Anda di halaman 1dari 8

Aborsi bagi Korban Pemerkosaan dalam Perspektif Etika ...

PERSPEKTIF
Volume XVI No. 2 Tahun 2011 Edisi April

ABORSI BAGI KORBAN PEMERKOSAAN


DALAM PERSPEKTIF ETIKA PROFESI KEDOKTERAN,
HUKUM ISLAM DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Ratna Winahyu Lestari Dewi
Suhandi
Fakultas Hukum Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
e-mail: suhandi_fh@gmail.com

ABSTRAK
Aborsi adalah masalah klasik dalam dunia kesehatan yang selalu menimbulkan perdebatan sepanjang
zaman. Dari segi istilah aborsi berarti pengakhiran kehamilan sebelum janin itu dapat tumbuh diluar tubuh
ibunya. Aborsi dibedakan menjadi dua yaitu aborsi spontan dan aborsi buatan. Aborsi buatan dibagi lagi
berdasarkan alasannya, yaitu aborsi kriminalis dan aborsi medisinalis. Selama ini aborsi pada kasus korban
pemerkosaan dianggap sebagai tindak kejahatan. Namun dengan berlakunya UU No. 36 Thn. 2009 tentang
Kesehatan, aborsi bagi korban pemerkosaan telah dilegalisasi. Kembali masalah ini menjadi kontroversi
dan menimbulkan pro dan kontra pendapat dalam menyikapinya. Tulisan ini akan membahas tentang
aborsi dalam berbagai perspektif yaitu etika profesi kedokteran, hukum Islam dan peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Dan aborsi bagi korban pemerkosaan memang bagai sembilu bermata dua.
Tenaga kesehatan yang dihadapkan pada situasi tersebut akan mengalami dilema. Melakukan aborsi akan
dihukum, tidak melakukan aborsi maka jiwa sang ibu hamil yang jadi taruhannya. Dengan memperhatikan
bahwa pemerkosaan dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban, maka aborsi dilegalkan dengan
memperhatikan pasal 75 ayat (2) huruf b UU No. 36 Tahun 2009 dan harus dilakukan oleh dokter
professional sesuai dengan standar profesi serta memperhatikan ketentuan norma-norma dalam agama.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang aborsi dalam perspektif etika profesi kedokteran, hukum Islam dan
peraturan perundang-undangan dalam hukum positif Indonesia.
Kata kunci: aborsi, pemerkosaan, perspektif, etika,hukum Islam,

ABSTRACT
Abortion is a classic problem in the world of health that has always caused debate throughout the ages.
In terms of the term abortion means the termination of pregnancy before the fetus can grow outside the
mother’s body. Abortion can be divided into two, namely spontaneous abortion and artificial abortion.
Artificial abortion subdivided based on reason, namely abortion and abortion medisinalis criminalist.
During this abortion in cases of rape victims are considered as a crime. But with the enactment of Law no.
36 years old. 2009 on health, abortion has been legalized for rape victims. Back problems are a matter of
controversy, and raises the pros and cons of opinion in react. This paper will discuss about abortion in a
variety of perspectives of professional ethics of medicine, Islamic laws and regulations in Indonesia. And
abortion for rape victims is like a double-edged knife. Health workers who are faced with these situations
will have a dilemma. Abortion will be punished, not doing abortion is the soul of the pregnant woman is at
stake. Noting that rape can cause psychological trauma for the victim, then legalized abortion with respect
to Article 75 paragraph (2) letter b Law No.36 of 2009 and should be done by a professional doctor in
accordance with professional standards and observe the provisions of norms in religion. In this paper will
discuss about abortion in the perspective of professional ethics of medicine, Islamic law and legislation in
the positive law of Indonesia.
Keywords: abortion, rape, perspective, ethics, Islamic law,

PENDAHULUAN pangan dan papan. Dapat dipastikan bahwa tidak


Kesehatan adalah hal yang sangat penting yang ada seorangpun yang ingin mengalami sakit
dibutuhkan oleh setiap manusia dan merupakan dalam periode kehidupannya. Segala upaya akan
salah satu kebutuhan pokok selain sandang, dilakukan untuk sembuh dan meningkatkan kondisi

