Anda di halaman 1dari 6

J. Akad. Kim.

5(3): 121-126 August 2016


ISSN 2302-6030 (p), 2477-5185 (e)

BIOETANOL DARI LIMBAH KULIT SINGKONG (Manihot esculenta


Crantz) MELALUI PROSES FERMENTASI

Bioethanol From Waste of Cassava Peel (Manihot esculenta Crantz) Through


Fermentation

*Erna, Irwan Said, dan P. Hengky Abram


Pendidikan Kimia/FKIP - Universitas Tadulako, Palu - Indonesia 94118
Recieved 08 June 2016, Revised 08 July 2016, Accepted 10 August 2016

Abstract
Carbohydrates can be obtained from tubers such as cassava. Cassava is a plant from family
euphorbiaceae and typical tropical plants. Cassava peel is a major waste that contains carbohydrates.
The peel of cassava can be used as an energy source, namely ethanol.The purpose of this study is to
determine the contents of ethanol through the fermentation process of cassava peel where obtainable
from Malino village, Batu Daka West, Tojo Una-Una. The parameters in this study is content of ethanol
that was obtained by fermentation using saccaromyces cerevisiae yeast. The fermentation process was
conducted by varying day of fermentation, 4, 6, 8, and 10 days. The results showed the fermentation of
ethanol with time variation respectively is 4.50, 5.20, 6.00 and 4.00%. In conclusion, it can be said
that the highest ethanol content is 6.00% with the fermentation time of 8 days.
Keywords: cassava peel (Manihot esculenta Crantz); sacharomyces cerevisiae; ethanol

Pendahuluan
Bahan bakar fosil yang digunakan sebagai karbohidrat dengan cara fermentasi glukosa
sumber energi dapat menimbulkan pencemaran dengan menggunakan ragi saccharomyces
lingkungan. Pencemaran lingkungan tersebut cerevisiae (Sriwulan, 2012)
berupa emisi CO2 dan pemanasan global, Bahan yang mengandung karbohidrat dapat
gas rumah kaca seperti CO2, CH4, dan NO2 diperoleh dari umbi-umbian misalnya singkong
yang dapat membentuk lapisan di atmosfir (manihot esculenta crantz atau manihot
sehingga menahan panas yang akan keluar dari utilisima). Singkong merupakan tanaman dalam
bumi akibatnya atmosfir bumi semakin panas family Euphorbiaceae dan tergolong tanaman
(Sunarman & Juhana, 2013). tropis. Masyarakat umum telah menggunakan
Penggunaan bahan bakar fosil selain umbi singkong untuk produksi tepung tapioka
mencemari lingkungan juga memiliki dan sebagai pengganti makanan pokok. Kulit
ketersediaan yang terbatas, sehingga singkong mengandung karbohidrat cukup
menyebabkan krisis energi dunia. Krisis energi tinggi (Rukmana, 1997). Hasil analisa awal
dunia merupakan masalah yang sedang dihadapi kulit singkong yaitu mengandung 36,5% pati
banyak negara termasuk Indonesia. Krisis ini atau amilum (Artiyani & Soedjono, 2011).
terjadi akibat ketergantungan pemenuhan Kulit singkong merupakan bagian kulit luar
energi bahan bakar yang digunakan berasal dari umbi singkong, tidak digunakan pada waktu
bahan bakar fosil. Masalah ini dapat diatasi penggunaan umbi singkong, hanya dijadikan
dengan upaya pemanfaatan sumber energi untuk bahan pakan ternak. Tanaman singkong
alternatif untuk dijadikan sebagai bahan bakar di Indonesia banyak diproduksi dan kulit
(Haryono dkk., 2010). Energi bahan bakar singkong tersedia dalam jumlah yang sangat
alternatif salah satunya adalah bioetanol yang banyak dan belum dimanfaatkan dengan baik.
dapat diproduksi dari bahan yang mengandung Penggunaan singkong sebanyak 18,9 juta ton
*Korespondensi: per tahun. Berarti limbah kulit dalam yang
Erna berwarna putih dapat mencapai 1,5-2,8 juta
Program Studi Pendidikan kimia, Fakultas Keguruan dan ton sedangkan limbah kulit luar yang berwarna
Ilmu Pendidikan, Universitas Tadulako
email: erna.kazayara@yahoo.co.id coklat mencapai 0,04-0,09 juta ton (Hikmiyati
© 2016 - Universitas Tadulako & Yantie, 2008).
121
Volume 5, No. 3, 2016: 121-126 Jurnal Akademika Kimia

