Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004,

lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke

atas. Komposisi penduduk tua bertambah dengan pesat baik di negara maju

maupun negara berkembang, hal ini disebabkan oleh penurunan angka fertilitas

(kelahiran) dan mortalitas (kematian), serta peningkatan angka harapan hidup (life

expectancy), yang mengubah struktur penduduk secara keseluruhan. Proses

terjadinya penuaan penduduk dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya:

peningkatan gizi, sanitasi, pelayanan kesehatan, hingga kemajuan tingkat

pendidikan dan sosial ekonomi yang semakin baik. Secara global populasi lansia

diprediksi terus mengalami peningkatan.

Indonesia dari tahun 2015 sudah memasuki era penduduk menua (ageing

population). Suatu negara dikatakan berstruktur tua jika mempunyai populasi

lansia di atas 7%. Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2017

terdapat 23,66 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Diprediksi jumlah

penduduk lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030

(40,95 juta), dan tahun 2035 (48,19 juta). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia

termasuk negara dengan struktur penduduk menuju tua (ageing population).

Meningkatnya populasi lansia ini membuat pemerintah perlu merumuskan

kebijakan dan program yang ditujukan kepada kelompok penduduk lansia

sehingga dapat berperan dalam pembangunan dan tidak menjadi beban bagi

masyarakat. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 138 ayat 1 menetapkan

1
bahwa upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk

menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis

sesuai dengan martabat kemanusiaan. Ayat 2 menetapkan bahwa Pemerintah

wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi

kelompok lanjut usia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial

dan ekonomis.

Kebijakan dan program yang dijalankan pemerintah tertuang dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya

Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia, yang antara lain meliputi: 1) Pelayanan

keagamaan dan mental spiritual seperti pembangunan sarana ibadah dengan

pelayanan aksesibilitas bagi lanjut usia; 2) Pelayanan kesehatan melalui

peningkatan upaya penyembuhan (kuratif), diperluas pada bidang pelayanan

geriatrik/gerontologik; 3) Pelayanan untuk prasarana umum, yaitu mendapatkan

kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, keringanan biaya, kemudahan

dalam melakukan perjalanan, penyediaan fasilitas rekreasi dan olahraga khusus;

4) Kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, seperti pelayanan administrasi

pemerintah (Kartu Tanda Penduduk seumur hidup), pelayanan kesehatan pada

sarana kesehatan milik pemerintah, pelayanan dan keringanan biaya untuk

pembelian tiket perjalanan, akomodasi, pembayaran pajak, pembelian tiket

rekreasi, penyediaan tempat duduk khusus, penyediaan loket khusus, penyediaan

kartu wisata khusus, mendahulukan para lanjut usia.

Sebagai wujud nyata pelayanan kesehatan pada lanjut usia, pemerintah telah

mencanangkan pelayanan pada lanjut usia melalui beberapa jenjang. Pelayanan

ditingkat masyarakat adalah Posyandu Lansia, pelayanan kesehatan lansia tingkat

2
dasar adalah Puskesmas, dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah

Sakit.

Posyandu Lansia atau Kelompok Usia Lanjut (POKSILA) adalah suatu

wadah pelayanan bagi usia lanjut di masyarakat, dimana proses pembentukan dan

pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non pemerintah, swasta,

organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitikberatkan pelayanan pada upaya

promotif dan preventif. Posyandu lansia berkaitan dengan peningkatan sarana

untuk mempertahankan kesehatan lansia, mencegah gangguan kesehatan,

mengobati penyakit dan upaya rehabilitasi bagi lansia dengan program-program,

antara lain: pengukuran tinggi badan dan berat badan, pemeriksaan tekanan darah,

pemeriksaan berkala dan pengobatan ringan, latihan fisik seperti olahraga dan

diberikan penyuluhan-penyuluhan tentang kesehatan sehingga lansia yang teratur

dalam memanfaatkan posyandu lansia akan terkontrol kesehatannya.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Lansia

Lanjut usia (lansia) merupakan kelompok orang yang sedang mengalami

suatu proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Menurut

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004, lanjut usia

adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.

Menurut WHO, lansia dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu:

1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45-59 tahun

2. Lansia (elderly) : usia 60-74 tahun

3. Lansia tua (old) : usia 75-90 tahun

4. Usia sangat tua (very old): usia diatas 90 tahun

Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam 4 kelompok yaitu :

1. Kelompok menjelang usia lanjut/virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang

menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara usia 45-54 tahun

2. Kelompok usia lanjut/prasenium yaitu kelompok yang mulai memasuki usia

lanjut antara 55-64 tahun

3. Kelompok usia lanjut/senium yaitu kelompok yang berusia 65 tahun ke atas

4. Usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70

tahun

B. Teori Penuaan

Ada empat teori pokok dari penuaan menurut Klatz dan Goldman (2007), yaitu:

1. Teori Wear and Tear

4
Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena telah banyak digunakan (overuse)

dan disalahgunakan (abuse).

