Anda di halaman 1dari 23

PETUNJUK PENUGASAN

PELATIHAN BAGI PELATIH (TOT) LAYANAN TES HIV BAGI PETUGAS KESEHATAN

Materi Inti-1. Permintaan Tes HIV dan Skrining

Penugasan 1. Bermain peran. Permintaan tes HIV (Meminta pasien tes HIV)
Petunjuk:
a. Fasilitator memilih pemeran, yaitu :
- Satu orang peserta dipilih sebagai petugas kesehatan
- Satu orang peserta dipilih sebagai pasien/klien (dapat juga mendatangkan EPT, tapi tidak
harus)
- Satu orang peserta sebagai pengamat.
b. Fasilitator memberikan penjelasan singkat kepada pemeran petugas dan memberikan
skenario/kasus untuk dipelajari selama lebih kurang 5 menit. Kemudian penjelasan kepada
pemeran pasien secara terpisah.
c. Pemeran petugas kesehatan dan pasien/klien duduk di depan kelas untuk melakukan permintaan
tes HIV, sesuai dengan skenario/kasus yang ada (10 menit)
d. Peserta lain yang belum berperan menjadi observer yaitu mengamati jalannya proses sampai
selesai
e. Setelah proses selesai fasilitator memandu diskusi /umpan balik :
- Fasilitator menanyakan bagaimana pendapat dari pasien tentang permintaan untuk tes
HIV oleh petugas kesehatan
- Kemudian fasilitator menanyakan pendapat dari para pengamat mengenai proses
meminta tes HIV kepada pasien yang telah diperankan
f. Fasilitator selanjutnya menanyakan pendapat dan perasaan dari petugas kesehatan ketika
meminta tes HIV kepada pasien.
g. Terakhir, fasilitator merangkum hasil dari proses meminta pasien untuk tes HIV serta menekankan
tentang hal- hal yang penting diperhatikan.

1
Skenario/Kasus

1. Mintalah peserta berpasang-pasangan/berkelompok kemudian setiap pasangan/kelompok


secara bergantian melakukan proses “Permintaan tes HIV”, untuk bermain peran. Salah satu
peserta menjadi pengamat.

2. Proses meminta pasien untuk tes HIV dilakukan sebanyak beberapa putaran, sampai semua
peserta mendapatkan peran. Kemudian lakukan beberapa menit untuk diskusi bersama

Skenario/Kasus
Bermain peran Meminta pasien untuk tes HIV, berdasarkan kasus berikut:

Skenario/Kasus 1.
Anda adalah petugas kesehatan yang sedang menghadapi pasien, dan melakukan permintaan tes HIV
kepada pasien tersebut. Anda menyampaikan kepada pasien tentang perlunya pasien melakukan tes
HIV. Pasien tampaknya ragu-ragu.

Pasien yang sedang diminta untuk tes HIV tersebut, mengajukan pertanyaan:
“Mengapa saya harus periksa HIV ya? Saya hanya melakukan hubungan seks dengan suami saya?”

Bagaimana petugas kesehatan melakukan komunikasi kepada pasien? Gunakan bahasa yang dimengerti
pasien dan jelas.

Skenario/Kasus 2.
Anda adalah petugas kesehatan yang sedang menghadapi pasien, dan melakukan permintaan tes HIV
kepada pasien tersebut. Anda menyampaikan kepada pasien tentang perlunya pasien melakukan tes
HIV. Pasien tersebut berpenampilan bersih dan putih.

Pasien yang sedang diminta untuk tes HIV, mengatakan kepada anda, “Teman saya mengatakan bahwa
perempuan yang penampilannya bersih dan putih, tidak mungkin terkena penyakit kotor” Mengapa saya
harus di tes HIV?

Bagaimana petugas kesehatan melakukan komunikasi kepada pasien? Gunakan bahasa yang dimengerti
pasien dan jelas. Pasien ini sangat teguh dengan keyakinan terhadap perkataan temannya.

Skenario/Kasus 3.
Anda adalah petugas kesehatan yang sedang menghadapi pasien, dan melakukan permintaan tes
HIV kepada pasien tersebut. Anda menyampaikan kepada pasien tentang perlunya pasien
melakukan tes HIV.
Pasien cukup kooperatif, petugas tidak mengalami kesulitan berkomunikasi dengan pasien. Tapi pasien
mengajukan pertanyaan: “Kalau HIV positif, apa yang harus saya lakukan?”

Bagaimana petugas kesehatan memberi penjelasan kepada pasien? Gunakan bahasa yang dimengerti
pasien dan jelas.

2
Skenrio/Kasus 4.
Pasien yang sedang diminta untuk tes HIV adalah seorang ibu hamil. Dia sangat kuatir kalau di tes, ternyata
hasilnya positif. Dia mengajukan pertanyaan berikut:

“Jika saya HIV positif, apakah suami dan bayi saya pasti akan terkena HIV juga?”
Bagaimana petugas kesehatan memberi penjelasan kepada pasien? Gunakan bahasa yang dimengerti
pasien dan jelas.

Skenario/Kasus 5.
Anda menghadapi pasien yang tidak mau di tes HIV. Simaklah apa yang dikatakan pasien tersebut:”Saya
tidak mau dites HIV. Untuk apa saya tahu, kalau saya tidak dapat sembuh dan sebaliknya membuat saya
stres?”

Bagaimana anda memberi penjelasan dan menanggapi pernyataan pasien tersebut?

Skenario/Kasus 6.
Anda menghadapi pasien yang menolak tes HIV. Simaklah perkataan pasien tersebut:
“Kalaupun saya terkena HIV, saya tidak mau tahu sekarang karena saat ini saya masih sehat”

Bagaimana anda memberi penjelasan dan menanggapi pernyataan pasien tersebut?

3
Penugasan 2. Latihan/Praktik Melakukan skrining HIV

Petunjuk

Kegiatan 1: Demonstrasi Pemeriksaan skrining HIV

Tujuan :
Peserta mampu melakukan pemeriksaan skrining dengan reagensia 1 yang tersedia dan mampu
membedakan hasil yang reaktif dan non reaktif.