Limbah kulit singkong dapat dijadikan stirrer, oven, pompa vakum, blender, 1 set
sebagai sumber energi berupa etanol. Kebutuhan evaporator, alkoholmeter dan spektrofotometer
ethanol semakin meningkat baik sebagai UV-vis T80+Pg-Instrument. Bahan kegiatan
pelarut, desinfektan, bahan baku pabrik kimia yang digunakan yaitu kulit singkong
maupun sebagai energi alternatif pengganti (saccharomyces cerevisiae), HCl (Merck), H2SO4
bahan bakar minyak (BBM). Etanol (C2H5OH) (Merck K GaA), (NH4)2SO4 (ammonium
adalah cairan dari proses fermentasi gula dari sulfat) (Merck), NaOH (Merck), (NH2)2CO2
sumber karbohidrat menggunakan bantuan (urea) (Merck), anthrone, aquades (H2O) dan
mikroorganisme. Bioetanol dapat juga diartikan ragi (Saccharomyces cereviseae).
sebagai bahan kimia yang diproduksi dari
bahan pangan yang mangandung pati, seperti Cara Kerja
ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sagu. Bioetanol Prosedur kerja yang dikembangkan pada
dapat juga dikatakan sebagai bahan bakar dari penelitian ini merupakan modifikasi dari tahap-
minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai tahap produksi bioetanol dari kulit singkong
minyak premium. Etanol merupakan produk yang telah dilaksanakan oleh (Artiyani
hasil fermentasi yang berasal dari sumber & Soedjono, 2011). Beberapa tahap yang
hayati. Bahan baku pembuatan etanol dapat dilakukan dalam penelitian ini adalah :
berasal dari bahan yang mengandung selulosa,
polisakarida, dan monosakarida. Kendala Tahap pendahuluan
dalam proses pembuatan bioetanol yaitu Kulit singkong segar direndam selama 3
mengacu pada empat besar aspek yaitu bahan hari lalu dipotong menjadi bagian-bagian
baku, teknologi konversi, proses hidrolisis, dan yang lebih kecil dan ditimbang sebanyak 4
konfigurasi fermentasi (Sarkar dkk., 2011) kg. Kulit singkong dikeringkan selama 5 hari
Singkong merupakan tanaman yang dan diperoleh kulit singkong kering sebanyak
mudah diperoleh di Sulawesi Tengah salah satu 1,7 kg. Kulit singkong dihaluskan kemudian
daerah penghasil singkong di Sulawesi Tengah diayak dengan menggunakan ayakan 40 mesh.
yaitu di desa Malino Kecamatan Batu Daka Setelah itu, kulit singkong hasil penggilingan
Barat Kabupaten Tojo Una-Una. Selama ini dioven pada suhu ± 105 oC selama 2 jam
masyarakat di desa Malino Kecamatan Batu
Daka Barat mengolah singkong hanya terbatas Tahap Delignifikasi
pada umbinya sementara kulit dari singkong Pretreatmen atau delignifikasi dilakukan
hanya menjadi limbah. Kulit singkong dengan mengambil sebanyak 180 gram serbuk
yang menjadi limbah ternyata masih perlu kulit singkong hasil pengayakan dimasukkan
dimanfaatkan untuk diolah menjadi produk ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan
yang sangat berguna bagi masyarakat, singkong 2160 mL aquades dan 250 mL NaOH 10%,
mengandung karbohidrat tinggi maka perlu dipanaskan dan diaduk dengan menggunakan
dijadikan suatu penelitian mengenai pembuatan stirer selama 30 menit pada suhu 160
bioetanol dari kulit singkong. oC. Selanjutnya larutan disaring dengan
Tulisan ini bertujuan untuk menentukan menggunakan kertas saring. Residu hasil
kandungan etanol melalui fermentasi kulit penyaringan dicuci dengan aquades sampai
singkong yang diperoleh dari desa Malino diperoleh pH netral lalu dioven pada suhu
Kecamatan Batu Daka Barat Kabupaten Tojo 105 oC selama 2 jam kemudian menggerusnya
Una-Una. Parameter dalam penelitian ini adalah hingga halus dengan menggunakan lumpang
kadar etanol yang diperoleh melalui fermentasi dan alu dan mengayaknya dengan menggunakan
dengan menggunakan ragi Saccharomyces ayakan 40 mesh.
cerevisiae.
Tahap Hidrolisis
METODE Hasil delignifikasi selanjutnya dilakukan
Alat dan Bahan proses hidrolisis dengan menimbang 15 gram
Alat dan bahan yang digunakan dalam dari hasil ayakan pada tahap delignifikasi
penelitian yaitu neraca analitik, erlenmeyer, sebanyak 4 kali perlakuan. Masing-masing
gelas kimia, labu ukur, gelas ukur, pipet tetes, sampel tersebut dimasukkan ke dalam gelas
corong, penangas listrik, pH meter, batang kimia dan ditambahkan dengan larutan HCl
pengaduk, aluminium foil, kertas saring, 15%, HCl 7%, H2SO4 15% dan H2SO4 7%
lumpang dan alu, ayakan No.40 mesh, magnet sebanyak 180 mL lalu dipanaskan pada suhu

