatan otot yang menurun dari

angka 5.
19. Sistem neurosensori

Penderita diabetes mellitus biasanya merasakan gejala seperti :

a. Pusing

b. Sakit kepla

c. Kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia.

d. Gangguan penglihatan.

3. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul.

a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

b. Resiko Syok

c. Kerusakan integritas jaringan

d. Resiko infeksi

e. Retensi Urine

f. Ketidakseimbangan elektrolit

g. Keletihan

h. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

4. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC

Ketidakseimbangan 1. Nutritional Status Nutrition Management


nutrisi kurang dari
(Food and Fluid Intake) 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh
makanan
2. Nutritional Status
Batasan Karakteristik:
2. Kolaborasi dengan
1. Kram abdomen (Nutrient Intake) ahli gizi untuk
3. Weight Control menentukan jumlah
2. Nyeri abdomen kalori dan nutrisi yang
3. Menghindari makan Kriteria Hasil: dibutuhkan pasien

4. Berat badan 20% atau a. Adanya peningkatan 3. Anjurkan pasien untuk


lebih dibawah berat berat badan sesuai meningkatkan intake Fe
badan ideal dengan tujuan
4. Anjurkan pasien untuk
5. Kerapuhan kapiler b. Berat badan ideal meningkatkan protein
sesuai dengan tinggi dan vitamin c
6. Diare badan
5. Berikan subtansi gula
7. Kehilangan rambut c. Mampu
berlebihan mengidentifikasi 6. Yakinkan diet yang
kebutuhan nutrisi dimakan mengandung
7. Bising usus hiperaktif tinggi serat untuk
8. Kurang makanan d. Tidak ada tanda tanda mencegah konstipasi
malnutrisi
9. Kurang informasi 7. Berikan makanan
e. Menunjukan yang terpilih
10. Kurang minat pada peningkatan fungsi (dikonsultasikan dengan
makanan pengecapan dan menelan ahli gizi)

11. Penurunan berat f. Tidak terjadi (Dikonsulkan dengan


badan dengan asupan penurunan berat badan ahli gizi)
makanan adekuat yang berarti
8. Ajarkan pasien
12. Kesalahan konsepsi bagaimana membuat
catatan makanan harian
13. Kesalahan informasi
9. Monitor jumlah nutrisi
14. Membran mukosa
dan kandungan kalori
pucat
10. Berikan informasi
15. Ketidakmampuan
tentang kebutuhan
memakan makanan nutrisi

16. Tonus otot menurun 11. Kaji kemampuan


pasien untuk
17. Mengeluh gangguan mendapatkan nutrisi
sensasi rasa yang dibutuhkan
18. Mengeluh asupan Nutrisi Monitoring
makanan kurang dari
RDA a. Bb pasien dalam batas
normal
19. Cepat kenyang
setelah makan b. Monitor adanya
penurunan berat badan
20. Sariawan rongga
mulut c. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
21. Steatorea biasa dilakukan
22. Kelemahan otot d. Monitor interaksi anak
pengunyah atau orang tua selama
23. Kelemahan otot makan
untuk menelan e. Monitor lingkungan
Faktor yang selama makan
berhubungan f. Jadwalkan pengobatan
a. Faktor biologis dan tindakan tidak
selama jsm makan
b. Faktor Ekonomi
g. Monitor kulit sering
c. Ketidakmampuan dan perubahan
untuk mengabsorbsi pigmentasi
nutrisi
h. Monitor turgor kult
d. Ketidakmampuan
untuk mencerna i. Monitor kekeringan,
makanan rambut kusam dan
mudah patah
e. Ketidakmampuan
menelan makanan j. Monitor mual dan
muntah
f. Faktor psikologis
k. Monitor kadar
albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht

l. Monitor pertumbahan
dan perkembangan

m. Monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan jaringan
konjungtiva

