Anda di halaman 1dari 24

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.…………………………………………………………….1
Kata Pengantar.………………………………………………………..2
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………….….3
A. Manajemen Resiko……………………………………………….…5
B. Maksud………………………………………………………….…...8
C. Tujuan Dilakukan Manajemen Resiko……………………………8
D. Pelaksanaan………………………………………………………....8
BAB II TATA CARA PELAKSANAAN…………………………..…9
BAB III MANAJEMEN RESIKO KHUSUS……………………...…15
A. Tata Cara Kajian Resiko pengendalian Infeksi Untuk
Pembengunan Dan Renovasi……………………………………...15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….23

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat hasil
kerja keras Tim MFK Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati , maka sebuah
buku Pedoman Manajemen Fasilitas dan Keselamatan Rumah Sakit Ibu dan Anak
Puri Betik Hati telah diterbitkan.

MFK di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati merupakan cerminan
dari mutu rumah sakit, sehingga K3 RS merupakan suatu hal yang harus
diperhatikan untuk peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan karena
dampaknya yang cukup luas pada masyarakat sekitar rumah sakit. Maka hal ini
perlu diperhatikan terutama oleh pihak Manajemen Rumah Sakit.
Buku Pedoman MFK di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati ini
dibuat untuk menjadi acuan Tim MFK Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati
sebagai bahan untuk melaksanakan dan memantau kegiatan MFK pada Rumah
Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati sehingga dapat dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya. Dengan mengambil materi mengenai hal - hal yang terkait dengan
program MFK di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati serta tata laksana
kerja pada masing-masing bagian dan sudah dilaksanakan di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Puri Betik Hati. Buku ini disusun dengan acuan pada Departemen
Kesehatan RI serta beberapa referensi kegiatan MFK yang sudah dilakukan di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati selama ini.

Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan masukan demi terlaksananya penerbitan buku Pedoman dan Tata
Laksana ini. Kami sadar bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, koreksi dari
para pembaca sangat diharapkan dan semoga buku ini dapat dipergunakan sebagai
Pedoman dan Tata Laksana khususnya dan pihak lain yang terkait dengan MFK
pada umumnya.

2
Lampiran : Peraturan Direktur
Nomor : 001/PER/DIR/RSIA-PBH/I/2019
Tanggal : 03 Januari 2019
Tentang : Pedoman Manajemen Risiko di
RS. Puri Betik Hati Bandar
Lampung.

BAB I
PENDAHULUAN

Setiap upaya medis umumnya mengandung risiko, sebagian di antaranya


berisiko ringan hampir tidak berarti klinis. Namun tidak sedikit pula yang
memberikan konsekuensi medis yang cukup berat.
Risiko didefinisikan sebagai kemungkinan sesuatu terjadi atau potensi
bahaya yang terjadi yang dapat memberikan pengaruh kepada hasil akhir.
Risiko yang dicegah berupa risiko klinis dan risiko non klinis. Risiko
klinis adalah risiko yang dikaitkan langsung dengan layanan medis maupun
layanan lain yang dialami pasien selama di rumah sakit. Sementara risiko non
medis ada yang berupa risiko bagi organisasi maupun risiko financial. Risiko
organisasi adalah yang berhubungan langsung dengan komunikasi, produk
layanan, proteksi data, sistem informasi dan semua risiko yang dapat
mempengaruhi pencapaian organisasi. Risiko financial adalah risiko yang dapat
mengganggu control nfinansial yang efektif, salah satunya adalah sistem yang
harusnya dapat menyediakan pencatatan akuntansi yang baik (Bury PCT, 2007).
Menurut Dwipraharso (2004) risiko medis dibagi menjadi 3 tingkatan,
yaitu:
1. Tingkat probabilitas dan keparahannya minimal (umumnya bersifat
foreseeable but unavoidable, calculated, controllable).
2. Risiko ‘bermakna’ tetapi harus diambil karena ‘the only way’ (unavoidable).
Risiko 1 dan 2 memerlukan informed consent sehingga bila terjadi dokter
tidak bertanggung jawab secara hukum.
3. Risiko yang unforeseeable = untoward results
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya risiko adalah :

