Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH THYPOID

Dosen Pembimbing:

Lilis Maghfiroh, M.Kes

Disusun Oleh :

Andrias Devitasari (1702012331)

Ichda Solikhatin Nisa (1702012342)

M. Ainun Na’im Ardianto (1702012354)

Restika Eka P.I (1702012363)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul

“ DEMAM THYPOID’’ Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas mata
kuliah KEPERAWATAN ANAK Universitas Muhammadiyah Lamongan oleh
Dosen Lilis Maghfiroh, M.Kes Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari
bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan baik dalam bentuk penyajian maupun
kelengkapan isi. Untuk itu dengan senang hati kami akan menerima segala saran
dan kritik dari pembaca guna memperbaiki makalah ini.Pembuatan makalah ini
diharapkan dapat berguna untuk menambah ilmu pengetahuan mahasiswa. Oleh
karena itu, kami mengharapkan partisipasi dari para pembaca. Semoga makalah
ini bermanfaat dan berguna bagi setiap orang yang membacanya,

Lamongan, 13 November 2019

Penyusun

DAFTRA ISI

2
BAB 1

3
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di Asia,
Afrika,Amerikalatin,Karibia,Oceania dan jarang terjadi di Amerika Serikat
dan Eropa. Menurut data WHO, terdapat 16 juta hingga 30 juta kasus thypoid
di seluruh dunia dan diperkirakan sekitar 500.000 orang meninggal setiap
tahunnya akibat penyakit ini. Asia menempati urutan tertinggi pada kasus
thipoid ini, dan terdapat 13 juta kasus dengan 400.000 kematian setiap
tahunnya
Demam thypoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan
rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka
kejadian tinggi pada daerah tropic dibandingkan daerah berhawa dingin.
Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak menutup
kemungkinan untuk orang dewasa. Penyebabnya adalah kuman salmonella
thyposa A,B dan C. penyakit thypus abdominalis sangat cepat penularannya
yaitu melalui kontak dengan seseorang yang menderita penyakit
thypus,kurangnya kebersihan pada minuman dan makanan,susu,dan tempat
susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat untuk pembiakkan bakteri
salmonella. Pembuangan kotoran yang tak memenuhi syarat dan kondisi
saniter yang tidak sehat menjadi factor terbesar dalam penyebaran penyakit
thypus
Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi
didalam dunia kedokteran disebut dengan thypoid fever atau thypus
abdominalis, karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa
jadi luka dan menyebabkan pendarahan serta bisa mengakibatkan kebocoran
usus.

1.2. Rumusan Masalahar

4
1. Apa definisi dari thypoid ?
2. Apa etiologi dari thypoid ?
3. Apa tanda dan gejala dari thypoid ?
4. Apa patofisiologi dari thypoid ?
5. Apa pathaway dari thypoid ?
6. Apa pemeriksaan penunjang dari thypoid ?
7. Apa penatalaksanaan dari thypoid ?
8. Apa konsep asuhan keperawatan dari thypoid ?
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui :
1. Definisi dari thypoid
2. Etiologi dari thypoid
3. Tanda dan gejala dari thypoid
4. Patofisiologi dari thypoid
5. Pathway dari thypoid
6. Pemeriksaan penunjang dari thypoid
7. Penatalaksaan dari thypoid7
8. Konsep asuhan keperawatan dari thypoid

1.4. Manfaat
1. Mendapatkan pengetahuan tentang penyakit demam thypoid.
2. Mendapatkan pengetahuan tentang konsep asuhan keperawatan pada
penyakit demam thypoid.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian thypoid