2. Teori Neuroendokrin

Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh yaitu

dimana hormon yang dikeluarkan oleh beberapa organ yang dikendalikan oleh

hipotalamus telah menurun.

3. Teori Kontrol Genetik

Teori ini fokus pada genetik memprogram genetik DNA, dimana kita

dilahirkan dengan kode genetik yang unik, dimana penuaan dan usia hidup kita

telah ditentukan secara genetik.

4. Teori Radikal Bebas

Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi

akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal

bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak

berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena

kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi

suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada

molekul lain.

C. Perubahan Fisik pada Lansia

Menurut Maryam (2008), perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada

lanjut usia adalah :

1. Sel

Perubahan sel pada lanjut usia meliputi: terjadinya penurunan jumlah sel,

5
terjadi perubahan ukuran sel, berkurangnya jumlah cairan dalam tubuh dan

berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot,

ginjal, darah, dan hati, penurunan jumlah sel pada otak, terganggunya

mekanisme perbaikan sel, serta otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-

10%.

2. Sistem Persyarafan

Perubahan persyarafan meliputi : berat otak yang menurun 10-20% (setiap

orang berkurang sel syaraf otaknya dalam setiap harinya), cepat menurunnya

hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi

khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf panca indra, berkurangnya

penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman, serta

kurang sensitif terhadap sentuan.

3. Sistem Pendengaran

Perubahan pada sistem pendengaran meliputi: terjadinya presbiakusis

(gangguan dalam pendengaran), yaitu gangguan dalam pendengaran pada

telinga terutama terhadap bunyi suara, nada-nada yang tinggi, dan sulit

mengerti kata-kata. Selain itu jua terjadi otosklerosis akibat atropi membran

timpani, pengumpulan serumen akibat meningkatnya keratinin, serta

penurunan pendengaran pada lansia yang mengalami ketegangan jiwa atau

stress.

4. Sistem Penglihatan

Perubahan pada sistem penglihatan meliputi: timbulnya sklerosis dan

hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis (bola), terjadi

kekeruhan pada lensa yang menyebabkan katarak, meningkatnya ambang,

6
pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah

melihat pada cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang

pandang, serta menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau hijau.

Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun

dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi, lensa

menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak,

sehingga memengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-

warna. Kadang warna gelap seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama.

Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang

(sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko cedera.

Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan membatasi

kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas, semua hal itu dapat

mempengaruhi kemampuan fungsional para lansia sehingga dapat

menyebabkan lansia terjatuh.

5. Sistem Kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler meliputi: terjadinya penurunan

elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal dan menjadi kaku,

menurunnya kemampuan jantung untuk memompa darah yang menyebabkan

menurunnya kontraksi dan volumenya, kehilangan elastisitas pembuluh darah,

kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan

posisi yang dapat mengakibatkan tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk

dan dari duduk ke berdiri) yang mengakibatkan resistensi pembuluh darah

perifer.

6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh

7
Perubahan pada sistem pengaturan tempertur tubuh meliputi: temperatur

suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis kurang lebih 35°C, hal ini

akan mengakibatkan metabolisme yang menurun. Keterbatasan refleks

mengigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi

rendahnya aktivitas otot.

7. Sistem Respirasi

Perubahan sistem respirasi meliputi: otot pernapasan mengalami

kelemahan akibat atropi, aktivitas silia menurun, paru kehilangan elastisitas,

berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri menurun, karbon

dioksida pada arteri tidak berganti, reflek dan kemampuan batuk berkurang,

sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkarbia menurun, sering terjadi

emfisema senilis, kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot

pernapasan menurun seiring pertambahan usia.

8. Sistem Pencernaan

Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi: kehilangan gigi, penyebab

utama periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun, indra

pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap terhadap rasa asin,

asam dan pahit, esofagus melebar, rasa lapar nenurun, asam lambung menurun,

motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun, peristaltik lemah dan

biasanya timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati semakin mengecil

dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.

9. Sistem Perkemihan

Perubahan pada sistem perkemihan antara lain: nefron menjadi atrofi,

sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50% dan fungsi tubulus

8
berkurang, akibatnya, kemampuan mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis

urine menurun. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, sehingga kapasitasnya

menurun sampai 200 ml atau menyebabkan buang air seni meningkat. Vesika

urinaria sulit dikosongkan sehingga terkadang menyebabkan retensi urine.

