Anda di halaman 1dari 13

“Manajemen Logistik Penanggulangan Bencana”

Paper ini di buat untuk memenuhi ujian tengah semester (UTS) di matakuliah logistik

kemanusiaan

Dosen : leni

Di susun oleh :

Nama : Rendy mulyandi

No Npm : 41155010160025

FAKLTAS TEKNIK INDUSTRI

UNIVERSITAS LANGLANGBUANA

BANDUNG

2019
Studi Kelayakan bisnis.

Studi kelayakan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah

menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha yang direncanakan. Pengertian layak dalam

penilaian ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan memberikan

manfaat (benefit), baik dalam arti financial benefit maupun dalam arti social benefit. Layaknya

suatu gagasan usaha dalam arti social benefit tidak selalu menggambarkan layak dalam arti

financial benefit, tergantung dari segi penilaian yang dilakukan (Ibrahim, 2003). Sofyan (2003)

berpendapat bahwa tujuan yang ingin dicapai dari studi kelayakan bisnis sekurang-kurangnya

mencakup tiga pihak yang berkepentingan, yaitu :

1. Bagi pihak investor : Studi kelayakan bisnis ditujukan untuk melakukan penilaian dari

kelayakan usaha untuk menjadi masukan berguna, karena sudah mengkaji berbagai aspek pasar

dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen operasional dan aspek finansial

secara komprehensif dan detail, sehingga dapat dijadikan dasar bagi investor untuk membuat

keputusan investasi secara lebih obyektif.

2. Bagi analisis : Studi kelayakan adalah suatu alat yang berguna dan dapat dipakai sebagai

penunjang kelancaran tugas-tugasnya dalam melakukan penilaian suatu rencana usaha, usaha baru,

pengembangan usaha, atau menilai kembali usaha yang sudah ada.

3. Bagi masyarakat : Hasil studi kelayakan bisnis merupakan suatu peluang untuk meningkatkan

kesejahteraan dan perekonomian rakyat baik yang terlibat secara langsung maupun muncul karena

adanya nilai tambah sebagai akibat dari adanya usaha tersebut.

4. Bagi pemerintah : Dari sudut pandang mikro, hasil studi kelayakan bisnis ini bagi pemerintah,

terutama untuk tujuan pengembangan sumber daya, baik dalam pemanfaatan sumber-sumber alam

(SDA) maupun pemanfaatan sumber daya manusia (SDM) berupa penyerapan tenaga kerja, selain
itu, adanya usaha baru atau berkembangnya usaha lama sebagai hasil dari studi kelayakan bisnis

yang dilakukan oleh individu atau badan usaha tentunya akan menambah pemasukan pemerintah

baik dari pajak pertambahan nilai (PPN) maupun dari pajak penghasilan (PPH) dan retribusi

berupa biaya perijinan, biaya pendaftaran, administrasi dan lainnya yang layak diterima sesuai

dengan ketentuan berlaku. Secara makro, pemerintah dapat berharap dari keberhasilan studi

kelayakan bisnis ini mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional, sehingga

tercapai pertumbuhan penduduk domestik bruto (PDB) dan kenaikan penerimaan per kapita.

Menurut Husnan dan Muhammad (2000), tahap-tahap untuk

melakukan investasi usaha adalah :

1. Indentifikasi

Pengamatan dilakukan terhadap lingkungan untuk memperkirakan kesempatan dan ancaman dari

usaha tersebut.

2. Perumusan

Tahap perumusan merupakan tahap untuk menterjemahkan kesempatan investasi ke dalam suatu

rencana proyek yang konkrit, dengan faktor-faktor yang penting dijelaskan secara garis besar.

3. Penilaian

Penilaian dilakukan dengan menganalisa dan menilai aspek pasar, teknik, manajemen dan

finansial.

4. Pemilihan

Pemilihan dilakukan dengan meningkatkan segala keterbatasan dan tujuan yang akan dicapai.

5. Implementasi

Implementasi yaitu menyelesaikan proyek tersebut dengan tetap berpegang pada anggaran.
• Aspek-Aspek Studi Kelayakan Studi kelayakan bisnis merupakan gambaran kegiatan usaha yang

direncanakan, sesuai dengan kondisi, potensi dan peluang yang tersedia dari berbagai aspek.

Dengan demikian, dalam menyusun sebuah studi kelayakan bisnis, menurut Ibrahim (2003)

sekurang-kurangnya dapat mengkaji aspek-aspek berikut :

a. Aspek Pasar dan Pemasaran

Analisis aspek pasar dan pemasaran bertujuan untuk memahami berapa besar potensi pasar yang

tersedia, berapa bagian yang dapat diraih oleh perusahaan atau usaha yang diusulkan, serta strategi

pemasaran yang direncanakan untuk memperebutkan konsumen (Husnan dan Muhammad, 2000).