n. Monitor kalori dan


intake nutrisi

o. Catat adanya edema,


hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas
oral

p. Catat jika ldah


bewarna magenta,
scarlet

Resiko Syok 1. Syok prevention Syok Prevention

Faktor resiko: 2. Syok management 1. Monitor status


sirkulasi BP, warna
1. Hipotensi Kriteria Hasil: kulit, suhu kulit, denyut
2. Hipovolemi a. Nadi dalam batas yang jantung, HR, dan ritme,
diharapkan nadi perifer, dan kapiler
3. Hipoksemia refil.
b. Irama jantung dalam
4. Hipoksia batas yang diharapkan 2. Monitor tanda
inadekuat oksigenasi
5. Infeksi c. Frekuensi nafas dalam jaringan
6. Sepsis batas yang diharapkan
3. Monitor suhu dan
7. Sindrom respons d. Irama pernafasan pernafasan
inflamasi sistemik dalam batas yang
diharapkan 4. Monitor input dan
output
e. Natrium serum dbn
5. Pantau nilai HB, HT,
f. Kalium serum dbn AGD, dan elektrolit

g. Klorida serum dbn 6. Monitor hemodinamik


invasi yang sesuai
h. Kalsium serum dbn
7. Monitor tanda dan
i. Magnesium serum dbn
gejala asites
j. PH darah serum dbn
8. Monitor tanda awal
Hidrasi: syok

1). Indikator 9. Tempatkan pasien


pada posisi supinasi,
2). Mata cekung tidak
ditemukan kaki elevasi untuk
peningkatan preload
3). Demam tidak dengan tepat
ditemukan
10. Lihat dan pelihara
4). TD dbn kepatenan jalan nafas
5). Hematokrit dbn 11. Berikan cairan IV
dan oral yang tepat

12. Berikan Vasodilator


yang tepat

13. Ajarkan keluarga dan


pasien tentang tanda dan
gejala datangnya syok

14. Ajarkan keluarga dan


pasien tentang langkah
untuk mengatasi gejala
syok

Syok management

a. Monitor fungsi
neurologis

b. Monitor fungsi renal

c. Monitor tekanan nadi

d. Monitor status cairan,


input output

e. Catat gas darah arteri


dan oksigen dijaringan

f. Monitor EKG

g. Memanfaatkan
pemantauan jalur arteri
untuk meningkatkan
akurasi pembacaan
tekanna darah
h. Menggambar gas
darah arteri dan
memonitor jaringan
oksigenasi

i. Memantau tren dalam


parameter hemodinamik

j. Memantau faktor
penentu pengiriman
jaringan oksigem

k. Memantau tingkat
karbondioksida
sublingual dan
tonometry lambung

l. Memonitor gejala
gagal pernafasan

m. Monitor nilai
laboratorium

n. Memasukan dan
memelihara besarnya
kebosanan akses IV

Kerusakan integritas 1. Tissue Integrity : Skin Prssure ulcer


jaringan and mucous prevention wound care

Batasan Karakteristik: 2. Wound healing : 1. Anjurkan pasien untuk


primary and secondary menggunakan pakaian
1. Kerusakan jaringan intention yang longgar
Faktor berhubungan Kriteria Hasil: 2. Jaga kulit agar tetap
a. Gangguan sirkulasi bersih dan kering
1. Perfusi jaringan
b. Iritan zat kimia normal 3. Mobilisasi pasien
setiap dua jam sekali
c. Defisit cairan 2. Tidak ada tanda tanda
infeksi 4. Monitor kulit akan
d. Kelebihan cairan adanya kemerahan
3. Ketebalan dan tekstur
e. Hambatan mobilitas jaringan normal 5. Oleskan lotion atau
fisik 4. Menunjukan minyak/baby oil pada
pemahaman dalam daerah yang tertekan
f. Kurang pengetahuan proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya 6. Monitor aktivitas dan
g. Kurang mekanik mobilisasi pasien
cidera berulang
h. Faktor nutrisi 7. Monitor status nutrisi
5. Menunjukan
i. Radiasi terjadinya proses pasien
penyembuhan luka 8. Memandikan pasien
j. Suhu ekstrem
dengan sabun dan air
hangat