10. Sistem Endokrin

Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin meliputi: produksi semua

hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate), dan daya

pertukaran zat menurun. Produksi aldosteron menurun, Sekresi hormon

kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan testoteron menurun.

11. Sistem Integumen

Perubahan pada sistem integumen, meliputi: kulit mengerut atau keriput

akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit cenderung kusam, kasar,

dan bersisik. Timbul bercak pigmentasi, kulit kepala dan rambut menipis dan

berwarna kelabu, berkurangnya elestisitas akibat menurunnya cairan dan

vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, jumlah dan fungsi kelenjar

keringat berkurang.

12. Sistem Muskuloskeletal

Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi: tulang kehilangan

densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan stabilitas tulang menurun,

terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan, tendon mengerut dan mengalami

sklerosis, atrofi serabut otot, serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi

lamban, otot kram, dan menjadi tremor,dan aliran darah ke otot berkurang

sejalan dengan proses menua. Semua perubahan tersebut dapat mengakibatkan

9
kelambanan dalam gerak, langkah kaki yang pendek, penurunan irama. Kaki

yang tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah.

D. Masalah Kesehatan pada Lansia

Masalah kesehatan pada lansia tentu saja berbeda dengan jenjang umur yang

lain karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang

timbul akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti sel

serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat

bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.

Kane & Ouslander menyatakan bahwa ada 14 I yang menjadi masalah

kesehatan pada lansia, yaitu :

1. Immobility (kurang bergerak), dimana meliputi gangguan fisik, jiwa dan

faktor lingkungan sehingga dapat menyebabkan lansia kurang bergerak.

Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan tulang, sendi dan otot,

gangguan saraf dan penyakit jantung.

2. Instability (tidak stabil/ mudah jatuh), dapat disebabkan oleh faktor

intrinsik (yang berkaitan dengan tubuh penderita), baik karena proses

menua, penyakit maupun ekstrinsik (yang berasal dari luar tubuh) seperti

obat-obatan tertentu dan faktor lingkungan. Akibatnya akan timbul rasa

sakit, cedera, patah tulang yang akan membatasi pergerakan. Keadaan ini

akan menyebabkan gangguan psikologik berupa hilangnya harga diri dan

perasaan takut akan terjadi.

3. Incontinence (buang air) yaitu keluarnya air seni tanpa disadari dan

frekuensinya sering. Meskipun keadaan ini normal pada lansia tetapi

10
sebenarnya tidak dikehendaki oleh lansia dan keluarganya. Hal ini akan

membuat lansia mengurangi minum untuk mengurangi keluhan tersebut,

sehingga dapat menyebabkan kekurangan cairan.

4. Intellectual Impairment (gangguan intelektual/ dementia), merupakan

kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi intelektual dan

ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas.

5. Infection (infeksi), merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting

pada lansia, karena sering didapati juga dengan gejala tidak khas bahkan

asimtomatik yang menyebabkan keterlambatan diagnosis dan pengobatan.

6. Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication,

convalencence, skin integrity (gangguan panca indera, komunikasi,

penyembuhan dan integritas kulit), merupakan akibat dari proses menua

dimana semua panca indera berkurang fungsinya, demikian juga pada

otak, saraf dan otot-otot yang dipergunakan untuk berbicara, sedangkan

kulit menjadi lebih kering, rapuh dan mudah rusak dengan trauma yang

minimal.

7. Impaction (sulit buang air besar), sebagai akibat dari kurangnya gerakan,

makanan yang kurang mengandung serat, kurang minum, dan lainnya.

8. Isolation (depresi), akibat perubahan sosial, bertambahnya penyakit dan

berkurangnya kemandirian sosial. Pada lansia, depresi yang muncul adalah

depresi yang terselubung, dimana yang menonjol hanya gangguan fisik

saja seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang,

gangguan pecernaan, dan lain-lain.

11
9. Inanition (kurang gizi), dapat disebabkan karena perubahan lingkungan

maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan

untuk memilih makanan yang bergizi, isolasi sosial (terasing dari

masyarakat), terutama karena kemiskinan, gangguan panca indera;

sedangkan faktor kesehatan berupa penyakit fisik, mental, gangguan tidur,

obat-obatan, dan lainnya.

10. Impecunity (tidak punya uang), semakin bertambahnya usia, maka

kemampuan tubuh untuk menyelesaikan suatu pekerjaan akan semaki

berkurang, sehingga jika tidak dapat bekerja maka tidak akan mempunyai

penghasilan.

