Anda di halaman 1dari 31

ASKEP DAN HE PADA KLIEN DENGAN

CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA


HEMORAGIK)

Kelompok SGD 4

Putu Ari Anggareni (1002105002)

Ni Luh Gede Prabayati (1002105007)

Ni Luh Gd Seruni Lestari (1002105011)

Ni Nyoman Sri Wahyuni (1002105021)

Asri Ardiani Saputri (1002105023)

Lia Dwi Jayanti (1002105036)

Kadek Gunantari Ariani (1002105042)

I Gusti Bagus Jelantik Darma Putra (1002105050)

Putu Weda Suari (1002105062)


Ni Nyoman Rita Lestari (1002105070)

Ni Putu Diah Prabandari (1002105085)

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2011

Learning Task

Cerebro Vascular Accident (CVA)

Jelaskan arti dari istilah-istilah berikut:

• Agnosia

• Aneurysm

• Aphasia

• Apraxsia

• Ataxsia

• Dysarthria

• Expressive aphasia

• Hemianopsia

• Hemiplegia/hemiparesis

• Infraction
• Korsaff’s syndrome

• Penumbra region

• Perseveration

• Receptive apahasia

Kelompok 1-4

CVA Hemoragik

1. Apa definisi dari stroke?

2. Bagaimana epidemiologi dari stroke hemoragik?

3. Apa etiologi dari stroke hemoragik?

4. Bagaimana patofisiologi dari stroke hemoragik?

5. Bagaimana manifestasi klinis dari stroke hemoragik?

6. Apa saja pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada
stroke hemoragik?

7. Bagaimana medical manajement stroke hemoragik?

8. Bagaiamana cara pencegahan stroke hemoragik?

9. Apa saja komplikasi dari stroke hemoragik?

10. Bagaimana asuhan keperawatan pada stroke hemoragik?

Pembahasan:

1. Agnosia adalah ketidakmampuan untuk mengorganisasikan informasi sensorik agar


bisa mengenal benda – benda / hilangnya daya untuk mengenali arti stimuli sensoris
macamnya sesuai indranya.
Agnosia adalah ketidakmampuan menginterpretasikan / mengenal benda yang dilihat
dengan menggunakan perasaan spesial. (KMB Vol 3 : 2090)

Agnosia adalah hilangnya kemampuan untuk mengenali benda – benda, orang,


suara, bentuk / bau sementara arti tertentu tidak cacat juga tidak ada kerugian
memori yang signifikan. Hal ini biasanya berhubungan dengan cedera otak / penyakit
syaraf, khususnya setelah kerusakan pada lobus temporal.

Ketidak mampuan untuk mengenali benda karena stimulus sensoriknya tidak bisa
diinterpretasi kendati terdapat alat indera yang normal (Weller, 2005; 20).

Adalah keadaan ketika kemampuan terganggu untuk mengenali bentuk atau sifat
berbagai benda. Biasanya agnosia hanya meliputi satu indera – pendengaran,
penglihatan, atau sentuhan (Kowalak, 2011; 271).

2. Aneurisma (aneurysm) adalah pelebaran/penggelembungan lokal pada pembuluh


darah atau jantung. Bagian tersebut menjadi lebih tipis sehingga mudah pecah dan
menimbulkan kebocoran pada pembuluh darah. Akibat kebocoran itu, terjadilah
pendarahan yang dapat mengakibatkan kematian mendadak.

Dilatasi local pembuluh darah, biasanya pembuluh arteri. Aterosklerosis merupakan


penyebab sebagian besar aneurisma arteri; setiap cedera pada dinding pembuluh
darah dapat menjadi predisposisi terbentuknya sebuah kantong (sakus aneurisma).
Penyakit lain yang dapat menyebabakan aneurisma adalah sifilis, inflamasi
nonspesifik tertentu, dan defek congenital pembuluh arteri. Tekanan darah membuat
ukuran aneurisma bertambah dan mungkin menimbulkan rupture. Kadang-kadang
keadaan ini dapat diatasi dengan tindakan eksisi aneurisma atau ligasi pembuluh
arteri tersebut (Weller, 2005; 39)

Aneurisma adalah kantong yang terbentuk oleh dilatasi local pembuluh darah,
biasanya pada arteri, karena kesalahan lokan di dinding pembuluh darah akibat
defek, penyakit atau cedera, yang menghasilkan pembengkakan, sering kali
berdenyut, dengan suara bising dapat didengar di atas pembuluh darah tersebut
(Brooker, 2009; 500).