74
Aborsi bagi Korban Pemerkosaan dalam Perspektif Etika ...

kesehatannya. Sehubungan dengan hal tersebut, antara lain kesucian kehidupan, larangan untuk
Bahder Johan Nasution berpendapat, bahwa: memusnahkan kehidupan manusia yang tidak
Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bersalah dan ketakutan akan implikasi sosial
bidang kesehatan, merupakan suatu usaha yang yang liberal bagi orang lain yang tidak dapat
sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut membela diri seperti cacat dan para lanjut usia;
meliputi peningkatan kesehatan masyarakat (b) Pendirian liberal yang memperbolehkan aborsi
baik fisik maupun non fisik. Di dalam Sistem dalam berbagai keadaan yang berbeda. Di sini
Kesehatan Nasional disebutkan, bahwa aborsi dipandang sebagai keputusan moral, tetapi
kesehatan menyangkut semua segi kehidupan dapat menerima pelbagai kemungkinan untuk
yang ruang lingkup dan jangkauannya sangat membenarkannya secara moral, antara lain kualitas
luas dan kompleks. Dari pengertian di atas, hidup janin, kesehatan fisik dan mental wanita, hak
dapat dipahami bahwa pada dasarnya masalah wanita atas integritas diri, kesejahteraan keluarga,
kesehatan menyangkut semua segi kehidupan pertimbangan karier dan keluarga berencana; (c)
manusia, baik kehidupan masa lalu, masa Pendirian moderat: menempatkan diri di posisi
sekarang maupun masa yang akan datang. tengah yang mengakui kemungkinan legitimasi
Dilihat dari sejarah perkembangannya, telah moral bagi sementara aborsi, tetapi tidak pernah
terjadi perubahan orientasi nilai dan pemikiran tanpa mengakui adanya penderitaan dan rasa berat
mengenai upaya memecahkan masalah hati baik dari pihak ibu maupun janin. Pendirian ini
kesehatan. Proses perubahan orientasi dan melihat janin dan wanita sebagai pemilik hak dan
pemikiran dimaksud selalu berkembang sejalan mengakui bahwa dalam upaya memecahkan konflik
dengan perkembangan teknologi dan sosial hak seperti itu mau tidak mau akan menyebabkan
budaya. (Bahder Johan Nasution, 2005: 1) penderitaan dan rasa berat hati. Dengan demikian
Salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang pendirian moderat memang menerima kemungkinan
menimbulkan pro dan kontra adalah tentang aborsi. terjadinya sesuatu aborsi tertentu, tetapi dapat
Aborsi merupakan masalah klasik yang menjadi menerimanya namun dalam suasana tragedi dan
bahan perdebatan sepanjang zaman. Seiring dengan sangat kehilangan (Pitono Soeparto, 2001: 105).
berbagai perkembangan dan perubahan di era Konflik moral mengenai aborsi dapat pula
globalisasi ini, aborsi masih menjadi bahan kajian dilihat dari perspektif dunia yang secara radikal
menarik untuk dibahas. berbeda mengenai alam dan seksualitas. Pandangan
Saat ini kontroversi terkait aborsi kembali ramai dunia pertama melihat seksualitas sebagai bagian
dibicarakan dengan diundangkannya Undang- dari alam. Menurutnya, seksualitas secara alami
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ditentukan sedemikian rupa, sehingga utamanya
yang menggantikan Undang-Undang Nomor 23 memiliki fungsi biologis yang secara intrinsik
Tahun 1992. Masyarakat beranggapan bahwa terkait dengan reproduksi. Karena alam ditentukan
Undang-Undang yang baru ini telah melegalkan dan diawasi oleh Sang Pencipta, maka campur
aborsi bagi korban pemerkosaan. Sebenarnya tangan dalam tatanan alamiah melalui kontrasepsi
masalah aborsi sudah diatur dalam pasal 15 buatan atau aborsi merupakan pelanggaran terhadap
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang tatanan tersebut. Dapatlah dipahami bahwa
Kesehatan (selanjutnya disingkat UU No. 23 Tahun pandangan seperti ini menjurus ke sikap konservatif
1992). Dalam UU ini memang tidak diketemukan tentang masalah abortus. Pandangan dunia yang
kata aborsi karena istilah yang digunakan adalah kedua memahami penyelenggaraan alam bukannya
tindakan medis tertentu. Pengaturan melalui sistem tertuang dalam suatu tatanan biologis yang statis,
hukum inilah yang dimaksud dengan legalisasi. melainkan merupakan tatanan yang penuh dengan
Namun masyarakat merancukan makna legalisasi kemurahan hati yang dalam sejarah kemanusiaan
ini sama dengan liberalisasi. Padahal liberalisasi menganugerahkan kepada manusia untuk kemung-
yang artinya pembebasan jelas berbeda makna kinan memikul tanggung jawab lebih besar atas
dengan legalisasi yang bertujuan untuk mengatur. diri dan lingkungannya. Seksualitas itu lebih dari
Terdapat 3 ( tiga ) pendirian tentang aborsi, sekedar biologis saja. Kontrasepsi adalah cara
yaitu: (a) Pendirian konservatif: aborsi tidak boleh melaksanakan tanggung jawab dan bukannya suatu
dilakukan dalam keadaan apapun juga. Di sini pelanggaran dari suatu tatanan biologis. Dalam
terdapat alasan-alasan keagamaan dan filisofis perspektif ini aborsi pun dimungkinkan secara