3
Faktor Komponen yang berperan
Organisasi dan  Sumber dan keterbatasan keuangan
Manajemen  Struktur organisasi
 Standard dan tujuan kebijakan
 Safety culture
Lingkungan  Kualifikasi staf dan tingkat keahlian
pekerjaan  Beban kerja dan pola shift
 Desain, ketersediaan dan pemeliharaan alkes
 Dukungn administrative dan manajerial
Tim  Komunikasi verbal
 Komunikasi tulisan
 Supervisi dan pemanduan
 Struktur tim
Individu dan staf  Kemampuan dan keterampilan
 Motivasi
 Kesehatan mental dan fisik
Penugasan  Desain penugasan dan kejelasan struktur penugasan
 Ketersediaan dan pemanfaatan prosedur yang ada
 Ketersediaan dan akurasi hasil tes
Karakteristik  Kondisi (Keparahan dan kegawatan)
pasien  Bahasa dan komunikasi
 Faktor sosial dan personal

Langkah-langkah untuk meminimalkan risiko :


1. Meningkatkan peran RS dan manajemen dalam mencegah error dengan cara
mengembangkan sistem yang selain bertujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan juga menjamin bahwa setiap upaya, prosedur dan sistem
pelayanan yang dilakukan aman untuk pasien, petugas lingkungan. Hal
tersebut dipresentasikan dalam bentuk SPO, clinical practice guidelines,
clinical pathway dll.

4
2. Meningkatkan peran staf RS agar terlibat langsung maupun tidak langsung
dalam pelayanan kesehatan di RS untuk mampu mengenali, mengidentifikasi
dan menganalisis kejadian medical error dan melakukan upaya yang adekuat
untuk mengatasi error yang sudah terlanjur terjadi.
3. Setiap staf harus menyadari bahwa mereka adalah bagian dari tim yang
bekerja dalam satu sistem. Kerja tim yang baik juga sangat ditentukan oleh
kinerja manajemen rumah sakit yang baik, mulai dari dukungan moral,
financial, teknis dan operasional hingga terjalinnya komunikasi yang baik
antara pihak manajemen dengan pihak praktisi.

Dalam setiap pusat pelayanan kesehatan harus dibangun sistem yang dapat
menjamin bahwa setiap tindakan medic yang dilakukan haruslah aman bagi pasien
maupun petugas dan lingkungan sekitar. Pendekatan yang dapat dilakukan disebut
dengan manajemen risiko.

A. Manajemen Risiko
Manajemen risiko menurut The Joint Commission On Acreditation Of
Healthcare Organizations adalah aktivitas klinik dan administrative yang
dilakukan oleh RS untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan
risiko terjadinya cedera atau kerugian pada pasien, pengunjung dan institusi
RS.
Manajemen risiko dapat digambarkan sebagi proses berkelanjutan dari
identifikasi secara sistemik, evaluasi dan penatalaksanaan risiko dengan
tujuan mengurangi dampak buruk bagi organisasi maupun individu.
Rumah Sakit perlu menggunakan pendekatan proaktif dalam melaksanakan
menajemen risiko. Upaya menajemen risiko adalah: (RR, Balsamo dan MD,
Brown, 1998)

5
Manajemen risiko dilakukan berdasarkan Risk Management Logic
(Dwipraharso, 2004), yaitu :
What are the hazard (identifikasi risiko)

Probability, Saverity, Exposure

level of risk ?

Yes Acceptable NO

Accept the risk Can it be eliminated


 Eliminated Can it be reduced ?
 Reduced Cancel the mission?

Manajemen risiko merupakan ipaya yang proaktif untuk mencegah masalah


dikemudian hari, dilakukan terus menerus dan dalam suasana no blame
culture.
Tahapan manajemen risiko adalah:
1. Risk Awareness. Selalu staf RS harus menyadari risiko yang mungkin
terjadi di unit kerjanya masing-masing, baik medis maupun non medis.
Metode yang digunakan untuk mengenali risiko anatara lain : Self-
assessment, sistem pelaporan kejadian yang berpotensi menimbulkan
risiko (laporan insiden), pengamatan KPC (kondisi potensi cidera) dan
audit klinis.
2. Risk control (and or Risk Prevention). Langkah-langkah yang diambil
manajemen untuk mengendalikan risiko. Upaya yang dilakukan :
a. Mencari jalan untuk menghilangkan risiko (engineering solution)