122
Erna Bioetanol Dari Limbah Kulit Singkong ...............

100 oC selama 2 jam. Larutan disaring dengan yang diperoleh sebesar 4,279% (Artiyani &
menggunakan kertas saring. Filtrat yang Soedjono, 2011).
diperoleh diukur kadar glukosanya dengan Akibat proses delignifikasi ini menyebabkan
menggunakan spektrometer UV-vis. perubahan warna pada serbuk kulit singkong
dari coklat menjadi coklat tua dan massanya
Tahap Fermentasi mengalami penurunan dari 180 gram menjadi
Proses fermentasi dilakukan dengan 153 gram. Proses delignifikasi secara umum
mengambil sebanyak 160 mL filtrat dari hasil dapat dilihat pada Gambar 1.
hidrolisis ditambahkan dengan larutan NaOH
6 M hingga pH-nya menjadi 4,5. Kemudian
ditambahkan dengan 14 gram ammonium
sulfat dan 14 gram NH3SO4 lalu dipasteurisasi
pada suhu 80 oC selama 15 menit. Setelah
itu, ditambahkan dengan ragi (Sacharomyces
cerevisiae) sebanyak 14 gram lalu larutan dibagi
larutan menjadi 4 bagian dan ditutup dengan
aluminium foil kemudian didiamkan selama 4
hari, 6 hari dan 8 hari dan 10 hari pada suhu
27-30 oC.

