Anda di halaman 1dari 5

1

ILMU KOMUNIKASI ISLAM DALAM


PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU

Disusun Oleh :

Nama : Deviana Nabillah (1730701108)


kelas : Ilmu Komunikasi C (2017)
Dosen : Dr. Ramadhanita Mustika Sari, MA. Hum
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIALDAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
TAHUN 2018/2019
2

A. PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak lepas dari komunikasi.1 Dari mulai bangun tidur
hingga tidur kembali. Tanpa ada komunikasi, manusia tidak bisa mengembangkan pengetahuan
dan peradabannya. Pengetahuan berkembang karena manusia bisa mengembangkan nalar
dan memiliki bahasa sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa, manusia bisa menuliskan hasil-
hasil penemuannya dan tulisan tersebut bisa disebarluaskan kepada orang lain. Kemudian
orang lain membaca, mengkritisi dan melakukan penelitian untuk pengembangan lebih lanjut.
Terjadilah dialektika dan dinamika dalam pengembangan ilmu di antara manusia dan pada
akhirnya, manusia bisa menciptakan peradaban.
Pada awalnya, perkembangan komunikasi manusia amat sederhana, hanya mengandalkan
pada komunikasi lisan (retorika). Seiring dengan perkembangan manusia, maka kebutuhan
manusia terhadap komunikasi semakin berkembang. Bahkan menurut Nasrullah (2015),
sekarang ini kebutuhan manusia terhadap komunikasi tidak hanya berbasis media, melainkan
juga berbasis jaringan dan digital. ilmu komunikasi tumbuh dan berkembang dengan pesat,
ditandai dengan lahirnya beberapa teori komunikasi, menjamurnya teknologi informasi dan
dibukanya beberapa fakultas atau jurusan ilmu komunikasi di berbagai perguruan tinggi baik
skala nasional maupun internasional. Perkembangan tersebut bukan hanya merambah di
wilayah Barat saja, melainkan juga tumbuh dan berkembang di negara-negara muslim.
Ketika ilmu komunikasi dan teknologi informasi berkembang di negara-negara muslim,
bukan berarti tanpa hambatan dan masalah. Munculnya pornografi di media massa, terlibatnya
para pemuda muslim dalam aksi radikalisme akibat terpengaruhi oleh media sosial, plagiarisme,
adanya perilaku kekerasan di kalangan remaja dan anak-anak akibat pengaruh televisi,
merupakan sebagian kecil masalah yang muncul akibat dari pengaruh perkembangan teknologi
informasi. Selain itu, ilmu komunikasi merupakan ilmu yang lahir dari tradisi Barat yang
memisahkan antara agama dengan sains
Ada dua hal pokok yang menyebabkan tema ini menarik untuk diperbincangkan lebih
dalam: Pertama, secara filosofis, bagaimana konstruksi keilmuan komunikasi Islam baik secara
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Islam sebagai sumber ajaran dan sumber ilmu
pengetahuan, apakah hanya diposisikan sebagai labeling terhadap ilmu komunikasi yang sudah
berkembang secara mapan ataukah ada konstruksi baru dari ilmu komunikasi Islam. Kedua,
secara praktis, di kalangan ilmuwan dakwah, ada sebagian yang mencoba menyamakan ilmu
dakwah dengan ilmu komunikasi Islam. Bakti (2015) menyatakan bahwa ilmu dakwah adalah
ilmu komunikasi Islam seperti halnya ilmu tarbiyah menjadi ilmu pendidikan Islam atau ilmu
syari’ah menjadi ilmu hukum Islam. Bakti beralasan bahwa term-term yang ada di ilmu dakwah
memiliki kesamaan dengan term-term yang 4 ada di dalam ilmu komunikasi. Perbedaan hanya
pada pesan komunikasi yang spesifik berupa ke-Islaman. Jika terdapat kesamaan-kesamaan
mengapa kita tidak mau mengatakan bahwa ilmu dakwah adalah ilmu komunikasi Islam.
Adanya persamaan antara ilmu dakwah dengan ilmu komunikasi Islam semakin nampak
ketika Pemerintah melalui Peraturan Menteri Agama RI No. 36 Tahun 2009 tentang Penetapan

1
Komunikasi merupakan gejalainherent (melekat) dengan kehidupan manusia. Berbagai variasi hubungan yang dilakukan
menunjukkan bahwa gejala komunikasi sangat kompleks dan luas, yang melahirkan berbagai macam konsep komunikasi, yakni
komunikasi dengan manusia, komunikasi dengan alam sekitar dan komunikasi dengan Tuhan. Lihat Nina W. Syam (2013, hal. 3).
3

Pembidangan ilmu dan Gelar Akademik di Lingkungan Peguruan Tinggi Agama2 menyatakan
bahwa alumni Fakultas Dakwah bergelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I).
Dua hal pokok itulah yang mendasari tulisan ini. Adapun pendekatan yang digunakan dalam
tulisan ini adalah pendekatan postpositivistik rasionalistik. Pendekatan ini digunakan untuk
mengkonstruk pemaknaan atas realitas sensual, logik ataupun etik. Argumentasi dan
pemaknaan atas realitas, termasuk hasil-hasil penelitian terdahulu, menjadi penting sebagai
landasan pendekatan rasionalistik tersebut. Kemudian dalam tataran yang lebih praktis,
kontruksi dilakukan secara reflektif dan analisis terhadap berbagai referensi atau bahan bacaan
yang relevan dengan tema pokok yang diangkat (Muhadjir; 2000: 84).