6
b. Menguragi risiko (control solution) baik terhadap probabilitasnya
maupun terhadap derajat keparahannya.
c. Mengurangi dampaknya
3. Risk containment. Dalam hal terlah terjadi suatu insiden, baik akibat
suatu tindakan atau kelalaian ataupun akibat dari suatu kecelakaan yang
tidak terprediksi sebelumnya, maka sikap yang terpenting adalah
mengurangi besarnya risiko dengan melakukan langkah-langkah yang
tepat dalam mengelola pasien dan insidennya. Unsur utamanya biasanya
adalah respons yang cepat dan tepat terhadap setiap kepentingan pasien,
dengan didasari oleh komunikasi yang efektif.
4. Risk transfer. Akhirnya apabila risiko itu akhirnya terjadi juga dan
menimbulkan kerugian, maka diperlukan pengalihan penanganan risiko
tersebut kepada pihak yang sesuai, misalnya menyerahkannya kepada
sistem asuransi.
Dari sisi sumber daya manusia, manajemen risiko dimulai dari pembuatan
standar (set standards), patuhi standar tersebut (comply with them), kenali
bahaya (identify hazards), dan cari pemecahannya (resolve them)

MENENTUKAN KONTEKS

ASESMEN RISIKO

IDENTIFIKASI RISIKO

MONITORING MONITORING
ANALISA RISIKO
DAN REVIEW DAN REVIEW

ANALISA RISIKO

ANALISA RISIKO

7
B. Maksud
Maksud manajemen risiko di RSIA Puri Betik Hati adalah upaya-upaya yang
dilakukan RS yang dirancang untuk mencegah cedera pada pasien atau
meminimalkan kehilangan financial. Manajemen risiko dilakukan dengan
mengenali kelemahan dalam sistem dan memperbaiki kelemahan tersebut
(dilakukan dengan menerapkan no blame culture)

C. Tujuan dilakukannya manajemen risiko


a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RSIA Puri Betik Hati
b. meningkatkan akuntabilitas
c. menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD)
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian yang tidak diharapkan.
e. meminimalisir risiko yang mungkin terjadi di masa mendatang. Dengan
adanya antisipasi risiko, apabila terjadi insiden sudah terdapat alternative
penyelesaiannya.
f. melindungi pasien, karyawan, pengunjung dan pemangku kepentingan
lainnya.

D. Pelaksana
Panitia Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien

8
BAB II
TATA CARA PELAKSANAAN

1. Identifikasi risiko
Proses sistematis dan terstruktur untuk menemukan dan mengenali
risiko, kemudian dibuat daftar risiko. Daftar risko dilengkapi dengan deskripsi
risiko termasuk menjelaskan kejadian dan peristiwa yang mungkin terjadi dan
dampak yang ditimbulkannya.
Identifikasi dilakukan pada: Sumber risiko, area risiko, peristiwa dan
penyebabnya dan potensi akibatnya. Metode identifikasi risiko dilakukan
dengan proaktif melalui self assessment, incident reporting sistem dan clinical
audit, pengamatan KPC (kondisi potensi cidera) dan dilakukan menyeluruh
terhadap medis dan non medis.

2. Urutkan prioritas risiko dengan mengukur tingkat risiko


Pengelolaan risiko diawali dengan menilai konsekuensi yang dapat
diakibatkan sebuah insiden dan kemungkinan terjadi risiko setelah
teridentifikasi. Kemudian risiko dievaluasi lalu diberikan skor untuk
menentukan bobat dan prioritas risiko yang telah terjadi. Sesuai dengan
bobotnya ditentukan tindakan yang akan diberlakukan terhadap masing-masing
risiko. Bila bobotnya ringan dan tidak prioritas tindakannya dapat hanya
mentoleransi saja dan menjadikannya catatan. Namun bila risiko yang terjadi
memiliki bobot besar dan mengganggu pencapaian tujuan RS, maka
ditentukan sebagai prioritas utama dan harus diatasi atau ditransfer, atau
bahkan menghentikan kegiatan yang meningkatkan terjadinya risiko.
Tujuan menentukan prioritas risiko adalah membantu proses
pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis risiko. Menentukan
prioritas risiko dengan menggunakan rumus :

PELUANG X FREKUENSI X DAMPAK AKIBAT

9
TINGKAT RISIKO =

Kriteria Peluang (P)


Kriteria Peluang Nilai
Sangat Hampir pasti/Sangat mungkin akan 5
Besar terjadi
Besar Mungkin terjadi (50-50 kesempatan) 4
Substantial Tidak biasa namun dapat terjadi; 3
Menengah Kecil kemungkinannya untuk terjadi 2
Kecil Sangat kecil kemungkinannya 1

