DAFTAR ISI.…………………………………………………………….1
Kata Pengantar.………………………………………………………..2
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………….….3
A. Manajemen Resiko……………………………………………….…5
B. Maksud………………………………………………………….…...8
C. Tujuan Dilakukan Manajemen Resiko……………………………8
D. Pelaksanaan………………………………………………………....8
BAB II TATA CARA PELAKSANAAN…………………………..…9
BAB III MANAJEMEN RESIKO KHUSUS……………………...…15
A. Tata Cara Kajian Resiko pengendalian Infeksi Untuk
Pembengunan Dan Renovasi……………………………………...15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….23
1
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat hasil
kerja keras Tim MFK Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati , maka sebuah
buku Pedoman Manajemen Fasilitas dan Keselamatan Rumah Sakit Ibu dan Anak
Puri Betik Hati telah diterbitkan.
MFK di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati merupakan cerminan
dari mutu rumah sakit, sehingga K3 RS merupakan suatu hal yang harus
diperhatikan untuk peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan karena
dampaknya yang cukup luas pada masyarakat sekitar rumah sakit. Maka hal ini
perlu diperhatikan terutama oleh pihak Manajemen Rumah Sakit.
Buku Pedoman MFK di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati ini
dibuat untuk menjadi acuan Tim MFK Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati
sebagai bahan untuk melaksanakan dan memantau kegiatan MFK pada Rumah
Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati sehingga dapat dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya. Dengan mengambil materi mengenai hal - hal yang terkait dengan
program MFK di Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati serta tata laksana
kerja pada masing-masing bagian dan sudah dilaksanakan di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Puri Betik Hati. Buku ini disusun dengan acuan pada Departemen
Kesehatan RI serta beberapa referensi kegiatan MFK yang sudah dilakukan di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Puri Betik Hati selama ini.
Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan masukan demi terlaksananya penerbitan buku Pedoman dan Tata
Laksana ini. Kami sadar bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, koreksi dari
para pembaca sangat diharapkan dan semoga buku ini dapat dipergunakan sebagai
Pedoman dan Tata Laksana khususnya dan pihak lain yang terkait dengan MFK
pada umumnya.
2
Lampiran : Peraturan Direktur
Nomor : 001/PER/DIR/RSIA-PBH/I/2019
Tanggal : 03 Januari 2019
Tentang : Pedoman Manajemen Risiko di
RS. Puri Betik Hati Bandar
Lampung.
BAB I
PENDAHULUAN
3
Faktor Komponen yang berperan
Organisasi dan Sumber dan keterbatasan keuangan
Manajemen Struktur organisasi
Standard dan tujuan kebijakan
Safety culture
Lingkungan Kualifikasi staf dan tingkat keahlian
pekerjaan Beban kerja dan pola shift
Desain, ketersediaan dan pemeliharaan alkes
Dukungn administrative dan manajerial
Tim Komunikasi verbal
Komunikasi tulisan
Supervisi dan pemanduan
Struktur tim
Individu dan staf Kemampuan dan keterampilan
Motivasi
Kesehatan mental dan fisik
Penugasan Desain penugasan dan kejelasan struktur penugasan
Ketersediaan dan pemanfaatan prosedur yang ada
Ketersediaan dan akurasi hasil tes
Karakteristik Kondisi (Keparahan dan kegawatan)
pasien Bahasa dan komunikasi
Faktor sosial dan personal
4
2. Meningkatkan peran staf RS agar terlibat langsung maupun tidak langsung
dalam pelayanan kesehatan di RS untuk mampu mengenali, mengidentifikasi
dan menganalisis kejadian medical error dan melakukan upaya yang adekuat
untuk mengatasi error yang sudah terlanjur terjadi.
3. Setiap staf harus menyadari bahwa mereka adalah bagian dari tim yang
bekerja dalam satu sistem. Kerja tim yang baik juga sangat ditentukan oleh
kinerja manajemen rumah sakit yang baik, mulai dari dukungan moral,
financial, teknis dan operasional hingga terjalinnya komunikasi yang baik
antara pihak manajemen dengan pihak praktisi.
Dalam setiap pusat pelayanan kesehatan harus dibangun sistem yang dapat
menjamin bahwa setiap tindakan medic yang dilakukan haruslah aman bagi pasien
maupun petugas dan lingkungan sekitar. Pendekatan yang dapat dilakukan disebut
dengan manajemen risiko.
A. Manajemen Risiko
Manajemen risiko menurut The Joint Commission On Acreditation Of
Healthcare Organizations adalah aktivitas klinik dan administrative yang
dilakukan oleh RS untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan
risiko terjadinya cedera atau kerugian pada pasien, pengunjung dan institusi
RS.
Manajemen risiko dapat digambarkan sebagi proses berkelanjutan dari
identifikasi secara sistemik, evaluasi dan penatalaksanaan risiko dengan
tujuan mengurangi dampak buruk bagi organisasi maupun individu.
Rumah Sakit perlu menggunakan pendekatan proaktif dalam melaksanakan
menajemen risiko. Upaya menajemen risiko adalah: (RR, Balsamo dan MD,
Brown, 1998)
5
Manajemen risiko dilakukan berdasarkan Risk Management Logic
(Dwipraharso, 2004), yaitu :
What are the hazard (identifikasi risiko)
level of risk ?
Yes Acceptable NO
6
b. Menguragi risiko (control solution) baik terhadap probabilitasnya
maupun terhadap derajat keparahannya.
c. Mengurangi dampaknya
3. Risk containment. Dalam hal terlah terjadi suatu insiden, baik akibat
suatu tindakan atau kelalaian ataupun akibat dari suatu kecelakaan yang
tidak terprediksi sebelumnya, maka sikap yang terpenting adalah
mengurangi besarnya risiko dengan melakukan langkah-langkah yang
tepat dalam mengelola pasien dan insidennya. Unsur utamanya biasanya
adalah respons yang cepat dan tepat terhadap setiap kepentingan pasien,
dengan didasari oleh komunikasi yang efektif.
4. Risk transfer. Akhirnya apabila risiko itu akhirnya terjadi juga dan
menimbulkan kerugian, maka diperlukan pengalihan penanganan risiko
tersebut kepada pihak yang sesuai, misalnya menyerahkannya kepada
sistem asuransi.
Dari sisi sumber daya manusia, manajemen risiko dimulai dari pembuatan
standar (set standards), patuhi standar tersebut (comply with them), kenali
bahaya (identify hazards), dan cari pemecahannya (resolve them)
MENENTUKAN KONTEKS
ASESMEN RISIKO
IDENTIFIKASI RISIKO
MONITORING MONITORING
ANALISA RISIKO
DAN REVIEW DAN REVIEW
ANALISA RISIKO
ANALISA RISIKO
7
B. Maksud
Maksud manajemen risiko di RSIA Puri Betik Hati adalah upaya-upaya yang
dilakukan RS yang dirancang untuk mencegah cedera pada pasien atau
meminimalkan kehilangan financial. Manajemen risiko dilakukan dengan
mengenali kelemahan dalam sistem dan memperbaiki kelemahan tersebut
(dilakukan dengan menerapkan no blame culture)
D. Pelaksana
Panitia Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
8
BAB II
TATA CARA PELAKSANAAN
1. Identifikasi risiko
Proses sistematis dan terstruktur untuk menemukan dan mengenali
risiko, kemudian dibuat daftar risiko. Daftar risko dilengkapi dengan deskripsi
risiko termasuk menjelaskan kejadian dan peristiwa yang mungkin terjadi dan
dampak yang ditimbulkannya.
Identifikasi dilakukan pada: Sumber risiko, area risiko, peristiwa dan
penyebabnya dan potensi akibatnya. Metode identifikasi risiko dilakukan
dengan proaktif melalui self assessment, incident reporting sistem dan clinical
audit, pengamatan KPC (kondisi potensi cidera) dan dilakukan menyeluruh
terhadap medis dan non medis.
9
TINGKAT RISIKO =
Kriteria Dampak A
Aspek Sangat Ringan Sedang Berat Sangat
(Nilai) ringan (2) (3) (4) berat
(1) (5)
Keuangan Sd Rp 10 >Rp 10 Juta sd >Rp 50 Juta >Rp 100 Juta > Rp 1 Milyar
Juta Rp 50 Juta sd Rp 100 sd Rp 1
10
Juta Milyar
11
Keluhan Adanya Adanya Adanya Adanya Adanya
Pelanggan keluhan keluhan keluhan keluhan keluhan
yang tertulis tertulis dan tertulis dan tertulis dan
disampaikan sebanyak >5 tuntutan tuntutan tuntutan
secara lisan kasus dalam pasien <RP 10 pasien Rp 10 pasien Rp 1
sebulan juta juta sd Rp 50 Milyar
juta
3. Tentukan respon RS
Respon RS ditentukan melalui asesmen risiko atau pengelolaan risiko, yang
meliputi:
a. Identifikasi potensial risiko dan hazard.
b. Menelusuri siapa dan apa yang dapat dirugikan serta bagaimana caranya.
c. Evaluasi temuan risiko, analisa apakah pengelolaannya sudah cukup atau
perlu diubah untuk mencegah terjadinya insiden.
d. Catat temuan lalu buat rencana pengelolaannya.
e. Evaluasi pengelolaan secara menyeluruh dan perbaiki bila perlu
Proses menganalisa risiko yang perlu dipertimbangkan adalah dampak dari
risiko etrsebut bila benar terjadi;
a. Risiko yang dampaknya besar harus segera ditindaklanjuti dan mendapat
perhatian dari pimpinan.
b. Risiko yang dampaknya menengah-ringan akan dikelola oleh Panitia
PMKP bersama Kepala Unit Kerja untuk membuat rencana tindak lanjut
dan pengawasa
12
8 - 14 Tinggi Lakukan perbaikan secepatnya dan tidak
diperlukan keterlibatan pihak manajemen
puncak.
4-7 Sedang Tindakan perbaikan dapat dijadwalkan
kemudian dan penanganan cukup
dilakukan dengan prosedur yang ada
1-3 Rendah Risiko dapat diterima
13
Opsi Perlakuan Risiko
14
BAB III
MANAJEMEN RISIKO KHUSUS
Infection Control Assessment (ICRA)
15
Tipe Pekerjaan yang menyebabkan timbulnya debu dalam jumlah
C sedang dan besar atau membutuhkan pembongkaran terhadap
komponen gedung yang tetap atau telah dirakit.
Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) :
Pengampelasan dinding untuk pengecatan atau pemasangan
wallpaper
Pembongkaran lantai, langit-langit (plafon) dan kusen
Pembangunan dinding baru
Pembuatan saluran atau instalasi listrik diatas plafon
Pekerjaan pemasangan kabel dalam jumlah besar
Semua aktifitas yang tidak dapat diselesaikan dalam 1 shift jam kerja
Tipe Proyek pembongkaran dan konstruksi mayor
D Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) :
Aktifitas yang membutuhkan lebih dari 1 shift jam kerja
Membutuhkan pembongkaran berat atau pembuangan seluruh sistem
kabel
Konstruksi baru
Langkah Kedua :
Identifikasi Kelompok Resiko Pasien yang akan terpengaruh. Apabila lebioh dari
1 kelompok resiko, pilih kelompok dengan resiko terbesar
16
Poli Bedah Cath lab
Poli Anak jantung
Farmasi CSSD
Kamar pemulihan ICU
(recovery room) Kamar isolasi
bertekanan
negatif
Perawatan
onkologi
Kamar operasi
Langkah Ketiga :
Padankan antara Kelompok Resiko Pasien dengan Tipe Proyek Konstruksi pada
matrix berikut, untuk mendapatkan Kelas Pencegahan atau Level Aktifitas
Pencegahan Infeksi yang diperlukan.
17
Aktifitas Pencegahan Infeksi yang Dibutuhkan Berdasarkan Kelas
Selama Proyek Konstruksi Setelah Proyek Konstruksi
Selesai
Kelas I 1. Lakukan pekerjaan dengan 1. Bersihkan area kerja setelah
metode meminimalisir pekerjaan selesai
timbulnya debu dari pekerjaan
konstruksi
2. Segera mengganti plaforn yang
diambil untuk pemeriksaan
visual
Kelas 1. Lakukan tindakan aktif untuk 1. Usap permukaan kerja dengan
II mencegah debu terdispersi ke cairan pembersih / desinfektan
atmosfer 2. Sebelum ditransportasikan,
2. Lakukan penguapan pada tempat-kan sampah konstruksi
permukaan kerja untuk dalam wadah tertutup rapat
mengontrol debu pada saat 3. Lap dengan lap basah
memotong/ membongkar permukaan atau sedot dengan
3. Segel pintu yang tidak HEPA filter vacuum sebelum
digunakan dengan tape meninggalkan area kerja
4. Segel dan tutup ventilasi udara 4. Setelah selesai, perbaiki sistem
5. Pindahan atau isolasi sistem HVAC di area kerja
HVAC diarea kerja
Kelas 1. Pindahkan atau isolasi sistem 1. Jangan melepas penghalang
III HVAC di area kerja untuk dari area kerja sampai dengan
mencegah kontaminasi pada proyek yang sudah selesai
sistem saluran diinspeksi oleh Panitia K3 dan
2. Lengkapi semua barier kritikal Panitia PPI, serta telah
seperti gypsum, triplek, plastic, dibersihkan seluruhnya oleh
untuk menyegel area kerja dari Unit Kebersihan
area perawatan atau gunakan 2. Lepaskan bahan penghalang
18
metode kubik control secara hati-hati untuk
(keranjang dilapisi plastic dan meminimalisir penyebaran
disegel koneksinya dengan debu dan debris sehubungan
area kerja menggunakan dengan proyek konstruksi
HEPA vacuum untuk 3. Sedot area kerja dengan HEPA
memvacum bila keluar) filter vacuum
sebelum kontruksi dimulai 4. Usap permukaan kerja dengan
3. Pertahankan tekanan udara cairan pembersih/ desinfektan
negatif didalam area kerja 5. Setelah selesai, perbaiki sistem
menggunakan unit filtrasi HVAC di area kerja
udara dengan HEPA
4. Angkut sampah kontruksi di
dalam container tertutup rapat
5. Pada saat pemindahan, tetapi
wadah atau troli, segel dengan
tape kecuali memiliki tutup
yang solid
Kelas 1. Isolasi sistem HVAC di area 1. Jangan melepas penghalang
IV kerja untuk mencegah dari area kerja sampai dengan
kontaminasi pada sistem proyek yang sudah selesai
saluran diinspeksi oleh Panitia K3 dan
2. Lengkapi semua barier kritikal Panitia PPI, serta telah
seperti gypsum, triplek, plastic, dibersihkan seluruhnya oleh
untuk menyegel area kerja dari Unit Kbersihan
area perawatan atau gunakan 2. Lepaskan bahan penghalang
metode kubik control secara hati-hati untuk
(keranjang dilapisi plastic dan meminimalisir penyebaran
disegel koneksinya dengan debu dan debris sehubungan
area kerja menggunakan dengan proyek konstruksi
HEPA vacuum untuk 3. Sebelum ditransportasikan,
memvacum bila keluar) tempat-kan sampah kontruksi
19
sebelum kontruksi dimulai dalam wadah tertutup rapat
3. Pertahankan tekanan udara 4. Pada saat pemindahan, tutupi
negatif didalam area kerja wadah atau troli, segel dengan
menggunakan unit filtrasi tape kecuali memiliki tutup
udara dengan HEPA yang solid.
4. Segel lubang, pipa, saluran dan 5. Sedot area kerja dengan HEPA
tusukan filter vacuum
5. Bangun anteroom (ruang 6. Usap permukaan kerja dengan
antara) dan minta semua cairan pembersih/ desinfektan
personil untuk melewati 7. Setelah selesai, perbaiki sistem
ruangan ini sehingga bisa HVAC diarea kerja
divacum dengan HEPA filter
sebelum meninggalkan area
kerja atau mereka dapat
menggunakan baju kerja yang
dilepas setiap meninggalkan
area kerja
6. Semua personil yang
memasuki area kerja diminta
untuk menggunakan sepatu
kerja. Sepatu kerja harus
dilepas setiap kali pekerjaan
meninggalkan area kerja
20
Langkah keempat
Identifikasi hal-hal lain terkait proyek konstruksi, antara lain :
1. Identifikasi area sekeliling area proyek, kaji potensi akibat yang dapat timbul
akibat proyek konstruksi.
Unit di Unit di Samping Samping Belakang Depan
Bawah Atas Kiri Kanan
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
Resiko Resiko Resiko Resiko Resiko Resiko
2. Identifikasi lokasi aktifitas spesifik, contoh kamar pasien, ruangan obat, dll
3. Identifikasi masalah yang berkaitan dengan :
Ventilasi
Pipa Air
Instalasi listrik dengan kemungkinan terjadinya pemadaman listrik
4. Identifikasi penghalang yang diperlukan dengan menggunakan kajian
pencegahan infeksi sebelumnya. Tipe penghalang apa yang diperlukan
(gypsum, plastic, triplek, tembok, dll), perlukan penggunaan HEPA filter?
5. Pertimbangkan potensial resiko kerusakan akibat air. Apakah ada resiko
terkait dengan ketahanan struktur (dinding, atap, langit-langit)
6. Jam kerja : Apakah pekerjaan konstruksi dikerjakan diluar jam pelayanan
pasien?
7. Lakukan perencanaan terkait kebutuhan jumlah kamar isolasi kamar dengan
tekanan udara negatif
8. Lakukan perencanaan terkait dengan jumlah dan tipe wastafel sarana cuci
tangan
9. Apakah panitia PPI setuju dengan jumlah minimal wastafel pada proyek ini?
10. Apakah panitia PPI setuju dengan rencana pembersihan area kerja
21
11. Lakukan perencanaan pembuangan limbah konstruksi dengan tim proyek,
seperti jalur keluar-masuk, pembersihan, pembuangan debris, dll.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Balsamo RR and Brown MD, Risk Management. In: Sanbar SS, Gibolsky
A, Firestone MH, LeBlang TR. (eds) Legal medicine. Fourth ed. St Louis
(Mosby), 1998.
2. Corporate risk management policy. NHS Direct. 2008
3. UGM, Materi Kuliah MMR FK UGM, 2009
4. SNI ISO 31000
5. Risk Management PT Pupuk Kaltim, 2012
23
24