Proses pemasaran terdiri dari analisa peluang pemasaran, pengembangan strategi pemasaran,

perencanaan program pemasaran, dan pengelolaan usaha pemasaran (Kotler, 1997).

b. Aspek Teknis dan Teknologis

Aspek teknis bertujuan untuk meyakini, apakah secara teknis dan pilihan teknologi perencanaan

yang telah dilakukan dapat dilakukan secara layak atau tidak layak (Husnan dan Muhammad,

2000). Pada aspek teknis dan teknologis dipaparkan beberapa faktor, yaitu penentuan kapasitas

produksi, tata letak pabrik, pemilihan mesin, peralatan dan teknologi untuk produksi (Umar, 2003).

Kapasitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan pembatas dari unit produksi untuk berproduksi

dalam waktu tertentu. Tata letak (layout) atau disebut juga tata ruang, yaitu , penempatan fasilitas-

fasilitas yang dipakai di dalam pabrik seperti letak mesin-mesin, letak alat-alat produksi, jalur

pengangkutan, dan seterusnya.

Letak dari berbagai fasilitas tersebut harus dikaji, agar proses produksi dapat dijalankan secara

efektif dan efisien (Umar, 2003). Pemilihan mesin, peralatan, serta teknologi yang akan diterapkan

dewasa ini hampir tidak dapat dipisahkan. Beberapa kriteria dalam pemilihan teknologi yang

digunakan adalah kesesuaian dengan bahan baku yang digunakan untuk proses produksi,
keberhasilan penggunaan teknologi di tempat lain, kemampuan tenaga kerja

dalammengimplementasikan teknologi dan kemampuan mengantisipasi terhadap teknologi

lanjutan (Umar, 2003).

c. Aspek Manajemen

Operasional Manajemen operasional merupakan suatu fungsi atau kegiatan manajemen yang

meliputi perencanaan, organisasi, staffing, koordinasi, pengarahan dan pengawasan terhadap

operasi perusahaan (Umar, 2003). Menurut Husnan dan Muhammad (2000), analisis manajemen

operasional meliputi deskripsi pekerjaan yang akan dilakukan, persyaratan untuk melakukan

pekerjaan tersebut dan struktur organisasi perusahaan. Aspek manajemen operasional juga perlu

mengkaji mengenai legalitas atau apek yuridis dari suatu perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk

meyakini, apakah secara yuridis perencanaan usaha yang telah dibuat dinyatakan layak atau tidak

layak dihadapan pihak yang berwajib dan masyarakat (Umar, 2003).

d. Aspek Finansial

Aspek finansial membicarakan tentang bagaimana menghitung kebutuhan dana, baik kebutuhan

dana untuk aktiva tetap maupun dana untuk modal kerja. Analisis aspek finansial juga

membicarakan mengenai sumber dana yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan jumlah dana

tersebut, sekaligus pengalokasiannya secara efisien, sehingga memberikan tingkat keuntungan

yang menjanjikan. Beberapa hal yang dibahas dalam analisis aspek finansial, antara lain penentuan

kebutuhan dan pengalokasian dana, serta kriteria penilaian investasi (Husnan dan Muhammad,

2000). Penentuan suatu keputusan investasi dilihat dari kriteria penilaian investasi. Kriteria

penilaian investasi digunakan untuk menilai apakah suatu usaha layak untuk dilaksanakan apabila

dipandang dari aspek profitabilitasnya (Husnan dan Muhammad, 2000). Pada umumnya ada

beberapa metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu
investasi, yaitu metode Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit/Cost

(Net B/C), Break Even Point (BEP), Payback Period (PBP) dan analisis sensitivitas (Gray dkk,

1992).

1) NPV atau Nilai Bersih Sekarang

Nilai bersih sekarang sebuah proposal investasi sama dengan nilai bersih sekarang arus kas

tahunan setelah pajak dikurangi dengan pengeluaran awal investasi (Keown dkk, 2001). Nilai

bersih sekarang usaha memberikan ukuran nilaibersih proposal investasi dalam nilai uang pada

saat sekarang. Oleh karena itu semua arus kas didiskontokan kembali ke masa sekarang,

membandingkan selisih antara nilai sekarang arus kas tahunan dan pengeluaran investasi menjadi

tepat. Perbedaan antara nilai sekarang arus kas tahunan dan pengeluaran awal menentukan nilai