75
PERSPEKTIF
Volume XVI No. 2 Tahun 2011 Edisi April

moral. sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup diluar


Pandangan-pandangan dunia yang berbeda ini kandungan.
tidak berhasil menyelaraskan semua perbedaan Dari latar belakang yang telah diuraikan di
pendapat antar manusia, tetapi bisa membantu atas maka permasalahan yang dapat diidentifikasi
pemahaman terhadap adanya perbedaan pendapat adalah sebagai berikut: “Bagaimana aborsi dalam
mengenai aborsi. Pihak-pihak yang berselisih perspektif etika profesi kedokteran, hukum Islam
memulai dari titik tolak yang berbeda dan mereka dan peraturan perundang-undangan?” Sebelum
mungkin tidak menyadarinya sampai saat terbentur permasalahan tersebut dibahas, penulis akan
pada suatu perspektif yang mendasar. Dengan menguraikan terlebih dahulu pengertian dari
demikian perbedaan paham yang paling mendalam beberapa istilah yang menjadi kata kunci dalam
bukannya mengenai cara memecahkan suatu tulisan ini.
masalah moral tertentu seperti aborsi, melainkan Aborsi berasal dari bahasa Latin abortus yang
mengenai pendapat sejauh mana tanggung jawab berarti keguguran atau pengguguran kandungan.
kita dan apakah tatanan boleh diubah atau tidak. Pada dasarnya kata aborsi ini merupakan terjemahan
(Pitono Soeparto, 2001: 106 ) kata abortion dalam bahasa Inggris. Istilah aborsi
Ada berbagai alasan yang menyebabkan secara medis diartikan sebagai keluarnya hasil
seseorang melakukan aborsi, seperti: kontrasepsi konsepsi (pembuahan) sebelum usia kehamilan 20
yang gagal, indikasi ekonomi, hamil di luar nikah, minggu (lima bulan) dengan berat kurang dari 500
kehamilan yang membahayakan kesehatan si ibu gram. Hasil konsepsi ini tidak memiliki harapan
dan atau janin yang dikandungnya maupun hamil untuk hidup.
akibat pemerkosaan. Alasan terakhir inilah yang Djoko Prakoso membagi aborsi menjadi
menjadi pokok permasalahan selanjutnya. dua jenis, yaitu aborsi spontan yang terjadi tanpa
Dalam perspektif etika profesi kedokteran, usaha dari luar dan aborsi buatan yang dilakukan
aborsi pada korban pemerkosaan menimbulkan satu karena kehamilan yang tidak diinginkan. Golongan
dilema. Sesuai dengan sumpahnya, seorang dokter kehamilan yang tidak diinginkan ini dirinci lebih
berkewajiban untuk melindungi hidup insani sejak lanjut: (a) Tidak diinginkan oleh dokter, karena:
pembuahan. Dengan demikian aborsi merupakan (i) Kehamilan tersebut akan mem-bahayakan jiwa
tindakan yang dilarang. Selain itu dokter juga ibu; (ii) Anak yang dilahirkan kemungkinan akan
harus mengutamakan kesehatan penderita. Hal cacat berat. Aborsi buatan yang dilakukan karena
yang dilematis akan terjadi jika dokter menghadapi indikasi medis ini disebut abortus provocatus
seorang wanita hamil akibat pemerkosaan yang medisinalis; (b) Tidak diinginkan oleh wanita
mengalami trauma psikologis dan berkeinginan yang bersangkutan, suaminya atau keluarganya,
untuk mengakhiri hidupnya. Mana yang harus karena: (i) Pemerkosaan; (b) Hubungan kelamin di
dipilih: (a) melakukan aborsi yang berarti gugurnya luar perkawinan; (b) Alasan-alasan lainnya: sosio
janin, atau (b) tidak melakukan aborsi yang berarti ekonomis, anak sudah cukup banyak, belum mampu
nyawa ibu hamil yang menjadi taruhannya? punya anak. Untuk aborsi jenis ini dipandang
Sementara itu, dalam hukum positif Indonesia, sebagai perbuatan pidana atau abortus provocatus
terdapat 2 (dua) perundang-undangan yang criminalis.
mengatur masalah aborsi, yaitu Kitab Undang- Sementara itu Musa Perdanakusuma membagi
Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang- aborsi menjadi dua jenis, yaitu: (a) Abortus spontanea
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu aborsi yang terjadi dengan sendirinya, dan (b)
(selanjutnya disingkat UU No. 36 Thn. 2009). KUHP Abortus provocatus yaitu aborsi yang terjadi karena
melarang aborsi dengan alasan apapun, sedangkan perbuatan manusia. Aborsi ini dapat terjadi karena
UU No. 36 Tahun 2009 memperbolehkan aborsi alasan medis maupun alasan-alasan lain yang tidak
pada korban pemerkosaan. Selain itu, Undang- dibenarkan oleh hukum. Dalam ilmu kedokteran,
Undang Kesehatan ini juga memperbolehkan jenis aborsi dibedakan berdasar cara terjadinya,
aborsi dengan alasan adanya indikasi kedaruratan yaitu: (a) Abortus spontanea yaitu aborsi yang
medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, terjadi secara spontan tanpa ada suatu tindakan;
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, (b) Abortus provocatus, yaitu aborsi buatan yang
yang menderita penyakit genetic berat dan/atau terjadi karena ada suatu tindakan.
cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki Ditinjau dari aspek hukum, abortus provocatus