Demam thypoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh salmonella thypi. Demam paratifoid adalah penyakit sejenis
yang disebabkan oleh salmonella paratyphi A,B,dan C. gejala dan tanda dua
penyakit tersebut hamper sama, tetapi manifestasi klinis paratifoid lebih
ringan. Kedua penyakit diatas tersebut disebut thypoid. Terminology lain
yang sering digunakan thypoid fever, paratyphoid fever,tifus,dan paratifus
abdominalis atau demam enteric. (dr. Widoyono, 2008)
Sampai saat ini demam thypoid masih merupakan masalah kesehatan.
Hal ini diebabkan oleh karena kesehatan lingkungan yang kurang memadai,
penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, tingkat sosial ekonomi,
tingkat pendidikan masyarakat. Walaupun pengobatan demam thypoid tidak
terlalu menjadi masalah namun masalah diagnostic kadang-kadang menjadi
masalah terutama ditempat dimana tidak dapat dilakukan pemeriksaan kuman
maupun pemeriksaan laboratoriumnya. (dr. T.H. Rampengan, 1993)
Sejarah thypoid dimulai saat ilmuwan Perancis bernama Pierre Louis
memperkenalkan istilah thypoid pada tahun 1829. Thypoid atau thypus
berasal dari bahasa yunani typhos yang berarti penderita demam dengan
gangguan kesadaran. Kemudian Gaffky menyatakan bahwa penularan
penyakit ini melalui air dan bukan udara. Gaffky juga berhasil membiakkan
salmonella typhi dalam media kultur pada tahun 1884. Pada tahun 1896
Widal akhirnya menemukan pemeriksaan thypoid yang masih digunakan
sampai saat ini. selanjutnya, pada tahun 1948 Woodward dkk. melaporkan
untuk pertama kalinya bahwa upaya efektif untuk demam thypoid adalah
kloramfenikol. (dr. Widoyono, 2008)

2.2 Etiologi thypoid

6
penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman salmonella
thyposa/eberthella typhosa yang merupakan kuman gram negative,motil dan
tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh

manusia maupun suhu yang sedikit lebih rendah,serta mati pada suhu C

ataupun antiseptic. Sampai saat ini, diketahui bahwa kuman ini hanya
menyerang manusia. (Prof. dr. T. H. Rampengan, 2007)
Salmonella thyposa mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu:
 antigen O = Ohne Hauch = antigen somatic (tidak menyebar)
 antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat
termolabil
 antigen V1 = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis.
 Outer membrane protein (OMP). Antigen OMP S. thipy merupakan
bagian dari dinding sel terluar yang terletak diluar membrane sitoplasma
dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan
sekitarnya. OMP berfungsi sebagai barier fisik yang mengendalikan
masuknya zat dan cairan ke dalam membrane sitoplasma. Selain itu OMP
juga berfungsi sebagai reseptor untuk bakteriofag dan bakteriosin. OMP
sebagian besar terdiri dari protein purin, berperan pada pathogenesis
demam thypoid dan merupakan antigen yang penting dalam mekanisme
respon imun penjamu. Sedangkan protein non purin hingga kini
fungsinya belum diketahui secara pasti. (Prof. DR. H. Soegijanto, 2002)
Antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentuka tiga macam antibody yang lazim disebut aglutinin. Salmonella
thyposa juga dapat diperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan
resistensi terhadap multiple antibiotic.
Ada tiga spesies utama yaitu:
 salmonella thyposa (1 serotipe)
 salmonella choleraesius (1 serotipe)
 salmonella enteritidis ( lebih dari 1500 serotipe). (Prof. dr. T. H. Rampengan,
2007)
2.3 Tanda dan gejala thypoid

7
Menurut ngastiah (2007: 237), demam thypoid pada anak biasanya lebih
ringan dari pada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari
jika infeksi trjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang
terlama 30 hari. Selama inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal,
perasaan tidak enak badan, nyeri, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak
bersemangat, kemudian grjala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat
febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu
tubuh berangsur-angsur naik tiap hari, menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore hari. Dalam minggu ketiga suhu tubuh
berangsur-angsur menurun dan normal kembali.
2. Gangguan pada system pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput kotor (coated
tongue), ujungnya dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat
ditemukan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri
dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis Smpai
samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit
berat terhambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang dapat
ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan
reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena embori hasil dari
kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama pada /demam,
kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit thypoid, akan
tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu
kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar
diterangkan. Menurut teori relaps terjadinya karena terdapatnya
basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh
obat maupun obat zat anti.
2.4 Patofisiologi

