Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Sabun

Pliny (23 – 79) menyebut sabun dalam Historia Naturalis, sebagai bahan cat
rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat di Gaul,
Prancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras.Ia juga menyebut
pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali. Di masa itu sabun
lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih, seperti kata Galen,
ilmuwan Yunani, di abad II.Tahun 700-an di Italia membuat sabun mulai dianggap
sebagai seni. Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun
terkemuka di Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara
berbarengan Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena
berlimpahnya minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an
Nicolas Leblanc, kimiawan Prancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam
meja biasa. Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang. Di
Amerika Utara industri sabun lahir tahun 1800-an. "Pengusaha-"nya mengumpulkan
sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar.Selanjutnya, adonan dituang
dalam cetakan kayu.Setelah mengeras, sabun dipotong-potong, dan dijualdari rumah ke
rumah.Begitupun, baru abad XIX sabun menjadi barang biasa, bukan lagi barang mewah
(Baysinger, 2004).
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan
gliserol.Masing– masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan
rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak
jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi
sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan
gliserol (Baysinger, 2004).
Sifat – sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi
darikomponen asam – asam lemak yang digunakan.Komposisi asam – asam lemak yang
sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada
umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya
karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18
atom karbon membentuk sabun yang sangat sukar larut dan sulit menimbulkan
busa.Terlalu besar bagian asam – asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang
mudahteroksidasi bila terkena udara. Alasan – alasan di atas, faktor ekonomis, dan daya
jual menyebabkan lemak dan minyak yang dapat dibuat menjadi sabun terbatas.
Sabun adalah hasil reaksi dari asam lemak dengan logam
alkali.Hasilpenyabunan tersebut diperoleh suatu campuran sabun, gliserol, dan sisa alkali
atau asam lemak yang berasal dari lemak yang telah terhidrolisa oleh alkali. Campuran
tersebut berupa masa yang kental, masa tersebut dapat dipisahkan dari sabun dengan cara
penggaraman, bila sabunnya adalah sabun natrium, proses pengggaraman dapat
dilakukan dengan menambahkan larutan garam NaCl jenuh. Setelah penggaraman larutan
sabun naik ke permukaan larutan garam NaCl, sehingga dapat dipisahkan dari gliserol
dan larutan garam dengan cara menyaring dari larutan garam. Masa sabun yang kental
tersebut dicuci dengan air dingin untuk menetralkan alkali berlebih atau memisahkan
garam NaCl yang masih tercampur. Sabun kental kemudian dicetak menjadi sabun tangan
atau kepingan dan kepingan. Gliserol dapat dipisahkan dari sisa larutan garam NaCl
dengan jalan destilasi vakum.Garam NaCl dapat diperoleh kembali dengan jalan
pengkistralan dan dapat digunakan lagi (Ralph J. Fessenden, 1992).
Penetapan Sabun terdapat 2 macam, yaitu cara kualitatif dan cara kuantitatif.

a. Penetapan Kualitatif
Penetapan secara kualitatif dilakukan untuk mengetahui apakah sabun
mengandung alkali bebas atau asam lemak bebas.
Cara penetapan :
 Contoh sabun diparut/ dipotong halus
 Timbang sabun sebanyak 0,1 gram sabun, masukkan kedalam tabung rekasi
yang bersih dan kering
 Larutkan sabun dengan 2 ml Alkohol netral (bila perlu dipanaskan diatas
penangas air)
 Kemudian dibubuhi 1-2 tetes indicator PP

b. Penetapan Kuantitatif
 Penetapan kuantitatif dilakukan dengan cara mengamati hasil dari uji
kualitatif
Jika setelah dibubuhi indicator PP larutan sabun tidak berwarna merah
berarti sabun mengandung asam lemak bebas atau netral
 Apabila sabun berwarna merah berarti sabun mengandung alkali bebas

Analisis sabun secara kuantitatif meliputi pemeriksaan :


1. Alkali bebas
2. Asam lemak bebas
3. Alkali total
4. Alkali terikat
5. Asam lemak total
6. Asam lemak terikat
7. Lemak netral yang tidak tersabunkan
8. Zat pemberat/ pengisi
9. Logam minyak/ Minyak Pelikan
10. Kadar air

2.2 Pengertian Sabun


Sabun merupakan senyawa kimia yang dihasikan dari reaksi lemak atau minyak
dengan alkali. Sabun juga merupakan garam-garam monovalen dari asam karboksilat
dengan rumus umunya RCOOM, R adalah rantai lurus (alifatis) panjang dengan jumlah
atom C bervariasi, yaitu antara C12 – C18 dan M adalah kation dari kelompok alkali atau
ion amonium (Austin, 1984).
Sabun adalah garam logam dari asam lemak.
- Pada prinsipnya sabun dibuat dengan cara mereaksikan asam lemak dan alkali
sehingga terjadi reaksi penyabunan
- Reaksi pertama :
Hidrolisa mendidih
Lemak + NaOH Gliserol + Asam lemak
- Reaksi kedua :
Penyabunan
3RCOOH + NaOH RCOONa + H2O
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung
ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat
non-polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya
rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut
dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles),
yakni segerombol (50-150) molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok
dengan ujung-ujung ionnya menghadap ke air (Austin, 1984).

Kegunaan sabun ialah kemempuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga


dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun.
Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat-zat non-polar, seperti
tetesan-tetesan minyak. Kedua, ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak
oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain.
Karena tolak-menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat
saling bergabung tetapi tetap tersuspensi (Austin, 1984).

Sabun termasuk dalam kelas umum senyawa yang disebut surfaktan, yakni
senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Molekul surfaktan apa saja
mengandung suatu ujung hidrofobik (satu rantai molekul atau lebih) dan suatu ujung
hidrofilik. Porsi hidrokarbon suatu molekul surfaktan harus mengandung 12 atom karbon
atau lebih agar efektif (Austin, 1984).

Larutan encer sabun selalu terionkan membentuk anion dari alkil karboksilat, yang aktif
sebagai pencuci sehingga sabun alkil natrium karboksilat disebut azt aktif anion. Gugus RCOO
mempunyai sifat ganda, gugus alkil R bersifat hidrofob (menolak air) sedangkan gugus
karboksilat – COO bersifat hidrofil (Harold. 1982).

RCOONa RCOO- + Na+

Larutan sabun selalu trhidrolisa di dalam air sehingga bersifat sedikit alkalis. Dengan
penambahan indikator PP(fenolftalein) selalu berwarna merah muda. Sehingga dalam waktu
bersamaan akan terdapat molekul-moleku RCOONa, RCOOH dan ion-ion RCOO , OH dan
Na+.