B. Islamisasi Sains Komunikasi

Islamisasi ilmu yang muncul pada abad ke-20 merupakan respons kritis dari ilmuwan
muslim atas peradaban global Barat yang sekuler dan jauh dari nilai-nilai ilahiah. Menurut Ismail
Raji al-Faruqi (1984), salah seorang penggagas gerakan Islamisasi ilmu, menyatakan bahwa
“Islamisasi ilmu adalah mengislamkan disiplin- disiplin ilmu yang sesuai dengan pandangan
Islam”. Sementara, menurut Syed M. Naquib Al-attas (1978), Islamisasi ilmu adalah
“membebaskan manusia dari tradisi magis, mitos, animistik, kultur nasional, dan dari jeratan
sekuler yang membelenggu akal dan bahasa”. Dari dua pendapat tokoh tersebut berarti
Islamisasi ilmu merupakan gerakan untuk mengislamkan disiplin-disiplin ilmu dan
membebaskan manusia dari berbagai tradisi dan pengetahuan yang tidak sesuai dengan nilai-
nilai Islam.

Beberapa kajian tentang komunikasi internasional menunjukkan ada dua karakteristik yang
telah berkembang pada dua dekade terakhir ini yaitu: Pertama, terjadi kecenderungan
etnosentrisme dalam sistem komunikasi massa yang berkembang di dunia dan di negara-
negara industri. Kedua, adanya arus informasi yang “asimetris” di dunia sehingga muncul
ketidakseimbangan dan distribusi kekuasaan yang tidak setara antara negara adikuasa dengan
negara-negara berkembang (Mowlana, 2007:23).

Ismail Raji al-Faruqi (1984:99) memberikan petunjuk teknis untuk melakukan proses
islamisasi tersebut yaitu: 1. Penguasaan disiplin ilmu modern: prinsip, metodologi, masalah,
tema dan perkembangannya. 2. Survey disiplin ilmu 3. Penguasaan khazanah Islam: ontologi 4.
Penguasaan khazanah ilmiah Islam: analisis 5. Penentuan relevansi Islam yang khas terhadap
disiplin-disiplin ilmu 6. Penilaian secara kritis terhadap disiplin keilmuan modern dan tingkat
perkembangannya di masa kini. 7. Penilaian secara kritis terhadap khazanah Islam dan tingkat
perkembangannya dewasa ini. 8. Survey permasalahan yang dihadapi umat Islam 9. Survey
permasalahan yang dihadapi manusia sintesis kreatif.

2
Peraturan Menteri Agama ini telah dicabut dan digantikan dengan Peraturan Menteri Agama RI No. 33 Tahun 2016 tentang Gelar
Akademik Perguruan Tinggi Keagamaan. Dalam peraturan tersebut, alumni dakwah bergelar Sarjana Sosial (S.Sos). Meskipun
gelar ini telah berubah, tetapi masih menimbulkan problem akademik, apakah ilmu dakwah menjadi ilmu sosial atau bagian dari ilmu
sosial, ataukah bagian dari ilmu agama, atau sama dengan ilmu komunikasi Islam (Supena, 2008; Ahmad, 2008; Bakti, 2015).
4

C. Ontologi Ilmu Komunikasi Islam

Ontologi merupakan bagian penting dari filsafat ilmu yang membahas tentang hakekat dari
ilmu pengetahuan. Di dalam ontologi dibahas tentang apa yang dimaksud dengan ilmu, apa
yang membedakan ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dan darimana sumber ilmu
tersebut didapat. Pemahaman ini sejalan dengan pengertian komunikasi yang disampaikan oleh
Carl I. Hovland dalam karyanya “Social Communication” yang memunculkan istilah “Science of
Communication” yang didefinisikan sebagai “suatu upaya sistematis untuk merumuskan dengan
jalan yang setepat-tepatnya asas-asas penyebaran informasi serta pembentukan opini dan
sikap” (Effendy, 2003: 13). Selain itu, objek ilmu komunikasi Islam yang berbeda dengan ilmu
sosial lainnya pada objek formal. Objek formal ilmu komunikasi Islam adalah pesan- pesan
yang disampaikan oleh pengirim pesan (komunikator) berdasarkan kepada Al-Quran dan Al-
Sunah. Artinya pesan yang disampaikan tidak mengandung unsur-unsur yang bisa melanggar
etika maupun norma-norma agama dan masyarakat. Pesan-pesan yang disampaikan
mengandung unsur kebenaran dan bisa dipertanggungjawabkan oleh seorang komunikator.

