Anda di halaman 1dari 62

Tesis

CAPILLARY REFILL TIME


TIME, MANIFESTASI PERDARAHAN DANABSOLUTE
ABSOLUTE
NEUTROPHIL COUNTSEBAGAI
SEBAGAI PREDIKTOR BAKTEREMIA PADA SEPSIS
NEONATAL

CAPILLARY REFILL TIME


TIME, BLEEDING MANIFESTATIONS AND ABSOLUTE
NEUTROPHIL COUNT AS PREDICTORS OF BACTEREMIA IN NEONATAL
SEPSIS

SRI KURNIATI
P1507208044

PASCASARJANA KEDOKTERAN
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU
(COMBINED DEGREE)
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN ANAK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
KATA PENGANTAR

Ucapansyukur Alhamdulillah penulispanjatkankehadirat Allah SWT

yang telahmelimpahkanrahmatdankarunia-

Nyasehinggapenulisdapatmenyelesaikanpenulisanhasilpenelitianini.

Penulisaninimerupakansalahsatupersyaratandalamrangkapenyelesaian

Program PendidikanDokterSpesialis di IPDSA

(InstitutusiPendidikanDokterSpesialisAnak)

padaKonsentrasiPendidikanDokterSpesialisTerpaduProgram

StudiBiomedik, Program PascasarjanaUniversitasHasanuddin, Makassar.

Penulismenyadarisepenuhnyabahwapenulisantesisinitidakakanterselesaik

andenganbaiktanpabantuandariberbagaipihak. Olehkarenaitu,

padakesempataninipenulismengucapkanterimakasih yang tuluskepada :

1. dr. Ema Alasiry, SpA(K), IBCLCsebagaidosenpembimbingmateri yang

telahmemberikanwaktu, pikirandanarahan yang

sangatberhargadalammembantupenulismenyelesaikanpenulisanhasilpe

nelitianinisertasumbangsihbeliaudalammembantukelancaranpelaksana

anpenelitianini.

2. Prof. Dr. dr. H. DasrilDaud,

SpA(K)sebagaipembimbingmetodologidansebagaiKetuaBagianDeparte

menIlmuKesehatanAnak FK-UNHAS, yang

telahbanyakmemberikanwaktu, pikirandanarahan yang


sangatberhargadalammembantupenulismenyelesaikanpenulisanhasilpe

nelitianinisertasumbangsihbeliaudalammembantukelancaranpelaksana

anpenelitianini.

3. Dr. Dr. Idham Jaya Ganda, SpA(K)

sebagaidosenpembimbingdanpenguji yang

telahbanyakmemberikanarahan, kritikandan saran

dalampenulisantesissehinggapenulisdapatmenyelesaikanpenulisanhasil

penelitianini.

4. Prof. dr. Ny. Djauhariah A. Madjid,SpA(K) sebagaidosenpenguji yang

telahbanyakmemberikanarahan, kritikandan saran dalampenulisantesis.

5. Prof. Dr. Dr. Syarifuddin Rauf, SpA(K) sebagaidosenpenguji yang

telahmemberikankritikan,arahandan saran dalampenulisantesis.

6. BapakRektor, Direktur Program

PascasarjanadanDekanFakultasKedokteranUniversitasHasanuddinatas

kesempatan yang diberikankepadapenulismenjadipesertapendidikan di

Program PascasarjanaUniversitasHasanuddin.

7. BapakKoordinator Program PendidikanDokterSpesialis I

UniversitasHasanuddin yang

senantiasamemantaudanmembantukelancaranpendidikanpenulis.

8. BapakKetua Program StudiIlmuKesehatanAnakbesertaseluruh guru-

guru saya (stafpengajar/supervisor)

atasbimbingandanasuhannyaselamapenulismenjalanipendidikan di

BagianIlmuKesehatanAnak.

9. BapakDirekturRumahSakit dr. WahidinSudirohusodo,

RumahSakitIbnuSinadanRumahSakit Islam Faisal


ataskesediaannyamemberikankesempatankepadapenulisuntukmenjala

nipendidikan di rumahsakittersebut..

10. SemuatemansejawatpesertaPendidikanPascasarjana di

BagianIlmuKesehatanAnakatasbantuan, kebersamaandankerjasama

yang baikselamapenulismenjalanipendidikan.

11. Orangtuasaya H. Abd. Latief Madjang, SpddanHj. Sitti Suriatiyang

senantiasamendukungdalamdoa, memberikandorongandansemangat

yang sangatberartibagipenulisselamamengikutipendidikan.

12. Adik-adik saya sertaseluruhkeluargabesarsaya yang

penuhkesabaransenantiasamendoakan,mendorongdanmendampingipe

nulisdalammenjalanipendidikandanpenyelesaiantesisini.

13. Semuapihak yang tidaksempatpenulissebutkansatupersatu

Dan

akhirnyapenulisberharapsemogatulisaninidapatmemberikanmanfaatteruta

mabagiperkembanganIlmukesehatanAnak di

masamendatang.Taklupapenulismohonmaafuntukhal-hal yang

tidakberkenandalampenulisaninikarenapenulismenyadarisepenuhnyabah

wapenulisanhasilpenelitianinimasihjauhdarikesempurnaan.

Makassar, Mei 2013

Sri Kurniati
ABSTRAK

Pendahuluan. Sepsis neonatal masih merupakan penyebab utama morbiditas dan


mortalitas di negara berkembang sehingga memerlukan penanganan yang cepat
dan tepat. Gejala klinisyang tidak spesifik dan keterbatasan sarana pemeriksaan
penunjang masih merupakan masalah dalam penatalaksanaan sepsis neonatal.
Penelitian ini bertujuan menilai sejauh mana pemanjangan CRT (capillary refill time),
adanya manifestasi perdarahan dan ANC dapat dijadikan parameter untuk
memprediksi adanya bakteremia.

Metode. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan menggunakan


data dari rekam medis RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Sampel
penelitian adalah bayi baru lahir dengan kecurigaan besar sepsis yang dirawat di
NICU tahun 2010 dan 2011. Dilakukan analisis hubungan antara pemanjangan CRT,
adanya manifestasi perdarahan, dan ANC terhadap hasil kultur.

Hasil. Dari 120 sampel, didapatkan 61 sampel mempunyai hasil kultur (+) dan 59
sampel dengan hasil kutur (-). Terdapat perbedaan bermakna antara kedua
kelompok dalam hal pemanjangan CRT (p=0,000, AOR=14,82), adanya manifestasi
perdarahan( p=0,002, AOR=6,31) dan peningkatan ANC (p=0,000, AOR=9,28).

Kesimpulan. Pemanjangan CRT, manifestasi perdarahan dan peningkatan ANC


dapat dijadikan sebagai faktor prediktor bakteremia pada sepsis neonatal.

Kata kunci : Capillary refill time, perdarahan, absolute neutrophil count, sepsis
neonatal
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR SINGKATAN x

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah........................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah.................................................................................... 6

1.3. Tujuan

I.3.1 Tujuan Umum.................................................................................... 6

I.3.2. Tujuan Khusus................................................................................. 7

1.4. Hipotesis................................................................................................... 7

1.5. Manfaat penelitian...................................................................................... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Sepsis Neonatal 10

II.1.1 Definisi Sepsis Neonatal.......................................................................... 10

II.1.2.Epidemiologi Sepsis Neonatal................................................................. 10

II.1.3.Masalah Utama pada Sepsis Neonatal.................................................... 11


II.1.4.Etiologi................................................................................................... 12

II.1.5.Patogenesis Infeksi pada Bayi Baru Lahir................................................ 14

II.1.6.Sistem immun pada bayi baru lahir.......................................................... 16

II.1.7.Patofisiologi sepsis............................ 18

II.1.8.Manifestasi Klinis Sepsis neonatal.......................................................... 20

II.1.9. Diagnosis Sepsis Neonatal............................................ 23

II.1.10.Masalah dalam Tatalaksana.................................................................... 27

II.2. Respon netrofil terhadap infeksi pada bayi baru lahir 27

II.3. Kerangka teori 29

BAB III.KERANGKA KONSEP..................................................................... 30

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 31

IV.1. Desain Penelitian.................................................................................... 31

IV.2. Tempat dan Waktu Penelitian................................................................. 31

IV.3. Populasi Penelitian................................................................................. 31

IV.4. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel.................................................. 31

IV.5. Perkiraan Besar Sampel......................................................................... 32

IV.6. Kriteria Inklusi dan Ekslusi..................................................................... 32

IV.7. Izin Penelitian dan Kelayakan Etik.......................................................... 33

IV.8. Cara Kerja


IV.8.1 Alokasi Subyek................................................................................... 33

IV.8.2 Prosedur Penelitian............................................................................ 33

IV.8.3 Skema Alur Penelitian......................................................................... 34

IV.9. Identifikasi dan Klasifikasi Variabel......................................................... 35

IV.10. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif............................................. 35

IV.11.Metode Analisis............................................................................... 38

BAB V. HASIL PENELITIAN 41

BAB VI. PEMBAHASAN 51

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 58

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 60

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Nomor halaman

Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian 40

Tabel 2. Hubunganantara jenis kelamin terhadap bakteremia 42

Tabel 3. Hubungan antara usia gestasi dan bakteremia 43

Tabel 4. Hubungan antara perdarahan dengan bakteremia 43

Tabel 5. Hubungan antara CRT dengan bakteremia 44

Tabel 6. Hubungan antara ANC menurun dengan bakteremia 45

Tabel 7. Hubungan antara ANC meningkat dan bakteremia 46

Tabel 8. Analisis multivariat faktor prediktor bakteremia 47

Tabel 9. . Probabilitas bakteremia dengan faktor prediktor yang

ada 50
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Angka kejadian sepsis neonatal di negara berkembang masih cukup tinggi

dibandingkan negara maju. Di Asia, angka kejadian sepsis berkisar 7,1 – 38 tiap

1000 kelahiran hidup,6,5 sampai 23 tiap 1000 kelahiran hidup di Afrika, dan 3,5 –

8,9 di Amerika utara dan Karibean . Di negara berkembang, hampir sebagian besar

bayi baru lahir yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Hal yang

sama ditemukan pula di negara maju pada bayi yang dirawat di NICU (neonatal

intensive care unit). (Aminullah, 2008; Vergnano, 2004)

WHO memperkirakan sekitar 5 juta bayi baru lahir meninggal tiap tahun dan

98% terjadi di negara berkembang. Sepsis neonatal masih merupakan penyebab

utama morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir, terutama pada bayi prematur

dan bayi berat lahir rendah. Di negara berkembang, sekitar 30-50% kematian bayi

baru lahir disebabkan oleh sepsis. Sedangkan secara nasional, kejadian/insidensi

sepsis neonatal belum ada. Laporan angka kejadian di Rumah Sakit menunjukkan

angka kejadian yang lebih tinggi khususnya bila Rumah sakit tersebut merupakan

tempat rujukan. (Vergnano,dkk., 2004; Aminullah, 2008).

Meskipun infeksi dapat disebabkan oleh virus, jamur dan parasit, namun

infeksi bakteri berperan paling penting dalam sepsis neonatal. Paparan dapat terjadi

selama dalam kandungan (in utero), selama persalinan dan setelah lahir. Jika

paparan terjadi selama dalam kandungan atau selama proses persalinan


dikelompokkan dalam sepsis awitan dini ( early onset ) dan jika paparan terjadi

setelah lahir dikelompokkan sebagai sepsis awitan lambat( late onset ). Bila

paparan ini berlanjut dan mikroorganisme penyebab memasuki aliran darah maka

akan timbul respon tubuh yang berupaya mengeluarkan mikroorganisme tersebut.

Berbagai respon sistemik tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula berbagai

manifestasi klinis pada pasien, yang pada stadium lanjut menimbulkan perubahan

fungsi berbagai organ tubuh.Tergantung pada virulensi kuman, perjalanan penyakit

dan respon tubuh, maka gambaran klinis yang tampak akan berbeda. (Stoll, 2007;

Aminullah 2008)

Diagnosis klinis sepsis neonatal masih mempunyai masalah tersendiri.