RCOONa RCOOH + Na+

Sabun dan asam lemak dapat membentuk :

X RCOOH + Y RCOONa (RCOOH)X (RCOONa)Y

Suhu titer sabun adalah suhu dimana larutan koloid sabun berubah menjadi kasar dan
tidak aktif lagi. Sedangkan titik keruh adalah suhu dimana larutan koloid sabun menjadi keruh
karena terbentuknya dispersi kasar dan larutan sabun menjadi kental sehingga dapat dipilin. Titik
keruh disebut juga suhu pilin. Suhu titer dan titik keruh tidak jauh berbeda dan merupakan
indikasi dimana larutan sabun tidak aktif lagi. Maka untuk penggunaan sebagai detergen, larutan
sabun dipanaskan sampai mendekati suhu titer (Harold. 1982).

Sabun larut dalam alkohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak. Sabun secara koloidal di
dalam air dan bersifat sebagi zat aktif permukaan. R – COOL . Gugus R sebagi alkil bersifat
menolak air (hidrofob) dan gugus – COOL bersifat menarik air (hidrofil) bila L berupa kation
dari Na, K atau NH4. Larutan koloidal akan terbentuk dengan cepat pada suhu makin tinggi
(Harold. 1982).

Larutan asam akan segera menghidrolisa sabun menjadi asam lemak kembali. Di dalam
air dingin berbentuk gumpalan dan di dalam air panas akan melelh dan membentuk lapisan
minyak yang jernih di prmukaan larutan asam.

R – COONa + HCl H+ R – COOH + NaCl

2.3 Sifat-sifat Sabun


a. Sabun larut dalam alcohol dan sedikit larut dalam pelarut lemak
Sabun + air → larutan koloid
b. Dalam air terlarut secara kolodial dan bersifat surfaktan yang terdiri dari
molekul yang suka air (hidrofil) dan tidak suka air (hidrofob)
c. Dalam air sadah (mengandung Ca dan Mg berlebih) mengendap sebagai
sabun kalsium/ natrium.
d. Dalam asam, sabun akan terhidrolisa menjadi asam lemak kembali.
RCOONa + HCl → RCOOH + NaCl
e. Larutan encer sabun terionkan membentuk anion dari alkil karboksilat, yang
aktif sebagai pencuci (ZAP)
f. Hidrolisa dalam air bersifat alkali dan terbentuk molekul RCOONa, RCOOH,
dan ion-ion RCOO-, OH-, dan Na+
g. Panjang rantai alkil akan mempengaruhi sifat fisik sabun seperti derajat
hidrolisa, suhu titer, dan titik keruh. Untuk sabun jumlah C-nya 14,15, dan 17
2.4 Bahan Pembuatan Sabun

Secara teoritis semua minyak atau lemak dapat digunakan untuk membuat sabun.
Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam memilih bahan
mentah untuk membuat sabun. Beberapa bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan
sabun antara lain (Ralph J. Fessenden, 1992).
a. Minyak atau Lemak
Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester
dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan
adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah
wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur
ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat (Ralph J. Fessenden, 1992).
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus
dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun
tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis
minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya :
1. Tallow ( Lemak Sapi )
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan
daging sebagai hasil samping. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan
dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam
pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak
terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer
point pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer point di bawah 40°C
dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari tallow yaitu : asam oleat
40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam miristat 2-8%, asam
linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%.
2. Lard ( Lemak Babi )
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak
jenuh seperti asam oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat
(35-40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial
terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari
lard berwarna putih dan mudah berbusa.
3. Palm Oil ( Minyak Sawit )
Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna
karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus
dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan
bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan
baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.
Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam
linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan
asam miristat 0,5-1%.
4. Coconut Oil ( Minyak Kelapa )
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri
pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui
ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan
asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga
minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik.
5. Palm Kernel Oil ( Minyak Inti Sawit )
Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan
sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam
lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada
minyak kelapa. Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu :
asam laurat 40-52%, asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%,
asam kaprat 3-7%, asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.
6. Palm Oil Stearine ( Minyak Sawit Stearin )
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam
lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak
terbesar dalam minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-32%.
Selain itu juga terdapat asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat
1,2-1,3%, asam laurat 0,1- 0,4%
7. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
8. Castor Oil ( Minyak Jarak )
Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan sebagai kosmetika,
bahan baku pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai massa jenis
0,957-0,963 kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan
176-181 mg KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal
sebagai senyawa ester. Komposisi asam lemak minyak jarak terdiri dari asam
riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat 8,5%, asam linoleat 3,5%, asam stearat
0,5-2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2% (G. Brown, 1973).
9. Olive Oil ( Minyak Zaitun )
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas
tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki
sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa
senyawa yang tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen.
Minyak zaitun juga mengandung triasil gliserol yang sebagian besar di antaranya
berupa asam lemak tidak jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam oleat tersebut
dapat mencapai 55-83 persen dari total asam lemak dalam minyak zaitun.
10. Campuran Minyak dan Lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran
minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur
dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa
memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun
mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi
dari tallow akan memperkeras struktur sabun.
b. Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH,
Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim: 2-Aminoethanol, monoethanolamine,
dengan rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia NH2CH2CH2OH). NaOH, atau
yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang
paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam
pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu
soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam
lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida dari minyak atau lemak (Ralph J.
Fessenden, 1992).
2.5 Fungsi sabun
Fungsi dari sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak
sehingga dapat di buang dengan pembilasan, kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat
sabun yaitu :
a. sabun alkali tanah untuk detergen (zat pencuci) RCOONa, RCOOK,
RCOONH4
b. sabun alkali logam mineral untuk zat tahan air yang tidak permananen
(RCOO)2Ca, (RCOO)2Mg, (RCOO)3Al (Ralph J. Fessenden, 1992).
Sabun yang digunakan sebagai pencuci pada umumnya dibuat dari basa natrium
yang direaksikan dengan asam lemak berantai panjang. Untuk tujuan tertentu sabun dapat
dibuat dari garam kalium, misalnya untuk sabun yang lebih lunak dan lebih larut dalam
air. Cara pembuatan sabun secara singkat dapat diihat sebagai berikut:

Pemasakan minyak/lemak dalam larutan alkali (NaOH atau KOH) pada suhu mendidih
(95 – 100 0C).