D. Epistemologi Ilmu Komunikasi Islam

Kata epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “episteme” yang berarti cara dan “logos”
yang berarti ilmu. Dengan demikian, epistemologi berarti ilmu atau pengetahuan tentang cara.
Epistemologi ilmu komunikasi Islam, dibangun atas lima prinsip utama menurut (dalam
Mowlana, 1996: 119-126; Mowlana, 2007: 23-33). Rinciannya3 yaitu: Pertama, prinsip tauhid.
Berdasarkan prinsip tauhid ini, seluruh kegiatan dan etika dalam komunikasi Islam akan jelas
arahannya.

Kedua, prinsip amar ma’ruf nahi munkar. Dalam konteks komunikasi Islam, prinsip amar
ma’ruf nahi munkar dapat dijadikan pegangan oleh para pekerja komunikasi Islam. Para pegiat
media massa contohnya, mereka tidak hanya menjadikan media massa sebagai lahan untuk
bisnis dan media hiburan, tetapi memiliki tanggung jawab sosial untuk membangun individu dan
masyarakat yang lebih Islami.

Ketiga, prinsip ummah. Ummah sebagai organisasi sosial menekankan pada kebersamaan
dan kolektivitas yang berdasarkan kepada ajaran-ajaran Islam. Selanjutnya, kontrak sosial antar
anggota dan pemimpin menjadi basis utama ummah. Kontrak sosial dibentuk tidak berdasarkan
pada kehendak bebas atau pada pilihan bebas, tetapi berdasarkan pada aturan-aturan yang
dikehendaki Allah.

Keempat, prinsip taqwa. Jika pengetahuan teknis, kemampuan manajerial, ketrampilan


komunikasi, dan sebagainya tidak diikat dengan sifat taqwa yang ada pada dirinya, maka
kemampuan-kemampuan tersebut kurang mendapatkan legitimasi yang kuat. Bisa jadi satu
waktu, pelaku tersebut akan menyimpangkan pesan-pesan komunikasi kepada hal-hal yang
melanggar ajaran Islam.

3
Paradigma transcendentalism-existensialism
5

Kelima, prinsip amanah. Kesadaran tentang adanya amanah yang diberikan kepada
manusia menjadi dasar penting dalam komunikasi Islam. Seorang yang melakukan proses
komunikasi atau melakukan pekerjaan komunikasi akan bertindak hati-hati dan penuh
perhitungan manakala menyadari bahwa seluruh aktivitas yang dilakukannya merupakan
amanah yang diberikan Allah kepadanya. Kemudian, seorang yang diberikan amanah juga adalah
seorang yang memiliki kemampuan dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dengan baik.

E. Aksiologi Ilmu Komunikasi Islam

Dalam ajaran Islam, tujuan mencari ilmu bukan hanya untuk mencari kepuasan atau
keingintahuan manusia (curiosity) saja, tetapi juga untuk mengetahui jejak Tuhan di muka bumi
atau vestigia dei (Kartanegara, 2003: 132) atau dalam bahasa yang lain ntuk mendekatkan diri
kepada Tuhan. Menurut Ali Abdul Azhim (1989), tujuan terbesar ilmu dalam Islam adalah
komunikasi dengan Allah, karena Dia merupakan zat yang Maha Tinggi untuk kebenaran,
kebaikan, dan keindahan, sebagaimana firman Allah “dan bagi-Nyalah sifat yang Maha Tinggi di
langit dan di bumi, dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Ar-Rum: 27).

Jika tujuan mencari ilmu dalam Islam tersebut dikaitkan dengan tujuan untuk mempelajari
ilmu komunikasi Islam, maka didapatkan bahwa tujuan dari mempelajari ilmu komunikasi Islam
adalah: Pertama, mengembangkan rasa ingin tahu manusia (curiosity) dalam memahami diri
manusia, masyarakat dan lingkungan. Kedua, menciptakan dan mengembangkan teori-teori
komunikasi yang berlandaskan nilai-nilai Islam, sehingga dalam praktek kita dapat menjadi
pekerja komunikasi yang baik, terampil dan profesional dalam melaksanakan tugas serta dapat
mendekatkan diri kepada Tuhan. Ketiga, membantu manusia dalam mengatasi berbagai
persoalan komunikasi manusia, baik komunikasi dengan Tuhan, manusia, maupun dengan
alam semesta. Keempat, sebagai media manusia dalam mengembangkan kualitas diri dan juga
dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan.

Pencarian diri manusia dapat tercapai manakala manusia secara proaktif mencari informasi
dari berbagai sumber. Informasi amat diperlukan untuk menentukan kemana arah tujuan hidup
yang sebenarnya? Infomasi juga diperlukan manusia untuk menilai kelebihan dan kekurangan
yang dimiliki oleh diri sendiri. Selanjutnya, informasi juga diperlukan untuk menilai lawan bicara
atau orang yang dimintai informasi. Terakhir, informasi diperlukan untuk menentukan sikap atau
tindakan yang akan dilakukan. Dengan demikian, fungsi informasi dalam komunikasi Islam
menjadi faktor penting dalam rangka pencarian identitas manusia.

Anda mungkin juga menyukai