Persiapan :
Fasilitator
1. Menyiapkan reagensia 1
2. Menyiapkan sampel 2 buah (Reaktif dan Non Reaktif)

Petunjuk 1:
• Kenali ruangan kerja Anda di ruang praktek
• Kumpulkan alat dan bahan pemeriksaan
• Dapatkan spesimen Reaktif dan Non-reaktif dari pelatih
 Aturlah seluruh peralatan di ruangan

Waktu: 10 menit

Petunjuk 2:
• Ingatlah selalu kewaspadaan standar
• Berlatih hanya dengan sampel yang disediakan oleh pelatih
• Masing – masing peserta mendapat 2 sampel
• Kerjakan dengan reagensia yang ada
• Angkat tangan Anda jika butuh alat tambahan
• Tunjukkan hasil pemeriksaan ke pelatih setelah selesai
• Total waktu: 15 menit per pemeriksaan

4
Materi Inti-2. Informasi Hasil tes

Penugasan 1. Latihan kasus Membaca hasil tes

Petunjuk Latihan
a. Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok
b. Kepada setiap kelompok dibagikan kasus yang akan dibahas
c. Fasilitator menjelaskan tugas kelompok:
o Mempelajari kasus (setiap kelompok 1 kasus)
o Berdasarkan kasus menentukan hasil pembacaan tes
d. Setiap kelompok mempersiapkan bahan presentasi
e. Fasilitator melakukan pengamatan, memperhatikan apakah semua anggota kelompok
berperan serta, dan memberikan bantuan sesuai kebutuhan
f. Setelah selesai setiap kelompok secara bergiliran mempresentasikan hasilnya
g. Peserta dari kelompok lain diminta memberikan tanggapan dan masukan
h. Pada akhir sesi, fasilitator menyampaikan klarifikasi dan penegasan yang perlu di perhatikan
berkaitan dengan penetapan diagnosis menggunakan Bagan alur.

Kasus 1:

Seorang ibu hamil diminta untuk tes HIV di pustu pada kunjungan pertama (K1) dan hasil tes sebagai
berikut: A1 reaktif
Bagaimana interpretasi hasil tes ini? Apakah yang harus dilakukan?

_____________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________

_________

Kasus 2. Seorang ibu hamil dilakukan tes HIV. Hasil tes HIV sebagai berikut:
A1 non reaktif.
Bagaimana interpretasi hasil tes ini? Apakah yang harus dilakukan?

_____________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________

____________________________________________________________

5
Kasus 3.
Seorang laki-laki dewasa yang telah di tes HIV, hasilnya menunjukkan A1 + dan A2 -. Apa yang harus
dilakukan?
Apabila pasien tersebut setelah di tes ulang, ternyata hasilnya A1 + dan A2 -, apa interpretasi hasil tes?
Apakah ada perbedaan antara pemeriksaan menggunakan RDT generasi 3 dengan RDT generasi 4?

Kasus 4.
Seorang pasien dengan hasil tes A1 + dan A 2 +. Kemudian dilakukan tes dengan R3. Bagaimana
interpretasi apabila:
- Hasil A 3 - ?
- Hasil A 3 +?

Kasus 5.
Seorang pasien penasun setelah di tes HIV, hasilnya: A1 + dan A2 -. Setelah dilakukan tes ulang, hasilnya
A1 – dan A 2 -. Bagaimana interpretasinya? Apa rencana selanjutnya untuk pasien tersebut?

6
Penugasan 2. Bermain peran Memberikan informasi hasil tes
Petunjuk
a. Fasilitator membagi peserta dalam beberapa kelompok
b. Di setiap kelompok, fasilitator membantu memilih pemeran, yaitu :
- Satu orang peserta dipilih sebagai petugas kesehatan
- Satu orang peserta dipilih sebagai pasien (dapat juga mendatangkan EPT, tetapi tidak
harus)
- Satu orang peserta sebagai pengamat.
c. Fasilitator memberikan penjelasan singkat kepada pemeran petugas dan memberikan
skenario/kasus untuk dipelajari selama lebih kurang 5-10 menit. Kemudian penjelasan kepada
pemeran pasien secara terpisah.
d. Setiap kelompok melakukan bermain peran secara bertahap, sampai semua peserta mendapat giliran
berperan.
e. Setiap kelompok melakukan bermain peran Penyampaian informasi hasil tes, sesuai dengan
skenario/kasus yang ada (10-15 menit)
f. Peserta yang menjadi pengamat, mengamati jalannya proses sampai selesai, dan mencatat hasil
pengamatannya.
g. Setelah proses selesai fasilitator memandu diskusi /umpan balik :
- Fasilitator menanyakan bagaimana pendapat dari pasien dengan penyampaian informasi
hasil tes yang diberikan oleh petugas kesehatan
- Kemudian fasilitator menanyakan pendapat dari para pengamat mengenai proses
penyampaian informasi hasil tes yang telah diperankan
h. Fasilitator selanjutnya menanyakan pendapat dan perasaan dari petugas kesehatan ketika melakukan
penyampaian informasi hasil tes.
i. Tanyakan pendapat peserta apa yang dipelajari dari bermain peran, yang dapat diterapkan di tempat
tugas dan hal-hal yang perlu diperbaiki.
j. Terakhir, fasilitator merangkum hasil dari proses penyampaian informasi hasil tes serta menekankan
tentang hal- hal yang penting diperhatikan.

Skenario/Kasus Bermain peran

1. Skenario/Kasus 1- Skenario/kasus 5. Bisa menggunakan kasus 1-5 pada penugasan 1.


2. Skenario dapat dikembangkan lagi oleh fasilitator sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah ber
sangkutan
3. Apabila menggunakan EPT, perlu dilakukan briefing tentang skenario yang akan diperankan.