O
H2C-O-C-R’ H2C-OH

O NaOH, hidrolisa
HC-O-C-R’’ HC-OH + 3 RCOOH
O pada suhu mendidih
H2C-O-C-R’’’ H2C-OH

Lemak/minyak gliserol asam lemak

penyabunan
RCOOH + NaOH RCOONa

Detergent atau sabun dapat digunakan sebagai pembersih pada air sadah karena
detergent tidak dapat bereaksi dengan air sadah sehingga tidak akan menimbulkan
endapan yang dimungkinkan daapat merugikan. Sedangkan pada sabun tidak dapat
bekerja pada air sadah karena sabun bereaksi pada air sadah yang dapat menimbulkan
kerusakan atau kerak pada baju maupun lantai.

Adapun sebab sabun dan detergen bisa menjadi sebagai pembersih kotoran atau
lemak dikarenakan sabun dan detergen terdiri dari ujung hidrokarbon yang bersifat
hidrokarbon yang bersifat non polar dan ujung satunya besifat polar. Bagian non polar
akan mengelilingin tetesan minyak dan melarutkannya sesuai dengan asas like dissolved
like, sedangkan ujung polar dari molekul tersebut segera akan terlarut dalam air.
Detergent lebih efektif membersihkan kotoran karena kerja detergent tidak dipengaruhi
air sadah. Sedangkan sabun tidak bekerja efektif pada air sadah.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan-Bahan yang digunakan:


1. Etanol
2. Kalsium sulfat
3. Kerosen (Minyak Tanah)
4. Larutan NaCl jenuh
5. Minyak Zaitun
6. Natrium Hidroksida 2N
7. Phenolpthalein
3.2 Alat-Alat yang digunakan:
1. Cawan Penguap 6. Pompa Vakum
2. Batang Pengaduk 7. Gelas Piala
3. Penangas Air 8. Tabung Reaksi
4. Kertas Saring 9. Pipet Tetes
5. Tabung Reaksi 10.Termometer

3.3 Prosedur Percobaan


3.3.1 Persiapan
1. Disiapakan alat dan bahan kimia yang akan digunakan
2. Dibuat larutan NaOH 2N

3.3.2 Pembuatan Sabun


1. Diamabil 34 ml minyak zaitun dan dimasukkan kedalam mangkok.
2. Ditambahkan 36 ml etanol ke dalam mangkok yang telah berisi
minyak zaitun.
3. Ditambahkan 20 ml larutan NaOH 2N sambil diaduk.
4. Mangkok ditutup dengan piring.
5. Dipanaskan campuran dalam mangkok sampai hilang bau dari alkoho
(etanol).
6. Dinginkan campuran dalam mangkok tersebut.
7. Diamati apa yang terjadi dalam cawan penguap.
8. Ditambahkan 120 ml larutan NaCl jenuh kedalam mangkok.
9. Diamati apa yang terjadi.
10. Diaduk campuran dengan baik, kemudian saring zat padat yang
dihasilkan.

3.3.3 Sifat Sabun


1. Dimasukkan 1 ml kerosene dan 10 ml air dalam tabung reaksi.
2. Dikocok campuran tersebut dan catat pengamatan anda.
3. Dimasukkan sedikit sabun kedalam tabung reaksi yang berisi campuran
kerosene dan air.
4. Dikocok dan diamati perubahan
5. Ditamabahkan sedikit sabun dan kocok jika tidak ada perubahan pada
campuran dan catat pengamatan.
6. Dicatat pengaruh penambahan sabun pada campuran tersebut.
7. Diambil tabung reaksi yang bersih, kemudian larutkan sedikit sabun
dalam 5 ml air panas.
8. Ditambahkan 8-10 tetes larutan Kalsium Sulfat.
9. Dicatat pengaruh Kalsium Sulfat terhadap air sabun.
10. Diambil tabung reaksi yang bersih, kemudian larutkan sedikit sabun
dalam 5 ml etanol.
11. Ditambahkan 2 tetes larutan phenolphthalein.
12. Dicatan hasil pengamatan.
3.4 Rangkaian Alat

Gambar 3.1 Rangkaian pompa vakum

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum

4.1.1 Pembuatan Sabun

Tabel 4.1 Hasil Pembuatan Sabun


No Bahan Pengamatan
1. Minyak Zaitun Larutan berwarna kuning
Etanol Dipanaskan pekat
NaOh
2. Larutan berwarna busa putih
Campuran Didinginkan pada bagian atas dan
berwarna kuning pada bagian
bawah
3. Campuran (1) + NaCl Campuran menjadi kental
Campuran + NaCl dan di aduk Menjadi kuning pudar

4.1.2 Sifat-sifat Sabun

Tabel 4.2 Sifat-sifat Sabun


No Bahan pengamatan
1 Kerosene + Air Dikocok Bening cair,
dan minyak tidak
bergabung
2 Kerosen + Air + Putih keruh
Sabun Dikocok
3 Sabun + Air Panas Putih keruh
4 Larutan sabun + kalsium Sulfat Warna menjadi Putih
keruh akan tetapi
terdapat endapan
5 Sabun + etanol Warna masih Putih keruh

6 Sabun + Etanol + phenolphtalein Warna menjadi merah muda


atau pink

4.2 Reaksi-reaksi Yang terjadi

a. Reaksi Etanol dan NaOH

CH3 – CH2 – OH + NaOH CH3 – CH2 – ONa + H2O

Etanol Natrium Natrium Air


Hidroksida Etoksida

Gambar 4.1 Reaksi Etanol dan NaOH

b. Reaksi safonifikasi
Gambar 4.2 Reaksi safonifikasi
4.3 Perhitungan

Pembuatan larutan NaOh 2N dalam 250 ml aquadest


Gr NaOH = 20 gram

4.4 Pembahasan
Safonifikasi merupakan proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan
mereaksikan asam lemak khususnya trigliserida dengan alkali yang menghasilkan
sabundan hasil samping berupa gliserol. Sabun merupakan garam (natrium) yang
mempunyai rangkaian karbon yang panjang. Gugus induk lemk disebut Fatty acids yang
terdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C-12 sampai C-18) yang berikatan membentuk
gugus karboksil. Sabun memiliki sifat yang unik, yaitu pada strukturnya dimana kedua
ujung dari strukturnya memiliki sifat yang berbeda. Pada salah satu ujungnya terdiri dari
natrium hidrokarbon asam lemak yang bersift lipofilik (tertarik pada atau larut lemak dan
minyak) atau basa yang disebut ujung nonpolar sedangkan pada ujung lainnya yang
merupakan ion karboksilat bersifat hidrofilik (tertarik pada atau larut dalam air) atau ujung
polar.