8
3 Kuman salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam
usus halus, kuman mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus
(terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah
menyebab4kan peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh
limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial
system (RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini, kuman difagosit akan
berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi, berkisar 5-9 hari, kuman kembali
masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder), dan
sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, dan kandung empedu
yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu
ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa bakteremia
ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya sama dengan
antigen somatic (lipopolisakarida), yang semula diduga bertanggung jawab
terhadap terjadinya gejala-gejala dari demamn tifoid.
4 Pada penelitian lebih lanjut ternyata endotoksin hanya mempunyai peranan
membantu proses peradangan local. Pada keadaan tersebut, kuman ini
berkembang.
5 Demam thypoid disebabkan oleh salmonella thyposa dan endotoksinnya yang
merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh lekositpada jaringan yang
meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah mempengaruhi
pusat termoregulator di hipotalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala
demam.
6 Akhir-akhir ini beberapa peneliti mengajukan pathogenesis terjadinya
manifestasi klinis sebagai berikut : Makrofag pada penderita akan
menghasilkan substansi aktif yang disebut monokin, selanjutnya monokin ini
dapat menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang system imun, instabilitas
vaskuler, depresi sumsum tulang, dan panas (Prof. dr. T. H. Rampengan, 2007)

9
2.5 Pathway

2.6 pemeriksaan penunjang thypoid


Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :

a. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat


leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai.Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.Oleh karena itu
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT


SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah

10
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.
Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada
saat bakteremia berlangsung.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.

d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

2.7 Penatalaksanaan thypoid

11
Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam thypoid yaitu :
1. pemberian antibiotic, untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran
kuman. Antibiotk yang dapat digunakan :
 kloranfenikol dosis hari pertama 4X250 mg, hari ke dua 4 X 500
mg diberikan selama demam dilanjutkan 2 hari sampai bebas
demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4X250 mg selama 5
hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk di RSUP
persahabatan) ,penggunan klortamfenikol masih memperlihatkan
hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat terbaru dari jenis
kuinolen.

 Ampisilin/ amoksilin dosis 50- 150 mg/kg BB, diberikan selama 2


minggu

 Kotrimoksazol 2X2 tablet (1 tablet mengandung 400mg


sulfametroktazol 80 mg trimitropin, diberikan selama 2 minggu
pula.

2. Istirahat dan perawatan professional mencegah komplikasi dan


mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang dari selama 14 hari. Mobilisasi
dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam
perawatan perlu sekali dijaga higine perorangan kebersihan, tempat tidur,
pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Pasien dengan kesadaran
menurun, posisinya perlu diubah- ubah untuk mencegah dekubitus dan
pneumonia hipostastik. Defekasi dan buang air kecil harus diperhatikan,
karena kadang- kadang terjadi obstipasi dan retensi urin.

3. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif)

pertama pasien diberikan diet bubur saring, kemudian bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian
menunjukan bahwa pemberian makanan pada dini, yaitu nasi dengan lauk pauk

12
rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan
aman.Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk
mendukung keadan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan
homeostasis system imum akan berfungsi secara optimal.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN

13
PADA ANAK …An. A …….....DENGAN DIAGNOSA MEDIS……
THYPOID… ……………………….

DI RUANG ……ANGGREK……………………………………………

RUMAH SAKIT ………………………………..