3. Aphasia, Afasia adalah kehilangan daya pengutaraan melalui bicara, menulis atau
penggunaan tanda- tanda , dan kehilangan pengertian bahasa yang didengar atau
dibaca.Afasia terbagi dua yaitu : Afasia motorik dan afasia sensorik. Afasia motorik
adalah kesulitan berkata- kata tetapi dapat mengerti pembicaraan, sedangkan afasia
sensorik dimana pasien sukar mengerti komprehensi pembicaraan orang , tetapi
mudah mengucapkan kata, tanpa adanya gangguan pendengaran.

Gangguan komunikasi akibat kerusakan otak yang ditandai oleh gangguan total atau
parsial dalam pemahaman, perumusan, atau pengungkapan bahasa (Weller, 2005;
45).

Hilangnya kemampuan mengekspresikan diri sendiri atau mengerti bahasa (Brunner,


2002; 2144).

4. Apraxsia adalah gangguan dalam merencanakan dan memposisikan urutan kata


dengan tepat karena adanya gangguan pada otot bicara yang berkaitan dengan
artikulasi kata. Rangkaian bahasa yang diungkapkan terganggu. Klien berusaha
untuk membentuk satu kalimat namun yang terjadi adalah susunan kata yang kacau.

Ketidakmampuan melaksanakan gerakan yang benar karena adanya lesi otak dan
bukan karena gangguan sensorik atau kehilangan kekuatan otot pada extremitas
(Weller, 2005; 51).

Ketidakmampuan melakukan aktivitas motorik yang sudah dipelajari sebelumnya


pada dasar gerakan disadari (Brunner, 2002; 2144).

5. Kegagalan koordinasi otot yang mengakibatkan gerakan yang ireguler dan tersentak-
sentak (Weller, 2005; 61).

Gerakan yang tidak tepat waktu dan tidak terkoordinasi (Brooker, 2009; 399).

Istilah Ataxia berasal dari bahasa Yunani, artinya kegagalan mengerjakan segala
sesuatu sesuai urutan. Gerakan dari tubuh dan anggota gerak tidak stabil, canggung
karena hilangnya koordinasi semua otot-otot tubuh merupakan gejala-gejala penyakit
tersebut. Ataxia berarti ketidakmampuan koordinasi tubuh yang tidak disebabkan
kelemahan otot. Kata ataxia digunakan untuk mengartikan koordinasi yang buruk
atau secara spesifik untuk menunjukkan sebuah penyakit yang menyerang system
saraf. Ataxia menyerang (memberi efek pada) jari tangan serta tangan, kaki, tubuh,
vocal berbicara, dan juga pergerakan mata. Sistem koordinasi yang buruk ini
disebabkan oleh sejumlah perbedaan kesehatan atau kondisi saraf.

6. Dysarthria adalah gangguan berbicara yang terjadi karena gangguan control otot
mekanisme bicara akibat kerusakan susunan saraf pusat dan/ perifer (Brooker, 2009;
44).

Kerusakan pengucapan akibat kasus neurologic (Brunner, 2002; 2144).

Dysarthria adalah kelainan berbicara dimana mekanisme mekanisme bicara


terganggu oleh lesi di jaras corticobulbar di satu atau lebih nervus cranialis atau
nervus V,VII, IX, X, dan XII, di cerebellum atau di otot-otot yang berperan dalam
memproduksi suara. Dysarthria dikarakterisasikan dalam disfungsi fonasi
(phonathion), artikulasi, resonansi, atau aspek respirasi dari berbicara. Dysarthria
merupakan gangguan yang ditandai dengan kesulitan berbicara dengan benar
karena terjadi kelumpuhan otot-otot yang digunakan untuk berbicara. Dysarthria
sering ditandai dengan bicara tak teratur atau justru sebaliknya susah berbicara.

7. Ketidakmampuan untuk mengekspresikan diri; dihubungkan dengan daerah lobus


frontal kiri (Brunner, 2002; 2144)

Afasia ekspresif (non-fasih afasia), juga dikenal sebagai Broca afasia secara klinis
neuropsikologi dan afasia agrammatic di kognitif neuropsikologi , disebabkan oleh
kerusakan atau masalah perkembangan di daerah anterior dari otak , termasuk
(namun tidak terbatas pada) posterior kiri lebih rendah gyrus frontal dikenal sebagai
area Broca ( daerah Brodmann 44 dan daerah Brodmann 45 ). Hal ini ditandai
dengan hilangnya kemampuan untuk menghasilkan bahasa (lisan atau tertulis).
afasia ekspresif berbeda dari dysarthria , yang dicirikan oleh ketidakmampuan pasien
untuk menggerakkan otot-otot lidah dan mulut dengan benar untuk menghasilkan
suara. Afasia ekspresif kontras dengan afasia reseptif , yang dicirikan oleh
ketidakmampuan pasien untuk memahami bahasa atau berbicara dengan kata-kata
tepat dengan makna yang tepat.