Tahap Pemisahan
Proses pemisahan dilakukan dengan
memasukkan hasil fermentasi ke dalam
erlenmeyer dan dipasang pada rangkaian alat
evaporator. Pada proses ini dilakukan pemanasan
pada suhu 78 oC. Kemudian masing-masing Gambar 1. Reaksi Delignifikasi pada Kulit
larutan hasil evaporasi ditentukan kadar etanol Singkong (Cardona & Sanchez, 2007)
dengan menggunakan alkohol meter.
Serbuk kulit singkong dari hasil delignifikasi
Hasil dan Pembahasan dicuci kemudian dioven pada suhu 65 oC
Kulit singkong, (Manihot Esculenta Cranz selama 2 jam untuk menghilangkan kadar air
atau Manihot utilissima) merupakan limbah dan selanjutnya dihaluskan kembali untuk
utama pangan. Setiap kilogram singkong dihidrolisis. Proses hidrolisis dilakukan
dapat menghasilkan 15-20% kulit singkong. sebanyak 4 kali perlakuan dengan masing-
Kandungan pati kulit singkong yang cukup masing ditambahkan larutan HCl 15%, HCl
tinggi, memungkinkan digunakan sebagai 7%, H2SO4 15% dan H2SO4 7%. Penggunaan
sumber energi bagi mikroorganisme (Muhiddin jenis dan kosentrasi asam yang berbeda adalah
dkk., 2000) untuk mengetahui asam yang baik untuk
Sampel kulit singkong pada tahap menghidrolisis pati. Hidrolisis dilakukan
pendahuluan didelignifikasi untuk selama 2,5 jam pada suhu 100 oC. Hidrolisis
menghilangkan lignin karena lignin merupakan menyebabkan perubahan warna pada sampel.
polimer yang memiliki dinding yang kokoh Perbedaan perubahan warna larutan setelah
sehingga dapat menghambat proses hidrolisis proses hidrolisis dapat dilihat pada Tabel 1.
dan menghambat pertumbuhan mikroba dalam
proses fermentasi (Gunam dkk., 2010). Proses Tabel 1. Perubahan warna larutan setelah
delignifikasi dalam penelitian ini menggunakan hidrolisis
larutan NaOH 10% karena selain larutan ini
dapat melarutkan lignin dan hemiselulosa juga
dapat menyebabkan pengembangan struktur
selulosa, sehingga selulosa dalam jaringan dapat
dibebaskan (Fitriani dkk., 2013). Larutan
NaOH dengan kosentrasi 10% merupakan
kosentarsi yang optimum dalam memecah pati,
selulosa, hemiselulosa dan komponen lainnya
dalam kulit singkong dengan kandungan lignin Perubahan warna karena selulosa telah
yang tertinggal dalam tepung kulit singkong diubah menjadi glukosa dan perbedaan
hanya sebesar 2,035% dan kadar glukosa perubahan warna disebabkan oleh perbedaan
123
Volume 5, No. 3, 2016: 121-126 Jurnal Akademika Kimia

kekuatan hidrolisis dari masing-masing Filtrat dari hasil hidrolisis dianalisis


asam. Tabel 1 menunjukkan kadar glukosa kadar glukosanya untuk mengetahui asam
maksimum dari hasil hidrolisis yaitu pada yang paling baik digunakan dalam proses
HCl 15% dan H2SO4 15% yang ditandai hidrolisis. Pada penelitian ini analisis kadar
dengan filtrat berwarna coklat tua. Hal ini glukosa menggunakan metode anthrone yang
disebabkan telah terjadi degradasi sempurna merupakan salah satu metode yang digunakan
hemiselulosa maupun selulosa menjadi untuk menentukan kadar gula pereduksi dengan
glukosa. Tetapi kosentrasi asam yang tinggi menggunakan pereaksi anthrone. Metode
akan memepengaruhi kekuatan hidrolisis asam anthrone menggunakan larutan standar dan
yang menyebabkan terjadinya degradasi lanjut larutan blangko. Pembuatan larutan standar
hemiselulosa dan selulosa menjadi karbon. HCl dengan melarutkan 0,2 mg glukosa standar
7% dan H2SO4 7% belum terjadi degradasi dalam 100 mL aquades. Kemudian membuat
sempurna hemiselulosa maupun selulosa deret glukosa yaitu 0 ppm, 40 ppm, 80 ppm
menjadi glukosa yang ditandai dengan filtrat dan 100 ppm untuk memperoleh kurva standar.
berwarna coklat muda (Ariyani dkk., 2013) Selanjutnya membuat larutan blangko sebanyak
Sampel hasil hidrolisis didinginkan 4 kali perlakuan lalu masing-masing larutan
kemudian disaring dengan menggunakan tersebut diambil sebanyak 1 mL kemudian
kertas saring untuk memisahkan filtrat ditambahkan pereaksi anthrone sebanyak
dan residu. Filtrat yang diperoleh diukur 5 mL dan dipanaskan selama 12 menit lalu
kadar glukosanya dengan menggunakan didinginkan dalam wadah berisi air selanjutnya
spektrometer UV-vis. Hidrolisis tujuannya diukur absorbansi larutan pada panjang
untuk mendapatkan glukosa. Gugus H+ dari gelombang 630 nm dengan menggunakan
HCl dalam proses hidrolisis akan mengubah Spektrometer UV-Vis. Hasil pengukuran kadar
serat dari kulit singkong menjadi suatu gugus glukosa secara spektrofotometer dapat dilihat
radikal bebas. Gugus radikal bebas tersebut pada Tabel 2.
akan berikatan dengan gugus OH- dari molekul Tabel 2. Analisis kadar glukosa hasil hidrolisis
air dan menghasilkan glukosa. Jumlah glukosa
yang dihasilkan bergantung pada kosentrasi
larutan penghidrolisis yang digunakan. Jika
dilakukan penambahan konsentrasi suatu
laurtan asam terlalu banyak, maka glukosa yang
dihasilkan akan berkurang. Hal ini disebabkan
banyaknya pembentukan gugus radikal bebas
serat, akan tetapi penambahan konsentrasi
tersebut menyebabkan semakin sedikitnya
molekul air dalam larutan hidrolisis. Sehingga
berkurangnnya kebutuhan gugus OH- sebagai Kadar glukosa terbanyak diperoleh pada
pengikat gugus radikal bebas serat dan HCl 15%. Hal ini disebabkan gugus H+ dari
glukosa yang dihasilkan pula menjadi sedikit HCl membentuk radikal bebas dari serbuk
(Hikmiyati & Yantie, 2008). Mekanisme yang kulit singkong yang kemudian bereaksi dengan
terjadi pada proses hidrolisis kulit singkong gugus OH- dari air dan menghasilkan glukosa
dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 2. (Hikmiyati & Yantie, 2008). HCl 7% jumlah
H+ belum mencukupi sehingga tidak banyak
CH2 O
H
O H+
O
H
C
H 2
O
H

O
H
+
O
H
terbentuk radikal bebas dan glukosa yang
dihasilkan belum maksimal. H2SO4 15%
O
O O
H O
H
O
H O
H O
H
O
H O
H
O
H O

O
H
Selulosa
C
H 2
O
O
H
O
H C
H 2
O
H dan H2SO4 7% kosentrasi asam yang tinggi
untuk asam kuat akan menyebabkan jumlah
air semakin menurun sehingga glukosa yang
O
H C
H O
H C
H 2
O
H O
H
dihasilkan sedikit.
Sampel dengan kadar glukosa tertinggi
2

O O
H
O + H
O
+ H+ O
H + H2 O O
H C
H O
H
O
H
O O
H
O
H
O
H
O
H
O
O
H
dari hasil hidrolisis yaitu 9,9% difermentasi
untuk memperoleh etanol. Sebelum dilakukan
O
H O
H C
H O
H
C
H 2
O
H 2
Glukosa

Gambar 2. Mekanisme Reaksi Hidrolisis Kulit fermentasi filtrat hasil hidrolisis dinaikkan
Singkong (Xiang dkk., 2003) pHnya hingga pH mencapai 4,5 sesuai dengan
pendapat (Azizah dkk., 2012) bahwa kisaran

124
Erna Bioetanol Dari Limbah Kulit Singkong ...............

pertumbuhan mikroba Saccharomyces cerevisiae campurannya berdasarkan titik didihnya.


yaitu pH 3,5-6,5 dan pada pH 4,5 adalah Senyawa yang menguap terlebih dahulu adalah
kondisi pH yang optimal. Selanjutnya sampel etanol karena memiliki titik didih paling
ditambahkan masing-masing 14 gram urea dan rendah yaitu 78,3 oC. Dibandingkan dengan
ammonium sulfat. pelarutnya seperti air yaitu 100 oC (Artiyani
Mikroba yang digunakan pada proses & Soedjono, 2011). Selanjutnya dilakukan
fermentasi yaitu ragi Saccharomyces cerevisiae pengukuran kadar etanol dengan menggunakan
sebesar 14 gram dengan terlebih dahulu alkohol meter. Hasil pengukuran kadar etanol
dilakukan penambahan masing-masing 14 dapat dilihat pada tabel 3.
gram urea dan ammonium sulfat sebagai Tabel 3. Analisis kadar etanol hasil fermentasi
nutrisi dalam proses fermentasi. Selanjutnya
campurannya dipasteurisasi dalam penangas air
dengan menggunakan suhu 30 oC selama 30
menit untuk menambah daya simpan larutan.
Selanjutnya filtrat dibagi dalam 4 bagian untuk
difermentasi dengan variasi hari yaitu 4 hari, 6
hari, 8 hari dan 10 hari. Variasi hari dilakukan
untuk mengetahui lama penyimpan yang baik
untuk menghasilkan kadar etanol. Mikroba Berdasarkan Tabel 3. Dilihat bahwa terjadi
Saccharomyces cerevisiae akan tumbuh optimal peningkatan kadar etanol dari hari ke-4, hari
dalam kisaran suhu 30-35 oC dan puncak ke-6 sampai hari ke-8 hal ini menunjukkan
produksi alkohol dicapai pada suhu 33 oC. bahwa semakin lama fermentasi maka kadar
Suhu yang terlalu rendah akan menyebabkan etanol yang dihasilkan semakin tinggi karena
fermentasi berlangsung lambat, dan pada suhu pertumbuhan mikroba yang semakin cepat.
yang terlalu tinggi menyebabkan mikroba Hari ke-10 terjadi penurunan kadar etanol
Saccharomyces cerevisiae akan mati sehingga karrena pada fermentasi lanjut etanol telah
proses fermentasi tidak dapat berlangsung dikonversi menjadi senyawa lain seperti
(Azizah dkk., 2012). Lama fermentasi asam karboksilat dan lebih lanjut dikonversi
dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang menjadi ester. Hal ini sesuai mekanisme reaksi
secara langsung maupun yang tidak langsung pengubahan alkohol dan asam karboksilat
berpengaruh terhadap proses fermentasi antara menjadi ester seperti yang ditunjukkan pada
lain substrat, suhu, pH, oksigen, dan mikroba reaksi berikut (Prismasiswa, 2014):
yang digunakan dalam proses proses fermentasi
tersebut (Kunaepah, 2008).
Penelitian ini menggunakan ragi
Saccharomyces cerevisiae karena mikroba
Saccharomyces cerevisiae memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan mikroba lain, Kesimpulan
Saccharomyces cerevisiae dapat menghasilkan Fermentasi kulit singkong Kabupaten Tojo
alkohol hingga 2% dalam 72 jam (O’Leary Una-Una menghasilkan kadar glukosa sebesar
dkk., 2004). Mikroba Saccharomyces cerevisiae 9,9% dengan etanol tertinggi sebesar 6,00%
menghasilkan enzim invertase dan enzim zimase pada waktu fermentasi 8 hari. 1.
dengan adanya kedua enzim tersebut mikroba
Saccharomyces cerevisiae dapat mengkorversi gula Ucapan Terima Kasih
menjadi etanol. Gula dari kelompok disakarida Penulis mengucapkan terimakasih kepada
akan dihidrolisis enzim invertase menjadi Lab. Agroteknologi FAPERTA, Lab. FKIP
monosakarida selanjutnya enzim zimase akan KIMIA UNTAD dan semua pihak yang telah
mengkonversi monosakarida menjadi alkohol membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.
dan karbondioksida (Judoamidjojo dkk., 1992) Referensi
Hasil fermentasi dipisahkan dengan Ariyani, E., Ekusumo, E., & Supartono. (2013).
menggunakan evaporator, proses pemisahan Produksi bioetanol dari jerami padi (oryza
dilakukan pada suhu 79 oC dengan bertujuan sativa l.). Jurnal Institut Teknologi Nasional,
untuk memisahkan suatu cairan dari 2(2), 168 – 172.