76
Aborsi bagi Korban Pemerkosaan dalam Perspektif Etika ...

dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu: oksigenasi melalui placenta terganggu, sehingga
(a) Abortus provocatus legal, yaitu aborsi yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sampai
dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang mengakibatkan kematian janin. Keadaan ini bisa
dibenarkan oleh Undang-Undang. Alasan yang terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih antara
sangat mendasar adalah untuk menyelamatkan lain karena hipertensi menahun; (b) Penyakit ibu,
jiwa ibu hamil; (b) Abortus provocatus ilegal, Penyakit mendadak, seperti pneumonia, typhus
yaitu aborsi yang di dalamnya mengandung unsur abdominalis, pyelonephritis, malaria dan lain-
kejahatan dan tidak memenuhi syarat dan cara-cara lain dapat men-yebabkan abortus. Anemia berat,
yang dibenarkan oleh Undang-Undang. keracunan, laparotomi, peritonitis dan penyakit
Berdasarkan jenis-jenis aborsi yang telah menahun seperti brucellosis, mononucleosis
diuraikan sebelumnya, maka penyebab aborsi dapat infectiosa, toxoplasmosis juga dapat menyebabkan
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (a) Aborsi abortus walaupun lebih jarang; (d) Kelainan tractus
karena proses alam; (b) Aborsi karena kelalaian genitalis, Kelainan uterus dapat menyebabkan
manusia; (c) Aborsi sebagai akibat perbuatan abortus. Selain itu abortus juga dapat terjadi
manusia. disebabkan kelemahan bawaan pada cervix,
Aborsi karena proses alam terjadi tanpa diketahui dilatasi cervix berlebihan, pemotongan cervix atau
penyebabnya dan murni merupakan kehendak robekan cervix luas yang tidak dijahit (Sarwono
Tuhan. Inilah yang dikenal dengan istilah aborsi Prawirohardjo, 1976: 239).
spontan. Namun aborsi juga bisa terjadi karena Sementara itu yang dimaksud dengan pemer-
kelalaian manusia. Ibu yang hamil kurang berhati- kosaan adalah tindak kekerasan atau kejahatan
hati menjaga kandungannya atau mengalami seksual yang dilakukan oleh laki-laki terhadap
kecelakaan. Selain itu aborsi dapat juga disebabkan perempuan dengan kondisi: (a) Tidak atas
tindakan yang sengaja dibuat oleh manusia. Hal ini persetujuan dan kehendak perempuan; (b) Dengan
karena alasan kesehatan ibu yang terancam bahaya persetujuan perempuan namun di bawah ancaman;
maut jika kehamilan itu diteruskan atau alasan lain (c) dengan persetujuan perempuan namun melalui
yang tidak diperbolehkan karena bertentangan penipuan.
dengan hukum. Selanjutnya akan kita uraikan pengertian dan
Menurut ilmu kedokteran, hal-hal yang ruang lingkup etika profesi kedokteran. Secara
menyebabkan aborsi dapat dibagi sebagai berikut: umum etika berasal dari bahasa Latin ETHOS
(a) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, Kelainan yang artinya adalah yang baik atau yang layak.
pertumbuhan hasil konsepsi akan menyebabkan Ini merupakan kaidah, nilai atau norma-norma
kematiannya atau dilahirkannya dengan cacat. yang dipegang kelompok profesi tertentu dalam
Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.
janin pada hamil muda. Faktor-faktor yang menye- Kepustakaan menyebutkan “ETHICS” is a dicip-
babkan kelainan dalam pertumbuhan adalah sebagai line dealing with what is good and what is bad. It is
berikut: (i) Kelainan kromosom, Kelainan yang concerned with standart of conduct. (Hermien H.K,
sering ditemukan pada abortus spontan adalah 2006: 62). Dari sini bisa diambil pengertian bahwa
trisomy dan polypoidy. Juga ada kemungkinan kelai- etika adalah kesepakatan mengenai apa yang baik
nan mengenai kromosom kelamin; (ii) Lingkungan dan apa yang buruk sesuai standar keahliannya.
kurang sempurna, Jika lingkungan endometrium di Sedangkan profesi itu pada hakikatnya adalah suatu
sekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga lapangan pekerjaan (okupasi) yang berkualifikasi
pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi yang menuntut syarat keahlian tinggi kepada para
terganggu, hal ini dapat menyebabkan kelainan pengemban dan pelaksananya. Pada dasarnya ada
dalam pertumbuhan janin dan kematiannya; (iii) tiga kriteria utama untuk mengkualifikasi apakah
Pengaruh dari luar, radiasi, virus, obat-obat dan suatu okupasi itu boleh dibilang suatu profesi atau
sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi tidak (Soetandyo, 2002: 316).
maupun lingkungan hidupnya dalam uterus dan Yang pertama ialah bahwa profesi itu berbeda
mengakibatkan kematian atau kelainan pertumbuhan dengan okupasi biasa akan dilaksanakan atas
janin. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh dasar keahlian yang tinggi, dan karena itu hanya
teratogen: (b) Kelainan pada placent, Endarteritis dapat dimasuki oleh mereka yang telah menjalani
dapat terjadi dalam villi choriales dan menyebabkan pendidikan dan pelatihan teknis yang amat lanjut;

