Pendahuluan
Definsi
A. Pengertian cholelitiasis
Cholelitiasis adalah
Kolelitiasis (batu empedu) adalah adanya batu (kaskuli) dalam kandung
empedu berupa batu kolesterol akibat gangguan hati yang mengekresikan
kolesterol (Arief Mansjoer, 2001).Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di
kandung empedu,atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi
utamanyaadalah kolesterol. (Williams, 2003) keadaan dimana terdapatnya batu di dalam
kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al.,
2002). Kolelitiasis merupakan masalah kesehatan yang penting di negara Barat, sedangkan di
Indonesia kolelitiasis baru mendapatkan perhatian (Lesmana, 2009). Diperkirakan lebih dari 95%
penyakit yang mengenai kandung empedu dan salurannya adalah penyakit kolelitiasis (Kumar et
al., 2007).
B. Etiologi
C. ANATOMI FISIOLOGI
1) Anatomi Empedu
Kandung empedu adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan
visceral hepar. Kantung empedu dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk
bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan
dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan
permukaan visceral hati dan arahnya ke atas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai
duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus
hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi kandung empedu
dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
2) Fisiologi Empedu
Kandung empedu berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml.
Kandung empedu mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Untuk membantu proses ini,
mukosanya mempunyai lipatan – lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan.
Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel - sel thorak yang membatasinya juga
mempunyai banyak mikrovilli.
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke
duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar
dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus
biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung
empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum
disalurkan ke duodenum.
D PATOFISIOLOGI
Batu pigmen
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini adalah
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan
terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna adanya enzim glokuronil tranferase bila
bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil
tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini
disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa
menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.
Mekanisme batu pigmen
Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu
↓
Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase
↓
Presipitasi / pengendapan
↓
Berbentuk batu empedu
↓
Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi
Batu kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh dalam
pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan kolesterol sangat
tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).
prev
next
E. Manifestasi klinis
D. Komplikasi
1. Kolesistitis akut dan kronik
2. koledokolitiasis
3. pankabatitis
4. kolangitis
5. abses hati
6. sirosin bilien
7. empiema
8. ikterus obstruktif
F. Pemeriksaan penunjang
prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat
dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus.
Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi.
Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah
berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam
keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang
dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung
empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk
mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk
melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan
isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak
dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami
obstruksi.(Smeltzer, 2002)
kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada
saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang
fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah
kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi
percabangan bilier.(Smeltzer, 2002)
utama.
konsep keperawatan
Pengkajian
3.1.1 Pengumpulan Data
1. Identitas klien/pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan,
pendidikan, agama, suku, alamat, tanggal Masuk Rumah Sakit,
nomor register dan ruangan, serta orang yang bertanggung jawab.
2. Keluhan Utama
Pada pasien kolelitiasis biasanya akan megalami nyeri perut kanan
atas atau dapat juga kolik bilien disertai dengan demam dan ikterus.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien kolelitiasis biasanya akan terdapat gejala seperti perasaan
penuh pada epigastrium kadang-kadang mual dan muntah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Umumnya pasien kolelitiasis mempunyai riwayat nyeri perut kanan
atas dalam jangka waktu yang lama.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada pasien kolelitiasis tidak terpengaruh pada riwayat penyakit
keluarga, karena kolelitiasis bukan merupakan penyakit turunan atau
kelainan bawaan atau kongenital.
6. Pola-pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada umumnya pasien kolelitiasis dapat memenuhi sebagian
besar dari tata laksana kesehatannya karena kolelitiasis tidak
mengganggu persepsi dan tata laksana hidup sehat.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Terdapatnya gangguan dan penurunan absorbsi lemak
menyebabkan pasien kolelitiasis mengalami gangguan
gastrointestinal ringan seperti perasaan mual, kadang-kadang
disertai muntah.
c. Pola eliminasi
Pada umumnya pasien kolelitiasis tidak mengalami gangguan
eliminasi, tetapi warna alvi dan urin berubah warna (alvi menjadi
warna pucat urin menjadi warna gelap).
d. Pola istirahat dan tidur
Akibat dari nyeri perut kanan atas yang tiba-tiba muncul dapat
mengganggu pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur.
e. Pola aktivitas dan latihan
Akibat dari nyeri, mual, muntah, demam, perasaan penuh di
daerah epigastrium dapat mengganggu aktifitas dan latihan
pasien, karena pasien butuh istirahat.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Pada umumnya akan terjadi kecemasan terhadap keadaan
penyakitnya baik oleh pasien itu sendiri maupun keluarga pasien.
g. Pola hubungan peran
Pada umum peran pasien terhadap keluarga ataupun respon
keluarga terhadap keadaan penyakitnya pasien tidak ada
gangguan.