7
Materi Inti-3. Edukasi kepatuhan pengobatan ARV

Penugasan 1. Diskusi kelompok. Pentingnya kepatuhan pada pengobatan ARV

Petunjuk diskusi kelompok


a. Fasilitator membagi peserta dalam kelompok terdiri dari 5-6 orang
b. Setiap kelompok diminta untuk menetapkan sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah kerja masing-
masing.
c. Tugas setiap kelompok:
 Pilihlah dalam kelompok: Ketua dan Sekretaris .
 Diskusikan dalam kelompok :
- Apa tantangan yang dihadapi fasyankes dalam pemberian ARV? Mengapa?
- Mengapa pasien tidak patuh minum ARV (berdasarkan data dan pengalaman di
fasyankes)
- Mengapa penting kepatuhan minum obat ARV?
 Ketua kelompok memimpin brainstorming agar semua anggota kelompok berperan aktif
dalam mengemukakan pendapatnya. Tuliskan pada kertas flippchart agar dapat dibaca oleh
setiap orang.
 Setelah selesai putaran brainstorming, Ketua memandu kelompoknya untuk mengkaji hasil
brainstorming serta membuat kesepakatan hasil latihan.
 Setiap kelompok mempersiapkan presentasi hasil latihan.
d. Setelah waktu latihan habis, setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasilnya secara
bergiliran. Apabila waktu tidak memungkinkan, presentasi dapat dilakukan oleh 2-3 kelompok yang
berbeda situasi kondisinya.
e. Peserta dari kelompok lain diminta untuk memberikan tanggapan atau masukan.
f. Fasilitator menyampaikan tanggapan dan rangkuman.

8
Penugasan 2. Diskusi kelompok Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan ARV

Petunjuk Diskusi kelompok


a. Fasilitator membagi peserta dalam kelompok terdiri dari 5-6 orang. Boleh sama dengan kelompok
pada Penugasan 2.
b. Tugas setiap kelompok:
 Pilihlah dalam kelompok: Ketua dan Sekretaris (sebaiknya berbeda dengan penugasan 2) .
 Diskusikan dalam kelompok : Berdasarkan data dan pengalaman di wilayah fasyankes,
diskusikan:
- Apa saja hambatan yang berasal dari sistem kesehatan nakes bekerja
- Apa saja hambatan yang berasal dari pasien baik kondisi fisik, mental, lingkungan sekitar
dan aspek sosial lainnya
- Apa saja hambatan yang berasal dari ARV termasuk diantaranya rejimen, interaksi obat,
efek samping obat
- Apa saja hambatan yang berasal dari gejala sisa yang disebabkan oleh penyakit
oportunistik
 Ketua kelompok memimpin brainstorming agar semua anggota kelompok berperan aktif
dalam mengemukakan pendapatnya. Tuliskan pada kertas flippchart agar dapat dibaca oleh
setiap orang.
 Setelah selesai putaran brainstorming, Ketua memandu kelompoknya untuk mengkaji hasil
brainstorming serta membuat kesepakatan hasil latihan.
 Setiap kelompok mempersiapkan presentasi hasil latihan.
c. Setelah waktu latihan habis, setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasilnya secara
bergiliran. Apabila waktu tidak memungkinkan, presentasi dapat dilakukan oleh 2-3 kelompok yang
berbeda situasi kondisinya.
d. Peserta dari kelompok lain diminta untuk memberikan tanggapan atau masukan.
e. Fasilitator menyampaikan tanggapan dan rangkuman.

9
Penugasan 3. Bermain peran Edukasi kepatuhan pengobatan ARV
Petunjuk:

a. Fasilitator memilih pemeran, yaitu :


- Satu orang peserta dipilih sebagai petugas kesehatan
- Satu orang peserta dipilih sebagai pasien/klien (dapat juga mendatangkan EPT, tetapi
tidak harus)
- Satu orang peserta sebagai pengamat.
b. Fasilitator memberikan penjelasan singkat kepada pemeran petugas dan memberikan skenario/kasus
untuk dipelajari selama lebih kurang 5 menit. Kemudian penjelasan kepada pemeran pasien secara
terpisah.
c. Pemeran petugas kesehatan dan pasien/klien duduk di depan kelas untuk melakukan edukasi
kepatuhan pengobatan ARV, sesuai dengan skenario/kasus yang ada (10 menit)
d. Peserta lain yang belum berperan menjadi observer yaitu mengamati jalannya proses sampai selesai
e. Setelah proses selesai fasilitator memandu diskusi /umpan balik :
- Fasilitator menanyakan bagaimana pendapat dari pasien dengan edukasi kepatuhan
pengobatan yang diberikan oleh petugas kesehatan
- Kemudian fasilitator menanyakan pendapat dari para pengamat mengenai proses edukasi
kepatuhan kepada pasien yang telah diperankan
f. Fasilitator selanjutnya menanyakan pendapat dan perasaan dari petugas kesehatan ketika melakukan
edukasi kepatuhan kepada pasien.
g. Terakhir, fasilitator merangkum hasil dari proses edukasi kepatuhan serta menekankan tentang hal-
hal yang penting diperhatikan.

Skenario/Kasus
Dapat dilakukan dengan sesama peserta atau dengan EPT.

Skenario apabila dilakukan sesama peserta:


Nyonya Nani berumur 32 tahun, baru mendapatkan tes HIV dan hasilnya positif. Dokter
mengindikasikan nyonya Nani untuk mendapatkan terapi ARV secepat mungkin, dengan terapi
kombinasi : Tenofovir Lamifudin dan Evafirenz 1 X 1 sehari yang diminum malam hari.

Dokter mengirimkan nyonya Nani kepada saudara untuk mendapatkan edukasi kepatuhan
pengobatan ARV.

Bagaimana saudara melakukan edukasi kepatuhan pengobatan kepada nyonya Nani ?

Skenario apabila menggunakan EPT


Dikembangkan oleh fasilitator sesuai dengan EPT yang dihadirkan

10
Materi Inti-4. Notifikasi Pasangan

Penugasan 1. Diskusi kelompok metode notifikasi pasangan yang sesuai

Petunjuk Penugasan
a. Fasilitator membagi peserta dalam 5-6 kelompok
b. Fasilitator menjelaskan tugas kelompok:
a. Setiap kelompok memilih 1 fasyankes yang akan dijadikan sumber data yang akan menjadi bahan
latihan
b. Tuliskan data-data yang diperlukan tentang situasi pasien HIV, lingkungan dan kondisi daerah di
fasyankes tersebut agar dapat dipelajari oleh setiap anggota kelompok.
c. Ketua kelompok (dipilih oleh peserta dalam kelompok), memandu brainstorming, tentang:
• Berdasarkan data situasi pasien, lingkungan dan kondisi daerah di fasyankes tersebut, metode
notifikasi pasangan mana yang paling sesuai/tepat?
• Mengapa/apa alasannya?
• Apa kelebihan/kekurangannya dibandingkan dengan metode lainnya, sesuai dengan data/
situasi pasien, lingkungan dan kondisi daerah di fasyankes tersebut?
c. Setiap kelompok mempersiapkan bahan presentasi
d. Fasilitator melakukan pengamatan, memperhatikan apakah semua anggota kelompok berperan
serta, dan memberikan bantuan sesuai kebutuhan
e. Setelah selesai setiap kelompok secara bergiliran mempresentasikan hasilnya
f. Peserta dari kelompok lain diminta memberikan tanggapan dan masukan
g. Pada akhir sesi, fasilitator menyampaikan klarifikasi dan penegasan yang perlu di perhatikan berkait
an dengan identifikasi metode notifikasi pasangan yang paling sesuai/tepat.