11. Iatrogenesis (penyakit akibat obat-obatan), sering dijumpai pada lansia

yang mempunyai riwayat penyakit dan membutuhkan pengobatan dalam

waktu yang lama, jika tanpa pengawasan dokter maka akan menyebabkan

timbulnya penyakit akibat obat-obatan.

12. Insomnia (gangguan tidur), sering dilaporkan oleh lansia, dimana mereka

mengalami sulit untukmasuk dalam proses tidur, tidur tidak nyenyak dan

mudah terbangun, tidur dengan banyak mimpi, jika terbangun susah tidur

kembali, terbangun didini hari-lesu setelah bangun di pagi hari.

13. Immune deficiency (daya tahan tubuh menurun), merupakan salah satu

akibat dari proses menua, meskipun terkadang dapat pula sebagai akibat

dari penyakit menahun, kurang gizi dan lainnya.

14. Impotence (impotensi), merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan

atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan senggama yang

memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 (tiga) bulan. Hal ini disebabkan

12
karena terjadi hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya

kekakuan pada dinding pembuluh darah, baik karena proses menua atau

penyakit.

Selain 14 masalah pada lansia yang dikemukakan oleh Kane & Ouslander,

terdapat permasalahan lain pada lansia yang dapat diperiksa melalui Kartu

Menuju Sehat (KMS) lansia, yakni:

1. Kemandirian, yang dimaksud dengan kegiatan hidup sehari-hari adalah

kegiatan dasar kehidupan, seperti: makan/ minum, berjalan, mandi,

berpakain, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.

Kegiatan melakukan pekerjaan diluar rumah, seperti: berbelanja, mencari

nafkah, mengambil pensiun, arisan, pengajian, dan lain-lain.

2. Indeks Massa Tubuh (IMT), tekanan darah, hemoglobin, kolesterol, gula

darah, dan asam urat.

3. Gangguan ginjal.

E. Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Lansia

Mengingat berbagai kekhususan perjalanan dan penampilan penyakit pada

usia lanjut, terdapat prinsip utama yang harus dipenuhi guna melaksanakan

pelayanan kesehatan pada lanjut usia, yaitu pendekatan holistik atau lengkap, serta

tatakerja dan tatalaksana secara tim. Untuk mengupayakan prinsip holistik yang

berkesinambungan, secara garis besar pelayanan pada kesehatan pada usia lanjut

dapat dibagi sebagai berikut :

1. Pelayanan kesehatan geriatri di masyarakat (Community Based Geriatric

Service)

13
Pada upaya kesehatan pelayanan ini, semua upaya kesehatan yang

berhubungan dan dilaksanakan oleh masyarakat harus diupayakan berperan

serta menangani kesehatan para lanjut usia. Puskesmas dan dokter praktek

swasta merupakan tulang punggung layanan di tingkat ini. Puskesmas berperan

dalam membentuk kelompok lanjut usia/ posyandu lansia. Di dalam dan

melalui posyandu lansia ini pelayanan kesehatan dapat lebih mudah

dilaksanakan, baik usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Pada dasarnya layanan kesehatan geriatri di tingkat masyarakat

seharusnya mengikutsertakan masyarakat (termasuk para lanjut usia)

semaksimal mungkin melalui berbagai cara, antara lain ceramah, symposium,

lokakarya, dan penyuluhan-penyuluhan.

2. Pelayanan kesehatan geriatri di masyarakat berbasis rumah sakit (Hospital

Based Comomnity Geriatric Service)

Pada layanan tingkat ini, rumah sakit setempat yang telah melakukan

layanan geriatri bertugas membina geriatri berada di wilayah-wilayahnya, baik

secara langsung atau tidak langsung memalui pembinaan pada puskesmas yang

berada diwilayah kerjanya “Transfer of Knowledge” berupa lokakarya,

ceramah-ceramah, symposium baik kepada tenaga kesehatan ataupun kepada

awam perlu dilaksanakan. Di lain pihak, rumah sakit harus selalu bersedia

bertindak sebagai rujukan dari layanan kesehatan yang ada di masyarakat.

3. Pelayanan kesehatan geriatri berbasis rumah sakit (Hospital Based Geriatric

Service).

Pada layanan ini rumah sakit, tergantung dari jenis layanan yang ada,

menyediakan berbagai layanan bagi para lanjut usia. Mulai dari layanan

14
sederhana berupa poliklinik lanjut usia, sampai pada layanan yang lebih maju,

misalnya bangsal akut, klinik siang terpadu (day-hospital), bangsal kronis

dan/atau panti rawat wredha (nursing homes). Disamping itu rumah sakit jiwa

juga menyediakan layanan kesehatan jiwa bagi geriatri dengan pola yang sama.

Pada tingkat ini, sebaliknya dilaksanakan suatu layanan terkait antara unit

geriatri rumah sakit umum dengan unit psikkogeriatri suatu rumah sakit jiwa,

terutama untuk menangani penderita penyakit fisik dengan komponen

gangguan psikis berat atau sebaliknya.

F. Posyandu Lansia

Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut

di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat

dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu lansia

merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan

kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dan

dalam penyelenggaraannya melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh

masyarakat dan organisasi sosial.

Tujuan umum dibentuknya posyandu lansia menurut Depkes RI (2003)

adalah meningkatkan kesejahteraan lansia melalui kegiatan posyandu lansia yang

mandiri dalam masyarakat, sedangkan tujuan khususnya yaitu:

1) Meningkatnya kemudahan bagi lansia dalam mendapatkan pelayanan kesehatan

dasar dan rujukan.

2) Meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan lansia, khususnya

aspek peningkatan da.n pencegahan tanpa mengabaikan aspek pengobatan dan

pemulihan.

15
3) Berkembangnya posyandu lansia yang aktif melaksanakan kegiatan dengan

kualitas yang baik secara berkesinambungan.

Menurut Depkes RI (2000), manfaat dari posyandu lansia adalah :

1) Kesehatan fisik usia lanjut dapat dipertahankan tetap bugar

2) Kesehatan rekreasi tetap terpelihara

3) Dapat menyalurkan minat dan bakat untuk mengisi waktu luang

Sasaran pelaksanaan pembinaan posyandu lansia, terbagi dua, yaitu:

1) Sasaran langsung, yang meliputi pra lanjut usia (45-59 tahun), usia lanjut (60-

69 tahun), usia lanjut risiko tinggi (>70 tahun atau 60 tahun atau lebih dengan

masalah kesehatan).

2) Sasaran tidak langsung, yang meliputi keluarga dimana usia lanjut berada,

masyarakat di lingkungan usia lanjut, organisasi sosial yang peduli terhadap

pembinaan kesehatan usia lanjut, petugas kesehatan yang melayani kesehatan

usia lanjut, petugas lain yang menangani Kelompok Usia Lanjut dan

masyarakat luas.

Dalam kegiatannya, posyandu lansia dibantu oleh kader. Kader adalah

anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk

menyelenggarakan kegiatan Posyandu secara sukarela. Kader kesehatan

bertanggungjawab terhadap masyarakat setempat, mereka bekerja dan berperan

sebagai seorang pelaku dari sebuah sistem kesehatan. Adapun peran kader dalam

pelayanan kesehatan di posyandu lansia menurut Depkes RI (2003):

1. Pendekatan kepada aparat pemerintah dan tokoh masyarakat: 1) Anjangsana, 2)

Sarasehan, 3) Menghadiri pertemuan rutin kemasyarakatan setempat.

16
2. Melakukan Survey Mawas Diri (SMD) bersama petugas puskesmas untuk

menelaah: 1) Pendataan sasaran, 2) Pemetaan, 3) Mengenal masalah dan

potensi.

3. Melaksanakan musyawarah bersama masyarakat setempat untuk membahas

hasil SMD, menyusun rencana kegiatan, pembagian tugas, dan jadwal

kegiatan.

4. Menggerakkan masyarakat: 1) Mengajak usia lanjut untuk hadir dan

berpartisipasi dalam kegiatan dikelompok usia lanjut, 2) Memberikan

penyuluhan/ penyebarluasan informasi kesehatan, antara lain: cara hidup bersih

dan sehat, gizi usia lanjut, kesehatan usia lanjut, 3) Menggali dan menggalang

sumberdaya, termasuk pendanaan bersumber masyarakat.

5. Melaksanakan kegiatan dikelompok usia lanjut : 1) Menyiapkan tempat, alat-

alat dan bahan, 2) Memberikan pelayanan usia lanjut: (a) Mengukur tinggi dan

berat badan, (b) Mencatat hasil pelayanan dalam buku register dan KMS, (c)

Memberikan penyuluhan perorangan sesuai hasil layanan, (d) Melakukan

rujukan kepada petugas kesehatan / sarana kesehatan (bila petugas kesehatan

tidak hadir), (e) Mengunjungi sasaran yang tidak hadir dikelompok usia lanjut.

6. Melakukan pencatatan.

Bentuk pelayanan pada posyandu lansia adalah pemeriksaan kesehatan fisik

dan mental emosional, yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat

(KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau

ancaman masalah kesehatan yang dihadapi. Beberapa kegiatan pada posyandu

lansia adalah:

17
1) Pemeriksaan aktifitas kegiatan sehari-hari (activty of daily living), meliputi

kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan atau minum, berjalan, mandi,

berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar atau kecil dan sebagainya.

2) Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental

emosional, dengan menggunakan pedoman metode 2 menit melalui 2 tahapan

pertanyaan.

3) Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran

tinggi badan dan dicatat pada grafik Indeks Massa Tubuh (IMT).

4) Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop serta

penghitungan denyut nadi selama satu menit.

5) Pemeriksaan hemoglobin menggunakan Talquist, Sahli atau Cuprisulfat.

6) Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit

gula (diabetes mellitus).

7) Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi

awal adanya penyakit ginjal.

8) Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan

kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7.

9) Penyuluhan bisa dilakukan di dalam maupun di luar kelompok dalam rangka

kunjungan rumah dan konseling kesehatan yang dihadapi oleh individu dan

atau POKSILA.

10) Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi anggota POKSILA yang

tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat (Publik

Health Nursing). Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan

kondisi setempat:

18
11) Pemberian Makanan Tambahan (PMT). Penyuluhan contoh menu makanan

dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi Lansia, serta menggunakan

bahan makanan yang berasal dari daerah tersebut.

12) Kegiatan olahraga antara lain senam lansia, gerak jalan santai, dan lain

sebagainya untuk meningkatkan kebugaran. Kecuali kegiatan pelayanan

kesehatan seperti uraian di atas, kelompok dapat melakukan kegiatan non

kesehatan di bawah bimbingan sektor lain, contohnya kegiatan kerohanian,

arisan, kegiatan ekonomi produktif, forum diskusi, penyaluran hobi dan lain-

lain.

19
Gambar 2.1 Contoh Pengisian KMS Lansia

20
Mekanisme pelaksanaan kegiatan posyandu lansia yang digunakan adalah

sistem 5 tahapan (5 meja), antara lain:

a. Tahap pertama: pendaftaran anggota Kelompok Usia Lanjut sebelum

pelaksanaan pelayanan.

b. Tahap kedua: pencatatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan usila, serta

penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.

c. Tahap ketiga: pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan, dan

pemeriksaan status mental.

d. Tahap keempat: pemeriksaan air seni dan kadar darah (laboratorium

sederhana)

e. Tahap kelima: pemberian penyuluhan dan konseling

Untuk lebih jelasnya mekanisme kegiatan sistem 5 tahapan, dapat dilihat

pada gambar berikut ini.

21
Gambar 2.2 Kegiatan Kesehatan di Kelompok Usia Lanjut dengan Sistem 5
POSYANDU
meja/tahapan
:
FORMAT PENCATATAN DAN PELAPORAN KESEHATAN LANJUT USIA DI POSYANDU LANSIA

DESA/KELURAHAN :
PUSKESMAS :
KECAMATAN :
BULAN :

Jml Kasus
Umur Kegiatan sehari-hari Hasil pemeriksaan Pengobatan
Kunjungan Konseling Pemberda
Penyulu
No Nama Lansia 45-59 60-69 > 70 Kemandirian Ggn IMT Tek. Darah Hb
Kolesterol Gula Darah Asam Urat Ggn yaan Ket.
Ggn Ggn Ggn han
Diobati Dirujuk B L S Lansia
B L L P L P L P A B C ME L N K T N R N K N T N T N T ginjal kognitif Penglihatan pendengaran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

JUMLAH

Mengetahui
Penanggung jawab wilayah Ketua kader Posyandu ......

________________ ________________

Gambar 2.3 Lembar Pencatatan dan Pelaporan Kelompok / Posyandu Lanjut Usia

22
Tabel 2.1 Petunjuk Pengisian Format Pencatatan dan Pelaporan Kelompok /
Posyandu Lanjut Usia

1 No Urut Sudah jelas

2 Nama Lansia Sudah jelas

3 Kunjungan B = Baru adalah pasien yang berkunjung untuk pertama kali


dalam tahun berjalan
L = lama adalah pasein yang berkung untuk yang kedua dan
seterusnya dalam tahun berjalan
Kunjungan berlaku untuk 1 tahun berjalan
4 Umur ditulis umur pada kolom yang sesuai dengan kelompok umur
lansia dan diberi tanda diberi tanda Laki2(L) atau Perempuan
(P)
5. Kemandirian Yang dimaksud dengan kegiatan hidup sehari-hari adalah
kegiatan dasar kehidupan, kehidupan seperti: makan/ minum,
berjalan, mandi, berpakain, naik turun tempat tidur, buang air
besar/kecil dan sebagainya
Kegiatan melakukan pekerjaan diluar rumah, seperti: berbelanja,
mencari nafkah, mengambil pensiun, arisan, pengajian, dll
(sesuai dengan instrumen ADL)
Kategori A: apabila lanjut usia masih mampu melakukan
kegiatan hidup sehari-hari tanpa bantuan sama sekali (mandiri)
dari orang lain
Kategori B: apabila ada gangguan dalam melakukan sendiri,
hingga kadang-kadang perlu bantuan (ada gangguan)
Kategori C: apabila lanjut usia sama sekali tidak mampu
melakukan kegiatan sehari-hari, sehinga sangat tergantung
(ketergantungan berat)
6. Mental Lakukan pemeriksaan status mental yang berhubungan dengan
emosional keadaan mental emosional, dengan menggunakan pedoman
metode 2 menit melalui 2 tahap pertanyaan.
Pertanyaan tahap 1:
1. Apakah anda mengalami sukar tidur ?

2. Apakah anda sering merasa gelisah?

3. Apakah anda sering murung dan atau menangis sendiri ?

4. Apakah anda sering merasa was-was atau khawatir ?

Bila ada 1 atau lebih jawaban “ya” lanjutkan pada pertanyaan


tahap 2
Pertanyaan tahap 2:
1. Apakah lama keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 kali
dalam sebulan ?

2. Apakah anda mempunyai masalah atau banyak pikiran

3. Apakah anda mempunyai gangguan atau masalah dengan

23
keluarga atau orang lain ?

4. Apakah anda menggunakan obat tidur atau penenang atas


anjuran dokter?

5. Apakah anda cenderung mengurung diri didalam kamar ?

Bila 1 atau lebih jawaban “ya” maka lanjut usia mempunyai


masalah emosional
Bila ada gangguan mental emosional beri tanda positif (+) pada
kolom
7 IMT Indeks Masa Tubuh ditentukan dengan mencari titik temu antara
garis bantu yang menghubungkan berat badan yang sudah
L (lebih) diukur dengan tinggi badan. Atau dengan menggunakan rumus:
N (normal)
BB(kg)
K (kurang)
TB (m)2

Nilai normal IMT untuk lanjut usia berkisar antara 18.5 – 25.
L: bila titik temu terdapat pada daerahgrafik dengan warna
merah (IMT lebih dari 25)
N: bila titik temu terdapat pada daerah grafik dengan warna
hijau
K: bila titik temu terdapat pada daerah grafik dengan warna
kuring (IMT kurang dari 18.5)
8 Tekanan Darah Ukur tekanan darah dengan tensimeter dan stetoskop
T (tinggi) T: bila salah satu dari sistole atau diastole, atau keduanya di
N (normal) atas normal
R (rendah) N: bila sistole antara 100 -140 mmHg dan diastole 70 – 95
mmHg
R: bila sistole atau diastole dibawah normal.
9 Hb Pemeriksaan hemoglobin :
N (normal) Bila menggunakan sahli maka :
K (kurang) N: nilainya 13 g% untuk pria dan 12 g% untuk wanita.
10 Kolesterol Diperoleh dari hasil pemeriksaan kolesterol.
N (normal) Tuliskan hasil pemeriksaan pada kolom
T (Tinggi) Normal : bila kadar kolesterol total < 190 mg / dL
Tinggi : Bila kadar kolesterol total ≥ 190 mg / dL
11 Gula Darah Diperoleh dari hasil pemeriksaan gula darah.
N (normal) Tuliskan hasil pemeriksaan pada kolom
T (Tinggi) Normal : bila kadar gula darah sewaktu < 200 mg/dL
Tinggi : Bila kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL
12 Asam Urat Diperoleh dari hasil pemeriksaan asam urat.
N (normal) Tuliskan hasil pemeriksaan pada kolom
T (Tinggi) Normal : bila kadar asam urat L (3.5 mg/dL – 7 mg/dL) dan
P (2.6 mg/dL – 6.0 mg/dL )
Tinggi : Bila kadar asam urat L > 7 mg/dL dan P > 6 mg/dL
13 Gangguan Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik :
Ginjal Beri tanda (+) apabila ada gejala gangguan ginjal ditemukan
Beri tanda (-) apabila tidak ada gejala gangguan ginjal
ditemukan

24
14 Gangguan Dengan menggunakan instrumen Mini Cog dan Clock Drawing
Kognitif Test
Beri tanda (+) apabila ada penurunan fungsi kognitif
Beri tanda (-) apabila tidak ada penurunan fungsi kognitif
15 Gangguan Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan ditemukan
penglihatan gangguan penglihatan (katarak, glaukoma, presbiop dll)
Beri tanda (+) : apabila ditemukan gangguan penglihatan
Beri tanda (-) : tidak ditemukan gangguan penglihatan
16 Gangguan Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan ditemukan
pendengaran gangguan pendengaran
Beri tanda (+) : apabila ada keluhan dari lansia bahwa dia sulit
untuk mendengar atau waktu pemeriksaan lansia sulit mengerti
apa yang dibicarakan atau hasil tes pendengaran ada gangguan
pendengaran
Beri tanda (-) : tidak ditemukan gangguan pendengaran
17 Diobati Beri tanda (+) atau (–) bila :
(+) : bila lanjut usia diobati
(-) : bila lanjut usia tidak diobati
18 Dirujuk Beri tanda (+) atau (–) bila :
(+) : bila lanjut usia dirujuk ke tingkat pelayanan kesehatan
yang lebih tinggi
(-) : bila lanjut usia tidak dirujuk/hanya sampai di Puskesmas
19 Konseling Beri tanda angka jumlah kasus pada kolom yang sesuai apakah
pasien diberikan konseling sesuai dengan masalah
kesehatannya
Baru : apabila konseling diberikan untuk kasus baru
Lama: apabila konseling diberikan untuk kasus lama
Selesai : apabila pasien sudah selesai diberikan konseling untuk
satu kasus
20 Penyuluhan Apabila ada penyuluhan beri tanda positif (+)

21 Pemberdayaan Apabila Lansia dilakukan pemberdayaan dalam meningkatkan


Lansia kesehatan keluarga beri tanda positif (+)
Apabila Lansia tidak dilakukan pemberdayaan dalam
meningkatkan kesehatan keluarga beri tanda negatif (-)
22 Ket Apabila ada keterangan yang dirasa perlu untuk ditambahkan

Kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan posyandu lansia, antara lain:

1. Umumnya lansia tidak mengetahui keberadaan dan manfaat dari posyandu

lansia.

2. Jarak rumah dengan lokasi posyandu lansia jauh atau sulit dijangkau. Jarak

posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau posyandu tanpa

harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan

25
atau kekuatan fisik tubuh. Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini

berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan bagi lansia.

3. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia

untuk datang ke posyandu lansia. Dukungan keluarga sangat berperan dalam

mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu

lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila selalu

menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu,

mengingatkan lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha membantu

mengatasi segala permasalahan bersama lansia.

4. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu. Penilaian pribadi atau

sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas kesiapan atau

kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan sikap yang baik

tersebut, lansia cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang

diadakan di posyandu lansia. Hal ini dapat dipahami karena sikap seseorang

adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek. Kesiapan

merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu

apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu

respons.

5. Kader Posyandu Lansia. Diperlukan pelatihan lebih lanjut bagi para kader agar

peran kader dalam kegiatan posyandu lansia menjadi optimal.

26
BAB III

PENUTUP

Posyandu lansia merupakan wadah terpadu untuk para lansia dimasa tuanya

karena pada usia lanjut seperti ini, kondisi para lansia umumnya mempunyai fisik

yang relatif lemah dan kesepian, perlu berkumpul dan saling mengawasi sehingga

tidak merasa kesepian dan terabaikan.

Manfaat yang dirasakan dengan adanya posyandu lansia ini bukan hanya

dirasakan oleh lansia tetapi juga oleh keluarga dan lingkungan dimana lansia

tersebut tinggal. Posyandu lansia dapat membantu lansia untuk menyesuaikan diri

dalam perubahan fase kehidupannya sehingga menjadi pribadi yang mandiri

sesuai dengan keberadaannya.

Banyak kendala yang ditemui dalam menggerakkan posyandu lansia tetapi

kendala tersebut akan dapat diatasi dengan kerja sama semua pihak, yaitu

pemerintah pusat, daerah, pihak swasta dan seluruh elemen masyarakat.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Analisis Lansia di Indonesia. Jakarta: Pusdatin Kemenkes

RI, 2017.

2. Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:

Rineka Cipta.

3. Goldman R, Klatz R. 2007. The New Anti-Aging Revolution. California:

Basic Health Publications.

4. Depkes RI. 2003. Pedoman Pengelolaan Kegiatan Kesehatan di Kelompok

Usia Lanjut. Jakarta: Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat DEPKES RI.

5. Subijanto, dkk. 2011. Pembinaan Posyandu Lansia Guna Pelayanan

Kesehatan Lansia. Surakarta : Fakulas Kedokeran Universitas Sebelas

Maret. http://posyandulansia.pdf.co.id.

28

Anda mungkin juga menyukai