h. Pola reproduksi seksual
Pada umumnya pola reproduksi seksual berpengaruh karena
keadaan penyakit pasien.
i. Pola penanggulangan stress
Pada umumnya pasien kolelitiasis cemas terhadap penyakitnya
keadaan penyakitnya.
j. Pola sensori dan kognitif
Pada umumnya pasien dengan batu empedu tidak terdapat
gangguan pada sensori dan kognitifnya.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan tentang agama dan kepercayaan yang dianut
pasien tentang norma dan aturan yang di jalankan.
a. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan
laboratorium.Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi lekositosis. Apabila terjadi sindrom mirizzi,
akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus koledokus. Kadar fosfatase
alkali serum dan mungkin juga kadar amylase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi
serangan akut.
b. Pemeriksaan ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatic maupun ekstra
hepatic. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis
atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada
duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.
Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih
jelas daripada dengan palpasi biasa.
c. Kolesistografi, untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relative murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu.Cara ini memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan
dibandingkan ultrasonografi. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu.1,16 Penataan hati dengan HIDA, metode ini bermanfaat untuk
menentukan adanya obstruksi di duktus sistikus misalnya karena batu.Juga dapat berguna untuk
membedakan batu empedu dengan beberapa nyeri abdomen akut. HIDA normalnya akan
diabsorpsi di hati dan kemudian akan di sekresi ke kantong empedu dan dapat dideteksi dengan
kamera gamma. Kegagalan dalam mengisi kantong empedu menandakan adanya batu
sementara HIDA terisi ke dalam duodenum.1,17 Computed Tomografi (CT) juga merupakan
metode pemeriksaan yang akurat untuk menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran
empedu dan koledokolitiasis. Walupun demikian, teknik ini jauh lebih mahal disbanding USG.
Percutaneous Transhepatic Cholangiographi (PTC) dan Endoscopic Retrograde
Cholangiopancreatography (ERCP) merupakan metode kolangiografi direk yang amat
bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi bilier dan penyebab obstruksinya seperti
koledokolitiasis.Selain untuk diagnosis ERCP juga dapat digunakan untuk terapi dengan
melakukan sfingterotomi ampula vateri diikuti ekstraksi batu. Tes invasive ini melibatkan
opasifikasi lansung batang saluran empedu dengan 17 kanulasi endoskopi ampula vateri dan
suntikan retrograde zat kontras. Resiko ERCP pada hakekatnya dari endoskopi dan mecakup
sedikit penambahan insidens kolangitis dalam saluran empedu yang tersumbat sebagian.
3.1.4 PENATALAKSANAAN
a) Non Bedah, yaitu :
Therapi Konservatif
- Pendukung diit : Cairan rendah lemak
- Cairan Infus : menjaga kestabilan asupan cairan
- Analgetik : meringankan rasa nyeri yang timbul akibat gejala penyakit
- Antibiotik : mencegah adanya infeksi pada saluran kemih
- Istirahat
Farmako Therapi
Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan batu empedu
terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.
Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien yang karena sesuatu
hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena terdapat kelebihan kolesterol yang tak
dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu
tersedia Kenodeoksikolat dan ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan
sekresi kolesterol, sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut lagi.
Therapi perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3
bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun ,
dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.
Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk kedalam susu skim. Makanan
berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya: buah yang dimasak, nasi atau ketela,
daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi
atau teh. Makanan seperti telur, krim, daging babi, gorengan, keju dan bumbu-bumbu yang
berlemak, sayuran yang membentuk gasserta alkohol harus dihindari. Penatalaksanaan diet
merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap
makanan berlemak dan mengeluarkan gejala gastrointestinal ringan.
BAB 2 TINJAUAN KASUS
Kasus :
pada tanggal 25 november 2019 jam 04.57 pagi melalui unit rawat jalan ,Tn.B dirawat diruang
jantung dengan rujukan Dr.Sugiharto Purnomo,dengan diagnose medis cholelitiasis. pasien
mengatakan nyeri perut bagian kanan hilang timbul sejak 4minggu yang lalu,pasien mengatakan
skala nyeri 6/10 ,sedikit mual, pasien mengatakan takut saat akan dilakukan operasi,pasien
tampak gelisah,cemas. GCS: E=4 M=6 V=5,kesadaran pasien compos mentis, keadaan umum
sedang,ttv pasien: TD: 120/80mmhg, S: 36c,N: 80x/mnt, RR: 18x/mnt,riwayat penyakit dahulu
pasien hipertensi dan diabetes mellitus,pasien akan menjalani tindakan laparatomi oleh
Dr.Sugiharto dan asisten bedah ,dilakukan anestasi umum oleh .