11
Penugasan 2. Bermain peran notifikasi pasangan

Petunjuk
a. Fasilitator membagi peserta dalam beberapa kelompok
b. Di setiap kelompok, fasilitator membantu memilih pemeran, yaitu :
- Satu orang peserta dipilih sebagai petugas kesehatan
- Satu orang peserta dipilih sebagai pasien (dapat juga mendatangkan EPT)
- Peserta lain sebagai pengamat.
c. Fasilitator memberikan penjelasan singkat kepada pemeran petugas dan memberikan skenario/kasus
untuk dipelajari selama lebih kurang 10-15 menit. Kemudian penjelasan kepada pemeran pasien
secara terpisah. Apabila menggunakan EPT maka fasilitator melakukan penjelasan dulu kepada EPT-
EPT tersebut.
d. Setiap kelompok melakukan bermain peran edukasi untuk notifikasi pasangan, sesuai dengan
skenario/kasus yang ada (15- 20 menit)
e. Peserta yang menjadi pengamat, mengamati jalannya proses sampai selesai, dan mencatat hasil
pengamatannya.
f. Pada bagian terakhir dilakukan sesi umpan balik
Pelaksanaan
Tahap 1. Bermain peran edukasi oleh petugas kesehatan kepada pasien (Pasien indeks) agar pasien mau
memberitahu pasangan dan mengajak untuk tes HIV.
Langkah 1: Sampaikan informasi pasca tes
• Ingatkan kembali pasien informasi seperti pada pra tes
• Informasikan pada pasien ada 4 pilihan untuk menghubungi pasangan:
1. Pasien dapat memberi tahu sendiri pasangan agar mereka tes HIV
2. Pasien dapat membawa pasangan ke layanan untuk tes HIV
3. Pasien dapat menandatangani kontrak dengan petugas, bahwa jika pasangan belum dites
dalam waktu 1 bulan, petugas yang akan menghubungi pasangan.
4. Petugas dapat menghubungi pasangan, tanpa memberitahu nama pasien.
• Jelaskan pada pasien:
- Semua informasi bersifat konfidensial.
- Petugas tidak akan menghubungi pasangan tanpa seizin pasien
- Pasien akan tetap diberi layanan meskipun mereka tidak ingin berpartisipasi di dalam layanan
notifikasi pasangan.
Dapatkan persetujuan verbal untuk melanjutkan.

Langkah 2. Lanjutkan dengan membuat daftar pasangan seks dan teman berbagi jarum suntik
• Minta pasien untuk menyebutkan nama-nama dan informasi mengenai kontak dari orang-orang
yang berhubungan seks dalam 1 tahun terakhir.
- Mulai dengan, tanyakan pasangan seks utama. Kemudian tanyakan lagi, apakah
ada pasangan seks lain dalam 1 tahun terakhir.
- Atau bisa mulai dengan menanyakan pasangan seks terakhir, kemudian dirunut,
pasangan sebelum itu, dan sebelumnya, dan sebelumnya lagi.

12
- Daftar pasangan meskipun yang berhubungan seks hanya satu kali
- Jika pasien adalah penasun, tanyakan juga kontak teman-teman berbagi jarum
• Kalau sudah ada register PN, Isi informasi mengenai pasangan di register PN

Langkah 3. Lakukan skrining kekerasan dari pasangan intim


• Lakukan skrining pada tiap nama pasangan dengan 3 pertanyaan:
1. Apakah pasangan pernah memukul, menendang, menampar, atau melakukan kekerasan
fisik lainnya pada Anda?
2. Apakah pasangan pernah mengancam untuk melukai Anda?
3. Apakah pasangan pernah memaksa Anda melakukan aktivitas seksual yang tidak Anda
inginkan/Anda tidak merasa nyaman?
• Apabila ada risiko kekerasan (Jawaban pasien harus sesuai dengan skenario) Jika satu jawaban Ya,
katakan, pasangan ybs tidak akan dikontak.
• Diskusikan lebih lanjut dengan pasien.
Jika keamanan pasien terancam, berikan rujukan ke konselor HIV yang berpengalaman.
Apabila pasien memutuskan memberitahu dan meminta pasangan untuk tes,
 Tanyakan kepada pasien metode apa yang dipilih untuk memberitahu pasangan
 Ingatkan kembali metode-metodenya
 Setelah pasien memutuskan memilih metodenya, maka Bermain peran Tahap 1, selesai sampai
disini
Bermain peran Tahap 2.
Menghubungi pasangan dan meminta pasangan untuk tes HIV, sesuai dengan metode yang dipilih
oleh pasien.
Langkah-Langkah
 Pelajari dan diskusikan dalam kelompok, skenario tentang pasangan, sebelum tampil Bermain
peran
 Lakukan dialog/komuniksai sesuai dengan skenario tentang pasangan
 Bermain peran dengan pasangan, dilakukan sampai pasangan bersedia melakukan tes HIV

Sesi Umpan Balik


Setelah proses selesai fasilitator memandu diskusi /umpan balik :
 Fasilitator menanyakan bagaimana pendapat dari pemeran pasien dengan pelaksanaan notifikasi
pasangan yang dilakukan petugas. Apakah dialog/komunikasi dari petugas jelas, tepat, dapat
dipahami, tidak memaksa. Lanjutkan dengan pendapat dari pasangan/pemeran pasangan
 Kemudian fasilitator menanyakan pendapat dari para pengamat mengenai proses notifikasi
pasangan yang telah diperankan
 Fasilitator selanjutnya menanyakan pendapat dan perasaan dari pemeran petugas kesehatan
ketika melakukan notifikasi pasangan.
 Tanyakan pendapat peserta apa yang dipelajari dari bermain peran, yang dapat diterapkan di
tempat tugas dan hal-hal yang perlu diperbaiki.
 Terakhir, fasilitator merangkum hasil dari proses bermain peran notifikasi pasangan serta
menekankan tentang hal- hal yang penting diperhatikan.