Kriteria Frekuensi (F)


Kriteria Peluang Nilai
Sangat Terus menerus (terjadi beberapa kali 5
Besar dalam sehari)
Besar Sering; terjadi harian / minimal sekali 4
dalam sehari
Substantial Kadang-kadang; terjadi seminggu sekali 3
Menengah Tidak sering; terjadi sekali antara 2
seminggu sampai sebulan
Kecil Jarang; beberapa kali dalam setahun 1

Kriteria Dampak A
Aspek Sangat Ringan Sedang Berat Sangat
(Nilai) ringan (2) (3) (4) berat
(1) (5)
Keuangan Sd Rp 10 >Rp 10 Juta sd >Rp 50 Juta >Rp 100 Juta > Rp 1 Milyar
Juta Rp 50 Juta sd Rp 100 sd Rp 1

10
Juta Milyar

Keselamatan Cidera tidak Menyebabkan Menyebabkan Menyebabkan Beberapa


& serius/minor cidera/penyakit cidera serius satu kematian, kematian dan
Kesehatan misalnya : yang seperti cacat memperberat menyebabkan
Lecet, luka memerlukan atau atau penyakit yang
kecil, hanya perawatan kehilangan menambah bersifat
perlu medis lebih anggota tubuh penyakit pada komunitas/
penanganan dari 7 hari dan permanen, pasien atau endemic pada
P3K dapat menyebabkan karyawan, karyawan atau
disembuhkan penyakit yang menyebabkan pasien
memerlukan penyakit yang
perawatan bersifat kronis
medis lebih atau permanen
dari 7 hari dan (HIV,
dapat Hepatitis,
disembuhkan Keganasan,
Tuli,
Gangguan
fungsi organ
menetap)
Operasional Pelayanan Pelayanan Pelayanan Sebagian Berhenti total
tidak terhambat terhambat proses
terhambat kurang dari 30 lebih dari 30 berhenti dan
menit menit pelayanan
terhambat
hingga lebih
dari 1 hari

11
Keluhan Adanya Adanya Adanya Adanya Adanya
Pelanggan keluhan keluhan keluhan keluhan keluhan
yang tertulis tertulis dan tertulis dan tertulis dan
disampaikan sebanyak >5 tuntutan tuntutan tuntutan
secara lisan kasus dalam pasien <RP 10 pasien Rp 10 pasien Rp 1
sebulan juta juta sd Rp 50 Milyar
juta

3. Tentukan respon RS
Respon RS ditentukan melalui asesmen risiko atau pengelolaan risiko, yang
meliputi:
a. Identifikasi potensial risiko dan hazard.
b. Menelusuri siapa dan apa yang dapat dirugikan serta bagaimana caranya.
c. Evaluasi temuan risiko, analisa apakah pengelolaannya sudah cukup atau
perlu diubah untuk mencegah terjadinya insiden.
d. Catat temuan lalu buat rencana pengelolaannya.
e. Evaluasi pengelolaan secara menyeluruh dan perbaiki bila perlu
Proses menganalisa risiko yang perlu dipertimbangkan adalah dampak dari
risiko etrsebut bila benar terjadi;
a. Risiko yang dampaknya besar harus segera ditindaklanjuti dan mendapat
perhatian dari pimpinan.
b. Risiko yang dampaknya menengah-ringan akan dikelola oleh Panitia
PMKP bersama Kepala Unit Kerja untuk membuat rencana tindak lanjut
dan pengawasa

Kriteria Skor Risiko (R)


Skor Kriteria Keterangan
≤ 15 Sangat Tinggi Segera Lakukan perbaikan secepatnya dan
tidak diperlukan keterlibatan pihak
manajemen puncak.