Berlainan dengan pasien dewasa dan anak, pada bayi baru lahir terdapat berbagai

tingkat defisiensi sistem pertahanan tubuh sehingga respon sistemik pada bayi baru

lahir akan berlainan dengan pasien dewasa.Tanda dan gejala sepsis neonatal

sangat tidak spesifik dan seringkali sulit dibedakan dengan penyakit non infeksi

lainnya.Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang

bervariasi. Beberapa penelitian memasukkan gejala seperti ; demam, kesulitan

bernafas, takikardi,kesulitan minum dan letargi sebagai gejala klinis yang

berhubungan dengan sepsis nonatal. Penelitian yang dilakukan oleh Chanthavanich

dkk menunjukkan bahwa kesulitan minum dan saturasi oksigen yang rendah sebagai

faktor prediktif pada sepsis awitan dini, sedangkan yang berhubungan dengan

sepsis awitan lambat adalah suhu tubuh yang tidak normal, kesulitan minum,

takikardi dan bradikardi. Kayange dkk juga telah meneliti manifestasi klinis pada

sepsis neonatal dan menyimpulkan bahwa letargi, kejang, kesulitan minum, sianosis,

ketuban pecah dini dan ketuban bercampur mekonium sebagai faktor yang

berhubungan erat dengan hasil biakan darah positif, baik pada sepsis awitan dini
maupun awitan lambat. Sedangkan Okascharoen dkk memasukkan hanya hipotensi,

suhu tubuh yang tidak normal serta kesulitan bernapas sebagai gejala klinis yang

berhubungan dengan sepsis neonatal.

Infeksi bakteri akan mengaktifkan sistem imun dan menyebabkan pelepasan

mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan perubahan pada sistem

kardiovaskuler sehingga perfusi ke jaringan tidak adekuat yang ditandai dengan

pemanjangan CRT(Capillary refill time). Selain itu,trombositopenia, aktivasi sistem

koagulasi dan kerusakan endotel akibat infeksi bakteri atau toksinnya dapat

menyebabkan timbulnya manifestasi perdarahan baik berupa purpura, perdarahan

saluran cerna atau perdarahan intrakranial. Dengan demikian, penting dilakukan

penelitian untuk mengetahui sejauh mana kedua gejala ini yaitupemanjangan CRT

dan manifestasi perdarahan dapat memprediksi adanya bakteremia pada bayi yang

dicurigai mengalami sepsis neonatal.

Karena gambaran klinis yang tidak spesifik, maka dibutuhkan pula

pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis sepsis neonatal. Sampai saat

ini pemeriksaan darah merupakan gold standar dalam diagnosis sepsis neonatal .

Namun, umumnya hasil biakan baru akan diketahui setelah 3 sampai 5 hari. Di satu

sisi, keterlambatan dalam diagnosis pasien berpotensi mengancam kelangsungan

hidup bayi. Telah dilaporkan bahwa CRP (C –reaktive protein) meningkat pada 50-

90% pasien sepsis neonatal tapi protein ini juga dapat meningkat pada berbagai

kerusakan tubuh non infeksi. Akhir-akhir ini telah dilakukan upaya untuk penegakan

diagnosis dini sepsis neonatal yaitu dengan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain

Reaction) dan kadar sitokin (interleukin, interferon, dan Tumor Necrosis Factor) yang

dapat mendeteksi sepsis neonatal sebelum gejala klinis muncul. Namun

pemeriksaan ini memerlukan teknologi kedokteran yang canggih dan biaya mahal,
sehingga masih diperlukan variabel inflamasi lain yang sederhana dan lebih mudah,

diantaranya adalah hitung netrofil atau absolute neutrophil count (ANC).

Sebagai respon terhadap infeksi bakteri, maka tubuh akan melepas neutrofil

dari cadangannya di sum-sum tulang ke sirkulasi yang selanjutnya akan bermigrasi

ke tempat/sumber infeksi. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah netrofil di

sirkulasi untuk menjamin ketersediaan netrofil yang akan melakukan fagositosis

terhadap bakteri. Namun, penelitian yang dilakukan pada binatang menunjukkan

bahwa cadangan sum-sum tulang neonatus sangat rendah. Hal ini menyebabkan

deplesi netrofil tidak jarang ditemukan pada sepsis neonatal, bahkan sekalipun

netrofil immatur dijumpai di darah perifer. Monroe dan Christensen telah

melaporkan neutropenia dan deplesi granulosit sum-sum tulang pada neonatus

yang terinfeksi Streptococcus group B, baik pada manusia maupun hewan. Namun,

penelitian yang dilakukan oleh Bhandari dkk justru menunjukkan bahwa ANClebih

tinggi pada bayi baru lahir yang mengalami sepsis dibandingkan yang tidak

mengalami sepsis. Sehingga penelitian tentang sejauh mana ANC dapat

memprediksi bakteremia pada bayi baru lahir penting dilakukan.

Mengingat keterbatasan sarana pemeriksaan penunjang disebagian besar

daerah di negara kita, maka masih sangat dibutuhkanpengetahuan mengenai faktor

faktor yang dapat memprediksi bakteremia yang mencakup parameter klinis dan

laboratorium sederhana sehingga membantu dalam diagnosis dan penatalaksanaan

sepsis neonatal.

Sepanjang pengetahuanpenulis, penelitian yang menggabungkan antara

parameter klinisklinis yang mencakuppemanjangan CRT, dan manifestasi


perdarahan dengan ANCuntuk memprediksi bakteremia pada sepsis neonatal belum

pernah dilakukan di Indonesia.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah pemanjangan CRT, manifestasi perdarahan dan ANC dapat

memprediksi bakteremia yang dibuktikan dengan hasil biakan darah pada

sepsis neonatal?

2. Sejauh mana pemanjangan CRT, manifestasi perdarahan danANCdapat

dijadikan sebagai prediktor bakteremia yang dibuktikan dengan hasil biakan

darah positif pada sepsis neonatal?

I.3.Tujuan Penelitian

I.3.1. Tujuan umum

Mengidentifikasi adanya pemanjangan CRT, manifestasi perdarahan,

peningkatan serta penurunan ANC pada bayi baru lahir yang mengalami

sepsis neonatal.

I.3.2. Tujuan khusus

1. Membandingkan kejadian pemanjangan CRT antara bayi dengan hasil

biakan positif dengan bayi yang mempunyai hasil biakan negatif.

2. Membandingkan kejadianmanifestasi perdarahan antara bayi dengan hasil

biakan positif dengan bayi yang mempunyai hasil biakan negatif.


3. Membandingkan kejadian peningkatan ANC antara bayi dengan hasil

biakan positif dengan bayi yang mempunyai hasil biakan negatif.

4. Membandingkan kejadian penurunan ANC antara bayi dengan hasil

biakan positif dengan bayi yang mempunyai hasil biakan negatif.

5. Menentukan besarnya hubungan antara pemanjangan CRT, manifestasi

perdarahan serta ANC dengan bakteremia yang dibuktikan dengan hasil

biakan darah positif.

I.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Kejadian pemanjangan CRTlebih banyak dijumpai pada bayi dengan hasil

biakan darah positif dibandingkan pada bayi yang mempunyai hasil biakan

darah negatif.

2. Kejadian perdarahan lebih banyak dijumpai pada bayi dengan hasil biakan

darah positif dibandingkan padabayi yang mempunyai hasil biakan darah

negatif.

3. Kejadian peningkatan ANClebih banyak dijumpai pada bayi dengan hasil

biakan positif dibandingkan pada bayi yang mempunyai hasil biakan negatif.

4. Kejadian penurunan ANClebih banyak dijumpai pada bayi dengan hasil

biakan positif dibandingkan pada bayi yang mempunyai hasil biakan negatif.

I.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi ilmiah mengenai pemanjangan CRT, manifestasi

perdarahan dan ANC sebagai parameter untuk memprediksi adanya

bakteremia pada bayi yang dicurigai mengalami sepsis neonatal.


2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu penanganan sepsis neonatal

khususnya di daerah dengan sarana penunjang diagnosis yang minim.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar penelitian lebih lanjut

khususnya dalam hal diagnosis dan penanganan sepsis neonatal.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1.Sepsis Neonatal

II.1 .1 Definisi

Pada tahun 1991, American College of Chest Physicians dan society of

critical care medicine mengeluarkan konsensus untuk mendefinisikan respon

inflamasi sistemik terhadap infeksi. Dalam konsensus ini, SIRS (Systemic

Inflammatory Response Syndrome) digunakan unuk menggambarkan sindrom klinis

yang ditandai oleh 2 atau lebih gejala sebagai berikut ; (a) demam atau hypothermi,

(b) takikardi, (c) takipneu atau hiperventilasi, dan (d) hitung leukosit abnormal atau

peningkatan sel-sel immatur. SIRS dapat terjadi karena berbagai proses

immunologi, endokrinologi, trauma atau operasi, kemoterapi dan infeksi. Jika SIRS
yang terjadi berhubungan dengan proses infeksi maka disebut sepsis. Sepsis

neonatal adalah sepsis yang terjadi pada bayi baru lahir yang berumur 0 – 28 hari

(Chiesa, 2003).

II.1.2. Epidemiologi sepsis neonatal

Sepsis pada bayi baru lahir (sepsis neonatal) masih merupakan masalah

dalam pelayanan dan perawatan bayi baru lahir baik di negara berkembang maupun

di negara maju. Laporan tentang angka kejadian sepsis neonatal bervariasi. Di

negara maju angka kejadian sepsis neonatal dilaporkan berkisar 1-10 per 1000

kelahiran hidup, namun penelitian yang dilakukan pada populasi yang luas masih

sedikit, dan kebanyakan penelitian tersebut memfokuskan pada penelitian terhadap

bayi-bayi dengan resiko tinggi misalnya pada bayi prematur atau bayi berat lahir

sangat rendah. Sedangkan angka kejadian sepsis neonatal di negara berkembang

lebih tinggi. Di Asia, angka kejadian sepsis yaitu sekitar 7,1 – 38 per 1000 kelahiran

hidup(Vergnano,2004; Ohlin,2010; Stoll dkk, 2011).

Di samping morbiditas, mortalitas yang tinggi ditemukan pula pada sepsis

neonatal. Kematian neonatusmasih menjadi perhatian kesehatan global karena 40%

dari kematian anak umur dibawah 5 tahun terjadi pada masa neonatus dan 98%

diantaranya terjadi di negara berkembang.WHO memperkirakansekitar 1 juta

kematianneonatus disebabkan oleh sepsis neonatal dan 42% diantaranya terjadi

pada minggu pertama kehidupan (Bahl dkk,2009;Edmond, 2010;Osrin, 2004).

II.1.3.Masalah utama pada sepsis neonatal

Selain morbiditas dan mortalitas yang tinggi, terdapat pula berbagai masalah

yang dijumpai pada diagnosis dan penanganan sepsis neonatal, yaitu :


1. Gejala klinis tidak spesifik dan bervariasi sehingga menyulitkan diagnosis dini.

Bahkan bakteremia kadang dapat terjadi tanpa diserta gejala sepsis,

sementara prognosis sangat ditentukan oleh deteksi dini dan

penatalaksanaan yang cepat dan intensif.

2. Berbagai agen penyebab dapat memberikan gejala yang sama.

3. Biakan darah, sebagai alat diagnosis pasti sepsis neonatal memerlukan

waktu sekitar 3-5 hari untuk mendapatkan hasil.

4. Biaya yang dikeluarkan untuk penanganan relatif mahal, apalagi jika

organisme penyebab bersifat resisten terhadap berbagai antibiotik.

5. Seringkali disertai gejala sisa apabila bayi dapat bertahan hidup (Lokeshwar

2003; Aminullah, 2008).

II.1. 4. Etiologi

Meskipun sepsis neonatal juga dapat disebabkan oleh infeksi virus,jamur,dan

parasit, namun infeksi bakteri berperan paling penting pada sepsis neonatal.Pola

kuman penyebab tidak selalu sama dan berubah dari waktu ke waktu antar satu

negara dengan negara lainnya, bahkan antar rumah sakit dengan rumah sakit

lainnya (Aminullah, 2008).

Terdapat kesulitan untuk menginterpretasi data berbagai laporan tentang

agen penyebab sepsis neonatal karena kebanyakan penelitian dilakukan hanya

pada populasi tertentu, khususnya pada populasi dengan resiko tinggi. Secara

umum, bakteri gram negatif merupakan bakteri patogen yang paling sering dijumpai

terutama Klebsiella, Escherecia coli, Pseudomonas dan Salmonella. Sedangkan

bakteri gram positif yang sering dijumpai sebagai penyebab adalah Staphylococcus
aureus, CONS (Coagulase-negative Staphylococci) , Streptococcus pneumonia,

dan Streptococcus pyogenes.

Bakteri penyebab berbeda antara negara maju dan negara

berkembang.Surveilans neonatal di negara maju menunjukkan bahwa Streptococcus

group B dan E coli merupakan agen penyebab utama pada sepsis neonatal awitan

dini dan awitan lambat. CONSsebagai penyebab dominan pada sepsis awitan

lambat diikuti oleh Streptococcus group B dan Staphylococcus aureus. Sedangkan

di negara- negara berkembang, khususnya di Asia, Streptococcus group B sebagai

agen penyebab lebih jarang ditemukan. Hampir sebagian besar bakteri penyebab di

negara berkembang adalah Enterobacter sp, Klebsiella sp dan Coli sp.Zaidi

melaporkan bahwa di negara - negara berkembang, agen penyebab utama pada

minggu pertama kehidupan adalah Klebsiella, Escherecia coli dan Staphylococcus

aureus sedangkan penyebab utama setelah satu minggu kehidupan adalah

Staphylococcus aureus,Streptoccus pneumonia dan Salmonella (Vergnano dkk,

2004; Zaidi, 2008).

Infeksi sistemik pada bayi baru lahir dapat pula disebabkan oleh

mikroorganisme non bakteri, seperti virus ( adenovirus, cytomegalovirus,

enterovirus, herpes simpleks, HIV, parvovirus, rubella,dan varicella-zoster),

Mycoplasma ( Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum), fungi (Candida sp,

malassezia sp) dan protozoa (Toxoplasma gondii,plasmodium,Trypanosoma cruzi)

(Stoll,2008).

II.1.5. Patogenesis infeksi pada bayi baru lahir

Selama kehamilan sampai pecahnya amnion, janin relatif terlindung dari

kontaminasi mikroba dari ibu karena terlindung oleh selaput amnion, plasenta dan
beberapa zat antibakteri pada cairan amnion. Namun, terdapat berbagai cara bagi

mikroba untuk menginfeksi janin. Agen patogen ini dapat menginfeksi bayi sebelum

lahir, selama persalinan dan setelah lahir. Pasien yang terpapar pada saat sebelum

lahir dan selama persalinan dikelompokkan dalam sepsis awitan dini (early onset

sepsis) sedangkan pasien yang terpapar setelah lahir dikelompokkan dalam sepsis

awitan lambat(Chiesa,dkk, 2004).

Mikroba tertentu seperti infeksi TORCH,Treponema pallidum dan Listeria

monocytogenes dapat mencapai janin dari aliran darah ibu yang menembus barier

plasenta dan masuk ke sirkulasi janin.Prosedur yang mengganggu integritas

komponen uterus seperti amniosentesis,pengambilan sampel vili khorion

memungkinkan masuknya mikroorganisme yang ada di kulit atau vagina sehingga

menyebabkan amnionitis yang pada akhirnya akan terjadi kontaminasi mikroba pada

janin.Kolonisasi mikroorganisme aerobik dan anaerobik dapat dijumpai pada jalan

lahir/vagina ibu, pada saat ketuban pecah, paparan mikroorganisme ini lebih

berperan dalam infeksi janin. Pada beberapa kasus kolonisasi pada bayi dapat

terjadi saat bayi melewati jalan lahir. Namun, pada keadaan ketuban pecah lebih

dari 24 jam, bakteri pada vagina dapat menyebabkan infeksi ascenden sehingga

terjadi chorioamnionitis, yang selanjutnya menyebabkan infeksi pada janin.

Organisme yang paling sering ditemukan pada cairan amnion yang terinfeksi adalah

bakteri anaerobik, Streptococcus group B, Escherecia coli, dan mycoplasma genital.

Selanjutnya, bayi baru lahir dapat pula terkontaminasi dengan mikroba patogen yang

ada lingkungannya (setelah lahir). Infeksi ini dapat terjadi pada saat perawatan di

rumah sakit dan/ atau di rumah. Prosedur seperti pemasangan kateter umbilikal,

kateter urin, infus/nutrisi parenteraldan bantuan ventilasi mekanik dapat berpotensi

sebagai sumber infeksi pada saat perawatan. Transientbacteremia dapat pula terjadi
setelah prosedur yang menyebabkan trauma pada kulit dan membran mukosa.

Fredmann melaporkan bahwa bakteremia dapat ditemukan pada bayi-bayi yang

mendapatkan pembersihan jalan napas dengan endotracheal tube pada saat

resusitasi tetapi hasil biakan darah akan negatif setelah 10 menit (Chiesa

dkk,2004;Stoll,2008).

Saat bakteri masuk ke dalam aliran darah manusia, maka tubuh akan

mengaktifkan mekanisme yang dapat mengeliminasi bakteri patogen tsb, sehingga

efek invasi bakteri tidak berlangsung lama. Namun, mekanisme ini sangat

dipengaruhi oleh umur pasien, jumlah dan virulensi bakteri dalam darah, status gizi

dan imunologi pasien serta waktu dan jenis terapi (Stoll,2008).

II.1.6. Sistem imun pada bayi baru lahir

Bayi baru lahir relatif mempunyai daya tahan tubuh yang rendah

(immunocompromised)sehingga merupakan predisposisi untuk terjadinya bakterial

sepsis. Seperti pada orang dewasa, bayi baru lahir mempunyai 3 sistem pertahan

untuk melindungi tubuh dari agen patogen, yaitu :

1. Sistem pertahanan fisik ; yaitu berupa keutuhan kulit dan membran mukosa,

silia, adanya flora normal, lakrimasi dan saliva.

2. Sistem pertahanan humoral; diperankan oleh komplemen, interferon, CRP

dan limfosit B yang menghasilkan antibodi/immunoglobulin.

3. Sistem pertahanan seluler; diperankan oleh sel granulosit, makrofag, sel NK

dan limfosit T.

Pada keadaan normal, jika terjadi infeksi atau invasi mikroorganisme, maka

tubuh akan mengaktifkan sistem pertahanan tersebut untuk melawan

mikroorganisme yang masuk. Namun sayangnya, pada bayi baru lahir mekanisme
ini belum berjalan sempurna karena adanya defisiensi dan immaturitas komponen

sistem pertahanan sehingga bayi baru lahir sangat rentan terhadap invasi bakteri.

Faktor imunitas yang menyebabkan bayi baru lahir sangat rentan terhadap invasi

bakteri adalah sebagai berikut :

Kadar immunoglobulin

Kadar immunoglobulin pada bayi baru lahir sangat rendah. Pada bayi baru

lahir yang normal tidak mempunyai IgA dan IgM dalam sirkulasi. IgG dari ibu

ditransport secara aktif melalui plasenta sejak umur kehamilan 20 minggu sehingga

pada bayi full-term mempunyai kadar IgG yang sama atau lebih tinggi dari kadar IgG

ibu. Namun, setelah kelahiran, kadar IgG menurun dengan cepat sampai bayi dapat

memproduksi immunoglobulin sendiri, akibatnya terjadi transient

hypogammaglobulinemia. Jenis immunoglobulin yang lain (seperti IgA dan IgM) tidak

dapat melewati plasenta. Produksi immunoglobulin ini oleh janin sebenarnya sudah

dimungkinkan saat umur kehamilan 20 minggu namun sintesis dan sekresi tidak

muncul karena janin relatif terlindung dari antigen yang berasal dari lingkungan.

Meningkatnya kadar IgM pada bayi saat lahir mengindikasikan adanya infeksi

intrauterin. Kemampuan bakterisidal dan opsonisasi antibodi melawan bakteri enterik

gram negatif terutama diperankan oleh kelas IgM sehingga rendahnya kadar IgM

menyebabkan bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi Escherecia coli dan

Enterobactericeae yang lain. Selain rendahnya kadar IgM, rendahnya kadar

subclass IgG tertentu yaitu IgG2 juga menyebabkan bayi baru lahir rentan terhadap

infeksi bakteri pyogen karena IgG2 turut berperan dalam opsonisasi kapsul

polisakarida bakteri ini (group Streptococcus dan Escherecia coli) (Lokeshwar, 2003;

Stoll,2008).
Sistem Komplemen

Sistem komplemen berperan dalam aktifitas bakteresidal dan opsonisasi

mikroorganisme tertentu seperti Escherecia coli dan Streptococcus group B.

Komplemen tidak ditransport dari plasenta. Janin mulai memproduksi komplemen

pada trimester pertama kehamilan. Namun konsentrasi dan aktifitasnya masih

kurang. Hal ini juga menyebabkan berkurangnya aktifitas kemotaksis dan opsonisasi

bakteri (Lokeshwar, 2003;Stoll, 2008).

Sistem monosit-makrofag

Makrofag berperan dalam presentasi antigen, fagositosis dan modulasi imun.

Jumlah monosit dalam sirkulasi pada bayi baru lahir adalah normal, tetapi terjadi

penurunan jumlah dan fungsi makrofag pada sistem retikuloendotelial, khususnya

pada bayi prematur. Pada bayi baru lahir, kemotaksis oleh monosit terganggu

(Stoll,2008).

II.1.7. Patofisiologi sepsis

Sistem pertahanan tubuh melalui sistem imun seluler dan humoral berupaya

melindungi tubuh dari infeksi agar tidak berkembang menjadi sepsis. Namun, upaya

ini akan menghasilkan cascade inflamasi yang menyebabkan pelepasan mediator

inflamasi yang bersifat toksik termasuk hormon, sitokin dan enzim. Cascade

inflamasi pada infeksi diawali oleh antigen atau toksin . Netrofil adalah lini pertama

dari pertahanan tubuh terhadap infeksi. Produk bakteri maupun komponennya akan

mengaktifkan netrofil melalui pengenalan oleh reseptor. Selama proses aktivasi ini,

netrofil akan melepaskan berbagai faktor kemotaktik yang menarik

monosit/makrofag dan sel dendritik, misalnya MIP (macrophage inflammatory

protein). MIP 1ἀ dan MIP 1β bersama-sama dengan interferron gamma akan


mengaktifkan makrofag. Selain menghasilkan berbagai sitokin proinflamasi, netrofil

juga mensekresi MPO (myeloperoksidase), interaksi antara MPO dan MMR

(macrophage mannose receptor) pada makrofag akan menuyebabkan pelepasan

ROS(reactive oxygen species) dan sitokin pro-inflamasi lainnya, seperti TNFἀ, IL-

1,IL-6,IL-8 dan GM CSF. IL 8 yang dihasilkan oleh makrofag ini juga berperan dalam

aktivasi netrofil. IL 8 dan TNF ἀ yang dihasilkan baik oleh netrofil maupun makrofag

yang teraktivasi serta IL1 yang dihasilkan oleh makrofag yang teraktivasi berperan

dalam migrasi dan degranulasi netrofil untuk selanjutnya melakukan fagositosis

untuk menghancurkan bakteri (Baratawijaya, 2006; Kumar,2010).

Jika cascade inflamasi ini tidak terkontrol, maka akan terjadi SIRS dengan

disfungsi seluler dan organ akibat perubahan pada sistem mikrosirkulasi.

Respon biokimia seperti produksi metabolit asam arakhidonat, pelepasan

faktor-faktor yang mendepresi miokard, pelepasan opiat endogen, aktivasi sistem

komplemen sebanding dengan pelepasan mediator lainnya. Metabolit asam

arakhidonat terdiri dari (1) thromboxan A2 menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi

trombosit, (2) prostaglandin, yaitu PGF2ά yang menyebabkan vasokonstriksi dan

PGI2 yang menyebabkan vasodilatasi serta leukotrien yang menyebabkan

vasokonstriksi, bronkokonstriksi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Myocardial

depressan factor, TNF ά dan beberapa interleukin , misalnya IL1 dan IL 8

menyebabkan depresi miokardtidak hanya dengan merusak miokard secara

langsung tetapi juga dengan melalui peningkatan INOS (inducible nitric oxyde

synthase). Opiat endogen termasuk β endhorphin akan menurunkan aktifitas syaraf

simpatis, menurunkan kontraktilitas miokard, dan menyebabkan vasodilatasi.

Aktivasi sistem komplemen menyebabkan pelepasan mediator yang meningkatkan


permeabilitas kapiler, menyebabkan vasodilatasi dan menyebabkan aktifasi dan

agregasi trombosit dan granulosit.

Manifestasi klinis yang timbul tergantung dari cascade inflamasi ini. Jika

cascade inflamasi tidak terkontrol, akan terjadi SIRSdengan disfungsi seluler dan

organ sebagai akibat kerusakan sistem mikrosirkulasi (Baratawijaya,

2006.,Enrionne, 2008).

Perubahan sistem imun padapenderita sepsis menimbulkan perubahan pula

pada sistem koagulasi. TNF ἀ, IL6 dan IL 1β berperan pada aktivasi sistem

koagulasi ini. Pada sistem koagulasi tersebut, terjadipeningkatan pembentukan

Tissue Factor (TF) yang bersama dengan faktor VII akan berperan pada proses

koagulasi. Kedua faktor tersebut menimbulkan aktifasi faktor IX dan X sehingga

terjadi proses hiperkoagulasi yang menyebabkan pembentukan trombin yang

berlebihan dan selanjutnya meningkatkan produksi fibrin dari fibrinogen. Pada

pasien sepsis, respon fibrinolisis yang biasa terlihat pada bayi normal juga

terganggu. Supresi fibrinolisis terjadi karena meningkatnya pembentukan

plasminogen-activator inhibitor-1 yang dirangsang oleh mediator inflamasi. Demikian

pula pembentukan trombin yang berlebihan berperan dalam aktivasi thrombin-

activatable fibrinolysis inhibitor (TAF1) yaitu faktor yang menimbulkansupresi

fibrinolisis. Kedua faktor yang berperan dalam supresi ini mengakibatkan akumulasi

fibrin darah yang dapat menimbulkan mikrotrombi pada pembuluh darah kecil

sehinggaterjadi gangguan sirkulasi. Gangguan tersebut menyebabkan hipoksemia

jaringan dan hipotensisehingga terjadi disfungsi berbagai organ tubuh. Manifestasi

disfungsi organ ini secara klinis dapat memperlihatkan gejala-gejala sindrom distress

pernafasan, hipotensi, gagal ginjal dan bila tidak teratasi akan diakhiri dengan

kematian (Aminullah, 2008., Wynn, 2010).


II.1. 8. Manifestasi klinis yang berhubungan dengan sepsis neonatal

Adanya masalah immunologi bayi baru lahir seperti yang telah dijelaskan di

atas berdampak pada manifestasi klinis sepsis neonatal. Berlainan dengan pasien

dewasa, pada bayi baru lahir terdapat berbagai tingkat defisiensi sistem pertahanan

tubuh, sehingga respon sistemik pada janin dan bayi baru lahir akan berlainan

dengan pasien dewasa (Chiesa,2004).

Gambaran klinis sepsis pada bayi baru lahir sangat bervariasi dan tidak

spesifik . Bayi baru lahir yang mengalami bacterial sepsis dapat memberikan

berbagai gejala seperti instabilitas suhu, hipotensi, perfusi yang buruk dengan kulit

pucat dan mottled skin, asidosis metabolik, takikardi atau bradikardi, apneu,

kesulitan bernafas, merintih, sianosis, iritabel,letargi, kejang, intoleransi

feeding,distensi abdomen, ikterus,dan perdarahan. Manifestasi awal bisa saja hanya

terbatas pada satu sistem misalnya apneu saja atau takipneu dengan retraksi atau

takikardi atau langsung muncul dengan gejala disfungsi multiorgan (Stoll,2008).

Berikut ini adalah beberapa manifestasi klinis yang dapat dijumpai akibat

infeksi bakteri pada bayi baru lahirmenurut IMCI (Integrated Management of

Childhood illness) dan WHO(World Health Organization)

Tabel 1 Kriteria klinis diagnosis sepsis

IMCI WHO (2003)


Kejang X X
Frekuensi nafas > 60 X X
kali/menit
Retraksi dinding dada X X
Pernafasan cuping hidung X
Merintih saat ekspirasi X
Ubun-ubun membonjol X
Pus dari liang telinga X
Kemerahan di sekitar X
umbilikus dan meluas ke kulit
(omfalitis)
Suhu >37,70C atau < 35,50C X X
(suhu >380C)
Letargi atau tidak sadar X X

Tidak mampu X X
minum/menyusu
Aktifitas berkurang X X
Sianosis X
Pemanjangan Capillary refill X
time
(Vergnano,2004; NNF, 2009)

Dalam hal ini, penelitian yang dilakukan oleh Kayange dkk menunjukkan

bahwa letargi, kejang, kesulitan minum, sianosis dan ketuban bercampur mekonium

berhubungan secara signifikan dengan hasil biakan darah positif baik pada sepsis

awitan dini maupun awitan lambat.Sedangkan Okascharoen dkk memasukkan

hanya hipotensi, suhu tubuh yang tidak normal serta kesulitan bernapas sebagai

gejala klinis yang berhubungan dengan sepsis neonatal (Kayange,2010;

Okascharoen, 2005).

Pemanjangan CRT dan manifestasi perdarahan sebagai pertanda bacterial

sepsis :

Pemanjangan CRT

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa bakteri atau toksin yang

dihasilkan akan mengaktivasi sistem imun dan menyebabkan pelepasan mediator

inflamasi yaitu sitokin, faktor yang mendepresi miokard, dan metabolit asam

arakhidonat. Hal ini akan menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler,

gangguan pada miokard, dan penurunan resistensi vaskuler yang ketiganya

menyebabkan perfusi yang tidak adekuat ke jaringan yang ditandai dengan

pemanjangan CRT. Selain itu, aktivasi sistem koagulasi dapat menyebabkan DIC

sehingga terjadi oklusi vaskuler yang juga dapat menyebabkan perfusi ke jaringan

menurun (Gupta, 2011; Stoll, 2008, Wynn, 2010).


Manifestasi perdarahan

Kerusakan endotel vaskuler, trombositopenia dan DIC (Dissaminated

Intravascular Coagulation) yang terjadi pada infeksi bakteri dapat menimbulkan

perdarahan. Perdarahan yang terjadi pada bacterial sepsis dapat berupa peteki,

ekimosis, hematom, perdarahan saluran cerna dan perdarahan intrakranial.

(Gupta,2011).

II.1.9 Diagnosis sepsis neonatal

Diagnosis dini dan penanganan yang cepat sepsis neonatal sangat penting

untuk mencegah komplikasi yang berat dan mengancam jiwa. Di satu sisi, di era

resistensi multidrug seperti sekarang ini, pemberian antibiotik yang tidak diperlukan

harus dihindari. Dengan demikian, parameter diagnostik yang dengan cepat dapat

membedakan pasien yang terinfeksi dengan yang tidak terinfeksi khususnya pada

bayi baru lahir memegang peranan sentral dalam perawatan bayi baru lahir.

Berbagai strategi dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas bayibaru

lahir, termasuk penggunaan kombinasi gejala klinis dengan parameter hematologi

dan serologis untuk mengidentifikasi sepsis neonatal. Namun, gejala klinis tidak

spesifik dan tidak jarang gejala tersebut ditemukan meskipun biakan darah

menunjukkan hasil negatif. Sampai sekarang biakan darah masih merupakan gold

standar diagnosis sepsis neonatal. Namun, pemeriksaan biakan ini mempunyai

kelemahan tersendiri. Hasil biakan kuman baru akan diketahui setelah 3-5 hari.

Selain itu, hasil biakan dipengaruhi pula oleh pemberian antibiotik sebelumnya atau

kemungkinan kontaminasi dengan kuman nosokomial (Christakis, 2009).

Beberapa parameter hematologi seperti jumlah leukosit, jumlah netrofil, ratio

immature/total dan trombosit sering dijadikan sebagai salahsatu indikator sepsis


neonatal. Namun, Xanthou menyimpulkan bahwa hitung leukosit mempunyai nilai

prediksi positif yang kurang dalam menentukan sepsis neonatal dan sekitar 30 %

bayi baru lahir yang terbukti sepsis mempunyai leukosit normal. Namun, menurut

Manucha dkk hitung lekosit (merupakan parameter yang baik untuk dijadikan alat

skrining sepsis neonatal. Leukopeni lebih spesifik sebagai indikator bakterial sepsis

dibanding leukositosis. Hitung netrofil lebih sensitif dan spesifik sebagai indikator

bakterial sepsis dibanding hitung leukosit. Granulocyte coloni stimulating factor,

mediator yang diproduksi oleh sum-sum tulang untuk memfasilitasi proliferasi dan

diferensiasi neutrofil juga telah diusulkan untuk dapat dijadikan petanda infeksi untuk

diagnosis dini sepsis neonatal.Menurut Mehta dkk, hitung trombosit merupakan

indikator yang tidak sensitif dan tidak spesifik untuk sepsis neonatal dan sering

ditemukan pada kondisi selain sepsis. Sekitar 50% bayi baru lahir yang mengalami

bakterial sepsis akan mengalami trombositopenia(Anwer,2000; Manucha, 2002).

Dalam 5 – 10 tahun terakhir ini konsep SIRS dalam bidang infeksi telah

memberikan cakrawala baru dalam masalah dignostik sepsis neonatal. Perubahan

fisiologik sistem imun , baik humoral maupun seluler, yang terjadi dalam cascade

inflamasi mempunyai arti penting dalam diagnosis infeksi bayi baru lahir (BBL).

Kadar sitokin proinflamasi (IL-2, IL-6, IFN-g, TNF –ά) dan anti inflamasi (IL-4, IL-10)

pada BBLtersebut akan terlihat meningkat pada bayi dengan infeksi sistemik. Kluster

dkk melaporkan bahwa sitokin yang beredar dalam sirkulasi pasien sepsis neonatal

dapat dideteksi 2 hari sebelum gejala klinis sepsis muncul. (Aminullah,2008;

Espinosa, 2002).

Reaktan fase akut merupakan peptida endogen yang dihasilkan oleh hati

sebagai respon terhadap infeksi atau kerusakan jaringan. CRP merupakan reaktan

fase akut yang telah banyak diteliti, namun procalcitonin akhir-akhir ini juga banyak
menarik perhatian. CRP disintesis dalam 6-8 jam paparan terhadap proses infeksi

atau kerusakan jaringan dengan waktu paruh sekitar 19 jam dan dapat meningkat

lebih dari 1000 kali selama fase akut. Fowlie PW melaporkan bahwa pada sepsis

awitan dini, sensitifitas CRP berkisar 43-90% dengan spesifitas berkisar 70-78 %.

Sedangkan pada sepsis awitan lambat, spesifitas dan nilai prediksi positif berkisar

93 – 100 % (Mishra, 2005).

Dalam dekade terakhir ini, dikembangkan pula penggunaan teknik amplifikasi

asam nukleat sepertiPCR untuk mendeteksi genome bakteri pada biakan. Di

beberapa kota besar di Inggris, pemeriksaan cara ini telah rutin dilakukan pada

semua fasilitas laboratorium untuk mendeteksi kuman tertentu, seperti Neissiria

meningitidis dan Streptococcus pneumonia(Edmond, 2010).

Kedua pemeriksaan terakhir, yaitu pemeriksaan respon imun (sitokin dan

reaktan fase akut) memerlukan teknologi kedokteran yang canggih dan biaya yang

mahal yang mungkin belum bisa terjangkau oleh sebagian besar negara

berkembang, termasuk sebagian besar daerah di Indonesia. Di berbagai negara,

banyak upaya dilakukan dengan menggunakan bermacam kombinasi antara faktor

risiko, gejala klinik dan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis dini pasien sepsis

neonatal (Aminullah,2008).

II.1.10.Masalah dalam tatalaksana

Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam manajemen sepsis

neonatal. Pada kenyataannya, menentukan kuman secara pasti tidak mudah dan

membutuhkan waktu. Untuk memperoleh hasil yang optimal, pengobatan sepsis

harus cepat dilaksanakan. Sehubungan dengan hal tersebut, pemberian antibiotik

secara empiris terpaksa diberikan untuk menghindari berlanjutnya perjalanan


penyakit. Pemberian antibiotika empiris tersebut harus memperhatikan pola kuman

penyebab yang tersering di masing -masing tempat.

Walaupun pemberian antibiotik masih merupakan tatalaksana pengobatan

sepsis neonatal, berbagai upaya pengobatan tambahan banyak dilaporkan dalam

upaya memperbaiki mortalitas bayi, selain untuk mengatasi berbagai defisiensi dan

immaturitas sistem immun bayi baru lahir, juga dalam rangka mengatasi perubahan

yang terjadi dalam perjalanan penyakit dan cascade inflamasi pasien sepsis

neonatal (Aminullah,2008).

II.2. Respon netrofil terhadap infeksi pada bayi baru lahir

Waktu paruh netrofil matur sangat singkat, yaitu sekitar 7-10 jam di sirkulasi.

Dalam keadaan normal, waktu paruh yang singkat ini ikompensasi dengan

kemampuan produksi netrofil oleh sum-sum tulang sekitar 120 miliar granulosit per

hari. Di samping kemampuan turnover, sum-sum tulang juga mempunyai kapasitas

yang cukup besar untuk menampung produksi granulosit. Sebagai respon terhadap

infeksi, maka tubuh akan melepas netrofil dari cadangannya di sum-sum tulang ke

sirkulasi yang selanjutnya akan bermigrasi ke tempat/sumber infeksi untuk

melakukan fagositosis.Hal ini dimungkinkan oleh adanya GM-CSFyang diproduksi

oleh makrofag yang teraktivasi. Hal ini menyebabkan neutrophiliauntuk menjamin

ketersediaan netrofil yang akan bermigrasi ke tempat terjadinya infeksi. Pada saat

yang sama , terjadi peningkatan proliferasi sel yang akan membentuk netrofil untuk

mengganti dan memelihara cadangan. Karena terjadi peningkatan proliferasi dan

pelepasan netrofil ke sirkulasi, maka akan banyak netrofil immatur yang mencapai

sirkulasi, proses ini dikenal sebagai shift to the left. Peningkatan penyediaan netrofil
dari sum-sum tulang memegang peranan penting pada resistensi tubuh terhadap

bakteri. Namun, penelitian yang dilakukan pada binatang menunjukkan bahwa

cadangan sum-sum tulang neonatus sangat rendah. Hal ini menyebabkan deplesi

netrofil tidak jarang ditemukan pada sepsis neonatal, bahkan sekalipun netrofil

immatur dijumpai di darah perifer. Monroe dan Christensen yang melaporkan

neutropenia dan deplesi granulosit sum-sum tulang pada neonatus yang terinfeksi

Streptococcus group B, baik pada manusia maupun hewan.Namun, penelitian yang

dilakukan oleh Bhandari dkk menunjukkan bahwa ANC lebih tinggi pada bayi baru

lahir yang mengalami sepsis dibandingkan yang tidak mengalami sepsis (Melvan

dkk, 2010 ; Bhandari, 2008).


II.3. Kerangka Teori
Infeksi bakteri

Produk bakteri dan komponennya

Pengenalan oleh reseptor


TNFα, IL8
Migrasi dan
degranulasi PMN Aktivasi netrofil

MPO-MMR MIP1α,MIP1β,IFNỹ

Aktivasi makrofag
Eliminasi
bakteri TNFα,IL1, IL8 Stimulasi
IL8
GM-CSF granulopoiesis
Pelepasan sitokin
Pelepasan ROS

TNFα,IL1 TNFα,IL1 Eliminasi Peningkan


Pelepasan bakteri pelepasan
CAM,Metabolit Aktivasi sel endotel PMN ke
asam arakidonat Kerusakan endotel sirkulasi
TNFα,IL6
IL1β
Zat vasoaktif,myocardial Migrasi dan
depressan factor Aktivasi degranulasi
sistem PMN
koagulasi

-Vasodilatasi Migrasi
-Peningkatan DIC &degranula
permeabilitas si PMN
vaskuler Oklusi vaskuler lebih besar
dari
-Depresimyocard Peningkatan pelepasan
Pemakaian PMN ke
faktor sirkulasi
Penurunan perfusi Peningkatan Pemakaian pembekuan→
→PemanjanganCRT trombosit→trombosito- Faktor Pelepasan
penia pembekuan ↓ PMN ke
sirkulasi
lebih besar
dari Migrasi
neutropenia &degranula
Perdarahan si PMN
neutrophilia

IV. METODOLOGI PENELITIAN


IV.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional untuk menilai sejauh mana

pemanjangan CRT, adanya manifestasi perdarahan dan ANC dapat dijadikan

parameter untuk memprediksi adanya bakteremia yang dibuktikan dengan hasil

biakan darah positif pada bayi yang mengalami sepsis neonatal.

IV.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan

menggunakan data dari rekam medik pasien bayi baru lahir dengan kecurigaan

besar sepsis yang dirawat di NICU tahun 2010 dan 2011 .

IV.3. Populasi penelitian

Populasi terjangkau adalah semua pasien bayi baru lahir dengan kecurigaan

besar sepsis yang dirawat di NICU RSUP dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun

2010 dan 2011.

IV.4. Sampel dan cara pengambilan sampel

Sampel penelitian adalahdata dari seluruh populasi terjangkau yang

memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Cara pengambilan sampel adalah melalui data

dari rekam medis pasien kemudian dicatat data-data yang berhubungan dengan

penelitian.

IV.5. Perkiraan besar sampel

Penetapan besar sampel berdasarkan tingkat kepercayaan yang dikehendaki

adalah 95%. Bila sensitifitas sekitar 80 %, tingkat ketepatan absolut yang


dikehendaki adalah (d) 10% dengan tingkat kemaknaan (ά) 1,96 dan Q = (1-P),maka

perkiraan besar sampel pada penelitian ini, sesuai perhitungan rumus sebagai

berikut :

Zά2PQ
n=
d2
(1,96)2 x 0,8 x 0,2
n =
0,12

= 60, artinya diperlukan 60 pasien dengan hasil positif pada biakan darah,

dengan memperkirakan proporsi bakteremia pada populasi sebesar 50%, maka

jumlah seluruh subyek minimal yang diperlukan adalah 100/50 x 60 = 120. Dengan

demikian jumlah total sampel yang dibutuhkan adalah 120.

IV.6. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

Kriteria inklusi :

1. Semua pasien bayi baru lahir berumur 0 –28 hari yang diduga mengalami

sepsis yang dirawat di NICU.

2. Menjalani evaluasi sepsis yang meliputi pemeriksaan klinis,pemeriksaan

darah rutin dan pemeriksaan biakan darah.

Kriteria ekslusi :

Penderita yang telah mendapatkan antibiotik sebelum masuk rumah sakit.

Penderita yang datanya tidak lengkap.

IV.7. Ijin penelitian dan Ethical clearance


Izin dari direktur rumah sakit dalam hal ini bagian catatan medis serta

persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Biomedis pada Manusia, Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar dilakukan pada penelitian ini.

IV.8 Cara Kerja

IV.8.1. Alokasi subyek

Subjek penelitian yaitu data dari rekam medik pasien yang dirawat di NICU

RS Dr. Wahidin Sudirohusodo yang diduga mengalami sepsis yang dirawat di NICU

tahun 2010 dan 2011 yang kemudian terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok

dengan hasil biakan darah positif dan kelompok dengan hasil biakan darah negatif.

IV. 8.2. Prosedur penelitian

Pada setiap sampel dilakukan pencatatan :

1. Nomor register, nama, jenis kelamin, umur, berat badan lahir, usia gestasi.

2. Pemeriksaan klinis pada saat pasien masuk rumah sakit yang meliputi ada

tidaknya pemanjangan capillary refill time dan manifestasi perdarahan.

3. Hasil pemeriksaan Absolute Neutrophil Count (ANC).

4. Hasil pemeriksaan biakan darah.

5. Pengumpulan data diambil dari catatan medis kemudian dianalisis.


IV.8.3. Skema alur penelitian

Identifikasi pasien bayi


yang dirawat di NICU
RSWS dengan kecurigaan
besar sepsis dari buku
register pasien divisi
neonatologi tahun 2010-
2011

Pengumpulan data pasien


dengan kecurigaan besar
sepsis yang dirawat di
NICU RSWS tahun 2010
Hasil biakan dan 2011 dari bagian Hasil biakan
darah negatif rekam medis RSWS darah positif

Identifikasi : Identifikasi :

Parameter klinis : Parameter klinis :

1. Pemanjangan CRT 1. Pemanjangan CRT


2. Perdarahan 2. Perdarahan

Parameter laboratorium : Parameter laboratorium :

1. Peningkatan ANC 1. Peningkatan ANC


2. Penurunan ANC 2. Penurunan ANC
Analisis

IV. 9. Identifikasi dan Klasifikasi Variabel

Pada penelitian ini, beberapa variabel dapat diidentifikasi berdasarkan peran

dan skalanya yaitu :

1. Variabel bebas adalah bakteremia yang dibuktikan dengan hasil kutur darah

dan merupakan variabel kategorikal.

2. Variabel tergantung adalah parameter klinis (pemanjangan CRT

danperdarahan)serta peningkatan atau penurunan ANC yang merupakan

variabel kategorikal.

3. Variabel kendali adalah umurdan pemberian antibiotik sebelumnya serta

mikroorganisme selain bakteriyang merupakan variabel kategorikal.

4. Variabel random adalah usia gestasi yang merupakan variabel kategorikal.

5. Variabel antara adalah mekanisme yang menyebabkan munculnya gejala

klinik dan perubahan kadar netrofil yang tidak diamati pada penelitian ini.

IV.10. Definisi operasional dan Kriteria objektif

Definisi operasional

1. Bakteremia adalah adanya bakteri dalam aliran darah yang dibuktikan dengan

hasil biakan darah positif

2. Sepsis adalah respon inflamasi yang bersifat sistemik karena infeksi.


3. Pasien yang mengalami sepsis adalah pasien dengan kecurigaan besar

sepsis karena ditemukan gejala sebagai berikut :

Bayi usia lebih dari 3 hari ;

- Bayi mempunyai dua atau lebih temuan kategori A, yaitu kesulitan

bernapas (misalnya : apnea, frekuensi napas lebih dari 60 kali per menit,

retraksi dinding dada, grunting pada waktu ekspirasi, sianosis sentral),

kejang, tidak sadar, instabilitas suhu, persalinan di lingkungan yang

kurang higienis, kondisi memburuk secara cepat , atau

- Bayi mempunyai tiga atau lebih temuan kategori B, yaitu letargi, tremor,

aktivitas berkurang, iritabel, distensi abdomen, air ketuban

bercampurmekonium, malas minum, tanda-tanda muncul setelah hari ke

empat.

Bayi kurang dari tiga hari :

- Bila ada riwayat infeksi rahim yang ditandai dengan suhu ibu > 380C

dengan kecurigaan infeksi berat (leukosit ibu > 20.000/mm3)atau ketuban

pecah > 18 jam, atau

- Bayi mempunyai dua atau lebih temuan kategori A atau tiga atau lebih

temuan kategori B

4. Parameter klinis adalah pemanjangan CRT dan manifestasi perdarahan yang

dinilai pada pemeriksaan pertamakali.

5. Capillary refill time (CRT) adalah waktu pengisian kembali kapiler yang dinilai

dengan menekan kulit pada sternum atau tumit dengan jari tangan atau ibu

jari selama 5 detik kemudian penekanan dilepas dan dinilai berapa lama

waktu yang dibutuhkan untuk berubah warna (kemerahan) seperti sebelum

dilakukan penekanan dan dinyatakan dalam detik.


6. Perdarahan yaitu bila ditemukan perdarahan spontan berupa peteki,

ekimosis, hematom, melena, muntah/cairan lambung berwarna coklat atau

hitam.

7. Umur adalah umur kronologis pasien yang dihitung sejak bayi lahir dan

dinyatakan dalam jam atau hari.

8. Usia gestasi adalah taksiran umur kehamilan yang dinilai berdasarkan HPHT

(hari pertama haid terakhir) atau dengan menggunakan Ballard score dan

dinyatakan dalam minggu.

Kriteria objektif :

1. Capillary refil time memanjang jika lebih dari 3 detik.

2. Absolute neutrophil count (ANC) : menggunakan reference ranges dari

Manroe dkk, yaitu :

Meningkat bila :

Kadar netrofil bayi ≥ 5400/mm3( umur 0sampai 12 jam)

Kadar netrofil bayi ≥ 14000/mm3 (umur 12 - 48 jam)

Kadar netrofil bayi ≥ 5400/mm3 ( umur diatas 48 jam)

Menurun, bila kadar netrofil bayi < 1800/mm3

(Shirazi, 2010)

3. Hasil biakan darah positif bila ditemukan ada pertumbuhan bakteri.

4. Hasil biakan darah negatif bila tidak ada pertumbuhan bakteri.

5. Usia gestasi : Kurang bulan, jika usia gestasi < 37 minggu

Cukup bulan, jika usia gestasi 37 – 42 minggu

Lebih bulan, jika usia gestasi lebih dari 42 minggu

IV.11. Metode Analisis


Datayang diperoleh dari catatan medis dikelompokkan berdasarkan tujuan

dan jenis data kemudian dianalisis denganmetode statistik yang sesuai, yaitu :

1. Analisis Univariat : Digunakan untuk deskripsi karakteristik data dasar

penelitian berupa frekuensi dan distribusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat :

a. Menentukan kemaknaan hubungan masing-masing parameter klinis dan

laboratorium dengan hasil biakan darah dengan uji X2 atau Fisher Exact

test.

b. Menghitung crude odds ratio dengan Confident Interval 95% untuk

menentukan besarnya peluang hasil biakan darah positif.

Hasil uji hipotesis ditetapkan sebagai berikut :

1. Tidak bermakna, bila nilai p > 0,05

2. Bermakna, bila p ≤ 0.05

3. Sangat bermakna, bila p < 0,01

4. Odds ratio> 1 dengan CI 95% menunjukkan bahwa faktor yang diteliti

memang merupakan faktor prediktor.

5. Odds ratio = 1 dengan CI 95% menunjukkan bahwa faktor yang diteliti

bukan merupakan faktor prediktor dan faktor protektif

6. Odds ratio < 1 dengan CI 95% menunjukkan bahwa faktor yang diteliti

merupakan faktor preventif.

3. Analisis multivariat :Analisis ini digunakan bila pada analisis bivariat ditemukan

lebih dari satu faktor prediktor yang mempunyai hubungan bermakna dengan

hasil biakan darah positif. Secara rinci, analisis multivariat bertujuan untuk :

1. Menentukan faktor prediktor mana yang secara independen mempunyai

hubungan dengan hasil biakan darah.


2. Menentukan besarnya taksiran peluang masing-masing faktor dalam

memprediksi hasil biakan darah setelah mengontrol faktor-faktor lain dengan

menggunakan adjusted odds ratio (AOR).

3. Mendapatkan suatu model regresi logistik yang dapat digunakan untuk

menentukan probabilitas bakteremia berdasarkan keberadaan faktor

prediktor tersebut.

Analisis ini menggunakan analisis regresi ganda logistik (logistic multiple

regression analysis), dengan nilai p entry 0,15 dan nilai p remove 0,20.

BAB V

HASIL PENELITIAN

V.1. Jumlah Sampel

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013

dan telah diteliti 120 sampel yang memenuhi kriteria penelitian, terdiri dari 61subyek

yang terbukti bakteremia (hasil kultur (+)) dan 59subyek yangtidak terbukti

bakteremia (hasil kultur (-)).

V.2. Karakteristik Sampel

Karakteristik sampel pada kelompok yang terbukti bakteremia dan tidak

terbukti bakteremia dapat dilihat pada tabel 1.


Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian :

Kelompok
Karakteristik pasien n = 120
Bakteremia (+) Bakteremia (-)
n (%) = 61(50,8) n (%) = 59(49,2)
Jenis kelamin :
Laki-laki 34 (55,70) 40 (67,80)
Perempuan 27 (44,30) 19 (32,20)
Usia gestasi :
Cukup bulan 51 (83,60) 47 (79,70)
Kurang bulan 10 (16,40) 12 (20,30)
Perdarahan :
Ada 30 (49,20) 6 (10,20)
Tidak ada 31 (50,80) 53 (89,80)
CRT :
Memanjang 22 (36,10) 3 (5,10)
Normal 39 (63,90) 56 (94,90)
ANC :
Menurun 4(6,60) 2 (3,40)
Normal 14(23) 43(72,90)
Meningkat 43(70,50) 14(23,70)

Dari 120 sampel yang diteliti, terdiri dari 74 (61,70%) subyek laki-laki dan 46

(38,30%) subyek perempuan. Pada kelompok bakteremia (+), terdapat 34 (55,70%)

subyek laki-laki dan 27 (44,30%) subyek perempuan, sedangkan pada kelompok

bakteremia (-), terdapat 40 (67,80%) subyek laki-laki dan 19 (32,20%) subyek

perempuan. Pada kelompok bakteremia (+) terdapat 51 (83,60%) subyek cukup

bulan dan 10 (16,40%) subyek kurang bulan, sedangkan pada

kelompokbakteremia(-),terdapat 47 (79,70%) subyek cukup bulan dan 12 (20,30%)

subyek kurang bulan.

Pada kelompok bakteremia (+) terdapat 30(49,20%) subyek yang mengalami

perdarahan dan 31 (50,80%) yang tidak mengalami perdarahan, sedangkan pada

kelompok bakteremia (-) terdapat 6(10,20%) subyek yang mengalami perdarahan

dan 53 (89,80%) subyek yang tidak mengalami perdarahan.


Pada kelompok bakteremia (+) terdapat 22 (36,10%) subyek yang mengalami

pemanjangan CRT dan 39 (63,90%) mempunyai CRT normal. Sedangkan pada

kelompok bakteremia (-), terdapat 3 (5,10%) subyek yang mengalami pemanjangan

CRT dan 56 (94,90%) mempunyai CRT normal.

Pada kelompok bakteremia (+) terdapat 4(6,60%) subyek mengalami

penurunan ANC,14 (23%) subyek mempunyai ANC normal, dan 43 (70,50%) subyek

mengalami peningkatan ANC. Pada kelompok bakteremia (-),terdapat 2 (3,40%)

subyek mengalami penurunan ANC, 43 (72,90%) subyek mempunyai ANC normal,

dan 14 (23,70%) subyek mengalami peningkatan ANC.

V.3. Penjaringan faktor-faktor yang berhubungan dengan bakteremia

Penjaringan faktor-faktor yang berhubungan dengan bakteremia

menggunakan analisis bivariat.

Analisis hubungan antara jenis kelamin denganbakteremia dapat dilihat pada

tabel 2 :

Tabel 2. Hubungan antara jenis kelamin terhadap bakteremia

Bakteremia

Jenis kelamin Positif Negatif Total

Laki-laki 34 (45,90%) 40 (54,10%) 74 (100%)


Perempuan 27 (58,70%) 19 (41,30%) 46 (100%)
Total 61 (50,80%) 59 (49,20%) 120 (100%)
Chi-square x2= 1,845 df=1 p=0,174

Frekuensi kejadian bakteremia pada subyek laki-laki sebesar 45,90% dan

anak perempuan 58,70% sedangkan frekuensi kejadian tanpa bakteremia pada laki-

laki 54,10% dan perempuan 41,30%. Secara statistik tidak ada perbedaan bermakna

antara kedua kelompok tersebut dengan nilai p=0,174 (p>0,05). Nilai crude odds
ratio (COR) = 1,6 dengan interval kepercayaan 95% atau 95% confidence interval

(95% CI) = (0,79-3,51). Ini berarti jenis kelamin bukan merupakan faktor prediktor

bakteremia.

Analisis hubungan antara usia gestasi dengan bakteremia dapat dilihat pada

tabel 3.

Tabel 3. Hubungan antara usia gestasi dan bakteremia


Bakteremia

Usia gestasi Positif Negatif Total

Cukup bulan 51 (52%) 47 (48%) 98 (100%)


Kurang bulan 10 (45,50%) 12 (54,50%) 22 (100%)
Total 61 (50,80%) 59 (49,20%) 120 (100%)

Chi-square X2 = 0,312 df = 1 p=0,577

Frekuensi kejadian bakteremia pada subyek cukup bulan sebesar 52% dan

kurang bulan 45,50% sedangkan frekuensi kejadian tanpa bakteremia pada cukup

bulan 48% dan kurang bulan 54,50%. Secara statistik tidak ada perbedaan

bermakna antara kedua kelompok tersebut dengan nilai p=0,577 (p>0,05). Hal Ini

berarti usia gestasi bukan merupakan faktor prediktor bakteremia.

Analisis hubungan antara CRT danbakteremia dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Hubungan antara CRT dengan bakteremia

Bakteremia

CRT Positif Negatif Total

Memanjang 22 (88%) 3 (12%) 25 (100%)


Normal 39 (41,10%) 56 (58,90%) 95 (100%)
Total 61 (50,80%) 59 (49,20%) 120 (100%)
Chi-square x2 = 17,454 df=1 p=0,000

Frekuensi kejadian bakteremia pada subyek yang mengalami

pemanjangan CRT sebesar 88% dan CRT normal sebesar 41,10%, sedangkan

frekuensi kejadian tanpa bakteremia pada subyek yang mengalami pemanjangan

CRT sebesar 12% dan CRT normal 58,90%. Analisa statistik memperlihatkan

bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok tersebut dengan nilai

p=0,000 (p<0,05). Nilai crude odds ratio (COR) = 10,53 dengan interval kepercayaan

95% atau 95% confidence interval (95% CI) = (2,95-37,63). Hal ini berarti bahwa

subyek yang mengalami pemanjangan CRT mempunyai kemungkinan10,53 kali

lebih besar mengalami bakteremia dibandingkan dengan subyek dengan CRT

normal.

Analisis hubungan antara kejadian perdarahan dengan bakteremia dapat

dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Hubungan antara perdarahan dengan bakteremia

Bakteremia

Perdarahan Positif Negatif Total

Ada 30 (83,30%) 6 (16,70%) 36 (100%)


Tidak ada 31 (36,90%) 53 (63,10%) 84 (100%)
Total 61 (50,80%) 59 (49,20%) 120 (100%)

Chi-square x2 = 21,735 df=1 p=0,000


Frekuensi kejadian bakteremia pada subyek yang mengalami perdarahan

sebesar30 (83,30%) dan tidak mengalami perdarahan31 (36,90%) sedangkan

frekuensi kejadian tanpa bakteremia pada bayi yang mengalami perdarahan16,70

% dan tidak mengalami perdarahan 63,10%. Secara statistik terdapat perbedaan

bermakna antara kedua kelompok tersebut dengan nilai p=0,000(p<0,05). Nilai

crude odds ratio (COR) = 8,55 dengan interval kepercayaan 95% atau 95%

confidence interval (95% CI) = (3,20-22,83). Hal ini berarti bahwa subyek yang

mengalami perdarahan mempunyai kemungkinan 8,55 kali lebih besar mengalami

bakteremia dibandingkan dengan subyek yang tidak mengalami perdarahan.

Analisis hubungan antara ANC danbakteremia dapat dilihat pada tabel 6

dan tabel 7.

Tabel 6. Hubungan antara ANCmenurun dengan bakteremia

Bakteremia
ANC Positif Negatif Total
Menurun 4(66,67%) 2 (33,33%) 6(100%)
Normal 14 (24,56%) 43 (75,44%) 57 (100%)
Total 18 (28,57%) 45 (71,43%) 63(100%)

Fisher’s exact p=0,051

Frekuensi kejadian bakteremia pada subyek yang mengalami

penurunanANCsebesar 66,67% dan ANC normalsebesar 24,56%, sedangkan

frekuensi kejadian tanpa bakteremia pada subyek yang mengalami

penurunanANCsebesar 33,33% danANC normal 75,44%. Analisa statistik


memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok

tersebut dengan nilai p=0,051(p>0,05).

Analisis hubungan antara ANC yang meningkat dengan bakteremia dapat

dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Hubungan antara ANC meningkat dan bakteremia

bakteremia
ANC Positif Negatif Total
Meningkat 43(75,40) 14 (24,60%) 57(100%)
Normal 14(24,56%) 43 (75,44%) 57 (100%)
Total 57(50%) 57 (50%) 114(100%)

Chi-square x2 = 29.509 df=1 p=0,000

Frekuensi kejadian bakteremia pada subyek yang mengalami peningkatan

ANC sebesar 75,40% dan ANC normal sebesar 24,56%,

sedangkan frekuensi kejadian hasil kultur (-) pada subyek yang mengalami

peningkatan ANC sebesar 24,60% danANC normal sebesar75,44%. Analisa

statistik memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kedua

kelompok tersebut dengan nilai p=0,000(p<0,05). Nilai crude odds ratio (COR) =

9,43 dengan interval kepercayaan 95% atau 95% confidence interval (95% CI) =

(4,02-22,136). Hal ini berarti bahwa subyek yang mengalami peningkatan ANC

mempunyai kemungkinan 9,43 kali lebih besar mengalami bakteremia dibandingkan

dengan subyek dengan ANC normal.

V.4. Identifikasi faktor-faktor prediktor bakteremia

V.4.1. Analisis bivariat


Pada analisis tahap 1 (bivariat) didapatkan 3 variabel teridentifikasi

mempunyai hubungan yang bermakna terhadap hasil kultur, yaitu perdarahan,CRT

dan ANCyang meningkat.Untuk menentukan variabel yang benar-benar merupakan

faktor independen, maka dilakukan analisis lebih lanjut dengan analisis multivariat

yaitu analisis regresi logistik.

V.4.2. Analisis multivariat

Tabel 8. Analisis multivariat faktor prediktor bakteremia


No Variabel B S.E df Sig. Exp(B) 95% CI

1 CRT 2,696 0,585 1 0,000 14,815 3,397-


64,621
2 Perdarahan 1,843 0,751 1 0,002 6,313 2,004-
19,884
3 ANC Meningkat 2,228 0,507 1 0,000 9,282 3,439-
25,052

Constanta -1,973 0,416 1 - -


B= koefisien regresi SE.:Standar error Exp(B): Adjusted Odds Ratio

Analisis multivariat memperlihatkan bahwa ketiga variabel tersebut,yakni

perdarahan, CRT dan ANC yang meningkat merupakan faktor – faktor yang secara

independen mempunyai hubungan dengan bakteremia.


Berdasarkan hasil analisis regresi ganda logistik dengan confidence interval

(CI) 95% untuk setiap faktor prediktor di atas maka didapatkan model regresi

sebagai berikut :

en
ℓn = en
= -1,973 + 2,696 (CRT) + 1,843 (PD) + 2,228 (ANC)

Dengan demikian probabilitas bakteremia pada bayi dengan kecurigaan besar

sepsis adalah sebagai berikut :

en = [ , , ( ) , ( ) , ( )]

Keterangan :
ℓn = logaritma natural

en = Probabilitas bakteremia
e = Bilangan natural (2,718)
CRT = Pemanjangan CRT
PD = Perdarahan
ANC = ANC meningkat
Berdasarkan model regresi di atas, probabilitas bakteremia pada bayi dengan

kecurigaan besar sepsis dengan faktor prediktor dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Probabilitas bakteremia dengan faktor prediktor yang ada

Faktor prediktor yang ada Probabilitas bakteremia

Tidak ada faktor prediktor 12,21 %


Pemanjangan CRT 67,34 %
Perdarahan 46,77 %
ANC meningkat 56,36 %
Pemanjangan CRT+Perdarahan 92,85 %
Pemanjangan CRT + ANC meningkat 95,05 %
Perdarahan + ANC meningkat 89,04 %
Pemanjangan CRT+perdarahan+ANC 99,21 %
meningkat

BAB VI

PEMBAHASAN

Sepsis neonatal merupakan suatu kondisi yang serius, dapat berkembang

secara cepat dan menyebabkan kematian bila tidak ditangani secara cepat dan

tepat. Sayangnya, gejala klinis bacterial sepsis pada neonatus seringkali tidak

spesifik sehingga menyulitkan para klinisi untuk memutuskan pemberian antibiotik.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectionaldengan menggunakan data

dari rekam medik untuk menilai parameter klinis yaitu perdarahan dan CRT

sertaparameter laboratorium yaitu ANC sebagai prediktor bakteremia pada bayi-bayi

dengan kecurigaan besar sepsis. Telah diteliti 120 sampel yang terdiri dari 61

subyek dengan hasil kultur (+) dan 59 sampel dengan hasil kultur (-). Analisis

dilakukan terhadap pengaruh faktor jenis kelamin, usia gestasi, perdarahan, CRT

dan ANCterhadap hasil kultur.

Pada penelitian ini, didapatkan perbandingan antara jenis kelamin laki-laki

dan perempuan pada kelompok bakteremia (+) maupun bakteremia (-) tidak berbeda

bermakna dengan nilai p = 0,174 (p>0,05) yang berarti bahwa jenis kelamin tidak

berpengaruh terhadap hasil kultur sehingga jenis kelamin bukan merupakan faktor

perancu pada penelitian ini. Hal ini dapat disebabkan tidak adanya perbedaan antara
jenis kelamin laki-laki dan perempuan dalam hal respon tubuh terhadap invasi

bakteri.

Analisa statistik dalam hal pengaruh usia gestasi terhadap hasil kultur juga

memperlihatkan tidak adanya perbedaan bermakna antara bayi cukup bulan dan

kurang bulan dengan nilai p = 0,577 (p>0,05) yang berarti bahwa usia gestasi juga

tidak mempengaruhi hasil kultur sehingga usia gestasi juga bukan merupakan faktor

perancu pada penelitian ini. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Kayange dkk yang mendapatkan tidak adanya perbedaan bermakna dalam hal jenis

kelamin dan usia gestasi terhadap hasil kultur, baik pada awitan dinimaupun awitan

lambat.

Penelitian deskriptif yang dilakukan oleh Masood dkk (2011) tentang

spektrum klinis pada sepsis neonatal menunjukkan bahwa perdarahan adalah salah

satu gejala klinis yang didapatkan pada bayi yang terbukti mengalami bacterial

sepsis. Pada penelitian ini, frekuensikejadian hasil kultur (+) pada bayi yang

mengalami perdarahan (83,3%) lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang tidak

mengalami perdarahan (36,9%) dengan nilai p <0,05. Nilai crude odds ratio (COR)

= 8,55 dengan interval kepercayaan 95% (3,201-22,827) yang berarti bahwa bayi

yang mengalami perdarahan mempunyai kemungkinan mengalami bakteremia 8,55

kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mengalami perdarahan. Setelah

dilakukan uji statistik selanjutnya dengan analisis multivariat,perdarahan tetap

menjadi faktor prediktor dengan nilai AOR = 6,31, yang berarti bayi dengan

perdarahan mempunyai kemungkinan mengalami bakteremia6,31 kali lebih tinggi

bila dibandingkan dengan bayi yang tidak mengalami perdarahan. Hal ini

dihubungkan dengan kerusakan endotel vaskuler, trombositopenia dan DIC yang

dapat terjadi pada infeksi bakteri.


Frekuensi kejadian hasil kultur (+) pada kelompok bayi yang mengalami

pemanjangan CRT (88%) lebih tinggi daripada frekuensi kejadian hasil kultur (+)

pada kelompok bayi dengan CRT normal (41,10%). Nilai crude odds ratio (COR) =

10,53 dengan interval kepercayaan 95% (2,946-37,633) yang berarti bahwa bayi

dengan pemanjangan CRT mempunyai kemungkinan mengalami bakteremia 10,53

kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang mempunyai CRT normal.Setelah

dilakukan uji statistik selanjutnya dengan analisis multivariat,pemanjangan CRTtetap

menjadi faktor prediktor dengan nilai AOR = 14,82, yang berarti bahwa bayi dengan

pemanjangan CRT mempunyai kemungkinan mengalami bakteremia 14,82kali lebih

tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang mempunyai CRT normal. Hal ini sesuai

denganpenelitian yang dilakukan oleh Spector dkk (1981) menunjukkan bahwa

penurunan perfusi berhubungan secara signifikan dengan hasil kultur (+), demikian

pula sebuah studi yang dilakukan oleh WHO (2003) yang mengidentifikasi

pemanjangan CRT sebagai salah satu faktor yang dapat memprediksi bakteremia

pada neonatus. Pemanjangan CRT menandakan perfusi ke jaringan yang tidak

adekuat, hal ini disebabkan oleh bakteri atau toksin yang dihasilkan akan

mengaktivasi sistem imun dan menyebabkan pelepasan mediator inflamasi yaitu

sitokin, myocard depressan factor, dan metabolit asam arakhidonat. Hal ini akan

menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, gangguan pada miokard, dan

penurunan resistensi vaskuler. Selain itu, infeksi bakteri dapat menganggu sistem

koagulasi, menyebabkan DIC sehingga terjadi oklusi vaskuler yang juga

menyebabkan penurunan perfusi ke jaringan.

Frekuensi kejadian hasil kultur (+) pada kelompok bayi yang mengalami

peningkatan ANC (75,40%) lebih tinggi daripada frekuensi kejadian hasil kultur (+)

pada kelompok bayi dengan ANC normal (24,56%)dengan nilai p<0,05.Nilai crude
odds ratio (COR) = 9,43dengan interval kepercayaan 95% (4,02-22,136) yang berarti

bahwa bayi dengan ANC yang meningkat mempunyai kemungkinan mengalami

bakteremia 9,43 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang mempunyai

ANCnormal. Setelah dilakukan analisis multivariat, ANC yang meningkat tetap

merupakan faktor prediktor dengan nilai AOR = 9,28, yang berarti bahwa bayi

dengan ANC yang meningkat mempunyai kemungkinan mengalami bakteremia 9,28

kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang mempunyai ANC normal.

Terjadinya neutrophilia pada infeksi bakteri dimungkinkan oleh adanya aktivasi

makrofag yang akan menghasilkan GM-CSF sehingga terjadi stimulasi

granulopoiesis dan peningkatan jumlah netrofil ke sirkulasi untuk melakukan

fagositosis. Frekuensi kejadian hasil kultur (+) pada kelompok bayi yang mengalami

penurunan ANC (66,67%) lebih tinggi daripada frekuensi kejadian hasil kultur (+)

pada kelompok bayi dengan ANC normal (24,56%).Namun, setelah dilakukan uji

statistik, didapatkan nilai p = 0,051 (p>0,05). Hal ini berarti bahwa tidak ada

perbedaan bermakna antara kedua kelompok tersebut, sehingga ANC yang

menurun bukan merupakan prediktor bakteremia. Hasil yang didapatkan pada

penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bhandari dkk (2008)yang

menunjukkan bahwa ANC lebih tinggi pada bayi baru lahir yang mengalami sepsis

dibandingkan yang tidak mengalami sepsis,namun hasil yang berbeda dikemukakan

oleh Hornick dkk(2012) yang menemukan adanya hubungan bermakna antara

neutropenia dengan hasil kultur (+) pada sepsis neonatal.Adanya

perbedaankemaknaannilai ANCini kemungkinan dapat disebabkan oleh perbedaan

waktu pengambilan sampel darah ,jika pengambilan darah dilakukan saat awal

penyakit, maka bisa jadi pengerahan netrofil dari sum-sum tulang ke sirkulasi masih

berlangsung sehingga didapatkan netrophilia tetapi jika perjalanan penyakit sudah


cukup lama,sehingga netrofil yang dilepaskan ini terus digunakan untuk fagositosis,

maka lama kelamaan jumlah neutrofil yang ada di sirkulasi akan berkurang,

sehingga dapat terjadi neutropenia. Selain itu, sampel pada penelitian ini pada

umumnya merupakan bayi cukup bulan yang sudah memilki aktivitas granulopoiesis

yang sudah lebih baik dibanding bayi kurang bulan.Pada literatur disebutkan pula

bahwa neutropenia lebih sering terjadi pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri

gram negatif daripada yang disebabkan oleh bakteri gram positif. Namun, lamanya

perjalanan penyakit serta jenis bakteri penyebab tidak dianalisis pada penelitian

ini.Selain itu, pada penelitian ini dapat dilihat bahwa nilai p untuk kemaknaan

netropenia adalah 0,051, suatu nilai yang merupakan titik kritis karena sangat

mendekati 0,05. Sehubungan dengan hal ini, titik potong netropenia yang digunakan

pada penelitian ini adalah kurang dari 1800/mm3, jika titik potong yang digunakan

lebih rendah maka hasil yang didapatkan kemungkinan besar akan menunjukkan

bahwa netropenia mempunyai hubungan yang signifikan dengan hasil kultur.

Kekuatan penelitian ini adalah penelitian ini menggabungkan antara

parameter klinis yang dapat diketahui dengan mudah dari pemeriksaan fisik dengan

ANC yang merupakan jenis pemeriksaan laboratorium yang relatif murah, sehingga

sangat membantu bagi penegakan diagnosis dan penatalaksanaan sepsis neonatal,

khususnya di daerah-daerah dengan sarana penunjang yang minim dan tidak

mempunyai fasilitas pemeriksaan kultur darah. Kekuatan lain dari penelitian ini

adalah kemaknaan masing-masing parameter merupakan kemaknaan yang

independen karena telah dilakukan uji multivariat. Namun demikian, kejadian

bakteremia atau tanpa bakteremia pada penelitian ini berdasarkan hasil kultur darah

yang diperoleh dari laboratorium yang tidak menutup kemungkinan adanya hasil

falsepositive maupun false negative. Kendala yang ditemukan adalah penelitian ini
semata-mata menggunakan data yang telah ada dari rekam medis sehingga

ditemukan beberapa kekurangan, yaitu data yang kurang lengkap atau tidak sesuai

dengan yang dibutuhkan. Hal ini juga merupakan salah satu yang menyebabkan

jumlah sampel kelompok bayi yang mempunyai ANC yang menurun sangat sedikit

(6 sampel) sebab ada beberapa data dari rekam medis yang menunjukkan

neutropenia tetapi tidak dapat diikutkan dalam analisis karena dokumen hasil kultur

tidak ada.
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

VII.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa manifestasi perdarahan,

pemanjangan CRT dan ANC yang meningkat dapat dijadikan sebagai faktor yang

dapat memprediksi adanya bakteremia pada sepsis neonatal.

VII.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disarankan :

1. Perlu membuatdan menguji suatusistem score untuk membantu diagnosis

sepsis bakterial pada neonatus dengan memasukkan peningkatan ANC,

pemanjangan CRT atau manifestasi perdarahan sebagai indikator.

2. Adanya manifestasi perdarahan, pemanjangan CRT dan peningkatan ANC

dapat dijadikan sebagai prediktor bakteremia yang mendukung keputusan

pemberian antibiotik pada bayi yang dicurigai mengalami sepsis neonatal,

khususnya di daerah dengan sarana pemeriksaan penunjang yang minim dan

tidak mempunyai fasilitas pemeriksaan kultur darah

3. Perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan data/dokumen yang lebih

lengkap atau dengan menggunakan data primer untuk membuktikan

kemaknaan neutropenia sebagai prediktor adanya bakteremia pada sepsis

neonatal.
4. DAFTAR PUSTAKA
5.
6.
7. Aminullah, Asril. 2008. Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Buku Ajar Neonatologi.
Edisi 1. Badan Penerbit IDAI. Jakarta.
8. Anwer, Khurshid., Mustafa, Sulthan. 2000. Rapid Identification of neonatal
sepsis, (Online), (http://www.jpma.org.pk diakses 15 Juli 2011).
9. Bahl, Rajiv., Martines, Jose., Ali, Nabeela., Research Prioroties to Reduce
Global mortality From Newborn Infections by 2015, (Online),
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed diakses tanggal 15 Juli 2011).
10. Bhandari, Vineet., Wang, Chao., Rinder, Christine. Hematologic profil of
sepsis in neonates: neutrophil CD 64 as a Diagnostic Marker, (Online),
(http://www.pediatrics.org diakses tanggal 16 juli 2011).
11. Bratawidjaja, Karnen. 2006. Sitokin. Imunologi Dasar. Edisi 7. Balai penerbit
FKUI
12. Chiesa, Claudio., Panero, Alessandra.,Osbon, John., Simonetti, Antonella.
2004. Diagnosis of Neonatal Sepsis : A clinical and Laboratory Challenge,
(Online), (http://www.clinchem.org/cgi diakses tanggal 15 Juli 2011).
13. Christakis, Dimitri. 2009. Neonatal Sepsis : Looking Beyond The Blood
Culture, (Online), (http://www.archpediatrics.com diakses tanggal 18 Juli
2011).
14. Edmond, Karen.,Zaidi Anita. 2010. New Approaches to Preventing,
Diagnosing, and Treating Neonatal Sepsis, (Online),
(http://www.plosmedicine.org diakses tanggal 15 Juli 2011).
15. Enrione, Maria., Powell, Keith. 2008. Sepsis, Septic shock, and Systemic
Inflammatory Response Syndrome.Nelson Textbook of Pediatrics. Saunders
Elsevier. Philadelphia.
16. Epsinosa, Layseca., Gonzalez, Perez., Montes, torres. 2002. Expression of
CD64 as a potential marker of neonatal sepsis, (Online),
(http://www.igproducts.nl diakses tanggal 15 Juli 2011).
17. Gupta,Samir. 2011. Shock and Hypotensionin the Newborn, (online),
(http://emedicine.medscape.com diakses tanggal 20 Desember2011).
18. Hornik, C., Benjamin, D., Becker, K., Li, J., Clark, R. 2012. Use of The
Complete Blood Cell Count in Early Onset Neonatal Sepsis. The Pediatric
Infectious Disease Journal. 31(8) : 799-802.
19. Kayange, Neema., kamugisha, Erasmus., Mwizamhola, Damas.,Mshana,
Stephen. 2010.Predictors of Positive Blood Culture and Deaths Among
Neonates with Suspected Neonatal Sepsis in A tertiarry Hospital, Mwanza-
Tanzania, (Online), (http://www.biomedcentral.com diakses tanggal 15 Juli
2011).
20. Kumar, V., Sharma, A. 2010. Neutrophils : Cinderella of Innate immune
System. International Immunopharmacology. 10 (2010) :1325-1334.
21. Lokeshwar, M.R., Shah, Nitin., Manglani, Mamta. 2003. Immunohematology
of Neonatal Sepsis, (Online), (http://www.pedblood.org diakses tanggal 15 Juli
2011).
22. Manucha, V., Rusia, U., Sikka, M. 2002. Utility of Hematological Parameters
and C-Reaktive Protein in The Detectionof neonatal Sepsis, (Online),
(http://www.onlinelibrary.wiley.com diakses tanggal 16 Juli 2011).
23. Masood, K., Butt, Naeem., Sharif, Saadia. 2011. Clinical Spectrum of early
Onset neonatal sepsis. Annals.17: 27-30
24. Mishra, UK., Jacobs, SE., Doyle, LW., Garland, SM. 2005. Newer Approaches
to The Diagnosis of Early Onset Neonatal Sepsia, (Online),
(http://www.fn.bmj.com diakses tanggal 15 Juli 2011).
25. Melvan, Nicholas., bagby, Gregory., 2010. Neonatal Sepsis and Neutrophil
Insufficiencies, (Online), (http://www.ingentaconnect.com diakses tanggal
26. NNF Teaching Aids : Newborn Care ; Neonatal Sepsis, (Online),
(http://www.newbornwhocc.orgdiakses tanggal15 Juli 2011).
27. Ohlin, Andreas.2010. Aspects on Early Diagnosis of Neonatal Sepsis,
(Online), (http://www.publications.oru.se diakses tanggal 18 Juli 2011)
28. Okascharoen, Chusak., Sirinavin, Sayomporn., Thakkinstin, Ammarin. 2005.
A Bedside Prediction-Scoring Model for Late onset neonatal Sepsis, (Online),
(http://www.nature.com diakses tanggal 15 Juli 2011.
29. Osrin, David., Vergagno, Stefania, Costello, Anthony. 2004. Serious Bacterial
in Newborn Infants in Developing Countries, (Online), (http://www.mira.org
diakses tanggal 5 Agustus 2011).
30. Spector,Stephen., Ticknor, Warren., Grosssman, Moses. 1981. Study of the
Usefulness of Clinical and hematologicalFindings in the Diagnosisog neonatal
bacterial Infection, (Online), (http://cpj.sagepub.com diakses tanggal 20 Juli
2011).
31. Stoll, Barbara. 2008. Infection of The Neonatal infants.Nelson Textbook of
Pediatrics. Saunders Elseviers. Philadelphia.
32. Stoll, Barbara., Hansen, nellie., Sanchez, Pablo. 2011. Early Onset Neonatal
Sepsis : the burden of Group B Streptococcal and E. Coli Disease Countries,
(Online), (http://www.pediatrics.aapublications.org diakses tanggal 10 Agustus
2011).
33. Vergagno, S., Sharland, M., kazembe, P., Mwansambo, C. 2004. Neonatal
Sepsis : An International Perspective, (Online), (http://www.archdschild.com
diakses tanggal 15 Juli 2011).
34. Wynn, L james., Wong, R Hector. Pathophysiology and Treatment of Septic
Shock in Neonates, (on line), (http://www.perinatology.theclinics.com) diakses
tanggal 21 Agustus 2011).
35. Zaidi, Anita., Thaver, Durrane., Khan, Ahmed. 2009. Pathogen Associated
With Sepsis in Newborns and Young Infants in Developing Countries,
(Online), (http://www.journals.lww.com) diakses tanggal 20 Juli 2011).
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.

Anda mungkin juga menyukai