A. Pengkajian
1. Identitas Klien Penanggung Jawab
Nama :A Nama Orang tua Ny /
Tn.
No. Reg : Usia
:
Jenis Kelamin : Pendidikan
:
Usia : 6 th Pekerjaan
:
Pendidikan : Hubungan dg anak
:
Tgl MRS : Agama
:
Tgl Pengkajian : Alamat
:

2. Keluhan Utama
Saat MRS : Panas

Saat Pengkajian : panas dan tanpak lemas

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluarga pasien mengatakan pasien panas sejak 6 hari yang lalu panas
tinggi, pasien mual tapi tidak muntah, tidak nafsu makan, dan tampak
lemas dan pucat, pasien hanya berbaring ditempat tidur.

14
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah sakit panas tetapi tidak sampai masuk rumah sakit

5. Riwayat Penyakit Keluarga


 Menurun : pasien tidak mempunyai riwayat menurun. Seperti : PJK,
PPOOK, HIPERTENSI
 Menular : pasien tidak mempunyai riwayat penyakit menular.
Seperti : TBC, HIV
 Menaun : mempunyai riwayat menaun seperti : batuk, pilek

6. Riwayat Psiko Sosial Spiritual


Pasien senang diajak berbicara dan senang bermain handphone

7. Riwayat Tumbuh Kembang


Antenatal : pasien adalah anak kedua dari dua saudara, usia
kehamilan pasien 10 bulan, rutin control,
Tidak ada keluhan

Natal : lahir usia 10 bulan secara normal, lahir dipuskesmas


dengan BB 2,5 kg, TB lupa

15
Post Natal : tali pusar lepas hari ke 7

Pertumbuhan : pasien tumbuh dengan normal, pertumbuhan anak sesuai


dengan usianya, tidak ada kelainan

Perkembangan :
 Perkembangan balita sudah terlampaui usia
 Tidak ada masalah dalam perkembangan anak
 Anak selama di rumah sakit suka main hp

8. Riwayat Imunisasi (Minimal Imunisasi dasar)

Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya mendapatkan imunisasi lengkap

9. Pola kebiasaan pemeliharaan Kesehatan

POLA KEBIASAAN SMRS MRS


Nutrisi Pasien makan 3-4 kali Pasien mengalami
sehari penurunan nafsu makan
karena mual saat makan
hingga makan sedikit
Istirahat Pasien tidur siang jam Pasien tidur siang jam
13.00-16.30 14.00-15.30
Pasien tidur malam jam Pasien tidur malam jam

16
20.00-06.00 22.00-04.30

Aktivitas Klien bermain dengan Klien hanya berbaring


teman sebaya diatas tempat tidur

Eliminasi BAK : 3x/hari BAK : 2x/hari kuning


BAB : 1X/hari kecoklatan
BAB : 1x/hari

Personal Hygiene Pasien mandi dengan air Pasien


dingin 2x sehari, gosok
gigi 2x sehari, kuku
pendek bersih

10. Pengkajian fisik


a.Keadaan Umum :
 Kesadaran : composmentis
 GCS :E:4U:5:M:6
 Nadi : 90x/menit
 Suhu : 38,50
 BB : 16 kg
 TB : 102 cm
 SPO2 : 99
b. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
ketombe

Mata : sclera jernih, konjungtiva tidak anemis, penglihatan baik.

Hidung : tidak ada sumbatan, simetris

Mulut : bersih, tidak ada stomatitis, ataupun karies

Telinga : daun telinga simetris, bersih

17
Leher : teraba nadi karotis, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

Dada : (IPPA)
I : gerakan dada simetris normal
P : normal
P : sonor
A : suara nafas regular, suara jantung Lup-dup

Perut : (IAPP)
I : tidak ada pembesaran pada abdomen
A: bising usus normal 11x/menit
P : tidak ada nyeri tekan
P : gaster tidak kembung