12
8 - 14 Tinggi Lakukan perbaikan secepatnya dan tidak
diperlukan keterlibatan pihak manajemen
puncak.
4-7 Sedang Tindakan perbaikan dapat dijadwalkan
kemudian dan penanganan cukup
dilakukan dengan prosedur yang ada
1-3 Rendah Risiko dapat diterima

4. Kelola kasus risiko untuk meminimalkan kerugian (Risk Control).


Perlakukan risiko adalah upaya untuk menyeleksi pilihan-pilihan yang dapat
mengurangi atau meniadakan dampak serta kemungkinan terjadi risiko.
Perlakuan yang dapat dipilih adalah:
a. Pengendalian
Merupakan upaya-upaya untuk mengubah risiko yang merupakan
langkah-langkah antisipatif yang direncanakan dan dilakukan secara rutin
untuk mengurangi risiko.
b. Penanganan
Merupakan langkah-langkah yang diambil untuk mengurangi risiko jika
tindakan pengendalian belum memadai. Dapat juga bermakna langkah-
langkah yang telah direncanakan dan akan dilakukan apabila benar-benar
terjadi.
Sementara menurut NHS (National Health Sistem) pengelolaan risiko adalah
:
a. Mengambil kesempatan dengan kondisi yang ada dengan
mempertimbangkan keuntungan lebih besar daripada kerugian
b. Mentoleransi risiko
c. Mentransfer risiko pada pihak ke 3 seperti asuransi
d. Menghentikan aktivitas yang menimbulkan risiko

13
Opsi Perlakuan Risiko

Klasifikasi Jenis Pengendalian


Menghindari risiko 1 Menghentikan kegiatan
2 Tidak melakukan kegiatan
Mengurangi risiko 1 Membuat Kebijakan/SPO (pembuatan dan pembaruan
prosedur, standard dan Check-list);
2 Mengganti atau membeli alat;
3 Mengembangkan sistem informasi (IT), pelatihan
penyegaran bagi personil, seminar, pembahasan
4 kasus;
Melaksanakan prosedur (pengadaan, perbaikan dan
pemeliharaan bangunan dan instrument yang sesuai
dengan persyaratan; pengadaan bahan habis pakai
sesuai dengan prosedur dan persyaratan.
Mentransfer risiko 1 Asuransi
2 Alih dayakan pekerjaan
Menerima risiko

5. Membangun upaya pencegahan


Dalam hal ini adalah menitoring dan Tinjauan Monitoring adalah pemantauan
rutin terhadap kinerja actual proses manajemen risiko dibandingkan dengan
rencana atau harapan yang akan dihasilkan. Tinjauan atau pengkajian berkala
atas kondisi saat ini dan dengan focus tertentu.
6. Kelola pembiayaan risiko (Risk Financing).
Biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian atau penanganan yang dilakukan.

14
BAB III
MANAJEMEN RISIKO KHUSUS
Infection Control Assessment (ICRA)

Infection Control Assessment (ICRA) adalah alat untuk menilai tingkat


risiko infeksi pada sebuah aktivitas. ICRA dapat digunakan pada kegiatan
pembangunan dan renovasi bangunan. Manajemen risiko ICRA dilakukan oleh
Panitia PPI.

A. Tata Cara Kajian Resiko Pengendalian Infeksi Untuk Pembangunan


Dan Renovasi
Langkah Pertama :
Identifikasi Tipe Aktifitas Proyek Konstruksi (Tipe A-D)
Tipe Aktifitas inspeksi dan non-invasif
A Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) :
 Pelepasan atau pemasangan plafon untuk pemeriksaan visual
maksimal 1 plafon per 50 m2
 pengecetan (tanpa proses penggosokan)
 pemasangan wallpaper, pekerjaan trim listrik, perbaikan ledeng
ringan, dan aktifitas yang tidak menyebabkan debu membutuhkan
pembongkaran dinding atau akses ke langit-langit selain untuk
pemeriksaan visual
Tipe Skala kecil, durasi aktifitas tidak lama yang menghasilkan debu
B minimal
Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) :
 Instalasi kabel telephone dan komputer
 Pembongkaran dinding atau langit-langit dimana perpindahan debu
dapat dikontrol

15
Tipe Pekerjaan yang menyebabkan timbulnya debu dalam jumlah
C sedang dan besar atau membutuhkan pembongkaran terhadap
komponen gedung yang tetap atau telah dirakit.
Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) :
 Pengampelasan dinding untuk pengecatan atau pemasangan
wallpaper
 Pembongkaran lantai, langit-langit (plafon) dan kusen
 Pembangunan dinding baru
 Pembuatan saluran atau instalasi listrik diatas plafon
 Pekerjaan pemasangan kabel dalam jumlah besar
 Semua aktifitas yang tidak dapat diselesaikan dalam 1 shift jam kerja
Tipe Proyek pembongkaran dan konstruksi mayor
D Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) :
 Aktifitas yang membutuhkan lebih dari 1 shift jam kerja
 Membutuhkan pembongkaran berat atau pembuangan seluruh sistem
kabel
 Konstruksi baru