13
Skenario/Kasus
1. Indeks Pasien. Arum berumur 22 tahun (ibu rumah tangga dan sudah 3 tahun menikah),
ditawarkan untuk tes HIV saat ia memeriksakan kehamilannya di klinik KIA di puskesmas. Ketika
dokter memberitahukan hasil tes HIVnya positif, Arum agak bingung bagaimana sampai ia
mengalami infeksi HIV. Ketakutan terbesar Arum adalah apabila suaminya mempertanyakan
status HIVnya dan menuduhnya berselingkuh, dengan kemungkinan terburuk perceraian. Namun
setelah berdiskusi dengan dokter ia lalu menyepakati untuk mengajak suaminya test. Ia meminta
agar dokter membantu menyampaikan pada suaminya tentang hasil test HIVnya. Hari itu juga
suami Arum datang untuk test setelah ditelepon oleh dokter dan diminta untuk memeriksakan
diri di Puskesmas.

2. Andika (suami Arum, kasus #1), laki-laki 25 tahun. Ditawarkan untuk tes HIV oleh dokter yang
memintanya datang ke puskesmas setelah istrinya periksa kehamilan. Setelah berkomunikasi
dengan dokter, Andika mengungkapkan bahwa pernah punya riwayat berhubungan seksual
dengan banyak pasangan di masa yang lampau sebelum ia bertemu dengan Arum. Andika sendiri
ternyata juga punya ketakutan yang sama dengan Arum bahwa Arum akan meninggalkannya jika
ia membuka kisah masa lalunya. Andika kemudian bersedia di tes dan hasilnya positif. Bersama
dengan istrinya Andika melanjutkan rangkaian pemeriksaan laboratorium untuk memulai
pengobatan ARV.

3. Indeks Pasien. Sonny (pemilik travel, 40 tahun). Pernah menjadi penasun selama beberapa
tahun di masa mudanya. Sonny sudah mengetahui bahwa ia hidup dengan HIV, dan sudah
mengkonsumsi obat ARV selama 12 tahun. Setiap mengambil obat, Sonny selalu diingatkan untuk
terus melakukan usaha pencegahan HIV lewat transmisi seksual dengan menggunakan kondom
ketika berhubungan seks dengan pasangannya. Sonny selalu mengiyakan ketika petugass
kesehatan memintanya memberitahukan statusnya pada pasangannya dan membawa pasangan
datang, namun pasangannya tidak pernah datang. Awal bulan ini, ketika petugas kesehatan di
Rumah Sakit tempat Sonny mengambil obat kembali menawarkan Sonny untuk mengajak
pacarnya tes HIV, Sonny mengakui bahwa ia sebenarnya akan menikahi Wulan, pacarnya. Ia dan
Wulan baru 2 tahun kenal dan baru pacaran selama 1.5 tahun namun hubungan mereka sudah
sangat serius. Ia khawatir jika ia membuka status pada Wulan, maka rencana pernikahan mereka
akan gagal. Lewat proses diskusi dengan petugas kesehatan akhirnya Sonny teryakinkan untuk
membuka status dan meminta pasangannya datang ke layanan kesehatan.

4. Wulan (pacar Sonny, kasus #3) perempuan 28 tahun. Datang ke rumah sakit untuk tes HIV
ditemani oleh Sonny. Saat petugas kesehatan menjelaskan tentang tes HIV dan pengobatan ARV
sekiranya hasil Wulan positif, Wulan tidak terlalu banyak bertanya karena ia mengakui sebenarnya
ia sudah menduga bahwa Sonny hidup dengan HIV karena ia melihat obat ARV yang selalu
diminum Sonny. Selama ini, diam-diam Wulan mengumpulkan informasi mengenai HIV dan ARV
dari temannya yang bekerja di LSM HIV. Hanya saja, Wulan belum mendapat keberanian untuk
menanyakan langsung pada Sonny. Oleh karena itu ketika Sonny membuka statusnya, Wulan bisa
menerima dan kemudian Wulan sepakat untuk datang ke layanan kesehatan. Hasil tes Wulan
negative.

14
5. Indeks Pasien. Lia (25 tahun, pekerja seks perempuan yang bekerja di Spa), membaca media KIE
tentang HIV yang ia dapat dari temannya. Lia tidak pernah bertemu dengan petugas penjangkau
di lokasi tempat Lia bekerja di Jakarta, sehingga ia yang mencari tahu sendiri bagaimana cara
untuk tes HIV. Kemudian ia datang ke puskesmas, ia mendapatkan penjelasan awal tentang HIV
dan kemudian melakukan tes HIV. Lia punya rencana menikah. Ketika petugas kesehatan
memberitahukan bahwa hasil test Lia positif, ia tidak terkejut. Lia diminta petugas kesehatan
membuka status pada pasangan tetapnya dan tamu-tamu langganannya serta meminta mereka
tes HIV. Lia hanya menyanggupi untuk meminta pasangannya datang, tapi untuk buka status dan
meminta tamu-tamunya datang, ia takut statusnya akan diketahui banyak orang terutama
‘maminya’ di tempat kerjanya dan ia akan dikeluarkan.

6. Allan (pacar Lia, kasus #5) laki-laki 27 tahun. Allan adalah seorang penasun. Ia juga mempunyai
beberapa pasangan seks sebelum pacaran dengan Lia. Ketika diminta Lia untuk tes HIV, Allan
menyanggupi namun beberapa kali menunda niatnya untuk pergi ke puskesmas. Allan akhirnya
pergi ke puskesmas untuk tes ketika Lia mengingatkan bahwa pemeriksaan di Puskesmas adalah
salah satu syarat untuk menikah. Hasil tes Allan positif.