9. Observasi luka

10. Ajarkan keluarga


tentang luka dan
perawatan luka

11. Kolaborasi ahli gizi


pemberian diet TKTP

12. Cegah kontaminasi


feses dan urine

13. Lakukan teknik


perawatan luka dengan
steril

14. Berikan posisi yang


mengurangi tekanan
pada luka

15. Hindari kerutan pada


tempat tidur

Resiko infeksi Immune Status Infection Control

Faktor resiko: Knowledge : Infection 1.Bersihkan lingkungan


control setelah dipakai pasien
1. Penyakit kronis
Risk Kontrol 2. Pertahankan teknik
a. Diabetes Mellitus isolasi
Kriteria Hasil:
b.Obesitas 3. Batasi pengunjung
1. Klien bebas dari tanda
2. Pengetahuan yang dan gejala infeksi bila perlu
tidak cukup untuk
menghindari pemanjaan 2. Mendskripsikan 4. Instruksikan pada
patogen proses penularan pengunjung untuk
penyakit, faktor yang mencuci tangan saat
3. Pertahankan tubuh mempengaruhi berkunjung dan setelah
primer yang tidak penularan serta berkunjung
adekuat penatalaksanaanya meninggalkan pasien

a. Gangguan peritalsis 3. Menunjukan 5.Gunakan sabun anti


kemampuan untuk mikrobia untuk cuci
b. Kerusakan Integritas mencegah timbulnya tangan
kulit infeksi
6. Cuci tangan setiap
c. Perubahan sekresi 4. Jumlah leukosit dalam sebelum dan sesudah
pH batas normal tindakan keperawatan
d. Penurunan kerja 5. Menunjukan prilaku 7. Gunakan baju, sarung
siliaris hidup sehat tangan sebagai alat
e. Pecah ketuban dini pelindung

f. Pecah ketuban lama 8. Pertahankan


lingkungan aseptik
g. Merokok selama pemasangan alat

h. Stasis Cairan tubuh 9. Ganti letak IV perifer


dan line central dan
i. Trauma Jaringan
dressing sesuai dengan
3. Ketidakadekuatan petunjuk umum
pertahanan sekunder
10 Gunakan kateter
a. Penurunan HB intermiten untuk
menurunkan infeksi
b. Imunosepresi kandung kencing
c. Supresi respon 11. Tingkatkan intake
inflamasi nutrisi
12. Berikan terapi
4. Vaksinasi
antibiotik bila perlu
tidakadekuat
13. Monitor tanda dan
5. Pemanjaan terhadap
gejala infeksi sistemik
patogen lingkungan
dan lokal
meningkat 14. Monitor hitung
granulosit, WBC
a. Wabah
15. Monitor kerentangan
6. Prosedur invasif terhadap infeksi
7. Malnutrisi 16. Batasi pengunjung

17. Sering pengunjung


terhadap penyakit
menular

18. Pertahankan teknik


aspesis pada pasien yang
beresiko

19. pertahankan teknik


isolasi k/p

20. Berikan perawatan


kulit pada area epidema

21. Inspeksi kulit dan


membran mukosa
terhadap kemerahan
panas, drainase

22.Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah

23. Dorong masukan


nutrisi yang cukup

24. Dorong masukan


cairan

25. Dorong istirahat

26. Instruksikan pasien


untu minum antibiotik
sesuai resep

27. Ajarkan pasien dan


keluarga tanda dan
gejala infeksi

28. Ajarkan cara


menghindari infeksi

29. Laporkan kecurigaan


infeksi

30. Laporkan kultur


positif

Retensi Urine Urinary elimanation Urinary retention care

Batasan karakteristik: Urinary continence 1. Monitor intake dan


output
1. Tidak ada haluaran Kriteria Hasil:
urine 2. Monitor penggunaan
1. Kandung kemih obat antikolionergik
2. Distensi kandung kosong secara penuh
kemih 3. Monitor derajat
2. Tidak ada residu urine distensi bladder
3. Menetes >100-200cc
4. Instruksikan pasien
4. Disuria 3. Bebas dari ISK dan keluarga untuk
4. Tidak ada spasme mencatat output urine
5. Sering berkemih bladder
6. Inkontenensia aliran 5. Sediakan privacy
5. Balance cairan untuk eliminasi
berleih seimbang
7. Residu urine 6. Stimulasi refleks
bladder dengan kompres
8. Sensasi kandung dingin pada abdomen
kemih penuh
7. Katerisasi bila perlu
9. Berkemih sedikit
8. Monitor tanda dan
Faktor berhubungan gejala ISK

a. Sumbatan Urinary Elimanitiont


Management
b. Tekanan ureter tinggi

c. Inhisbisi arkues reflex

d. Sfingter kuat
Resiko 1. Fluid balance Fluid management
ketidakseimbangan
2. Hydration 1, Timbang
elektrolit
popok/pembalut jika
Faktor resiko: 3. Nutritional status diperlukan
1. Defisiensi volume (Food & Fluid)
cairan 2. Pertahankan catatan
4. Intake intake dan output yang
2. Diare Kriteri Hasil: akurat

3. Disfungsi Endokrin 1. Mempertahankan 3. Monitor status

4. Kelebihan volume urine output sesuai hidrasi


cairan dengan usia dan bb,
berat jenis urine normal. 4. Monitor vital sign
5. Gangguan mekanisme Dan HT normal
regulasi 5. Monitor masukan
2. Tekanan darah, nadi, makanan/cairan dan
6. Disfungsi ginjal suhu tubuh dalam batas hitung intake kalori
normal harian
7. Efek samping obat
3. Tidak ada tanda 6. Kolaborasi pemberian
8. Muntah dehidrasi, Elastisitas cairan IV
turgor kuit baik,
membran mukosa 7. Monitor status nutrisi
lembab, tidak ada rasa 8. Berikan cairan IV
haus yang berlebih pada suhu ruangan

9. Dorong masukan oral

10. Berikan penggantian


nesogatrik sesuai output

11. Dorong keluarga


untuk membantu pasien
makan

12. Tawakan sncak


(Jus/buah segar)

13. Kolaoarasi dokter


jika tanda cairan
berlebih muncul
memburuk
14. Atur kemungkinan
transfusi

15. Persiapan untuk


transfusi

Hypovolemia
management

a. Monitor status cairan


termasuk intake dan
output cairan

b. Pelihara IV line

c. Monitor tingkat Hb
dan Hematokrit

d. Monitor tanda vital

e. Monitor respon pasien


terhadap penambahan
cairan

f. Monitor berat badan

g. Dorong pasien untuk


menambah intake oral

h. Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda
dan gejala kelebihan
volume cairan

i. Monitor adanya tanda


gejala ginjal

Keletihan Endurance Energy Management

Batasan karakteristik: Concentrasion 1. Observasi adanya


pembatasan klien dalam
1. Gangguan konsentrasi Energy conservation melakiukan aktivitas
2. Gangguan Libido Nutritional statuis : 2. Dorong anak untuk
energy mengungkapkan
3. Penurunan performa Kriteria hasil: perasaan terhadap
keterbatasan
4. Kurang minat 1. Memperbalisasikan
terhadap sekitar peningkatan energy dan 3. Kaji adanya faktor
merasa lebih baik yang menyebabkan
5. Mengantuk kelelahan
2. Menjelaskan
6. Peningkatan keluhan penggunaan energy 4. Monitor nutrisi dan
fisik sumber energy yang
Untuk mengatasi adekuat
7. Peningkatan kelelahan
kebutuhan istirahat 5. Monitor pasien akan
3. Kecemasan menurun adanya kelelahan fisik
8. Intropeksi
4. Glukosa darah dan emosi secara
9. Kurang energi adekuat berlebihan

10. Letargi 5. Kualitas hidup 6. Monitor respon


meningkat kardiovasukler terhadap
11. Lesu
aktivitas
12. Presepsi 6. Istirahat cukup
7. Monitor pola tidur dan
membutuhkan energi 7. Mempertahankan lamanya tidur/ istirahat
tambahan untuk kemampuan untuk pasien
menyelesaikan tugas berkonsentrasi
rutin 8. Dukung pasien dan
keluarga untuk
13. Mengatakan kurang
mengungkapkan
energi yang luar biasa
perasaan, berhubungan
14. Mengatakan kurang dengan perubahan hidup
energi yang tidak yang disebabkan
kunjung reda keletihan

15. Mengatakan 9. Bantu aktvitas sehari


perasaan lelah hari sesuai dengan
kebutuhan
16. Merasa berasalah
karena tidak dapat 10. Tingkatkan tirah
menjalankan tanggung baring dan pembatasan
jawab aktivitas

17. Mengatakan tidak 11. Konsultasi dengan


mampu ahli gizi untuk
mempertahankan meningkatkan asupan
aktivitas fisik pada makanan yang berenergi
tingkat yang biasanya tinggi

18. Mengatakan tidak Behavior Management


mampu
mempertahankan Activity terapi
rutinitas biasanya Energy Management
19. Mengatakan tidak Nutrition Management
mampu mempulihkan
energi, setelah tidur
sekalipun

Faktor berhubungan:

1. Psikologis

a. Ansietas, depresi

b. Mengtakan gaya
hidup membosankan,
stres

2. Fisiologis

a. Anemeia, status
penyakit

b. Peningkatan
kelemahan fisik

c. Malnutrisi, kondisi
fisik buruk

d. Kehamilan,
deprivasi tidur

3. Lingkungan

a Kelembapan suhu,
cahaya, kebisingan

4. Situasional

a. Peristiwa hidup
negatif

b. Pekerjaan

Resiko Setelah dilakukan a. Pantau pada daerah


ketidakefektifan tindakan asuhan perifer untuk perbedaan
perfusi jaringan keperawatan, diharapkan sensasi tajam, tumpul,
perifer dengan faktor perfusi jaringan perifer panas atau dingin
resiko diabetes mellitus adekuat dengan kriteria
hasil sebagai berikut: b. Pantau adanya
parastesia (mati rasa,
a. Aliran darah kapiler kesemutan, hiperestia,
ke jari jari tangan dalam hipoestesia (hipestesia),
batas normal dan tingkat nyeri)