Langkah Kedua :
Identifikasi Kelompok Resiko Pasien yang akan terpengaruh. Apabila lebioh dari
1 kelompok resiko, pilih kelompok dengan resiko terbesar

Resiko Resiko Sedang Resiko Tinggi Resiko Sangat


Rendah Tinggi
 Area  Cardiology  Instalasi Gawat  Area dengan
perkanto  Echocardiography Darurat pasien
ran  Endoscopy  Kamar bersalin immune-
 Fisioterapi  Laboratorium compromised

 Radiologi  Kamar perawatan  Perawatan


 Perinatologi luka bakar

16
 Poli Bedah  Cath lab
 Poli Anak jantung
 Farmasi  CSSD
 Kamar pemulihan  ICU
(recovery room)  Kamar isolasi
bertekanan
negatif
 Perawatan
onkologi
 Kamar operasi

Langkah Ketiga :
Padankan antara Kelompok Resiko Pasien dengan Tipe Proyek Konstruksi pada
matrix berikut, untuk mendapatkan Kelas Pencegahan atau Level Aktifitas
Pencegahan Infeksi yang diperlukan.

Kelompok Resiko Tipe Proyek Konstruksi


Pasien Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D
Resiko Rendah I II II III
Resiko Sedang I II III IV
Resiko Tinggi I II III / IV IV
Resiko Sangat Tinggi II III/IV III / IV IV

Persetujuan dari Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi diperlukan bila


aktifitas konstruksi dan level resiko mencapai kelas III atau Kelas IV dan
membutuhkan prosedur pencegahan infeksi.

17
Aktifitas Pencegahan Infeksi yang Dibutuhkan Berdasarkan Kelas
Selama Proyek Konstruksi Setelah Proyek Konstruksi
Selesai
Kelas I 1. Lakukan pekerjaan dengan 1. Bersihkan area kerja setelah
metode meminimalisir pekerjaan selesai
timbulnya debu dari pekerjaan
konstruksi
2. Segera mengganti plaforn yang
diambil untuk pemeriksaan
visual
Kelas 1. Lakukan tindakan aktif untuk 1. Usap permukaan kerja dengan
II mencegah debu terdispersi ke cairan pembersih / desinfektan
atmosfer 2. Sebelum ditransportasikan,
2. Lakukan penguapan pada tempat-kan sampah konstruksi
permukaan kerja untuk dalam wadah tertutup rapat
mengontrol debu pada saat 3. Lap dengan lap basah
memotong/ membongkar permukaan atau sedot dengan
3. Segel pintu yang tidak HEPA filter vacuum sebelum
digunakan dengan tape meninggalkan area kerja
4. Segel dan tutup ventilasi udara 4. Setelah selesai, perbaiki sistem
5. Pindahan atau isolasi sistem HVAC di area kerja
HVAC diarea kerja
Kelas 1. Pindahkan atau isolasi sistem 1. Jangan melepas penghalang
III HVAC di area kerja untuk dari area kerja sampai dengan
mencegah kontaminasi pada proyek yang sudah selesai
sistem saluran diinspeksi oleh Panitia K3 dan
2. Lengkapi semua barier kritikal Panitia PPI, serta telah
seperti gypsum, triplek, plastic, dibersihkan seluruhnya oleh
untuk menyegel area kerja dari Unit Kebersihan
area perawatan atau gunakan 2. Lepaskan bahan penghalang