Masalah keperawatan :
1. nyeri akut (pre-op)
2. ansietas (pre-op)
3. ketidakefektifan bersihan jalan napas (post-op)
4. nyeri (post-op)
PENGKAJIAN
Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Usia : 53 Tahun
Agama : Katholik
Status : Menikah
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Jenisanastesi : Umum
Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit sekarang : nyeri perut hilang timbul, mual, muntah, demam.
Pemeriksaan Penunjang
HEMATOLOGI
Hematokrit 45 % 40-52
MCV 84 fL 80 – 100
MCHC 32 g/dL 32 – 36
HEMOSTATIS
KIMIA KLINIK
Rawat inap:
Amlodipin 5mg
Metformint 500mg
Intra operatif:
Miloz 2,5 mg
Ketamin 30 mg
Atrakurium 40 mg
Prosofol 50Mg
Dexametaso 2 amp
Ketorolac 30 mg
Catapres 300/jam
paracetamol 1gr
fentanyi 100mg
Infus RL 2 kolf
ASUHAN KEPERAWATAN PRE OP
DIAGNOSA
Compos mentis
KU : sedang
Setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam 1x24 jam masalah keperawatan nyeri akut b.d
agen-agen fisiologis dibagian dekstra diharapkan dapat teratasi dengan kriteria hasil :
INTERVENSI
IMPLEMENTASI
P : diabdomen kanan
S: 4 /10
T: hilang timbul
- Membantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas bukan pada nyerinya
Hasil : pasien terlihat dapat mengalihkan rasa nyerinya dengan mengobrol dengan perawat.
EVALUASI
S:
- pasien mengatakan penyebab nyerinya karena adanya batu empedu di abdomen dekstra
- Pasien mengatakan sudah paham dengan teknik relaksasi napas dalam
- Pasien mengatakan merasa termotivasi dan senang mendapat dukungan dari perawat.
O:
- P : diabdomen kanan
- Q: Seperti ditusuk tusuk
- R: abdomen sebelah kanan
- S: 4 /10
- T: hilang timbul
- Pasien tampak nyaman dengan posisi yang diberikan
- Pasien terlihat dapat mengalihkan rasa nyerinya dengan mengobrol dengan perawat
- Lingkungan pasien terlihat nyaman dan aman
A: Masalah teratasi
P : Tindakan dihentikan
DIAGNOSA
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam masalah keperawatan ansietas b.d spre oprasi
diharapkan dapat teratasi dengan krtiteria hasil:
IMPLEMENTASI
S:
- Pasien mengatakan percaya kepada perawat dan sudah dapat mengekspresikan perasaannya
kepada perawat
- Pasien mengatakan sudah termotivasi dan mengatakan senang mendapatkan dukungan
perawat
- Pasien mengatakan memahami prosedur operasi yang akan dijalaninya.
O:
A : Ansietas teratasi
P : Tindakan dihentikan
LAPORAN PRE OP
Persiapan administrasi
Persetujuan administrasi ditandatangani oleh pasien atau keluarga & perawat (+)
Persiapan pasien
Persiapan tambahan
Darah (-)
Infus (+) RL
Pemeriksaan Diagnostik
Biopsi (+)
Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin 14,6
Hematokrit 45
Leukosit 9.9
Trombosit H636
Kalium 4.2
Natrium 439
Clorida (-)
Kondisi pasien
TD 120/80 mmHg
N 80 ×/menit
RR 18 ×/menit
S 36 0C
Dr Anastesi : dr T Anesthesi
Data administrasi
Kesadaran pasien
Jalan nafas
Normal : (+)
Intake cairan
DIAGNOSA
0
TTV : TD=111/69 mmHg, S=36 C, N=
65x/menit, RR: 23x/menit.
KU : sedang
TUJUANDANKRITERIAHASIL
IMPLEMENTASI
S:
O:
P : Intervensi dihentikan
MASALAH KEPERAWATAN 2
DIAGNOSA
0
TTV : TD=125/95 mmHg, S=36 C, N=
62x/menit, RR: 20x/menit.
KU : sedang
TUJUANDANKRITERIAHASIL
IMPLEMENTASI
- Membantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas bukan pada nyerinya
Hasil : pasien terlihat dapat mengalihkan rasa nyerinya dengan mengobrol dengan perawat
EVALUASI
S:
O:
P : Intervensi dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart.2013. Keperawatan Medikal Bedah edisi 12. Jakarta. EGC
LAPARAS COPY
CHOLELITIASIS
Di Susun Oleh:
Nama Kelompok:
1. Anis Armilati
2. Asri Agustina
3. Beni Saputra
4. Cindy
5. Denisa Oktavia
6. Aditya Pramono
7. Ahtalita
8. Alfa Ayu Clara T
9. Annisa Oktavia
10. Armiyani