77
PERSPEKTIF
Volume XVI No. 2 Tahun 2011 Edisi April

sehubungan dengan hal itu, setiap profesi pun boleh dilakukan. Ahli medis juga menentang aborsi
selalu mengembangkan pranata dan lembaga untuk tetapi jika hal itu untuk menyelamatkan nyawa sang
menetapkan standar keahlian yang diperlukan ibu maka mereka dapat memahami dilakukannya
untuk mengefektifkan jasa profesi, dan sekaligus aborsi tersebut. Ahli ekonomi berpendapat bahwa
juga menilai kemampuan individu-individu yang alasan ekonomi tidak dapat dijadikan sebagai
menjalani profesi itu (untuk menjaga agar standar indikasi aborsi buatan.
keahlian tetap terjaga) . Mengenai pandangan para ahli agama terkait
Kedua ialah bahwa profesi itu mensyaratkan aborsi bagi korban pemerkosaan, maka dalam
agar keahlian yang dipakainya selalu berkembang tulisan ini penulis akan mengulasnya dari perspektif
secara nalar dan dikembangkan dengan teratur agama Islam yang penulis rangkum dari buku
seiring dengan kebutuhan masyarakat yang minta Fikih Kedokteran karya M. Nu’aim Yasin terdapat
dilayani oleh profesi yang me-nguasai keahlian pro dan kontra terhadap aborsi bagi korban
profesional itu; dengan demikian standar keahlian pemerkosaan yang disampaikan para ahli fikih
yang dituntut oleh profesi tidaklah akan statis dan kedokteran Islam. Yang menjadi titik acuannya
konservatif, melainkan selalu dinamik dan progresif, adalah hukum aborsi sebelum peniupan roh. Jika
bersejalan dengan perkembangan masyarakat aborsi tersebut dilakukan setelah peniupan roh,
yang harus dilayani oleh profesi tersebut.Ketiga, maka jelas hukumnya adalah haram.
profesi itu selalu mengembangkan pranata dan Banyak perbedaan pendapat diantara beberapa
lembaga untuk mengontrol agar keahlian-keahlian madzhab fikih, seperti madzhab Hanafi, madzhab
profesional didayagunakan secara bertanggung Maliki, madzhab Syafi’i dan juga madzhab
jawab, bertolak dari itikad pengabdian yang tulus Hambali. Di bawah ini akan diuraikan mengenai
dan tak berpamrih, dan semua itu dipikirkan untuk pendapat masing-masing madzhab tersebut.
kemaslahatan sesama. Madzhab Hanafi memperbolehkan aborsi
Dari penegasan-penegasan tentang pengertian sebelum peniupan roh jika kedua orangtuanya
profesi sebagaimana disebutkan dimuka, tampaklah sebagai pemilik janin itu mengizinkan. Argumen
bahwa apa yang disebut profesi itu sesungguhnya yang diberikan adalah sebelum peniupan roh belum
bertumpu kuat-kuat pada suatu paham atau ideologi. terjadi penciptaan apa pun pada janin. Mereka
Inilah paham atau ideologi profesionalisme, yang menetapkan waktu setelah seratus dua puluh hari
sebagaimana selalu dapat kita simak berkomponen (empat bulan) sebagai waktu terbentuknya janin.
dua: komponen tehnik dan ketika. Adapun ciri- Pendapat ini memunculkan permasalahan karena
ciri dari pekerjaan profesi adalah sebagai berikut: dalam kitab Al Bahr dijelaskan bahwa janin sudah
(a) mengikuti pendidikan sesuai standar nasional; terbentuk pada usia dua kali empatpuluh hari (80
(b) pekerjaannya berlandaskan ketika profesi; (c) hari).
mengutamakan panggilan kemanusiaan daripada Sementara itu para ulama madzhab Maliki
keuntungan; (d) pekerjaannya legal melalui per- memberikan pandangan yang berbeda tentang
izinan; (e) anggota-anggotanya belajar sepanjang hukum aborsi sebelum peniupan roh. Ada yang
hayat; (f) anggota-anggotanya bergabung dalam mengharamkan aborsi setelah air mani berada dalam
suatu organisasi profesi (M. Jusuf Hanafiah & Amri rahim, ada yang memakruhkan aborsi sebelum janin
Amir, 1994: 2). berusia empatpuluh hari dan mengharamkannya
Pekerjaan dokter merupakan salah satu pekerjaan sesudah itu. Madzhab Syafi’i mengharamkan aborsi
profesi. Dengan demikian dalam menjalankan setelah peniupan roh dan dibolehkan jika dilakukan
pekerjaannya, seorang dokter terikat dengan etika sebelumnya.
profesinya. Madzhab Hambali secara umum berpendapat
membolehkan aborsi dengan usia janin maksimal
ABORSI KORBAN PERKOSAAN DALAM empatpuluh hari, setelah usia janin empat puluh
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM hari tidak boleh dilakukan aborsi. Ulama ulama
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, lain, yaitu Ibnul Jauzi yang mengharamkan aborsi
sampai saat ini aborsi tetap menjadi masalah dalam sebelum peniupan roh di semua fase perkembangan
bidang kesehatan dan selalu menimbulkan pro dan janin. Sebagian ulama madzhab Hambali ada juga
kontra. Para ahli agama memandang aborsi sebagai yang membolehkan aborsi sebelum peniupan roh
perbuatan dosa dan apapun alasannya aborsi tidak secara mutlak tanpa mensyaratkan fase-fase tertentu