Genitalia : bersih, normal

Ekstremitas : normal

11. Pemeriksaan penunjang


 Hemoglobin : 12,4 L : 13,2 – 17,3 39/dl
P: 11-7 15,59/dl

 Lekosit : 8430 L : 3.800-10.600/ul


P: 3.600-11.000/ul

 LED : 35,55 10-20/jam

 DIFF Count : 1-1-0-37-45-16 2-4/0-1/50-70/25-


40/2-8

 PCU : 36,5 L: 40-52 % P: 35-47


%

18
12. Terapi yang diberikan
 Seftriaxon
 Asering
 Ranitidine

ANALISA DATA

DATA FOKUS ETIOLOGI MASALAH


(DO,DS) (Pohon masalah)
KEPERAWATAN

19
DO : keluarga pasien mengatakan Kuman Hipertermi
pasien lemas dan panas tinggi menembus usus
DS : K/U lemah Masuk aliran
- S : 38,50
darah
- N : 90
(bakterima)
- R : 24x/menit

Mempengaruhi
termoregulasi di
hipotalamus

Suhu tubuh
meningkat

Hipertermi
Asam lambung Nutrisi kurang dari
DO : Keluarga pasien mengatakan
naik kebutuhan tubuh
pasien tidak nafsu makan, mual
DS : K/U lemah Mual, muntah
- S : 38,50C
- N : 90
Intake
- RR : 24x/menit
nutrisi menurun

BB

Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh

DO : Keluarga pasien Kehilangan Intoleransi aktivitas


mengatakan pasien lemas banyak air dan
DS : K/U lemah
elektrolit
- S : 38,50C
- N : 90
- RR : 24x/menit
Dehidrasi

20
Kelemahan,
wajah pucat

Intoleransi
aktivitas

PRIORITAS DX KEPERAWATAN

1. Hipertermi b.d Proses infeksi


2. Defisit nutrisi b.d ketidak seimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
3. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan

PERENCANAAN

No Dx. Tg Tujuan dan Kriteria Intervensi


l Hasil

1. Setelah dilakukan Observasi


- Identifikasi penyebab
tindakan asuhan
hipertermia
keperawatan selama
- Monitor suhu tubuh
3x24 jam diharapkan - Monitor kadar
hipertermi tertasi elektrolit
- Monitor keluaran urin
dengan kh :
Terapeutik
- Suhu tubuh
- Longgarkan atau
menurun
lepaskan pakaian
- Pucat menurun
- Basahai dan kipasi
- Kadar glukosa
permukaan tubuh
darah membaik
- Ganti linen setiap hari
- Lakukan pendinginan
eksternal
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi

21
- Pemberian cairan dan
elektrolit intavena

Setelah dilakukan Observasi


2. - Identifikasi status
tindakan asuhan
nutrisi
kepeawatan selama
- Identifiukasi makanan
3x24 jam di harapkan
yang disukai
nutrisi sesuai kebutuhan - Identifikasi kebutuhan
tubuh meningkat kalori dan jenis nutrisi
- Monitor asupan
deagan kh :
- Porsi makan makanan
- Monitor berat badan
meningkat
Terapeutik
- Verbalisasi
- Lakukan oral heygin
keinginan untuk
sebelum makan
meningkatkan - Filitasi menentukan
nutrisi pedoman diet
- Sajikan makan secara
meningkat
- Pengetahuan menarik
- Berikan makanan
tentang pilihan
tinggi kalori dan tinggi
makanan yang
protein
sehat meningkat
Edukasi
- Pengetahuan
- Anjurkan posisi duduk
tentang standar - Ajarkan diet yang
asupan nutrisi diprogramkan
Kolaborasi
yang tepat
- Kolaborasi dengan ahli
meningkat
gizi untuk menentukan
- Frekuensi
jumlah kalori dan jenis
makan membaik
- Nafsu makan nutrisi yang dibutuhkan
- Kolaborasi pemberian
membaik
medikasi sebelum
makan jika perlu