7. Indeks Pasien. Chacha (16 tahun) dibawa oleh sebuah organisasi yang bergerak di isu HIV ke
puskesmas. Chacha sedang hamil hampir aterm dan untuk sementara tinggal di shelter yang
disediakan OPSI DKI Jakarta. Ia dirujuk ke OPSI DKI Jakarta oleh satu LSM yang bergerak di isu HIV.
Sebelumnya ia tinggal hanya dengan neneknya di Bandung dan untuk membiayai sekolahnya, ia
menjadi pekerja seks. Kepada neneknya ia mengaku bahwa perutnya membesar karena tumor.
Chacha ditampung di shelter karena Chacha takut untuk pulang ke rumahnya dan melahirkan di
sana. Ia tidak mau tetangganya tahu ia hamil. Chacha sangat koperatif dan polos. Ia
mendengarkan arahan petugas kesehatan dan staff OPSI, dan menyimak penjelasan petugas
kesehatan tentang tes HIV dan pengobatan ARV. Hasil tes HIV dan tes Hepatitis Chacha positif.
Ketika petugas kesehatan bertanya pada Chacha tentang pasangannya, diketahui bahwa Chacha
tidak punya pacar dan pasangan tetap namun ia punya satu orang pelanggan yang secara rutin
membeli seks dari Chacha. Chacha menyanggupi untuk meminta pelanggannya datang ke
puskesmas untuk memeriksakan diri ketika Chacha sudah kembali ke Bandung paska melahirkan.

8. Budiman (30 tahun, pelangggan tetap Chacha). Budiman mau datang ke layanan kesehatan
karena diminta oleh Chacha untuk memeriksakan diri terkait infeksi Hepatitis. Petugas kesehatan
menyatakan bahwa Budiman mempunyai risiko infeksi Hepatitis maupun HIV (ia adalah
pelanggan pekerja seks sejak lama, bahkan sebelum ia mengenal Chacha). Budiman cukup
koperatif karena menyadari risiko dari sejarah perilaku seksualnya sehingga ia mau melakukan tes
HIV maupun Hepatitis. Budiman tidak punya pasangan tetap, namun ia pernah punya pacar dan
aktif seksual dengan pacar tersebut, namun mereka sudah putus dan orang tersebut sudah pindah
ke luar kota. Hasil tes HIV dan Hepatitis Budiman positif.

9. Indeks Pasien. Aryo 30 tahun laki-laki gay yang mempunyai beberapa pasangan seks laki-laki.
Kepada petugas kesehatan di layanan kesehatan tempat Aryo melakukan tes HIV dan hasilnya
positif, Aryo mengakui bahwa ia menikah karena tuntutan sosial. Istri Aryo belum mengetahui
status HIVnya. Oleh petugas kesehatan, Aryo dijelaskan tentang pentingnya mengajak pasangan-
pasangan seksnya untuk tes HIV. Aryo menyatakan bahwa untuk pasangan-pasangan laki-lakinya,

15
mungkin ia bisa melakukannya, namun ia merasa berat untuk menyampaikan pada istrinya karena
ia khawatir istrinya bertanya tentang asal usul infeksi HIV Aryo dan orientasi seksual dan
pengalaman seksualnya dengan laki-laki akan terbongkar. Setelah berdiskusi tentang pilihan-
pilihan strategi mengajak pasangan tes dan pembukaan status pada pasangan, Aryo memutuskan
mengajak istrinya ke layanan kesehatan dan meminta bantuan tenaga kesehatan untuk
menjelaskan pada istrinya.

10. Banu 32 tahun, (pasangan laki-laki dari Aryo kasus #8). Banu adalah laki-laki yang sudah cukup
lama menjalani relasi seksual dengan Aryo. Banu menyatakan bahwa ia sudah lama mendengar
tentang HIV, namun tidak benar-benar memperhatikan informasi ini. Hal yang membuat Banu
datang ke layanan adalah karena dorongan dari Aryo, dan pada saat yang sama Irwan, teman Banu
dan Aryo, meninggal karena ‘penyakit paru-paru’ yang dihubungkan dengan AIDS. Banu bersedia
untuk tes HIV, namun kepada petugas kesehatan ia mengungkapkan kekhawatirannya sekiranya
hasilnya positif maka petugas kesehatan dan orang-orang akan mengetahui bahwa ia adalah laki-
laki yang berhubungan seks dengan laki-laki.

11. Ryanti, 25 tahun (pasangan perempuan dari Aryo kasus #8). Ryanti diantar Aryo datang ke
layanan kesehatan. Kepada petugas kesehatan yang sebelumnya melakukan tes HIV terhadap
Aryo, Ryanti mengatakan bahwa ia datang karena mereka merencanakan untuk mempunyai anak
dan oleh karenanya perlu melakukan beberapa tes. Petugas kesehatan menjelaskan tentang tes
HIV, menjelaskan status HIV suaminya dan menawarkan Ryanti tes HIV. Ryanti menanyakan
kepada petugas kesehatan asal-usul infeksi HIV Aryo karena ia merasa Aryo tidak berisiko HIV.

12. Indeks Pasien. Donna (28 tahun, transpuan/waria yang tidak melakukan transisi medis). Punya
riwayat ‘nyebong’ alias mangkal menjual seks di jalanan dan taman kota selama 5 tahun. Petugas
kesehatan dalam proses diskusi sebelum tes HIV mengetahui bahwa Donna mempunyai pasangan
tetap laki-laki biologis yang disebutnya suami. Dalam proses risk assessment petugas kesehatan
mengetahui bahwa Donna dan ‘suaminya’ saling bergantian peran dalam hubungan seks anal
(reseptif dan insertif). Oleh karena itu setelah menyampaikan hasil tes HIV Donna yang positif,
petugas kesehatan meminta Donna untuk mengajak ‘suaminya’ datang ke layanan kesehatan
untuk tes HIV. Donna takut akan ditinggalkan oleh ‘suaminya’ jika pasangannya tahu ia hidup
dengan HIV. Petugas kesehatan kembali menjelaskan tentang keuntungan mengetahui status
HIV, dan keuntungan untuk Donna juga jika seandainya ‘Suaminya’ juga positif dan segera
mendapatkan pengobatan.