Pada percobaan ini, 34 ml minyak zaitun dimasukkan kedalam mangkok,


kemudian ditambahkan 36 ml etanol dan basa kuat NaOH 2N sebanyak 20 ml. minyak
zaitun berfungsi sebagai bahan baku pembuatan sabun, NaOH yang berfungsi sebagai
pereaksi dan pembuatan sabun berbenruk padat, etanol sebagai pelarut, dan NaCl jenuh
digunakan sebagai agen pengendap dari sabun yang telah terbentuk dan untuk melarutkan
gliserol. Penambahan NaCl berfungsi untuk menurunkan nilai kelarutan dari sabun
sehingga sabun mngendap. Berkurangnya kelarutan sabun ini karena penambahan ion
sejenis (common ion effect), yaitu Na+. pembuatan sabun padat menggunakan NaOH
sebagai pereaksi. Sementara itu, pada pembuatan sabun cair digunakan KOH sebagai
perekasi. Reaksi pembuatan sabun dengan menggunakan larutan alkali NaOH adalah
sebagai berikut :

Gambar 4.3 Reaksi pembuatan sabun padat

NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam idustri sabun,
merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena
sifatnya yang mudah larut dalam air. Sabun dengan berat molekul yang lebih rendah akan
lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan
yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan
larut dalam bentuk ion.
Medium pereaksi yang digunakan dalam bentuk suatu pelarut yaitu etanol. Etanol
digunakan sebagai pelarut karena etanol merupakan suatu pelarut yang baik untuk
senyawa-senyawa organic, dalam hal ini adalah untuk melarutkan minyak zaitun yang
digunakan. Etanola dalah alkohol dengan dua atom C. Etanol merupakan senyawa organic
yang bersifat semi polar karena mengandung gugus OH- dan bersifat nonpolar yaitu CH3+.
Dengan pelarut inilah NaOH terlarut dan dapat bercampur dengan minyak dalam reaksi
peyabunan menghasilkan larutan yang berwarna kuning, berbuih dan terbentuk
endapan-endapat putih. Namun, reaksinya akan berlangsung lama. Setalah ketiga bahan
dicampur maka dilakukan proses pemanasan pada suhu 75 0C. pemanasan pada suhu ini
bertujuan untuk menguapkan etanol. Etanol memiliki titik didih yaitu 78 0C dan pada suhu
tersebut etanol akan menguap. Jika etanol kita panaskan pada suhu diatas 78 0C maka
etanol akan cepat menguap dan proses pereaksian minyak zaitun dan NaOH tidak
berlangsung sempurna. Sedangkan jika dipanaskan pada suhu dibawah 78 0C, etanol akan
lama sekali menguap dan proses reaksi akan erlangsung lama. Dalam proses saponifikasi,
lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Selain itu,
agar rekasi saponifikasi berjalan lebih optimal dan produk yang dihasilkan memiliki
kualitas yang baik, maka campuran minyak dan NaOH harus dipanaskan sambil tetap
dilakukan pengadukan yang bertujuan untuk mempercepat larutan. Proses pencampuran
antara minyak dan alkali kemudian akan memebentuk suatu cairanyang mengental, yang
disebut dengan trace. Tujuan dari diadakannya pemanasan ini adalah untuk meghilangkan
bau etanol dan memepercepat terjadinya reaksi.

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diketahui sifat-sifat sabun,
diantaranya yaitu :

 Berbusa jika dilarutkan didalam air


Dapat dilihat pada pencampuran sabun dengan air panas, terdapat buih-buih, yang
menandakan sabun tesebut bekerja di dalam air.
 Sabun bersifat emulgator
Sabun bersifat emulgator yang mengubah air dan kerosin yang dicampurkan menjadi
homogeny.
 Bersifat basa
Larutan sabuh menjadi warna pink jika diuji dengan indicator phenolphthalein. Yang
menandakan bahwa sabun tersebut bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam
lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun
dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + NaOH
 Tidak mamapu bekerja pada air yang mengandung mineral
Pada percobaan ini digunakan larutan kalsium sulfat. Pada air sadah ini, sabun tidak
bekerja, hal ini ditandai dengan tidak munculnya busa, tetapi timbul dadih-dadih sabun,
yang ,merupakan garamnya. Hal ini terjadi karena ion Ca2+ dapat bereaksi dengan sabun
memebentuk endapan. Sehingga fungsi sabun dalam mengikat kotoran menjadi kurang
atau bahkan tidak efektif.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Sabun dapat dibuat dari reaksi antara minyak dan natrium hidroksida pekat.
2. Sabun bersifat basa, hal ini dibuktikan melalui penambahan Phenolphtalein
kedalam larutan sabun, dan menghasilkan larutan berwarna merah muda.
3. Sabun bersifat emulgator, hal ini dilihat dari kemampuan sabbun menyatukan
larutan air dengan kerosene.
4. Sabun tidak bekerja dengan adanya Ca2+, dapat dilihat dari laruta sabun
ditambah dengan kalsium sulfat mengakibatkan warna keruh, busanya berkurang
dan sabun tetap terpisah.
5.2 Saran

1. Konsentrasi bahan harus tepat.


2. Pembuatan NaOH dilakukan dengan perhitungan yang tepat sehingga jumlah
pemakaian dapat diketahui
3. Saat pendinginan setelah proses pemanasan tidak boleh langsung didinginkan
pada suhu yang sangat dingin, harus di suhu kamarkan terlebih dahulu.
Daftar Pustaka

Austin. Gorge T. 1984. Shereve’s Chemical Process Industries. 5th ed. McGra- Hill Book
Co: Singapura

Baysinger, Grace.Et all. 2004. CRC Handbook Of Chemistry and Physics. 85th ed.

Fessenden, R. J. and Fessenden, J.S. 1990. Kimia Organik 3rd Edition. Penerbit Erlangga :
Jakarta.

Hard, Harold. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Erlangga : Jakarta.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengenalan Sabun


Sabun merupakan bahan logam alkali dengan rantai asam
monocarboxylicyang panjang. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan abun
bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa yang digunakan pada
sabun kerasadalah Natrium Hidroksida (NaoH) dan alkali yang biasa digunakn pada
sabunlunak adalah Kalium Hidroksida (KOH).

Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran kotoran berupa minyak ataupunzat


pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak
denganlarutan alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat
berupalemak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut.Pada saat ini
teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk yang
bervariasi dapat diperoleh dengan mudah dipasaran seperti sabun mandi,sabun cuci
baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga sabunyang
digunakan dalam industri.Kandungan zat zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi
sesuai dengansifat dan jenis sabun. Zat zat tersebut dapat menimbulkan efek baik yang
menguntungkan maupun yang merugikan. Oleh karena itu, konsumen perlu
memperhatikan kualitas sabun dengan teliti sebelum membeli dan
menggunakannya.Pada pembuatan sabun, bahan dasar yang biasa digunakan adalah :
C12– C18 Jika : < C12 : Iritasi pada kulit> C 20 : Kurang larut (digunakan sebagai
campuran). Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air,
dliserin,garam dan impurity lainnya.Semua minyak atau lemak pada dasarnya
dapatdigunakan untuk membuat sabun. Lemak dan minyak nabati merupakan dua
tipeester. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat dari alcohol dan
asamkarboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam palmitat. Lemak padat
mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat, sedangkan minyak, seperti
minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat.Sabun adalah salah satu
senyawa kimia tertua yang pernah dikenal. Sabun sendiri tidak pernah secara aktual
ditemukan, namun berasal dari pengembangan campuran antara senyawa alkali dan
lemak/minyak

Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan
bahan pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan
senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam pembuatan sabun digunakan
untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik.
Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya
natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna.

2.2 Macam Macam Sabun


a. Shaving Cream
Shaving Cream disebut juga dengan sabun Kalium. Bahan dasarnya adalah
campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1.
b. Sabun Cair
Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan
minyak jarak serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejerniha
nsabun, dapat ditambahkan gliserin atau alcohol.
c. Sabun kesehatan
Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar
parfumyang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptic dan bebas dari
bakteriadiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil
anilida,tri-klor carbanilyda, irgassan Dp300 dan sulfur.
d. Sabun Chip
Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen
didalammenggunakan sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi
dengan beberapa pilihan komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan
berbagaicara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling atau menghancurkan
sabunyang berbentuk batangan.
e. Sabun Bubuk untuk mecuci
Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dry-mixing . Sabun bubuk
mengandung bermacam-macam komponen seperti sabun, sodasah, sodium
metaksilat,sodium karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain.

2.3 Macam – Macam Sabun Berdasarkan Ion Yang Dikandungnya


a) Cationic Sabun
Sabun yang memiliki kutub positif disebut sebagai kationic
detergents.Sebagai tambahan selain adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga
mengandung sifat antikuman yang membuat mereka banyak digunakan padarumah
sakit. Kebanyakan sabun jenis ini adalah turunan dari ammonia.
b) Anionic Sabun
Sabun jenis ini adalah merupakan sabun yang memiliki gugus ion negatif.
c) Neutral atau Non Ionic Sabun
Nonionic sabun banyak digunakan untuk keprluan pencucian piring.
Karenasabun jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion apapun, sabun jenis ini
tidak beraksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah. Nonionic sabun
kurangmengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic sabun.

2.4 Bahan Baku Utama Pembuatan Sabun


Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi
dengangliserol. Masing masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak
dengan rantai karbon panjang antara C12(asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada
lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah
menjadisabun melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida
membebaskan gliserol. Sifat sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan
komposisi darikomponen asam asam lemak yang digunakan. Komposisi asam asam
lemak yangsesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantyai dan tingkat
kejenuhan. Padaumumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari
penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai
yang lebih dari 18atom karbon membentuk sabun yang sukar larut dan sulit
menimbulkan busa. Terlalu besar bagian asam asam lemak tak jenuh menghasilkan
sabun yang mudah teroksidasi bila terkena udara. Alasan alasan diatas, factor
ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dibuat menjadi sabun
terbatas.Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya
lebihrendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga
sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur
tinggi.

Jenis-jenis Minyak atau Lemak Jumlah minyak atau lemak yang digunakan
dalam proses pembuatan sabunharus dibatasi karena berbagai alasan, seperti :
kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah
berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain.Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa
dipakai dalam proses pembuatan sabundi antaranya :
 Tallow
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan
daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna,titer (temperatur
solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi,dan bilangan iodin.
Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan
tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat
adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow
berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer padatallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di
bawah 40°C dikenal dengannama grease.
 Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asamlemak
tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~40%).
Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih
dahulu untuk mengurangi ketidak jenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari
lard berwarna putih dan mudah berbusa.
 Palm Oil (minyak kelapa sawit)
Minyak kelapa sawit umumnya digunakansebagai pengganti tallow.
Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buahkelapa sawit. Minyak
kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanyakandungan zat warna
karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun
harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa
sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harusdicampur dengan
bahan lainnya.
 Coconut Oil (minyak kelapa)
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yangsering digunakan dalam
industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh
melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki
kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat,sehingga minyak
kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik.Minyak kelapa juga
memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.
 Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)
Minyak inti kelapa sawitdiperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit
memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat
digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh lebihtinggi dan asam lemak rantai pendek lebih
rendah daripada minyak kelapa.
 Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi
asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana.
Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalahstearin.
 Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marineoil
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
 Castor Oil (minyak jarak)
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat
sabun transparan.
 Olive oil (minyak zaitun)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan
kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun
memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.
 Campuran minyak dan lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari
campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur
dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa
memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun
mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari
tallow akan memperkeras struktur sabun.

Bahan Baku Utama : Alkali


Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah
NaOH,KOH, Na2,CO3, NH4,OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal
dengansoda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak
digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan
sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2,CO3 (abu soda/natrium
karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi
tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak). Ethanolamines merupakan
golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebutdapat digunakan untuk membuat
sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah
berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air.

Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan


sifatmudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun
industridan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang
berbedasering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun
dengan keunggulan tertentu.

2.5 Bahan Bahan Pendukung Pembuatan Sabun


Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan
sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai
sabunmenjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl
(garam) dan bahan-bahan aditif.
a. NaCl
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun.
Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang
terlalu tinggi didalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang
digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl
digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami
pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan
mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh
sabun yang berkualitas.
b. Bahan aditif
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun
yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik
konsumen.Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti
oksidan,Pewarna,dan parfum
c. Builders (Bahan Penguat)
Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara
mengikatmineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain
yang berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan
dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantumenciptakan
kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik
serta membantu mendispersikan danmensuspensikan kotoran yang telah lepas.
Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa senyawa kompleks fosfat,
natrium sitrat, natriumkarbonat, natrium silikat atau zeolit.
d. Pewarna
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan
agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun
membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warnawarna sabun itu
terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange.
e. Parfum
Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum
memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk
sabun.Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi
bilasalah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfumuntuk
sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam
perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapatdikonversikan ke mililiter. Sebagai
patokan 1 g parfum = 1,1ml. Padadasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi
ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum
mempunyai aroma yangsudah dikenal umum di masyarakat seperti aroma mawar
dan aromakenanga. Pada umumnya, produsen sabun menggunakan jenis parfum
yangekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak
ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif inidiimbangi
dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum.Beberapa nama parfum
yang digunakan dalam pembuatan sabundiantaranya bouquct deep water, alpine,
dan spring flower.