22
Setelah dilakukan Observasi
3. - Idebtifikasi gangguan
asuhan keperawtan
fungsi tubuh yang
selama 3x24 jam di
mengakibatkan
harapkan intoleransi
kelelahan
aktivitas meningkat
- Monitor kelelahan fisik
dengan kh : - Monitor pola dan jam
- Frekuensi nadi
tidur
meningkat - Monitor lokasi dan
- Kemudahan
ketidak nyamanan
dalam
selama melakukan
melakukan
aktivitas
aktifitas sehari- Terapeutik
- Sediakan lingkungan
hari meningkat
- Kekuatan tubuh nyaman dan rendah
meningkat stimulus
- Keluan lelah - Lakukan latihan
menurun rentang gerak pasif
- Perasaan lemah
atau aktif
menurun - Berikan aktifitas
distraksi yang
menenangkan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan
aktifitas secara
bertahap
- Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
- Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi

23
- Kolaborasi dengan ahli
gisi tentenag cara
meningkatkan asuhan
makanan

NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI RESPON

1 Hipertermi b.d - Mengidentifikasi penyebab Pasien kooperatif


proses infeksi Hipertemi
- Memonitor suhu tubuh
pasien
- Membantu pasien untuk
melepaskan pakaian
Pasien
- Menganjurkan pasien tirah
2.
Dfisit nutrisi b.d Kooperatif
baring
ketidak - Memberikan cairan elektrolit
seimbangan intravena
- Mengedentifikasi status
nutrisi kurang
3.. nutrisi
dari kebutuhan
- Mengidentifikasi kebuthan
Pasien kooperatif
tubuh
kalori dan jenis nutrisi
- Monit berat badan
- Membantu melakukan oral

24
hygine sebelum makan
Intoleransi - Memberikan makan tinggi
aktivitas b.d kalori dan tinggi protein
- Mengidentifikasi gangguan
kelemahan
fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
- Memonit pola dan jam tidur
- Melakukan latihan rentang
gerak pasif atau aktif
- Menganjurkan tirah baring
- Mengajarkan strategi koping
untuk mengurangi kelelahan

25
NO DIAGNOSA EVALUASI

1 Hipertermi b.d proses S : Ibu pasien mengatakan pasien panas dan


infeksi lemas
O: Keluhan utama : lemah
- N: 90
- S: 38,5o
- RR: 24x/menit
A: Masalah teratasi sebagian
2.
Defisit nutrisi b.d P: Intervensi dilanjutkan
S: Ibu pasien mengatakan pasien mual dan tidak
ketidak seimbangan
mau makan
nutrisi kurang dari
3. O: lemah
kebutuhan tubuh A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan kaloborasi dengan tim
medis
Intoleransi aktivitas b.d
S: Ibu pasien mengatakan pasien lemas
kelemahan O: lemah
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan kaloborasi dengan tim
medis

26
BAB IV
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa penyakit demam thypoid
merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi dalam masyarakat dan
sampai saat ini masih belum bisa ditangani dan dihentikan. Menjaga diri dan
lingkungan merupakan cara terbaik untuk mencegah penyakit ini datang.

1.2 Saran
Sebagai tenaga kesehatan, kita sebaiknya memberikan penyuluhan
kepada masyarakat terutama pada anak-anak supaya menjaga kebersihan,baik
kebersihan lingkungan,makanan,air minum, dan kebersihan diri sendiri.

27
DAFTAR PUSTAKA

. Ariyanto. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak untuk Perawat dan Bidan.
Jakarta: Salemba Medika.
dr. Surapsari, J. (2006). Penyakit Infeksi . Jakarta: Erlangga.
dr. T.H. Rampengan, D. d. (1993). PENYAKIT INFEKSI TROPIK PADA ANAK.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
dr. Widoyono, M. (2008). PENYAKIT TROPIS Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
Ngatsiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Prof. DR. H. Soegijanto, S. d. (2002). Ilmu Penyakit Anak Diagnosa &
Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika.
Prof. dr. T. H. Rampengan, S. (. (2007). Penyakit Infeksi Tropik pada Anak.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai