Secara bahasa, murabahah berasal dari kata al-ribh ()انزبح, artinya profit atau laba.
Dalam istilah syariah, konsep murabahah para ahli telah menyampaikan beragam
definisi, yang dapat disumpulkan sebagai “jual beli yang mengharuskan
penjual memberikan informasi kepada pembeli tentang biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan komodistas (harga pokok pembelian) dan
tambahan profit yang ditetapkan dalam bentuk harga jual1.
Sedangkan menurut istilah, menurut Muhammad, murabahah merupakan jual beli
barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah
disepakati.2Menurut Syafi’i Antonio, secara istilah murabahah adalah jual beli
barang dengan harga asal dengan tambahan harga keuntungan yang
disepakati.3Istilah yang hampir sama juga diberikan oleh Hulwati yang menyatakan
bahwa murabahah secara istilah adalah menjual suatu barang dengan harga modal
ditambah dengan keuntungan.4
Murabahah adalah jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi jual beli
dengan cicilan. Pada perjanjian murabahah atau mark-up, bank membiayai
pembelian barang atau aset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli
barang itu dari pemasok barang dan kemusian menjualnya kepada nasabah tersebut
1
Ghufron Ajib, Fiqh Muamalah II “Kontemporer-Indonesia”,(Semarang: UIN Walisongo, tt), hlm. 82-83
2
Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syari’ah, Yogyakarta: AMP YPKN, 2002, hlm. 75
3
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001, hlm. 101
4
Hulwati, Ekonomi Islam Teori dan Praktiknya dalam Perdagangan Obligasi Syari’ah di Pasar Modal
Indonesia dan Malaysia, Jakarta: Ciputat Press Group, 2009, hlm. 76.
dengan menambahkan suatu mark-up atau keuntungan. Dengan kata lain penjualan
barang oleh bank kepada nasabah dilakukan atas dasar cost-plus profit5
5
Wahid Hayim, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan
Indonesia,(Jakarta:PT. Pustak Utama Grafiti Islami, 2007), hlm. 64
6
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, Juz V, Mesir: Dar al-Fikr, 2006, hlm. 3765
7
Ibid., hlm. 3764.
8
Ibid.
kemudian ia mensyaratkan atasnya laba dalam jumlah tertentu, dinar atau
dirham9
e. Menurut Sayyid Sabiq, mendefinisikan murabahah ialah:
9
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid (Analisa Fiqh Para Mujtahid), penerjemah Imam Ghazali Said dan Ahmad
Zaidun, Jakarta: Pustaka Amani, Cet. Ke 3, 2007, hlm. 45.
10
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 11, Terj, Kamaludin A Marzuki, “Fiqh Sunnah jilid 11”, Bandung:
Pustaka, 1988, hlm 83.
11
Sugeng Widodo, Moda Pembiayaan.., hlm. 409
12
Ibid, hlm. 410
13
Ibid.
murabahah, yaitu jual beli barang dengan mencantumkan harga pokok pembelian
dengan ditambah keuntungan (margin) yang disepakati dalam transaksi jual beli
tersebut.
Ayat al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukan atau dasar hukum pada
akad mudharabah adalah sebagai berikut:
14 8
Sayid Qutub, Tafsir Fi Zhilalil Qur‟anJilid 2,(Depok: Gema Insani, 2001), hlm. 342
15
Ibid
memberikan rahmat-Nya kepada orang-orang yang beriman,
ketika Dia melarang dari pembuuhan itu.
16
Departemen Agama, Al Qur‟an dan Terjemahannya, hlm. 47.
17
Abdul Qadir Syaibah al-Hamd, Fiqhul Islam Bulughul Maram,Cet 1, Jilid 5,(Jakarta:
Darul Haq, 2007), hlm. 1.
3. Rukun dan Syarat Murabahah
Secara definisi rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari suatu perbuatan yang menentukan sah atau tidaknya suatu
hal tersebut. Sedangkan syarat merupakan sesuatu yang tergantung
padanya keberadaan hukum syar’i dan berada diluar hukum hukum itu
sendiri yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun tidak ada.18
Rukun dari murabahah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu:19
a) Pelaku akad (subjek akad), yaitu ba‟i (penjual) adalah pihak yang
memiliki barang untuk dijual, dan musytari (pembeli) dalah pihalk
yang memerlukan dan akan membeli barang.
b) Objek akad yaitu Mabi’ (barang dagangan) dan Tsaman (harga)
c) Shighoh yaitu Ijab Qobul
18
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 50
19
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),hlm. 82.
20
Adesy dan Fordebi, Ekonomi dan Bisnis Islam :Konsep dan Aplikasi Eknomi dan
Bisnis Islam, ed.1, cet.1. (Jakarta: Rajawali Pers, 2016),
hlm. 172
pelaku yang melakukan akad ini dapat terdiri dari dua orang atau
lebih. Sedangkan jika dilihat dari segi hukum al-aqidain
merupakan subjek hukum sebagai pengembang hak dan
kewajiban. Subjek hukum ini terdapat dua jenis, yaitu:
1) Manusia
21
Ibid. Hlm. 172-173.
yang dapat diartikan sebagai kelayakan
seseorang dalam menerima hak dan kewajiban
secara hukum. Dari pengertian tersebut dapat
dilihat bahwa kecakapan hukum Islam terbagi
kepada dua macam, yaitu:
1) Kecakapan menerima hukum(kecakapan
hukum pasif), dalam istilah hukum Islam
disebut ahliyyatul-wujub
2) Kecakapan bertindak hukum (kecakapan
hukum aktif), dalam istilah hukum Islam
disebut ahliyyatul-ada‟
Dari dua macam kecakapan diatas, maka
kecakapa hukum seseorang dibedakan dua
macam tingkat kecakapan, yang diantaranya
adalah:
a) Kecakapan menerima hukum tidak
sempurna, yaitu kecakapan yang dimiliki
subjek hukum ketika ada dalam kandungan
ibu.
b) Kecakapan menerima hukum sempurna,
merupakan kecakapan hukum yang dimiliki
dubjek hukum sejak lahir sampai meninggal.
c) Kecakapan bertindak hukum tidak smpurna.
Yaitu kecakapan hukum yng dimiliki oleh
subjek hukum saat berada pada usia tamyiz.
d) Kecakapan bertindak hukum sempurna, yaitu
kecakapan hukum yang dimiliki oleh subjek
hukum saat sudah dewasa.
2) Badan Hukum
b) Objek Akad
Objek akad merupakan apa yang menjadi barang yang ditransaksikan. Atau
barang yang dijual belikan, atau mungkin sesuatu yang disewakan dalam
akad sewa dan sejenisnya. Dalam hal itu juga ada beberapa persyaratan
sehingga akad tersebut dianggap sah, objek akad harus harus memenuhi
beberapa persyaratan, menurut Zuhaily dalam buku Fikih Muamalah Klasik
dan Kontemporer karya Ismail Nawawi. Intinya sebagai berikut:22
4. Objek tersebut harus suci, tidak najis dan bukan barang najis. Syarat
ini dianjurkan oleh ulama selain Hanafiyah.
22
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer,(Bogor: Ghalia Indonesia,
2002),hlm. 94.
c) Shighoh
Sighat merupakan suatu ungkapan yang diuacapkan oleh pihak
yang berakad berupa ijab dan qabul. Ijab adalah suatu pernyataan
janji atau sebuah penawaran pihak pertama pada pihak kedua Dan
qabul merupakan pernyataan pihak kedua sebagai jawaban dari
pernyataan pihak pertama.
Dalam fiqh muamalah, ijab kabul (sighat) yang merupakan
bentuk akad disyaratkan memenuhi sebagai berikut:23
1. Diantara penjual dan pembeli berada pada satu tempat yang
tidak dipisahkan oleh sesuatu.
2. Diantara penjual dan pembeli terjadi kesepakatan bersama yang
saling menerima baik dari sisi barang atau harganya. Apabila
tidak ada kesepakatan diantara keduanya maka jual beli tidak
sah.
23
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, (TT), hlm. 106-107
24
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia,
1. Lisan.
2. Tulisan.
3. Isyarat.
25
Sayid Sabiq, Fiqh.... , hlm. 161
26
M. Nur Riyanto Al-Arif, Dasar-Dasar Pemasaran Bank Syariah, (Bandung: Alfabeta,
2012), hlm. 44
nasabah.
4. Macam-macam Murabahah
27