2.6 Karakteristik Memilih Bahan Baku Sabun


Ada beberapa karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahandasar
sabun antara lain:
 Warna
Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang
bagusuntuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun.
 Angka Saponifikasi
Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram
kalimhidroksida yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada
satugram minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang
dibutuhkan dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak.

 Bilangan Iod
Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidakjenuhan minyak atau
lemak,semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh.
Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu
untuk mengidentifikasi ketahanan sabun pada suhu tertentu.

2.7 Sifat Sifat Sabun


a) Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akandihidrolisis
parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.CH3(CH2)16
COONa + H2O CH3(CH2)16 COOH + OH-
b) Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwaini
tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih
setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.CH3(CH2)16 COONa +
CaSO4 Na2 SO4 + Ca(CH3 (CH2 )16 COO)2
c) Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimiakoloid,
sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencucikotoran yang
bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyaigugus polar dan non
polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogenCH3(CH2)16 yang bertindak
sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak sukaair) dan larut dalam zat organic
sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut
dalam air.Non polar : CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga
memisahkan kotoran non polar)Polar : COONa+ (larut dalam air, hidrofilik dan juga
memisahkan kotoran polar). Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan
menurunkan tegangan permukaan sehingga aii kain sehingga kain menjadi bersih.
meresap lebih cepat ke permukaan kain.-Molekul sabun akan mengelilingi kotoran
dengan ekornya dan mengikatmolekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi
karena antara molekulkotoran dan molekul sabun membentuk suatu
emulsi.-Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan
menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.
2.8 Metoda Metoda Pembuatan Sabun
Pada proses pembuatan sabun ini digunakan metode metode
untuk menghasilkan sabun yang berkualitas dan bagus. Untuk menghasilkan sabun
itudigunakanlah metode metode, yang mana metode metode ini memiliki kelebihan
kelebihan dan kekurangannya masing masing.
a. Metode Batch
Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH
atauKOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garamgaram
ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yangmengaundung garam,
gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliseroldiperoleh lagi dari proses
penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan
gliserol kemudian dimurnikan dengan air dandiendapkan dengan garam
berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan
campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan
mengapung. Sabun ini dapat dijuallangsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu
sebagai sabun industri yangmurah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti
pasir atau batu apungdalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan
diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk,
sabun obat, sabun16 wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan
melarutkan udara didalamnya).
b. Metoda Kontinu
Metoda kontinu biasa dilakukan pada zaman sekarang, lemak atau
minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis
seperti sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu
ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkandari ujung
yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam inikemudian dinetralkan
dengan alkali untuk menjadi sabun.

2.9 Reaksi Saponifikasi


Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon, =
sabundan –fy adalah akhiran yang berarti membuat). Bangsa Romawi kuno mulai
membuatsabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan campuran lemak
hewandengan abu kayu. Pada abad 16 dan 17 di Eropa sabun hanya digunakan dalam
bidang pengobatan. Barulah menjelang abad 19 penggunaan sabun meluas.Reaksi
pembuatan sabun adalah sebagai berikut : Seperti yang kita ketahui, air adalah
substansi kimia dengan rumus kimia H2O,yaitu molekul yang tersusun atas dua atom
hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak
berwarna, tidak berasa dan tidak berbau padakondisi standar, yaitu pada tekanan 100
kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C).Air sering disebut sebagai pelarut
universal karena air melarutkan banyak zat kimia.Kelarutan suatu zat dalam air
ditentukan oleh dapat tidaknya zat tersebut menandingikekuatan gaya tarik-menarik
listrik (gaya intermolekul dipol-dipol) antara molekul-molekul air.

Gugus - OH pada alcohol di substitusi oleh atom Cl yang berasal dari asam
clorida sehingga membentuk etil klorida serta air. Reaksi di atas serupa dengan
reaksi saponifikasi yang akan di bahas berikut ini.
Sabun dapat dibuat melalui reaksi substitusi lemak dengan basa kuat seperti
yang diuraikan sebelumnya. Reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut:
RCOONa yang merupakan garam dari natrium karboksilat dapat menjadi sabun
apabila R (gugus alkil) yang diikat merupakan gugus alkil yang besar seperti –
C15H31 dan – C 16H33. Hal ini terjadi karena gugus alkil yang besar memiliki sifat
nonpolar, tidak seperti gugus alkil berantai pendek yang lebih bersifat polar. Apabila
sabun larut dalam air akan terbentuk ion RCOO- dengan gugus R yang bersifat
nonpolar dan COO- yang bersifat polar. Gugus R yang terbentuk akan mengikat
pengotor yang umumnya berbentuk lemak yang bersifat nonpolar dan selanjutnya
pada saat air dialirkan, air yang bersifat polar akan menarik gugus nonpolar dari
sabun dan kotoran sehingga kotoran tersebut lepas dari tubuh kita. Karena sabun
dibuat dari bahan baku alami yang berupa lemak, limbahnya tidak berbahaya
terhadap lingkungan karena mudah diuraikan oleh mikroorganisme.

Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan


alkali merupakan larutan yang tidak saling larut (Immiscible). Setelah terbentuk
sabun maka kecepatan reaksi akan meningkat, sehingga reaksi penyabunan bersifat
sebagai reaksi autokatalitik, di mana pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun
lagi karena jumlah minyak yang sudah berkurang.( Bailey’s, 1964 ).
Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis sehingga harus diperhatikan
pada saat penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi panas yang berlebihan.
Pada proses penyabunan, penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH) dilakukan
sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dipanasi untuk menghasilkan sabun cair.
Untuk membuat proses yang lebih sempurna dan merata maka pengadukan harus
lebih baik. Sabun cair yang diperoleh kemudian diasamkan untuk melepaskan asam
lemaknya (Levenspiel, 1972).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi penyabunan, antara lain:


1. Konsentrasi larutan KOH/NaOH
Konsentrasi basa yang digunakan dihitung berdasarkan stokiometri reaksinya,
dimana penambahan basa harus sedikit berlebih dari minyak agar tersabunnya
sempurna. Jika basa yang digunakan terlalu pekat akan menyebabkan terpecahnya
emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen., sedangkan jika basa yang
digunakan terlalu encer, maka reaksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
2. Suhu (T)
Ditinjau dari segi thermodinamikanya, kenaikan suhu akan menurunkan hasil,
hal ini dapat dilihat dari persamaan Van`t Hoff : RTHdTKdΔ=ln ( 1 )
Karena reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis (ΔH negatif), maka
dengan kenaikan suhu akan dapat memperkecil harga K (konstanta keseimbangan),
tetapi jika ditinjau dari segi kinetika, kenaikan suhu akan menaikan kecepatan reaksi.
Hal ini dapat dilihat dari persamaan Arhenius berikut ini (Smith 1987) : k = ARTEe−
(2)
Dalam hubungan ini, k adalah konstanta kecepatan reaksi, A adalah faktor
tumbukan, E adalah energi aktivasi (cal/grmol), T adalah suhu (ºK), dan R adalah
tetapan gas ideal (cal/grmol.K).
Berdasarkan persamaan tersebut maka dengan adanya kenaikan suhu berarti
harga k (konstanta kecepatan reaksi) bertambah besar. Jadi pada kisaran suhu
tertentu, kenaikan suhu akan mempercepat reaksi, yang artinya menaikan hasil dalam
waktu yang lebih cepat. Tetapi jika kenaikan suhu telah melebihi suhu optimumnya
maka akan menyebabkan pengurangan hasil karena harga konstanta keseimbangan
reaksi K akan turun yang berarti reaksi bergeser ke arah pereaksi atau dengan kata
lain hasilnya akan menurun. Turunnya harga konstanta keseimbangan reaksi oleh
naiknya suhu merupakan akibat dari reaksi penyabunan yang bersifat eksotermis
(Levenspiel, 1972).
3. Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk memperbesar probabilitas tumbukan
molekul-molekul reaktan yang bereaksi. Jika tumbukan antar molekul reaktan
semakin besar, maka kemungkinan terjadinya reaksi semakin besar pula. Hal ini
sesuai dengan persamaan Arhenius dimana konstanta kecepatan reaksi k akan
semakin besar dengan semakin sering terjadinya tumbukan yang disimbolkan dengan
konstanta A (Levenspiel, 1987).
4. Waktu
Semakin lama waktu reaksi menyebabkan semakin banyak pula minyak yang
dapat tersabunkan, berarti hasil yang didapat juga semakin tinggi, tetapi jika reaksi
telah mencapai kondisi setimbangnya, penambahan waktu tidak akan meningkatkan
jumlah minyak yang

2.10 Pembuatan Sabun Dalam Industri


 Saponifikasi Lemak Netral
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan
tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan
sendirinya padakondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun
mempengaruhi proses emulsikedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan
pada kecepatan reaksi. Jumlahalkali yang dibutuhkan untuk mengubah paduan
trigliserida menjadi sabun dapatdihitung berdasarkan persamaan berikut
:Trigliserida + 3NaOH 3RCOONa + Gliserin NaOH = [SV x 0,000713] x 100/
NaOH (%) [SV / 1000] x [MV (NaOH)/MV(KOH)Dimana SV adalah angka
penyabunan dan MV adalah berat molekul. Komponen penting pada sistem ini
mencakup pompa berpotongan untuk memasukkan kuantitas komponen reaksi
yang benar ke dalam reaktor autoclave,yangt beroperasi pada temperatur dan
tekanan yang sesuai dengan kondisi reaksi.Campuran saponifikasi disirkulasi
kembali dengan autoclave. Temperatur campurantersebut diturunkan pada
mixer pendingin, kemudian dipompakan ke separator statisuntuk memisahkan
sabun yang tidak tercuci dengan larutan alkali yang digunakan.Sabun tersebut
kemudian dicuci dengan larutan alkali pencuci dikolam pencuci
untuk memisahkan gliserin (sebagai larutan alkali yang digunakan) dari sabun.
Separator sentrifusi memisahkan sisa sisa larutan alkali dari sabun. Sabun murni
(60-63 %TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray dryer untuk
menghasilkan sabundalam bentuk butiran (78-83 % TFM)yang siap untuk
diproses menjadi produk akhir.
 Pengeringan Sabun
Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni)
yangumumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada
sabundikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun
butiran ataulempengan. Jenis jenis vakum spray dryer , dari sistem tunggal
hingga multi sistem,semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan
sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun
murni melalui pipaheat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang
mengalir pada bagian luar pipa. Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan
tersimpan pada dinding ruang vakumdan dipindahkan dengan alat pengerik
sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang
atau butiran. Dryer dengan mulai memperkenalkan proses pengeringan sabun
yang lebih luas dan lebih efisien daripadadryer sistemtunggal.
 Netralisasi Asam Lemak
Reaksi asam basa antara asam dengan alkali untuk menghasilkan
sabun berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida dengan
alkali.RCOOH + NaOH RCOONa + H2O Jumlah alkali (NaOH) yang
dibutuhkan untuk menetralisasi suatu paduanasam lemak dapat dihitung sebagai
berikut : NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak Berat molekul rata
rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan persamaan :MW asam
lemak = 56,1 x 1000/ AVDimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg
KOH yang dibutuhkanuntuk menetralisasi 1 gram asam lemak Operasi sistem
ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan terlebih dihulu menuju
turbodisperser dimana interaksi reaktan reaktan tersebut
mengawali pembentukan sabun murni. Sabun tersebut, yang direaksikan
sebagian pada tahap ini,kemudian dialirkan ke mixer dimana sabun tersebut
disirkulasi kembali hingga netralisasi selesai. Penyelesaian proses netralisasi
ditentukan oleh suatu pengukuran potensial elektrik (mV) alkalinitas. Sabun
murni kemudian dikeringkan denganvakum spray dryer untuk menghasilkan
sabun butiran yang siap untuk diolah menjadi sabun batangan.
 Penyempurnaan Sabun
Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan
dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya ke
dalammixer (analgamator). Campuransabun ini klemudian diteruskan untuk
digiling untuk mengubah campuran tersebur menjadi suatu produk yang
homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah
alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan
potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadisabun
batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan.
Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan
merupakan tahap akhir.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Alat dan Bahan


Alat Bahan
 Kaleng Susu  Minyak Sayur (Kemasan)
 Pembakar Bunsen  NaOH
 Tungku ( Kaki 3)  Air
 Gelas Ukur  Pewarna Bubuk
 Gelas Beker  Parfume
 Timbangan
 Cetakan
 Batang Pengaduk
 Sendok