78
Aborsi bagi Korban Pemerkosaan dalam Perspektif Etika ...

dari perkembangan janin. Para ulama sepakat yang sudah dipaparkan di atas, terlihat bahwa
menyatakan bahwa pembunuhan janin setelah masalah aborsi bagi korban pemerkosaan memang
berumur 4 (empat) bulan adalah haram berdasarkan menimbulkan pro dan kontra yang tidak mudah
secara umum ayat-ayat tentang larangan mencari solusinya.
pembunuhan dan secara khusus berdasarkan firman
Allah SWT: “Dan janganlah kamu membunuh ABORSI KORBAN PERKOSAAN DALAM
anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah PERSPEKTIF ETIKA KEDOKTERAN
yang akan memberi rezeki kepada mereka dan Saat seorang mahasiswa kedokteran menye-
juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka lesaikan pendidikannya, dilaksanakan upacara
adalah suatu dosa yang besar” (Q.S. Al-Isra’ 17: pelantikan yang disertai dengan pengucapan
31). lafal sumpah dokter. Adapun bunyi lafal sumpah
Aborsi yang dibolehkan berdasarkan ijtihad dokter tersebut adalah sebagai berikut: “Demi
para ulama hanyalah aborsi yang dilakukan oleh Allah saya bersumpah/berjanji, bahwa: (a) Saya
dokter atau tenaga kesehatan lainnya berdasarkan akan membaktikan hidup saya guna kepentingan
indikasi medis untuk menyelamatkan jiwa ibu perikemanusiaan; (b) Saya akan memelihara dengan
yang terancam bila kelangsungan kehamilan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan
dipertahankan. Dalam kasus ini para ulama me- kedokteran; (c) Saya akan menjalankan tugas saya
milih yang paling sedikit resikonya dari dua hal dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai
yang mendatangkan mudharat (irtikab akhaffi adh- dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter;
dharain), sedangkan aborsi yang dilakukan bukan (d) Saya akan menjalankan tugas saya dengan
atas dasar indikasi medis seperti karena kondisi mengutamakan kepentingan masyarakat.
ekonomi, itu yang disebut dengan aborsi kriminalis Pro dan kontra terkait aborsi bagi korban
dan haram hukumnya menurut ijtihad para ulama pemerkosaan tidak saja terjadi di kalangan para
karena menghentikan proses kehidupan seorang ahli. Perbedaan itu juga terlihat pada perundang-
insan. undangan yang menjadi hukum positip negara kita.
KUHP melarang abortus dengan alasan apapun dan
FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA siapapun juga yang melakukannya akan dikenai
TENTANG ABORSI sanksi pidana. Hal itu diatur dalam pasal 299, 346-
Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan 349 KUHP.
Fatwa tentang aborsi pada tanggal 12 Rabi’ul Dengan demikian aborsi terhadap korban
Akhir 1426 H, bertepatan dengan tanggal 21 Mei pemerkosaan dapat dilegalkan tetapi tetap
2005, sebagai berikut: (a) Bahwa akhir-akhir ini diberlakukan dengan teliti, tepat dan cermat, dalam
banyak terjadi tindakan aborsi yang dilakukan artian bahwa pelaku benar-benar mereka adalah
oleh masyarakat tanpa memperhatikan tuntunan korban pemerkosaan, dan dokter yang melakukan
agama; (b) Bahwa aborsi tersebut banyak dilakukan aborsi adalah tenaga kesehatan yang profesional
oleh pihak-pihak yang tidak memiliki kompetensi dengan mengikuti standar profesi dan pelayanan
sehingga menimbulkan bahaya bagi ibu yang yang berlaku, serta tidak diskriminatif dengan
mengandungnya dan bagi masyarakat pada memperhatikan ketentuan yang diatur dalam
umumnya; (c) Bahwa aborsi sebagaimana yang peraturan perundang-undangan serta norma-norma
terdapat pada point a dan (b) telah menimbulkan agama yang berlaku. Dari bunyi pasal-pasal tersebut
pertanyaan masyarakat tentang hukum melakukan di atas terlihat bahwa KUHP melarang abortus
aborsi, apakah haram secara mutlak ataukah boleh tanpa terkecuali sehingga abortus provocatus
dalam kondisi-kondisi tertentu; (d) Bahwa oleh medisinalis juga tidak diperbolehkan. Tentunya hal
karena itu, MUI memandang perlu menetapkan ini memberatkan apabila kalangan medis terpaksa
fatwa tentang hukum aborsi untuk dijadikan melakukan abortus demi menyelamatkan jiwa ibu
pedoman. yang mengandung. Perkembangan selanjutnya
Kemudian mengingat firman Allah dalam surat terlihat pada pasal 75-77 UU No. 36 tahun 2009.
Al-An’am 1521, Al Isra’ 31, Al Furqan 63-71, Dalam pasal itu abortus provocatus medisinalis
Al-Hajj 5, Al-Mukminun 12-14, dan hadist Nabi diperbolehkan.
riwayat Bukhori dari Abdullah RA, hadist Nabi Berdasarkan uraian tersebut di atas, terlihat
riwayat Ibnu Majah dari. Dari berbagai pendapat bahwa terdapat perbedaan antara KUHP dengan