8. Kebutaan setengan lapang pandang pada satu atau kedua mata (Brunner, 2002;
2144).
Hemianopsia adalah defek penglihatan atau kebutaan pada separuh lapang pandang
pada satu atau kedua mata; secara bebas, skotoma pada kurang dari separuh
lapang pandang pada satu atau kedua mata. Hemianopsia homonim (monocular
hemianopsia) adalah hemianopsia pada sisi temporal lapang pandang salah satu
mata akibat lesi pada jalur visual dibelakang kiasma. Hemianopia, atau
hemianopsie, adalah jenis anopsia mana visi menurun atau kebutaan terjadi di
setengah bidang visual dari salah satu atau kedua mata. Dalam kebanyakan kasus,
kerugian bidang visual menghormati garis tengah vertikal. Penyebab paling umum
dari kerusakan ini termasuk stroke, tumor otak dan trauma.

9. Paralis atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh yang biasanya disebabkan oleh cidera
atau penyakit pada otak (Weller, 2005; 311).

Hemiplegia atau hemiparesis adalah paralisis atau kelemahan di salah satu sisi
tubuh, biasanya terjadi akibat cerebrovascular accident yang mengenai sisi otak
yang bersebrangan (Brooker, 2009; 446).

Hemiplegia (hemiparesis) adalah kerusakan pada seluruh korteks piramidalis sesisi


menimbulkan kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) pada belahan tubuh sisi
kontralateral.

10. Infarction adalah kematian sebagian jaringan karena suplai darahnya terputus.

Pembentukan infark (daerah nekrosis berbentuk baji pada suatu organ akibat
penyumbatan pembuluh darah yang biasanya disebabkan oleh embolus) (Weller,
2005; 351)

11. Suatu keadaan kronis dengan terjadinya gangguan daya ingat khususnya terhadap
kejadian yang baru saja terjadi; pasien sindrom ini juga mengalami disorientasi waktu
dan tempat (Weller, 2005; 382).

Sindroma Wernicke-Korsakoff (WKS) adalah spektrum penyakit yang dihasilkan dari


defisiensi tiamin, biasanya terkait dengan penyalahgunaan alkohol . Ensefalopati
Wernicke awalnya dijelaskan oleh ahli saraf Jerman Karl Wernicke pada tahun 1881
sebagai tiga serangkai gejala klasik (kebingungan mental, ataksia dan
ophthalmoplegia). Psikosis Korsakoff adalah manifestasi akhir dari kondisi tersebut,
di mana ensefalopati Wernicke tidak diobati secara memadai.

12. Penumbra region adalah daerah disekitar core yang mengalami infark.

13. Timbulnya kembali secara terus menerus sebuah gagasan atau kecenderungan
untuk mengulangi kata-kata atau perbuatan yang sama (Weller, 2005; 517).

Perseveration adalah pengulangan secara terus menerus suatu kata atau kalimat
yang tidak bermakna.

14. Ketidakmampuan untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain; sering dihubungkan
denga kerusakan daerah lobus temporal (Brunner, 2002; 2144).

Receptive aphasia adalah mempunyai kesulitan yang parah dalam mengerti kata-
kata dan mengerti percakapan. Anak dengan Executive Aphasia dapat mengerti
dengan cukup baik tetapi mempunyai kesulitan membuat kata-kata untuk dirinya
sendiri.

Pembahasan CVA Hemoragik:

1. Definisi dari stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999).
Stroke juga dapat diartikan sebagai defisit neurologist akut yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai
dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO, 1989).

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Stroke
dapat terjadi akibat pembentukkan thrombus di suatu arteri cerebrum, akibat emboli
yang mengalir ke otak dari tempat lain ke tubuh, atau akibat perdarahan otak.pada
stroke. Terjadi hipoksia cerebrum yang menyebabkan cedera dan kematian sel-sel
neuron.
Adapun gejala-gejala yang timbul :
• Secara tiba-tiba dalam waktu sejenak, beberapa menit, jam, atau setengah hari.
• Serentak dengan hilang kesadaran ( pingsan = koma )
• Secara berangsur–angsur dan disertai kesdaran yang menurun
• Serentak tanpa gangguan kesadaran
• Langsung setelah mendapatkan kejang fokal pada lengan atau tungkai ataupun
sebelah / seluruh tubuh, dengan hilangnya kesadaran sewaktu kejang umum.
• Beberapa waktu setelah mendapatkan serangan vertigo atau sakit kepala.
• Beberapa waktu setelah mengidap buta mutlak menetap pada sisi yang
berlawanan dengan sisi tubuh tumpuh
• Beberapa waktu setelah mengidap buta sementara, sekali atau beberapa kali (buta
puganya )
• Serentak atau tidak lama setelah mengidap infark jantung atau berada dalam
keadaan hipotensi.
Gejala-gejala trersebut di atas merupakan manifestasi infark regional dari otak, daerah
subkortikal atupun dengan bantuan otak. Sehingga stroke dapat didefinisikan sebagai
suatu sindroma akibat lesi vaskuler regional dibatang otak,
daerah subkortikal atau kortikal.

Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi:

• stroke hemoragik

Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng


disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat melakukan
aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun
dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol.

• stroke non hemoragik

Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak.
Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi
perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena
hipoksia jaringan otak.
2. Epidemiologi dari stroke hemoragik, yakni insiden stroke bervariasi di berbagai negara
di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per
tahun (Hacke dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden
stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan
4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. (Goldstein dkk, 2006). Rasio insiden pria
dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-
74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85
tahun (Lloyd dkk, 2009).

3. Etiologi dari stroke hemoragik, antara lain:


• Ateroskierosis (trombosis)
40 % kaitannya dengan kerusakan local dinding pada akibat anterosklerosis. Proses
aterosklerosis ditandai dengan piak berlemak pada lapisan intima arteri besar.
Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya
menghilang. Lumina elastika interna robek dan berjumbal, sehingga lumen pembuluh
sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut.
• Embolisme
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke. Kebanyakan
emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang
dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung, jarang terjadi
berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus (carotisintema). Setiap batang otak
dapat mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan menyumbat bagian-
bagian yang sempit.
• Hipertensi yang menimbulkan perdarahan interserebral rupture aneurisme
Sakular.
Trombosis (penyakit tromboklusif)
• Pendarahan serebri
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh subtura arteri serebri extrapasasi
darah.
• Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).
- Trombosis sinus dura
- Diseksi arteri karotis atau vertebralis
- Vaskulitis sistem saraf pusat
- Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
- Migran
- Kondisi hyperkoagulasi
- Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
- Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
- Miksoma atrium.
• Faktor Resiko:
- Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA
atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau homozigot
untuk homosistinuria.
- Yang dapat diubah : hypertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan obat
dan alcohol, hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis, hyperurisemia dan
dislidemia.

4. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau
ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang
seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat
dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK) yang
bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian.
Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid
dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada
daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi
nekrosis jaringan otak.
Dari sumber lain, patofisiologi stroke hemoragik adalah perdarahan intrakranial
meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan subarachnoid. Insidens
perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-
masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan,
2000).

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry


aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal,
serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola
berdiameter 100 – 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding
pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya
aneurisma tipe Bouchard.

Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan


rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil
membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat
pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar
(Caplan, 2000).

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat


menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena
darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi
darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan
otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan
subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan
dari arteriovenous malformation (AVM).

5. Manifestasi klinis dari stroke hemoragik:


Adapun manifestasi “Stroke” adalah deficit neurogik yaitu dapat berupa:
• Hemiparesis
Dimana lengan dan tungkai sesisi lumpuh dari tungkai atau sebaliknya.
• Hemihipertensi atau kemiparestesia
Dimana lengan dan tungkai sesisi hipestetik sama beratnya, atau lengan sesisi lebih
hipestetik daripada tungkai atau sebaliknya
• Hemiparesis dan hemihipestasia
• Diplegia
Yaitu kedua sisi tubuh mempertahankan tanda-tanda kelumpuhan
“uppermotoneurone” (UMN).
• Afasi atau disfasia sensorik atau motorik.
• Hemiparesis dengan apasia / dispasia sensorik / motorik
• Hemiparesis dengan hemianopia
• Hemiparesis alternans
• Hemihipestasia

6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada stroke
hemoragik dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
Pemeriksaan Fisik:
a. Keadaan umum
• Kesadaran: umumnya mengalami penurunan kesadaran
• Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara.
• Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
b. Pemeriksaan integument
• Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke harus bed rest 2-3
minggu
• Kuku: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
• Rambut: umumnya tidak ada kelainan.
c. Pemeriksaan kepala dan leher
• Kepala: bentuk normocephalik
• Muka: umumnya tidak simetris yaitu miring ke salah satu sisi
• Leher: kaku kuduk jarang terjadi.
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk
dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi:
• Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
• Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
• Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
• Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks
patologis.
Pemeriksaan Penunjang:
a. Pemeriksaan laboratorium
• Peningkatan Hb & Ht terkait dengan stroke berat
• Peningkatan WBC indikasi adanya infeksi à endokarditis bakterialis.
• Analisa CSF (merah) à perdarahan sub arachnoid
• Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukan hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra
kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan
adanya proses inflamasi.
b. Pemeriksaan Radiologi
• CT Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark
• Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri
• MRI
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik ( masalah sistem arteri
karotis ( aliran darah / muncul plak ) arteriosklerotik ).
• EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
• Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
• Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas; klasifikasi karotis interna terdapat
pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan
subarakhnoid. (Doenges E, Marilynn,2000 hal 292)