125
Volume 5, No. 3, 2016: 121-126 Jurnal Akademika Kimia

Artiyani, A., & Soedjono, E. S. (2011). Kunaepah, U. (2008). Pengaruh lama fermentasi
Bioetanol dari limbah kulit singkong dan konsentrasi glukosa terhadap aktivitas
melalui proses hidrolisis dan fermentasi antibakteri, polifenol total dan mutu kimia
dengan saccharonyces cerevisiae. Prosiding kefir susu kacang merah. Thesis, Universitas
Seminar Nasional Manajemen Teknologi Diponegoro.
XIII. Surabaya: FTSP Institut Teknologi
Sepuluh Nopember. Muhiddin, N., Juli, N. & Aryantha, I. N. P.
(2000). Peningkatan kandungan protein
Azizah, N., Al-Baarri, A. N., & Mulyani, kulit umbi kayu melalui proses fermentasi.
S. (2012). Pengaruh lama fermentasi Jurnal Matematika dan Sains, 6(1), 1-12.
terhadap kadar alkohol, pH, dan produksi
gas pada proses fermentasi bioetanol dari O’Leary, V. S., Green, R., Sullivan, B. C.,
whey substitusi kulit nanas. Jurnal Aplikasi & Holsinger, V. H. (2004). Alcohol
Teknologi Pangan, 1(2), 72-77. production by selected yeast strains in lactase
hydrolyzed acid whey. Jurnal Biotecnology
Cardona, A., & Sanchez, O. J. (2007). Feul and Bioengineering, 19(7), 1019-1035.
ethanol production process design trends
and integration opportunities. Bioresource Prismasiswa. (2014). Senyawa karbon.
Technology, 98(12), 45-57. Retrieved from Retrieved from http://
www.primasiswa.com/posts/. Diakses 27
Desember 2014.
Fitriani, Bahri, S., & Nurhaeni. (2013).
Produksi bioetanol tongkol jagung (zea Rukmana, R. (1997). Ubi kayu budidaya
mays) dari hasil proses delignifikasi. Jurnal paskapanen. Jakarta: Kanisius.
Natural Science, 2(3), 66-74.
Sarkar, N., Ghosh, S. K., Bannerjee, S. & Aikat,
Gunam, I. B. W., Buda, K., & Guna, M. Y. K. (2011). Bioethanol production from
S. (2010). Pengaruh perlakuan delignifikasi agricultural wastes: An overview. Jurnal
dengan larutan NaOH dan konsentrasi Renewable Energy, 37, 19-27.
substrat jerami padi terhadap produksi
enzim selulase dari aspergillus niger NRRL Sriwulan, D. (2012). Pembuatan bioetanol dari
A-II, 264. Jurnal Biologi, XIV(1), 55-61. biji durian sebagai energi alternatif. Retrieved
from Retrieved from file:///G:/Proposal%20
Haryono, R. Kurniawan, Nurhayani, A. Titiy/Sriwulan%20D atau%20%20
& Soviyani, D. A. (2010). Pembuatan Pembuatan %20Bioetanol%20. Diakses 27
bioetanol dari bahan berbasis selulosa. Desember 2014.
Jurnal intitut teknologi nasional, 2(4), 1-7.
Sunarman, B., & Juhana, R. (2013).
Hikmiyati, N., & Yantie, N. S. (2008). Pemanfaatan limbah sawit untuk bahan
Pembuatan bioetanol dari limbah kulit bakar energi baru dan terbarukan (ebt).
singkong melalui proses hidrolisa asam dan Jurnal Tekno Intensif Kopwil, 2, 1-14.
enzimatis. Skripsi, Universitas Diponegoro.
Xiang, Q., Lee, Y. Y., Pettersson, P. O., & Torget,
Judoamidjojo, M., Darwis, A. A. & Sa’id, E. R. W. (2003). Heterogeneous aspects of acid
G. (1992). Teknologi fermentasi. Jakarta: hydrolysis of a cellulose. Journal Humana
Rajawali Pers. Press, 107(1), 505-514.

126

Anda mungkin juga menyukai