79
PERSPEKTIF
Volume XVI No. 2 Tahun 2011 Edisi April

UU No. 36 tahun 2009 dalam mengatur abortus dalam prakteknya indikasi medis itu juga mengenai
provocatus medisinalis. Pro dan kontra ini akan anak yang akan dilahirkan nanti.
menimbulkan permasalahan jika terjadi kasus Ada beberapa kondisi kehamilan merupakan
abortus dengan alasan indikasi medis. Peraturan indikasi medis bagi anak yang akan dilahirkan nanti.
mana yang akan diterapkan? Misal pada saat hamil sang ibu menderita penyakit
Untuk menganalisa permasalahan yang terjadi campak Jerman. Penyakit ini memang tidak
akibat pro dan kontra terhadap abortus provocatus berbahaya bagi sang ibu, tetapi membahayakan
medisinalis, penulis akan mengupasnya dengan sang anak yang akan lahir nanti karena ibu hamil
melihat beberapa asas dalam hukum kita. Jika terjadi yang melahirkan penderita penyakit ini maka anak
pertentangan antara peraturan yang lama (KUHP) yang dilakan mengalami cacat berat. Masih banyak
dengan peraturan yang baru (UU No. 36 tahun 2009) penyakit-penyakit lain yang jika diderita oleh ibu
padahal peraturan tersebut mengenai hal yang sama, hamil akan mengancam kesehatan sang anak.
maka berlaku asas lex posteriori derogat legi priori,
yaitu jika ada peraturan baru yang me-ngatur materi PENUTUP
yang sama sementara peraturan lama tidak dicabut Dari Pembahasan yang telah diuraikan
dan bertentangan satu sama lain maka peraturan sebelumnya, maka mengakhiri tulisan ini dapat
yang baru itu mengalahkan peraturan yang lama. diambil kesimpulan sebagaimana di bawah ini:
Selain itu juga berlaku asas lex specialis derogat Aborsi bagi korban pemerkosaan dalam
lex generalis, yaitu peraturan yang bersifat khusus perspektif etika kedokteran menimbulkan suatu
mengalahkan peraturan yang bersifat umum. Dalam dilema. Kalau dilakukan berarti dokter telah
hal ini UU No. 23 Tahun 1992 adalah lex specialis, melanggar sumpahnya yaitu berkewajiban
sementara KUHP adalah lex generalis. melindungi hidup makhuk insani sejak saat
Abortus provocatus medisinalis diperbolehkan pembuahan, selain itu dalam sumpahnya dokter
di Indonesia sesuai dengan ketentuan Pasal 75-77 juga harus mengutamakan kesehatan penderita.
UU No. 36 tahun 2009. Berdasarkan bunyi pasal Dengan demikian jika aborsi tidak dilakukan maka
tersebut, maka syarat-syarat dilakukannya tindakan akan mengancam nyawa ibu hamil yang mengalami
itu adalah: ikut psikologis dan berkeinginan untuk mengakhiri
Dalam Deklarasi Oslo (1970) disebutkan bahwa hidupnya.
moral dasar yang harus dijiwai oleh seorang dokter Ditinjau dari hukum Islam aborsi juga
adalah butir lafal sumpah: “Saya akan menghormati menimbulkan banyak perbedaan pendapat baik
hidup insani sejak saat pembuahan”. Karena itu menurut mahzab Hanafi, Maliki, mahzab Syaii,