13. Patrick (32 tahun, pasangan Donna). Dengan bantuan penjelasan petugas LSM yang menjangkau
transpuan/waria dan pasanganya, Patrick mendapatkan penjelasan tentang HIV. Donna meminta
petugas LSM tersebut untuk menemani Patrick datang ke layanan untuk tes HIV. Patrick
kemudian datang untuk tes HIV. Dalam penggalian risiko, ternyata Patrick pernah menyuntik
heroin di masa yang lalu. Setelah penjelasan tentang factor risiko baik dari menyuntik dan seksual
dan adanya obat ARV jika ia positif, Patrick mau tes HIV.

16
14. Indeks Pasien. Bambang (39 tahun, penasun) datang ke layanan untuk tes HIV karena dirujuk
petugas LSM. Bambang tidak mengetahui tentang risiko penyebaran virus yang ditularkan lewat
darah seperti Hepatitis dan HIV melalui aktivitas berbagi jarum suntik. Ia mau di tes HIV dan
kemudian mengetahui hasilnya positif. Bambang diminta mengidentifikasikan teman-temannya
yang berbagi jarum dengannya, dan dalam proses itu ia mengatakan bahwa ia juga berbagi jarum
dengan pacarnya. Bambang diminta membuka status HIV dan membawa pasangannya datang ke
layanan untuk ikut tes HIV. Awalnya Bambang ragu karena ia menyatakan pacarnya sangat sehat.
Setelah penjelasan dari petugas kesehatan, Bambang akhirnya mau membuka status dan
mengajak pacarnya datang ke layanan kesehatan.

15. Luna (35, perempuan penasun, pasangan Bambang #14). Luna menyatakan bahwa ia baru
diberitahu Bambang tentang status HIVnya. Ia bertanya kepada petugas kesehatan tentang
sumber penularan HIV, apakah Bambang yang menularkan HIV padanya atau teman menyuntik
lainnya. Ia khawatir jika ia juga positif, karena ia berpikir ia sangat mungkin positif. Ketakutannya
adalah jika keluarganya mengetahui Luna positif, karena keluarganya tidak mengetahui bahwa ia
adalah penasun. Ia ketakutan dengan stigma ganda sebagai perempuan penasun dan odha.
Setelah diskusi dengan petugas kesehatan tentang kekhawatirannya, Luna bersedia untuk tes HIV.

Catatan:

 Skenario 1. Pasien indeks Arum, meminta bantuan dokter untuk memberitahu suaminya (scenario
4)
 Skenario 3. Pasien indeks Sonny, mengajak pasangannya (skenario 4) datang ke puskesmas
 Skenario 5. Pasien indeks Lia, meminta pasangannya datang (skenario 6)
 Skenario 7. Pasien indeks Chacha,meminta pasangan/pelanggan tetap untuk dating (Skenario 8)
 Skenario 9. Pasien indeks Aryo :
o Mengajak isteri ke puskesmas, meminta petugas menjelaskan kepada isterinya
o Membawa Banu (pasangan laki-laki) ke layanan untuk tes. Skenario 10
o Membawa Riyanti (pasangan perempuan) ke layanan dan petugas kesehatan yang
menjelaskan. Skenario 11
 Skenario 12. Pasien indeks Donna, meminta bantuan LSM untuk menjelaskan dan menemani
pasangannya (Patrick-skenario 13) tes HIV.
 Skenario 14. Pasien indeks Bambang, membuka status dan mengajak pasangan (Luna-skenario
15)

17
Materi Inti-5. Pencatatan dan Pelaporan Layanan tes HIV
Penugasan. Latihan Pengisian formulir pencatatan dan pelaporan Layanan tes HIV

Petunjuk Latihan.

1. Fasilitator menugaskan peserta melakukan latihan mengisi formulir-formulir terkait tes HIV secara
individu. Peserta diharapkan bersungguh-sungguh.
2. Setiap peserta melakukan pengisian formulir-formulir standar pencatatan yang terdiri dari formulir:
KT HIV, Kartu pasien, Ikhtisar Perawatan HIV dan ART, Kartu TB 01, register pra ART.
3. Formulir diisi berdasarkan data/ kasus dari masing-masing layanan
4. Fasilitator memandu peserta cara pengisian berdasarkan pada petunjuk teknis Pengisian
kartu/formulir-formulir tersebut
5. Setelah waktunya habis, beberapa peserta diminta untuk mempresentasikan hasil latihan secara
bergiliran.
6. Peserta lain diminta untuk memberikan tanggapan atau masukan.
7. Fasilitator menyampaikan klarifikasi dan rangkuman.

18
Lembar kasus
Kasus 1.
Nona Wulandari usia 25 tahun menjadi terduga TB pada tanggal 1 Februari 2017. Petugas
Puskesmas Pasirkoja Bandung melakukan pemeriksaan sputum BTA pada tanggal 2 Februari 2017,
dan hasil pemeriksaan sputum adalah BTA positif. Di tanggal 4 Februari 2017, pasien akan
memulai pengobatan TB, dan dokter menganjurkan pasien untuk dilakukan tes HIV. Pasien
bersedia dilakukan tes di tanggal yang sama dan hasilnya adalah Reaktif. Kemudian dokter
merujuk ke layanan PDP/ART. Pasien datang di layanan PDP pada tanggal 6 Februari 2017, dan
diberikan kotrimoksasol.

Dokter di TB dan dokter di layanan HIV sama-sama memantau pengobatan TB dan HIV Nona
Wulandari. Pada tanggal 25 Februari 2017 dokter di PDP mulai memberikan pengobatan ART dan
memberitahukan tatalakasana tersebut kepada tim di DOTS.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak pada akhir bulan ke 2 (noreg lab:143/hasil neg), akhir bulan
ke5/7 (noreg lab: 203/hasil neg), dan sebelum pengobatan (noreg: 241/hasil neg), pasien
dinyatakan sembuh.

a. Berdasarkan latihan soal di atas formulir apa saja yang harus dilengkapi oleh petugas TB?
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------

b. Lengkapi formulir tersebut diatas ?