b. Aliran darah kapiler c. Dorong pasien untuk


ke jari jari kaki dalam menggunakan bagian
batas normal tubuh yang tidak
bermasalah untik
c. Suhu kulit pada menentukan suhu
ekstremitas dalam batas makanan, vaira, air
normal mandi, dan sebagainya
d. Kekuatan tekanan d. Anjurkan pasien atau
darah karotis bagian keluarga untuk
kanan dalam batas memantau posisi tubuh
normal ketika mandi, duduk,
e. Kekuatan tekanan berbaring, atau berubah
darah karotis bagian kiri posisi
dalam batas normal e. Anjurkan pasien atau
f. Kekuatan tekanan keluarga untuk
darah brakial bagian memeriksa kulit setiap
kanan dalam batas hari untuk mengetahui
normal adanya perubahan
integritas kulit
g. Kekuatan tekanan
darah brakial bagian kiri f. Pantau dalam
dalam batas normal penggunaan peralatan,
sepatu, dan baju
h. Kekuatan tekanan
darah radial bagian kiri g. Anjurkan pasien atau
keluarga untuk
dalam batas normal menggunakan
termometer untuk
i. Kekuatan tekanan mengukur suhu air
darah radial bagian
kanan dalam batas h. Edukasi pasien ketika
normal di rumah untuk
menggunakan sarung
j. Kekuatan tekanan tangan anti panas saat
darah femoral bagian menggunakan peralatan
kanan dalam batas masak
normal
i. Dorong pasien untuk
k. Kekuatan tekanan menggunakan sarung
darah femoral bagian tangan untuk melindungi
kiri dalam batas normal bagian tubuh yang
l. Kekuatan tekanan berpengaruh ketika
darah pedal bagian kontak dengan objek
kanan dalam batas j. Pantau secara hati hati
normal dalam penggunaan air
m. Kekuatan tekanan botol panas dan kompres
darah pedal bagian kiri panas dingin seperti
dalam batas normal heating pads, botol air
panas, dan ice packs
n. Tekanan darah sistol
dalam batas normal k. Anjurkan pasien untuk
menggunakan sepatu
o. Tekanan darah diastol dengan ukuran sesuai,
dalam batas normal gak rendah, dan
bahannya lembut
p. Tidak terdapat
ekstremitas bruits l. Cek sepatu, pakian,
kantong dari benda asing
q. Tidak terdapat
atau potensi yang
pembengkakan
berbahaya
pembuluh darah
m. Anjurkan pasien jika
r. Tidak terdapat nyeri
merasakan
pada ekstremitas
ketidaknyamanan untuk
s. Tidak terdapat mengubah posisi
nekrosis
n. Gunakan peralatan
untuk mengurangi
t. Tidak terdapat mati tekanan
rasa
o. Lindungi bagian tubuh
u. Tidak terdapat dari perubahan suhu
kesemutan yang ekstrem

v. Tidak terdapat muka p. Ajarkan pasien cara


mucat berkemih yang tepat

w. Tidak terdapat q. Ajarkan pasien buang


kelemahan otot air besar yang tepat

x. Tidak terdapat r. Jika dibutuhkan


kekakuan otot lakukan kolaborasi
dengan dokter untuk
y. Tidak terdapat pemberian analgesik,
kerusakan kulit kortikosteroid, atau
z. Tidak terdapat anastesi lokal
bengkak s. Pantau adanya
tromboflebitis dan
tromboembolivena

t. Idenrifikasi penyebab
dari perubahan sensasi
yang tidak normal
DAFTAR PUSTAKA

A, Aziz Alimul Hidayat, 2008. Metode Penelitian Kebidanan Teknik


Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika.
American Diabetes Association, 2014, Standards of Medical Care in
Diabetes 2014. Diabetes Care.
Brunner, 2018. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 12,
Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, 2018. Kejadian Diabetes
Mellitus di Rumah Sakit Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018.
Banjarmasin.
International Diabetes Federation, 2018. Western Pacific
members.https://www.idf.org/our-network/regions-members/western-
pacific/members/104-indonesia. Diakses pada tanggal 8 November
2018.
Jihan Restada, 2016. Hubungan Lama Menderita Dan Komplikasi Diabetes
Mellitus Dengan Kualitas Hidup.
Kementerian Kesehatan R, 2014. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014.
Jakarta: Kemenkes RI
Nurarif, Amin Huda, Hardhi Kusuma, 2016. Asuhan Keperawatan Praktis.
Yogyakarta: Mediaction.
Nursalam, 2017. Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2015. Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe II diIndonesia, PERKENI, Jakarta.
Rahmati Umar, 2017. Hubungan Stres Dengan Citra Tubuh Pada Penderita
Diabetes Mellitus Tipe II.
Rekam Medik RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, 2018.
Sepuluh Penyakit Terbanyak Diruangan Penyakit Dalam di RSUD Dr.
H. Moch. Ansari Saleh. Banjarmasin
Riset Kesehatan Dasar, 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Riyadi, Sujono, Sukarmin, 2013. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Smeltzer, Suzanne C, 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Volume 2, Jakarta: EGC.
Syaifuddin, 2016. Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC.
World Health Organization, 2018. Diabetes Mellitus.
http://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/diabetes.Diakses
pada tanggal 8 November 2018.

Anda mungkin juga menyukai