abortus provocatus medisinalis hanya dilakukan dan juga mahzab Hambali. Pada prinsipnya aborsi
jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : diharamkan tetapi berdasar itjtihad para ulama
(a) Aborsi. hanya dilakukan berdasar indikasi aborsi dibolehkan jika dilakukan oleh dokter atau
medis; (b) Suatu keputusan untuk menghentikan tenaga kesehatan yang berwenang berdasar indikasi
kehamilan, sedapat mungkin disetujui secara medis menyelamatkan jiwa ibu.
tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat Sementara itu dalam perundang-undangan
kompetensi profesional mereka; (c) Prosedur itu Indonesia terdapat perbedaan antara KUHP
hendaklah dilakukan oleh seorang dokter yang dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
kompeten di instalasi yang diakui oleh suatu dalam mengatur masalah aborsi, KUHP melarang
otoritas yang sah; (d) Jika dokter itu merasa bahwa aborsi dalam apapun sedangkan Undang-Undang
hati nuraninya tidak membenarkan ia melakukan Kesehatan membolehkan aborsi pada korban
abortus tersebut, maka ia berhak mengundurkan pemerkosaan yang hamil.
diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medis
itu kepada sejawatnya yang lain yang kompeten. DAFTAR PUSTAKA
Menurut UU No. 36 tahun 2009 indikasi medis akan Buku:
diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Abdulkadir, Muhammad, 2004, Hukum dan
Tetapi pembentuk UU sudah menentukan bahwa Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya
indikasi medis tersebut adalah jika nyawa sang Bakti.
ibu dan atau janinnya terancam bahaya maut. Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2001,
Sebagaimana yang sudah diuraikan sebelumnya, Perlindungan terhadap Korban Kekerasan

80
Aborsi bagi Korban Pemerkosaan dalam Perspektif Etika ...

Seksual, Bandung: Refika Aditama. Hand out kuliah:


Bambang Sunggono, 2005, Metodologi Penelitian Indrati Rini, (2006). Metodologi Penelitian Hukum,
Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Program Magister Ilmu Hukum Universitas
Bahder Johan Nasution, 2005, Hukum Kesehatan, Wijaya Kusuma Surabaya.
Jakarta: Rineka Cipta.
Etty Indriati, 2005, Menulis Karya Ilmiah, Jakarta: Undang-Undang:
Gramedia. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, 1994, Etika Kesehatan.
Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
EGC.
Pitono Soeparto, dkk (ed.), 2001, Etik dan Hukum Jurnal/Seminar:
di Bidang Kesehatan, Komite Etik Rumah Sakit, Yunahar Ilyas, 2009, Aborsi terhadap Perempuan
Surabaya: RSUD Dr. Soetomo. Korban Perkosaan dalam Pandangan Hukum
Wila Chandrawila Supriadi, 2001, Hukum Islam, Seminar Nasional, Fakutas Hukum
Kedokteran, Bandung: Mandar Maju. dan Fakultas Kedokteran, Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya.

81

Anda mungkin juga menyukai