bersih atas penerimaan proposal investasi dalam nilai uang pada saat sekarang. Jika NPV proyek

lebih besar atau sama dengan nol, maka proyek tersebut diterima, dan jika ada nilai negatif muncul

dalam penerimaan proyek, maka proyek tersebut ditolak. Jika nilai bersih sekarang dari proyek

nol, maka proyek tersebut memberikan pengembalian yang sama dengan tingkat pengembalian

yang disyaratkan dan harus diterima. 2) IRR atau Tingkat Pengembalian Internal

Tingkat pengembalian internal ialah tingkat diskonto ,yang menyamakan nilai sekarang arus kas

bersih masa depan ,proyek dengan pengeluaran awal proyek (Keown dkk, 2001). Kriteria

penilaiannya yaitu, jika nilai IRR yang didapat ternyata lebih besar dari discount factor (DF) yang

ditentukan, maka investasi dapat diterima.Net B/C atau Rasio Keuntungan/Biaya sama dengan

Profitability Index (PI) Rasio keuntungan/biaya atau indeks keuntungan adalah rasio nilai sekarang

dari arus kas bersih pada masa depan terhadap pengeluaran awalnya. Jika kriteria nilai bersih

investasi sekarang memberikan ukuran kelayakan proyek dalam nilai uang yang absolut, maka

indeks keuntungan memberikan ukuran relatif dari keuntungan bersih masa depannya terhadap
biaya awal (Keown dkk, 2001). Kriteria keputusan dengan menggunakan indeks keuntungan

adalah menerima proyek, jika Net B/C lebih besar atau sama dengan 1,00 dan menolak proyek jika

Net B/C kurang dari 1,00. 4) BEP atau Titik Impas Titik impas adalah suatu kondisi pada saat

tingkat produksi atau besarnya pandapatan sama dengan besarnya pengeluaranperusahaan,

sehingga pada saat itu perusahaan tidak mengalami keuntungan maupun kerugian (Mulyadi, 1997).

5) PBP atau Masa Pengembalian Investasi

Setelah mendapat nilai sekarang dari keuntungan bersih, maka ditentukan pada tahun ke berapa

total biaya investasi dapat tertutupi oleh keuntungan. Semakin cepat tingkat pengembalian usaha,

maka akan semakin baik (Mulyadi, 1997).

6) Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis suatu

usaha jika terjadi kesalahan atau perubahan pada perhitungan biaya danpenjualan. Setiap

kemungkinan yang terjadi dilihat pengaruhnya terhadap usaha. Implikasi dari kondisi tersebut

harus diadakan analisis kembali untuk berbagai kemungkinan yang terjadi pada kondisi riil.

Analisis usaha umumnya berdasarkan pada nilai dari perkiraan-perkiraan yang dapat terjadi pada

masa mendatang (Sutojo, 1983).

•. Usaha Kecil Menengah (UKM)

Pembahasan usaha kecil menengah dibatasi dengan mengelompokkan jenis usaha menjadi dua

yaitu usaha industri dan usaha perdagangan. Pengertian tentang usaha kecil menengah (UKM) di

suatu negara tidak selalu sama, tergantung konsep yang digunakan oleh negara tersebut. Definisi

usaha kecil ternyata sangat bervariasi, di suatu negara berlainan dengan negara lainnya. Mengacu

pada Undang-undang Nomor 9 tahun 1995, kriteria usaha kecil dilihat dari segi keuangan dan

modal yang dimilikinya adalah:


a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk

tanah dan bangunan tempat usaha), dan

b. Memiliki hasil penjualan paling banyak 1 milyar per tahun. Sedangkan untuk kriteria usaha

menengah yaitu:

a. Untuk sektor Industri, memiliki total aset paling banyak Rp. 5 milyar, dan

b. Untuk sektor non-industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.

600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki

hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 3 milyar.

Definisi UKM dalam Kepmenperindag adalah suatu usaha dengan nilai investasi maksimal Rp. 5

milyar termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Sedangkan BPS mengenai jenis UKM

berdasarkan jumlah tenaga kerja yaitu:

a. Kerajinan rumah tangga, dengan jumlah tenaga kerja dibawah 3 orang termasuk tenaga yang

tidak dibayar,

b. Usaha kecil, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5 – 9 orang,

c. Usaha menengah, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 20 – 99 orang. Bank Indonesia mengacu

pada definisi yang sesuai dengan Undang-undang Nomor 9 tahun 1995 karena kriteria UKM dalam

peraturan Bank Indonesia yang berkaitan dengan pemberian kredit usaha kecil (PBI No.

3/2/PBI/2001) merujuk pada Undang-undang tersebut.


•Contoh merancang bisnis di bidang minyak Wangi (Parfum)

Menurut Romaro (2009), Parfum adalah senyawa kimia dari minyak wangi, aroma blends,

fixatives, dan pelarut yang menghasilkan bau yang menyenangkan atau menarik kepada siapa pun,

apa pun, atau ruang apapun yang diterapkan, baik secara langsung atau melalui spray. Ini

digunakan terutama bagi wanita atau pria yang ingin menarik pasangan atau ingin berbau harum

untuk acara sosial.

1. Konsentrasi atau komposisi parfum dimulai dengan dasar minyak parfum, yang alami, hewan,

atau sintetis bila disiram minyak ini turun dengan pelarut parfum yang membuat cahaya dan

berlaku. Murni atau tidak murni, minyak wangi letusan terdiri dari unsur-unsur yang dapat

merusak kulit atau menimbulkan reaksi alergi, sehingga merapuhkan menambahkan pelarut
minyak dan membuat kurang kuat sehingga harus digunakan pelarut etanol.

2. Tanaman, adalah sumber tertua senyawa minyak wangi dalam parfum, bunga dan bunga-bunga

bagian yang paling lazim digunakan dalam parfum. Bagian tanaman lain termasuk daun dan

ranting; akar, rhizomes, umbi, benih, buah dan kayu.

3. Hewan, terdapat beberapa jenis, diantaranya :

a. Musk, yang berasal dari kantong kesturi dari Asian rusa kesturi;

b. Civets, juga disebut Musk Civet dan senyawa lemak yang dikenal

sebagai Ambar adalah di antara yang paling lazim digunakan dalamparfum.

4. Sintetik, diproduksi melalui sintesis organik dari beberapa senyawa kimia. Calone, Linalool,

Coumarin dan terpenes antara sumber sintetis yang digunakan untuk membuat minyak wangi. Ini

dapat menciptakan bau tidak wajar (tidak ada di alam) dan unsur-unsur yang sangat berharga yang

digunakan untuk membuat parfum. Senyawa aroma biasanya memburuk dan kehilangan kekuatan

dan kohesi jika disimpan secara tidak tepat untuk jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, akan

sangat baik untuk menutup rapat senyawa dalam wadah aluminium, dan menjauhkannya dari

cahaya, panas, oksigen dan zat-zatorganik lainnya. Untuk hasil terbaik, wadah ini harus disimpan

dalam lemari es pada suhu sekitar 3-70C. Parfum ini sangat populer di budaya dunia, begitu banyak

sehingga penggunaannya dan aplikasi yang terus berkembang. Penciuman adalah salah satu yang

paling kuat dan persuasif dari indra manusia, jadi wajar bahwa

parfum akan menarik perhatian kita dalam banyak bidang kehidupan seharihari. Menurut Duff

(2009), parfum adalah sebuah campuran kimia kompleks dari minyak atsiri, senyawa aroma,

fixatives dan pelarut. Terdapat beberapa kategori berdasarkan pada komposisi kimia dan rasio

pelarut minyak wangi, antara lain :

1. Ekstrak parfum (20-40 persen senyawa aromatik)


2. Eau de parfum (10-30 persen senyawa aromatik)

3. Eau de toilette (5-20 persen senyawa aromatik)

4. Eau de cologne (2-3 persen senyawa aromatik)

Semakin banyak senyawa aromatik yang digunakan semakin lama baunya akan bertahan. Parfum

terdiri dari puluhan bahan sehingga dapat menjadi sulit untuk menggambarkan efek keseluruhan

sebagai satu bau. Namun, dimungkinkan untuk mengidentifikasi aroma memberikan kontribusi

yang berbeda, serupa dengan orang yang mengetahui anggur bisa

merasakan berbagai rasa dari komposisi. Parfum aroma umumnya dikategorikan oleh keluarga

olfactive seperti bunga (Cukup jelas), Chypre (digunakan untuk menggambarkan aroma

seperti aprikot), Fougre (berkayu atau aroma herbal), kulit (madu, tembakau, atau kayu aroma tar),

kayu (seperti cendana, cedar atau nilam), ambers (vanili atau aroma binatang) dan jeruk (aroma

menyegarkan).

•. Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Chaerunnisa (2007) meneliti tentang kelayakan usaha penggilingan gabah di desa Cikarawang,

Bogor. Analisis kelayakan usaha ini mencakup lima aspek, yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek

teknis dan teknologis, aspek manajemen dan operasional serta aspek finansial. Selain itu dilakukan

analisis sensitivitas untuk usaha ini, yaitu perubahan harga input operasional 1 persen, dan

penurunan volume penjualan 10 persen, dimana hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui

sampai seberapa besar pengaruh peningkatan dan penurunan tersebut terhadap kriteria-kriteria

finansial. Selain untuk menganalisis kelayakan usaha penggilingan gabah, penelitian ini juga

bertujuan untuk merekomendasikan langkah-langkah implementasi pendirian usaha penggilingan

gabah dengan pendekatan kolaboratif. Tahapan yang dilakukan dalam pendekatan kolaboratif

yaitu dengan sosialisasi metode Participatory Rural Apprasial (PRA) yang termasuk ke dalam
Participatory Action Research (PAR) dan identifikasi potensi ekonomi desa. Tahap selanjutnya

pemilihan kelompok tani, tahap ketiga membuat kesepakatan untuk mengadakan pertemuan-

pertemuan antara tim peneliti dengan anggota kelompok tani. Tahap keempat

menggunakan teknik-teknik Focus Group Discussion (FGD), dan tahap kelima merupakan tahap

perumusan masalah. Hasil dari aspek pasar dan pemasaran menunjukkan bahwa di Desa

Cikarawang masih terdapat peluang yang sangat besar untuk mendirikan penggilingan gabah,

peluang tersebut 400–800 ton gabah kering giling. Aspek teknis dan teknologis dijelaskan bahwa

rencana investasi, letak, tata letak, kapasitas produksi ekonomi, rencana produksi telah dibuat dan

tinggal dilaksanakan. Dari segi aspek manajemen operasional dan dampak usaha, bahwa dampak

yang terjadi akan lebih cenderung kepada banyaknya manfaat yang akan diperoleh masyarakat.

Analisis kelayakan finansial menghasilkan nilai kriteria investasi cukup besar, dimana NPV

bernilai Rp. 254.889.000,00, IRR 40,8 persen, Net B/C atau PI adalah 8,45 dan PBP adalah 0,8

tahun. Semua analisis kelayakan menunjukkan bahwa penggilingan gabah di Desa Cikarawang

yang akan dikelola oleh Kelompok Tani Hurip layak untuk didirikan. Analisissensitivitas yang

dilakukan dengan skenario kenaikan dan penurunan harga input operasional dan volume penjualan

10 persen menghasilkan nilai NPV Rp. 213.709.000,00, IRR 40,4 persen, nilai Net B/C adalah

7,23 dan PBP 1 tahun, maka dapat disimpulkan bahwa usaha ini tidak sensitif terhadap perubahan-

perubahan yang terdapat dalam skenario.Hendra (2002) meneliti mengenai analisis kelayakan

usaha pengolahan limbah kayu menjadi briket arang pada PT Wasta Guna Lestari. Analisis

kelayakan ini mencakup lima aspek, yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan produksi,

aspek manajemen dan aspek keuangan. Selain itu dilakukan analisis sensitivitas dari usaha ini,

yaitu terhadap perubahan produksi, harga jual dan tingkat suku bunga. Analisis aspek pasar

menunjukkan adanya peluang pasar pembuatan briket arang, akibat semakin langka dan mahalnya
minyak tanah. Hasil analisis berdasarkan aspek teknis dan produksi menunjukkan bahwa lokasi

proyek memenuhi syarat teknis dan non-teknis. Dekatnya bahan baku utama untuk usaha ini, sikap

masyarakat yang mendukung keberadaan PT XIP yang sudah lama berdiri memenuhi kriteria

untuk usaha pembuatan briket arang kayu. Hasil analisis pada aspek manajemen dapat

disimpulkan, bahwa manajemen yang ada sekarang perlu diperbaiki pada peningkatan skala usaha

yang direncanakan, maka memiliki risiko kegagalan akan tinggi. Berdasarkan hasil analisis aspek

keuangan, usaha pembuatan briket arang di

PT WGL layak untuk dilaksanakan. Nilai NPV, PI, IRR dan PBP yang memenuhi kriteria

kelayakan investasi, dimana NPV proyek bernilai positif, IRR lebih besar dari tingkat diskonto, PI

lebih besar dari satu dan PBP lebih cepat dari yang ditetapkan perusahaan. Hasil analisis

sensitivitas pada skala usaha 20.000–30.000 kg menunjukkan penurunan produksi 1 persen

menyebabkan usaha tidak layak pada tingkat suku bunga deposito 13 persen, karena ada kriteria

investasi yang tidak terpenuhi, yaitu IRR kurang dari 13 persen dan jika terjadi perubahan suku

bunga menjadi 15 persen, maka usaha ini menjadi tidak layak

Anda mungkin juga menyukai