7. Penatalaksanaan Medis
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh
dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
oksigen sesuai kebutuhan.

3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil.

4. Bed rest

5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.


6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi.

8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan
glukosa murni atau cairan hipotonik.

9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan Tekanan Intrakranial (TIK).

10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun
atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.

11. Penatalaksanaan spesifik berupa:

• Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat


hemoragik.

• Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan


pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.

Untuk penatalaksanaan medik penyakit Hemorogik Stroke adalah obat-obatan.

8. Cara pencegahan stroke hemoragik, antara lain:

Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat
maupunkelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa
pencegahan yang dapat dilakukan adalah:

• Mengatur pola makan yang sehat, misalnya pembatasan makan garam dimulai dari
masa muda, membiasakan memakan makanan tanpa garam atau makanan bayi
rendah garam.

• Melakukan olah raga yang teratur, misalnya jalan setiap hari sebagai bagian dari
program kebugaran.

• Menghentikan rokok

• Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat


• Penurunan berat badan apabila kegemukan.

• Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi, misalnya


penghentian pemakaian kontrasepsi oral pada wanita yang merokok, karena resiko
timbulnya serebrovaskular pada wanita yang merokok dan menelan kontrasepsi oral
meningkat sampai 16 kali dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok dan tidak
menelan pil kontrasepsi.

• Khususnya pada orang tua, perawatan yang intensif untuk mempertahankan tekanan
darah selama tindakan pembedahan. Cegah jangan sampai penderita diberi obat
penenang berlebihan dan istirahat ditempat tidur yang terlalu lama.

• Penanganan stres dan beristirahat yang cukup.

• Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat.

• Pemakaian antiplatelet.

Pada pencegahan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian


faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat
dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan
sebagainya.

9. Komplikasi dari stroke hemoragik:

a. Tekanan Intrakranial (TIK) meningkat


b. Aspirasi
c. Atelektasis
d. Kontraktur
e. Disritmia jantung
f. Malnutrisi

Menurut Sjaifoellah Noer, (2002), komplikasi dari stroke yaitu :

1. Depresi

Dampak yang menyulitkan penderita dan orang di sekitarnya. Oleh karena itu
keterbatasan akibat kelumpuhan, sulit berkomunikasi sehingga penderita stroke
dapat mengalami depresi.
2. Darah beku

Terbentuk pada jaringan yang lumpuh (kaki) dapat mengakibatkan pembengkakan.

3. Radang paru-paru / pneumonia

Dampak stroke dapat memungkinkan penderita kesulitan menelan, batuk-batuk


sehingga cairan terkumpul di paru-paru.

4. Dekubitus

Saat mengalami stroke usahakan untuk selalu berpindah dan bergerak secara
teratur. Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan
tumit. Bila memar ini tidak dirawat bisa menjadi infeksi, keadaan ini dapat menjadi
parah bila berbaring di tempat tidur yang basah.

Komplikasi lain yang terjadi antara lain disuse atrofi pada otot, misuse (nyeri sendi
bahu dan genu), luka pada kulit yang tertekan (decubitus), hipotensi orthastatic,
gangguan psychologic, pneumonia (infeksi saluran pernafasan) dan Infeksi saluran
kemih (UTI).

Komplikasi yang sering terjadi setelah serangan stroke adalah: (1) kejang pada
pasien pasca stroke sekitar 4-8 %, (2) Trombosis Vena Dalam (TVD) sekitar 11-75 %
dan Embboli Pulmonum sekitar 3-10 %, (3) perdarahan saluran cerna sekitar 1-3 %,
(4) dekubitus, (5) pneumonia, (6) stress, (7) bekuan darah, (8) nyeri pundak dan
subluxation (Junaidei, 2006).
Pathway:

Stres Makanan Banyak Garam Kurang Aktivitas

PerfusiHipertens
Otak Menurun
1 Metabolisme
↑Asam 2
Laktat ↓ STRO
perfusi
Edema i Otak Otak
jaringan
Aneurisma otak
Pembuluh DarahNekrosis
Anaerob Tidak Jaringan
Mampu
Iskemia Lagi Menahan Pompa Na dan
Aktivitas
Tekanan K gagal
Elektrolit
Pembuluh darah pecah

Gangguan Perfusi Jaringan Cerebral

1 2

Asidosis Kerusakan sel neuron


Metabolik

↓ Fungsi Saraf
Vasodilatasi
Jaringan
pembuluh darah
mengalami reaksi Hambatan Mobilitas Konfusi
Tekanan
dan Intrakranial
pergeseran
Nyeri Akut Fisik Kronik
meningkat
Nyeri
sensasiKepala
nyeri Saraf Motorik
Imobilisasi Saraf Motorik
10. Asuhan Keperawatan pada stroke hemoragik:
Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan data yang sengaja dilakukan secara sistematik
untuk menentukan keadaan kesehatan klien sekarang dan masa lalu serta untuk
mengevaluasi pola koping klien sekarang dan masa lalu. Data dapat diperoleh dengan 5
(lima) cara yaitu wawancara, pemeriksaan fisik, observasi, menelaah catatan dan
laporan diagnostik serta berkolaborasi dengan tim kesehatan lain. Untuk mewujudkan
pengkajian yang akurat, perawat harus dapat berkomunikasi secara efektif,
mengobservasi secara sistematik dan menginterprestasikan data yang akurat
(Carpenito, 2000).

Data dasar yang ada pada saat pengkajian pasien stroke menurut Doenges,
Moorhouse, Geissler (1999) adalah :
1. Aktifitas/istirahat
Adanya kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis, terdapat gangguan tonus otot
dan gangguan tingkat kesadaran.
2. Sirkulasi
Adanya hipertensi arterial, disritmia, desiran pada karotis, femoralis dan aorta yang
abnormal.
3. Integritas Ego
Ditemukan adanya emosi yang labil dan kesulitan untuk mengekspresikan diri,
perasaan tidak berdaya dan putus asa.
4. Eliminasi
Ditemukan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine maupun anuria,
distensi abdomen (pada perabaan kandung kemih berlebihan).
5. Status Nutrisi
Didapatkan anoreksia, mual dan muntah selama fase peningkatan TIK, kehilangan
sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan dan disfagia (kesulitan menelan).
6. Neurosensori
Adanya sakit kepala (yang bertambah berat dengan adanya perdarahan intraserebral),
kelemahan, kesemutan, penglihatan menurun (total), kehilangan daya lihat sebagian
(kebutaan monokuler), penglihatan ganda (diplopia) serta hilangnya rangsang sensorik
kontralateral (pada sisi tubuh yang berlawanan) pada ekstremitas. Dapat juga
ditemukan adanya gangguan tingkat kesadaran seperti koma, kelemahan atau paralisis,
pada ekstermitas (kontralateral pada semua jenis stroke), parase pada wajah, afasia,
miosis/midriasis pada pupil disertai dengan ukuran yang tidak sama.

7. Nyeri/kenyamanan
Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-bada, adanya tingkah laku yang tidak
stabil dan gelisah
8. Pernafasan
Ditandai dengan ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan nafas.
9. Keamanan
Ditemukan perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh, kesulitan untuk melihat
objek dari sisi kiri atau kanan, gangguan berespon terhadap panas atau dingin.
10. Interaksi sosial
Masalah dalam berbicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
11. Penyuluhan atau pembelajaran
Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke dan pecandu alcohol.
12. Pemeriksaan Diagnostik
a. CT Scan memperlihatkan edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
b. Sinar X menggambarkan klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan
subarakhnoid.
c. EEG mengidentifikasi masalah berdasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
d. Angiografi serebral memperlihatkan adanya perdarahan arteri atau adanya oklusi
atau ruptur.
e. MRI menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena
(AVM).
f. Pungsi lumbal memperlihatkan adanya peningkatan dan cairan yang mengandung
darah menunjukan adanya perdarahan intrakranial.
Rencana Keperawatan:
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1. Nyeri akut - Pain Level - Pain Management - Pain
berhubungan dengan Management
Setelah diberikan a. Lakukan
agen cidera fisik
asuhan pengkajian nyeri a. untuk
(meningkatnya
keperawatan secara mengetahui
tekanan intrakranial)
selama ….x 24 jam komprehensif kondisi klien
yang ditandai dengan
diharapkan nyeri meliputi lokasi, dan untuk
perubahan tekanan
klien berkurang kareteristik, menetapkan
darah, masker wajah
dengan kriteri hasil: onset/durasi, intervensi yang
(meringis), laporan
frekuensi, akan diberikan.
isyarat a. Ekspresi wajah
kualitas, kuantitas
klien tampak b. untuk
atau tingkat
tenang mengetahui
keparahan nyeri,
tingkat nyeri
b. Tanda-tanda vital dan factor
yang dirasakan
dalam batas pencetusnya.
klien.
normal
b. Observasi isyarat
c. mengeliminir
- Tekanan ketidaknyamanan
faktor
darah dewasa nonverbal,
presipitasi
Sistolik: 95- khususnya pada
dapat
140, diastolic: klien yang tidak
menghilangkan
60-90 mampu
nyeri yang
mengkomunikasik
- Nadi dewasa dirasakan klien.
annya secara
60-100x/menit
efektif. d. mengetahui ada
- Temperatur tidaknya
c. Kurangi atau obati
tubuh dewasa perubahan
factor pencetus
36-37,5oC kondisi klien
nyeri
untuk
- Pernafasan
d. Memeriksa tingkat mengetahui ada
dewasa 12-
ketidaknyamanan tidaknya nyeri.
20x/menit
dengan klien,
- Analgesic
perhatikan
administration
perubahan dalam
catatan medis, a. untuk
memberi tahu mengurangi
profesional nyeri yang
kesehatan lain dirasakan.
yang bekerja
b. mencegah
dengan klien.
terjadinya
- Analgesic kesalahan
administration dalam
pemberian
a. Kolaborasi
obat. Berfungsi
pemberian
sebagai
analgesic jika
legalitas dalam
perlu dan awasi
pemberian
penggunaannya
obat.
serta efek
sampingnya - Vital Signs
Monitoring
b. Perhatikan prinsip
6B dalam a. mengetaui
pemberian obat tekanan darah,
nadi, suhu, dan
- Vital Signs
status
Monitoring
pernafasan
a. Monitor tekanan klien.
darah, nadi, suhu,
b. mengetahui ada
dan status
tidaknya
pernafasan,
fluktuasi yang
sebagaimana
luas di tekanan
mestinya.
darah.
b. Perhatikan
c. mengetahui ada
kecenderungan
tidaknya
dan fluktuasi yang
perubahan
luas di tekanan
tekanan darah
darah
setelah klien
c. Memonitor melakukan
tekanan darah pengobatan.
setelah klien telah
melakukan d. mencari
pengobatan, jika penyebab
mungkin perubahan
tanda vital.
d. Mengidentifikasi
kemungkinan e. mencegah agar
penyebab tidak terjadi
perubahan tanda kesalahan
vital dalam
pengukuran
e. Memeriksa secara
tanda-tanda
berkala akurasi
vital.
instrumen yang
digunakan untuk
akuisisi data
pasien

2. Hambatan mobilitas - Mobility - Mobility - Mobility


fisik berhubungan
Setelah diberikan a. kaji tingkat a. untuk
dengan kerusakan
asuhan ambulasi klien mengetahui
neuro muskular yang
keperawatan tingkat
ditandai dengan
selama ….x24 jam - Exercise Therapy: ambulasi klien.
keterbatasan
diharapkan Ambulation
kemampuan untuk - Exercise
mobilitas klien
melakukan a. Kenakan klien
sudah ada Therapy:
keterampilan motorik pakaian yang
peningkatan Ambulation
kasar, keterbatasan tidak bersifat
dengan kriteria
kemampuan untuk membatasi. a. mempermudah
hasil:
melakukan pergerakan
b. Bantu klien untuk
keterampilan motorik a. Gerakan otot klien
menggunakan
halus, pergerakan mulai ada
alas kaki yang b. memudahkan
tidak terkoordinasi peningkatan dari
memudahkan dalam latihan
level 1 ke level 2
berjalan dan ambulasi
(rentang skala 1-
mencegah
5) c. untuk
cedera.
mempercepat
c. Kolaborasi proses
dengan ahli terapi ambulasi sesuai
fisik mengenai yang
rencana ambulasi diharapkan.
sesuai kebutuhan.
d. mempercepat
d. Bantu klien proses
ambulasi awal kemandirian
dan jika klien dalam
diperlukan. ambulasi

e. Dorong ambulasi e. memandirikan


mandiri dalam klien dalam
batas aman melakukan
ambulasi.
3. Konfusi kronik - Memory - Memory - Memory
berhubungan dengan
serangan stroke yang Setelah diberikan a. Kaji kemampuan a. mengetahui

ditandai dengan asuhan mengingat tingkat

gangguan respon keperawatan informasi klien, mengingat

terhadap stimulus, selama ….x 24 jam baik yang baru informasi klien.