3.2 Cara Kerja


1. Ukurlah minyak menggunakan gelas ukur sebanyak 35 ml,
2. Timbanglah NaOH sebanyak 15 mg
3. Tambahkan 50 ml air kedalam NaOH dan aduk hingga rata,
4. Masukkan minyak kedalam kaleng susu dan panaskan minyak diatas pembakar
bunsen sambil diaduk-aduk,
5. Setelah minyak mendidih kemudian masukkan larutan NHCL kedalam minyak
tersebut secara perlahan sambil diaduk-aduk terus,
6. Kemudian jika minyak yang sudah dicampur tersebut mendidih, masukkan
pewarna dan farfume secukupnya,
7. Aduk terus hingga warnanya menjadi lebih tua dan larutan mengental,
8. Setelah larutan mengental akan terbentuk gliserol, buang terlebih dahulu gliserol
kemudian masukan kedalam cetakan,
9. Letakkan ditempat yang aman, biarkan selama beberapa hari hingga larutan
tersebut mengeras menjadi sabun.
3.3 Hasil Pratikum
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi
dengangliserol. Masing masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak
dengan rantai karbon panjang antara C12(asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada
lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah
menjadisabun melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida
membebaskan gliserol. Sifat sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan
komposisi darikomponen asam asam lemak yang digunakan. Komposisi asam asam
lemak yangsesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantyai dan tingkat
kejenuhan. Padaumumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari
penggunaanyakarena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang
lebih dari 18atom karbon membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan
busa. Terlalu besar bagian asam asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang
mudah teroksidasi bila terkena udara.

RCOONa yang merupakan garam dari natrium karboksilat dapat menjadi


sabun apabila R (gugus alkil) yang diikat merupakan gugus alkil yang besar seperti –
C15H31 dan – C 16H33. Hal ini terjadi karena gugus alkil yang besar memiliki sifat
nonpolar, tidak seperti gugus alkil berantai pendek yang lebih bersifat polar. Apabila
sabun larut dalam air akan terbentuk ion RCOO- dengan gugus R yang bersifat
nonpolar dan COO- yang bersifat polar. Gugus R yang terbentuk akan mengikat
pengotor yang umumnya berbentuk lemak yang bersifat nonpolar dan selanjutnya
pada saat air dialirkan, air yang bersifat polar akan menarik gugus nonpolar dari
sabun dan kotoran sehingga kotoran tersebut lepas dari tubuh kita. Karena sabun
dibuat dari bahan baku alami yang berupa lemak, limbahnya tidak berbahaya
terhadap lingkungan karena mudah diuraikan oleh mikroorganisme.

Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan


alkali merupakan larutan yang tidak saling larut (Immiscible). Setelah terbentuk
sabun maka kecepatan reaksi akan meningkat, sehingga reaksi penyabunan bersifat
sebagai reaksi autokatalitik, di mana pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun
lagi karena jumlah minyak yang sudah berkurang.( Bailey’s, 1964 ).

Reaksi penyabunan merupakan reaksi


eksotermis sehingga harus diperhatikan pada saat
penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi
panas yang berlebihan. Pada proses penyabunan,
penambahan larutan alkali (KOH atau NaOH)
dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk dan
dipanasi untuk menghasilkan sabun. Untuk membuat
proses yang lebih sempurna dan merata maka
pengadukan harus lebih baik. Sabun yang diperoleh
kemudian diasamkan untuk melepaskan asam
lemaknya (Levenspiel, 1972).
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
 Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah
trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi
dengangliserol.
 Mula-mula reaksi penyabunan berjalan lambat karena minyak dan larutan alkali
merupakan larutan yang tidak saling larut (Immiscible). Setelah terbentuk sabun
maka kecepatan reaksi akan meningkat, sehingga reaksi penyabunan bersifat
sebagai reaksi autokatalitik, di mana pada akhirnya kecepatan reaksi akan menurun
lagi karena jumlah minyak yang sudah berkurang.
 Masing masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai
karbon panjang antara C12(asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada
lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh.
 Campuran trigliserida diolah menjadisabun melalui proses saponifikasi dengan
larutan natrium hidroksida membebaskangliserol
4.2 Saran
 Saat melakukan pemanasan minyak hendaknya api diperhatikan, suhu harus tetap
dijaga agar hasilnya bagus
 Saat gliserol terbentuk, buanglah gliserol-gliserol tersebut agar tidak terlalu banyak
gliserol
 Saat menambahkan pewarna dan pewangi jangan menggunakan terlalu banyak air,
lebih baik menggunakan pewarna bubuk agar tidak mengandung terlalu banyak air
DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/26616864/Laporan-Praktikum-Pembuatan-Sabun
http://yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada-proses-pembuatan-sabun/
http://eprints.undip.ac.id/3662/1/makalah_seminar_soda_Q_pdf.pdf

Austin. Gorge T. 1984. Shereve’s Chemical Process Industries. 5th ed. McGra- Hill
Book Co: Singapura

Baysinger, Grace.Et all. 2004. CRC Handbook Of Chemistry and Physics. 85th ed.

Fessenden, R. J. and Fessenden, J.S. 1990. Kimia Organik 3rd Edition. Penerbit
Erlangga : Jakarta.

Hard, Harold. 1982. Kimia Organik Jilid 2. Erlangga : Jakarta

selalu digunakan ketika menangani bahan atau solusinya.


Reaksi Penyabunan (Saponifikasi) Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan
menggunakan alkali adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang
menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai
berikut : C3H5(OOCR)3 + 3NaOH ->C3H5(OH)3 + 3NaOOCR Reaksi pembuatan
sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin
sebagai produk samping.
F. KESIMPULAN
Sabun mandi adalah surfaktan yang digunakan untuk mencuci dan
membersihkan tubuh dari kotoran-kotoran yang menempel. Berdasarkan jenisnya,
sabun mandi digolongkan menjadi dua, yaitu sabun padat dan sabun cair.
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami.
Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian
ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah, sabun mampu mengangkat kotoran
(biasanya lemak) dari badan dan pakaian. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air
bersabun secara efektif mengikat partikel pengotor dalam suspensi air.
Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam
lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan
alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu
proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa,
menghasilkan gliserol dan sabun mentah.
G. DAFTAR PUSTAKA
o http://kimiaanalis.blogspot.com/2011/12/naoh-natrium-hidroksida.html/
o http://news.cobadulu.com/2012/02/03/sabun-mandi-dan-fungsinya/
o http://otaksainsku.blogspot.com/2012/03/sabun-mandi.html

inShare

Anda mungkin juga menyukai