Kasus 2
Tn.Bagas pada tanggal 1 November 2017 datang ke puskesmas Rolandia Depok dengan diagnosis
TB berdasarkan hasil pemeriksaan TCM hasilnya MTb sensitif. Dokter menganjurkan pemeriksaan
HIV sebagai prosedur rutin di layanan tersebut. Tn.Bagas menolak dengan alasan pikir-pikir dulu
dan hanya mau melaksanakan pengobatan TB saja yang dimulai pada hari yang sama. Satu bulan
kemudian Tn.Bagas datang ke puskesmas mengambil obat dengan jadual terlambat 2 minggu dari
yang dijadualkan, saat itu BB yang sebelumnya 55kg turun menjadi 51kg. Dokter menyarankan
ulang tes HIV, namun Tn.Bagas tetap berkeras belum mau melaksanakan. Dokter meminta
persetujuan tanda tangan menolak dan merujuk ke layanan HIV untuk dilakukan konseling
lanjutan.

a. Berdasarkan latihan soal di atas formulir apa saja yang harus dilengkapi oleh petugas TB?
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------

b. Lengkapi formulir tersebut diatas?

19
Modul Inti-6. Teknik Melatih

1. Petunjuk Latihan Penyusunan SAP


a. Setelah penyampaian materi Teknik Melatih selesai, setiap peserta diberi form
penyusunan SAP
b. Fasilitator mengingatkan kembali cara penyusunan SAP
c. Peserta diminta menyusun SAP untuk materi atau pokok bahasan yang akan
dibawakan pada microteaching, sesuai dengan pembagian yang diterima oleh
peserta.
d. Form SAP yang telah diisi, sebelum mulai microteaching, diserahkan kepada
fasilitator microteaching untuk diperiksa dan dikoreksi.

Form SAP dibagikan oleh fasilitator pada akhir pembahasan materi Teknik Melatih

20
2. Petunjuk Microteaching

I. Pengantar

Microteaching pada dasarnya adalah simulasi atau praktik melatih/mengajarkan suatu


materi secara mikro. Setiap peserta secara bergiliran akan mempraktikkan teknik melatih,
dengan membawakan pokok bahasan atau sub pokok bahasan tertentu dari materi-materi
yang akan dilatihkan. Peserta lain yang tidak sedang mendapatkan giliran praktik melatih
akan berperan sebagai peserta pelatihan Intervensi penghapusan stigma dan diskriminasi
pada populasi kunci dan ODHA di fasyankes, di daerah masing-masing.

Setiap peserta TOT mutlak harus melakukan praktik microteaching ini, dan beberapa
peserta lain sesuai dengan pembagian tugas oleh fasilitator, akan melakukan
pengamatan dan penilaian disamping penilaian oleh fasilitator pendamping di kelas
masing-masing. Persiapan harus dilakukan sebelum tampil melakukan praktik
melatih/mengajar.

II. Persiapan

Setelah mendapatkan materi Teknik Melatih, selanjutnya dilakukan persiapan micro


teaching sebagai berikut:

A. Persiapan oleh fasilitator dan panitia:

1. Pembagian kelas/kelompok kecil (mikro), dalam hal ini, sekitar 10 orang per kelas micro
teaching.

2. Pembagian materi/pokok bahasan yang akan dibawakan untuk setiap peserta di setiap
kelas. Pembagian dapat dengan cara undian. Tuliskan materi/pokok bahasan yang
akan dibawakan pada secarik kertas, kemudian digulung dan setiap peserta diminta
untuk mengambil kertas tersebut. Katakan nomor urut praktik adalah sesuai dengan
urutan materi/modul yang dibahas dalam pelatihan. Waktu penyampaian setiap orang
sekitar 25 menit (diatur sesuai jumlah peserta)
3. Penentuan fasilitator pendamping, bisa 1-2 orang per kelas. Biasanya adalah MOT
dengan fasilitator lain
4. Panitia mempersiapkan form pengamatan/penilaian microteaching sejumlah
kebutuhan.
5. Panitia mempersiapkan alat bantu yang akan digunakan oleh peserta termasuk media,
alat bantu khusus seperti kartu-kartu, gambar, film atau video.
6. Mempersiapkan kelas dan lay outnya
7. Mempersiapkan jadwal Microteaching ditempel disetiap kelas.

B. Persiapan oleh peserta

 Setelah mendapatkan undian materi yang akan dibawakan pada praktik melatih, maka
setiap peserta mempersiapkan diri, dengan cara mempelajari materi dan

21
memperdalamnya, serta menentukan metode apa untuk waktu yang tersedia,
mengikuti SAP yang telah disusun
 Mempersiapkan bahan tayang yang diperlukan sesuai dengan alat bantu yang akan
digunakan.
 Mempersiapkan alat bantu dan media yang diperlukan dengan mengajukan kepada
panitia.
 Berlatih diri tentang cara melatih.

III. Pelaksanaan

 Di setiap kelas, fasilitator pendamping menyampaikan/mengingatkan lagi tentang


aturan main microteaching, waktu/lamanya, kode yang akan dipakai untuk
mengingatkan waktu (time keeper)
 Peserta diminta melakukan pengecekan alat bantu dan media yang akan digunakan.
 Menjelaskan cara pengisian form pengamatan microteaching.
 Memulai pelaksanaan microteaching dengan urutan materi sesuai yang tercantum
pada jadwal pelaksanaan microteaching.

22
FORM PENGAMATAN MICROTEACHING

Nama peserta :
Materi :
Hari/Tanggal :

NO KEGIATAN SELAMA HASIL PENGAMATAN


PROSES PEMBELAJARAN
45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

1 Menyampaikan salam dan


pengantar/pembukaan
2 Menyampaikan tujuan
pembelajaran
3 Menggunakan bahasa yang
mudah dipahami
4 Suara jelas, dapat didengar
semua peserta
5 Menggunakan alat Bantu
pelatihan secara efektif
6. Menggunakan metode secara
efektif
7 Memberi kesempatan peserta
untuk bertanya
8 Menjawab pertanyaan
dengan jelas
9 Menguasai materi
10 Menggunakan waktu secara
efektif
11 Menyampaikan rangkuman
diakhir sesi

Komentar/saran untuk perbaikan:


1. Terhadap penguasaan materi, penggunaan metode dan alat Bantu

2. Terhadap penampilan selama penyampaian materi:


a. Sikap/gaya

b. Teknik bicara/komunikasi

c. Teknik bertanya dan menjawab pertanyaan.

23

Anda mungkin juga menyukai