18
metode kubik control secara hati-hati untuk
(keranjang dilapisi plastic dan meminimalisir penyebaran
disegel koneksinya dengan debu dan debris sehubungan
area kerja menggunakan dengan proyek konstruksi
HEPA vacuum untuk 3. Sedot area kerja dengan HEPA
memvacum bila keluar) filter vacuum
sebelum kontruksi dimulai 4. Usap permukaan kerja dengan
3. Pertahankan tekanan udara cairan pembersih/ desinfektan
negatif didalam area kerja 5. Setelah selesai, perbaiki sistem
menggunakan unit filtrasi HVAC di area kerja
udara dengan HEPA
4. Angkut sampah kontruksi di
dalam container tertutup rapat
5. Pada saat pemindahan, tetapi
wadah atau troli, segel dengan
tape kecuali memiliki tutup
yang solid
Kelas 1. Isolasi sistem HVAC di area 1. Jangan melepas penghalang
IV kerja untuk mencegah dari area kerja sampai dengan
kontaminasi pada sistem proyek yang sudah selesai
saluran diinspeksi oleh Panitia K3 dan
2. Lengkapi semua barier kritikal Panitia PPI, serta telah
seperti gypsum, triplek, plastic, dibersihkan seluruhnya oleh
untuk menyegel area kerja dari Unit Kbersihan
area perawatan atau gunakan 2. Lepaskan bahan penghalang
metode kubik control secara hati-hati untuk
(keranjang dilapisi plastic dan meminimalisir penyebaran
disegel koneksinya dengan debu dan debris sehubungan
area kerja menggunakan dengan proyek konstruksi
HEPA vacuum untuk 3. Sebelum ditransportasikan,
memvacum bila keluar) tempat-kan sampah kontruksi

19
sebelum kontruksi dimulai dalam wadah tertutup rapat
3. Pertahankan tekanan udara 4. Pada saat pemindahan, tutupi
negatif didalam area kerja wadah atau troli, segel dengan
menggunakan unit filtrasi tape kecuali memiliki tutup
udara dengan HEPA yang solid.
4. Segel lubang, pipa, saluran dan 5. Sedot area kerja dengan HEPA
tusukan filter vacuum
5. Bangun anteroom (ruang 6. Usap permukaan kerja dengan
antara) dan minta semua cairan pembersih/ desinfektan
personil untuk melewati 7. Setelah selesai, perbaiki sistem
ruangan ini sehingga bisa HVAC diarea kerja
divacum dengan HEPA filter
sebelum meninggalkan area
kerja atau mereka dapat
menggunakan baju kerja yang
dilepas setiap meninggalkan
area kerja
6. Semua personil yang
memasuki area kerja diminta
untuk menggunakan sepatu
kerja. Sepatu kerja harus
dilepas setiap kali pekerjaan
meninggalkan area kerja

20
Langkah keempat
Identifikasi hal-hal lain terkait proyek konstruksi, antara lain :
1. Identifikasi area sekeliling area proyek, kaji potensi akibat yang dapat timbul
akibat proyek konstruksi.
Unit di Unit di Samping Samping Belakang Depan
Bawah Atas Kiri Kanan
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
Resiko Resiko Resiko Resiko Resiko Resiko

2. Identifikasi lokasi aktifitas spesifik, contoh kamar pasien, ruangan obat, dll
3. Identifikasi masalah yang berkaitan dengan :
 Ventilasi
 Pipa Air
 Instalasi listrik dengan kemungkinan terjadinya pemadaman listrik
4. Identifikasi penghalang yang diperlukan dengan menggunakan kajian
pencegahan infeksi sebelumnya. Tipe penghalang apa yang diperlukan
(gypsum, plastic, triplek, tembok, dll), perlukan penggunaan HEPA filter?
5. Pertimbangkan potensial resiko kerusakan akibat air. Apakah ada resiko
terkait dengan ketahanan struktur (dinding, atap, langit-langit)
6. Jam kerja : Apakah pekerjaan konstruksi dikerjakan diluar jam pelayanan
pasien?
7. Lakukan perencanaan terkait kebutuhan jumlah kamar isolasi kamar dengan
tekanan udara negatif
8. Lakukan perencanaan terkait dengan jumlah dan tipe wastafel sarana cuci
tangan
9. Apakah panitia PPI setuju dengan jumlah minimal wastafel pada proyek ini?
10. Apakah panitia PPI setuju dengan rencana pembersihan area kerja

21
11. Lakukan perencanaan pembuangan limbah konstruksi dengan tim proyek,
seperti jalur keluar-masuk, pembersihan, pembuangan debris, dll.

Bandar Lampung, 3 Januari 2019


Direktur RSIA Puri Betik Hati,

dr. M. Iqbal, Sp.A

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Balsamo RR and Brown MD, Risk Management. In: Sanbar SS, Gibolsky
A, Firestone MH, LeBlang TR. (eds) Legal medicine. Fourth ed. St Louis
(Mosby), 1998.
2. Corporate risk management policy. NHS Direct. 2008
3. UGM, Materi Kuliah MMR FK UGM, 2009
4. SNI ISO 31000
5. Risk Management PT Pupuk Kaltim, 2012

23
24

Anda mungkin juga menyukai