gangguan memori diharapkan klien saja terjadi


mengalami maupun yang - Dementia
jangka panjang,
peningkatan daya sudah jauh terjadi Management
gangguan memori
jangka pendek ingat dengan sebelumnya.
a. agar keluarga
kriteria hasil:
- Dementia mengetahui
a. Kemampuan Management rencara
mengingat keperawatan
informasi secara a. Ikutkan anggota yang akan
akurat naik satu keluarga dalam diberikan dan
level (rentang perencanaan, agar bisa
skala 1-5) penyediaan, dan mendukung
mengevaluasi rencana
b. Mampu
perawatan, sejauh keperawatan
mengingat
yang diinginkan tersebut
informasi yang
sehingga
baru saja terjadi b. Identifikasi Pola
rencana
naik satu level umum perilaku
keperawatan
(rentang skala 1- untuk kegiatan
5) seperti tidur, berjalan dengan
penggunaan obat, baik.
c. Mampu
eliminasi, asupan
mengingat b. untuk
makanan, dan
informasi yang mengetahui
perawatan diri
jauh sudah pola umum
terjadi naik satu c. Tentukan riwayat perillaku sehari-
level (rentang fisik, sosial, hari klien guna
skala 1-5) psikologis klien, membantu
kebiasaan, dan tindakan
rutinitasnya keperawatan
yang akan
d. Siapkan diri untuk
diberikan
interaksi dengan
kontak mata dan c. mengetahui
sentuhan yang riwayat klien
sesuai.
d. meningkatkan
e. Perkenalkan diri rasa percaya
saat memulai klien dan
kontak. hubungan dekat

f. Bicara dengan e. untuk


jelas, nada mendekatkan
rendah, hangat, diri dengan
suara penuh klien
hormat.
f. meningkatkan
g. Pilih program rasa percaya
televisi atau radio klien
berdasarkan
g. membantu
kemampuan
dalam proses
proses kognitif
tindakan
dan minat.
keperawatan
h. Gunakan simbol,
h. agar klien tidak
selain tanda-tanda
tersesat dan
tertulis, untuk
menemukan
membantu pasien
dengan mudah
untuk ruangan yang ia
menemukan, cari
kamar mandi,
i. mengetahui
atau daerah lain
penyebab
i. Monitor dengan kebingungan
hati-hati untuk fisiologis klien
penyebab
j. mempercepat
kebingungan
penyesuaian
fisiologis yang
ketika
meningkat yang
perawatan akan
mungkin akut dan
dilanjutkan di
reversible.
rumah

j. Diskusikan isu-isu
keamanan rumah
dan intervensi.
4. Gangguan perfusi - Tissue - Tissue - Tissue
jaringan cerebral Perfusion: Perfusion: Perfusion:
berhubungan dengan Cerebral Cerebral Cerebral
gangguan aliran darah
- Intracranial a. Kaji MABP klien a. mengetahui
ditandai dengan
Pressure (ICP) MABP klien
ketidaknormalan - Intracranial
Monitoring
dalam berbicara, Pressure (ICP)
- Intracranial
kelumpuhan, edema. Monitoring
Setelah diberikan Pressure (ICP)
asuhan Monitoring
a. Bantu dengan
keperawatan
penyisipan
selama ….x 24 jam a. memabantu
perangkat
diharapkan perfusi pemantauan
pemantauan ICP
jaringan cerebaral ICP
klien sudah mulai b. Berikan
b. mengurangi
adekuat dengan informasi kepada
kecemasan
kriteria hasil: keluarga / orang
keluarga
penting lainnya
a. MABP (mean
c. mengetahui
arterial blood c. Catat
tekanan ICP
pressure) dalam pembacaan
rentang normal tekanan ICP dan d. memantau
(120-140 mmHg) menganalisis tekanan perfusi
bentuk serebral
b. Klien tidak
gelombang
mengalami
e. posisi yang
pusing d. Monitor tekanan membantu

c. Klien tidak perfusi serebral dalam proses

muntah peningkatan
e. posisikan klien
perfusi serebral
dengan kepala
ditinggikan 30 f. mempertahank
sampai 45 an tekanan
derajat dan intracranial
dengan leher
g. agar segera
pada posisi
dilakukan
netral
tindakan yang
f. Jaga tekanan tepat dan
arteri sistemik menghindari
dalam kisaran hal-hal yang
tertentu tidak diinginkan

g. Beritahu dokter
ICP tinggi yang
tidak merespon
terhadap
protokol
pengobatan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner., and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Volume 2. Jakarta: EGC


Wilkinson., Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Nanda Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
Guyton, and Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Volume 11. Jakarta: EGC
Wilson, Price. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku II. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai