Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL PENELITIAN

“STUDI LABORATORIUM SCREENING CRITERIA SURFAKTAN


DARI AMPAS TEBU UNTUK PEROLEHAN MINYAK TAHAP
LANJUT DENGAN METODE EOR “CHEMICAL FLOODING”

Disusun oleh :

Nama : Rudi Kurniawan

No. Mhs. : 113070107

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”


YOGYAKARTA

2010

1. JUDUL PENELITIAN
Studi Laboratorium Screening Criteria Surfaktan dari Ampas Tebu untuk
Perolehan Minyak Tahap Lanjut dengan Metode EOR “Chemical Flooding”.

2. LATAR BELAKANG

Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan


baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman
ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa
dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan
di pulau Jawa dan Sumatra Dari proses pegolahan tebu tersebut akan dihasilkan
gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air. (Anonim,
2007e).

Melihat penggunaan tebu yang begitu banyak, maka akan tersisa limbah
yang berupa ampas tebu juga melimpah. Ampas tebu merupakan bahan baku yang
sangat potensial untuk pembuatan surfaktan karena kandungan ligninnya yang
cukup besar yaitu sekitar 19,6 %. Oleh karena itu sangat disayangkan jika kita
tidak memanfaatkannya untuk diolah menjadi sesuatu yang berguna bagi
kehidupan orang banyak. Tanaman tebu memiliki manfaat yang cukup banyak
untuk kebutuhan manusia, mulai dari daunnya yang bisa dijadikan bahan bakar,
batangnya yang bisa diolah menjadi gula, serta seratnya yang bisa diolah menjadi
kertas, zat pengikat atau penyusun serat-serat tebu agar kuat dan kokoh inilah
yang dinamakan lignin . Lignin inilah yang akan diteliti untuk diolah menjadi
lignosulfonat atau nama lainnnya adalah surfaktan dengan melalui beberapa
proses dan beberapa reaksi.

Kebutuhan surfaktan di Indonesia meningkat seiring dengan perkembangan


industri, sedangkan produksi surfaktan di Indonesia terbatas. Surfaktan banyak
digunakan dalam industri antara lain sebagai emulsifier, corrosion inhibition,
defoaming, detergency, emuliency, dan hair conditioning. Oleh karena itu, perlu di
kembangkan cara pembuatan surfaktan dengan pertimbangan bahan baku yang
tersedia dalam jumlah yang cukup banyak dan merupakan limbah yang tidak
mempunyai nilai jual yang tinggi. Penelitian ini mencoba memanfaatkan limbah
pertanian seperti ampas tebu yang saat ini kurang dimanfaatkan sehingga bernilai
jual lebih tinggi. Selain itu, dengan memanfaatkan limbah (ampas tebu) sebagai
bahan baku, maka dapat pula membantu mengurangi tingkat pencemaran
lingkungan.

3. RUMUSAN MASALAH
Pengolahan tebu yang dilakukan pada industri tertentu(pabrik gula)
menghasilkan limbah ampas tebu yang cukup banyak, saat ini pemanfaatan
limbah ampas tebu belum begitu luas. Pemanfaatan limbah ampas tebu masih
terbatas, seperti halnya digunakan untuk pakan ternak, pulp atau digunakan
kembali sebagai bahan bakar industri. Untuk meningkatkan nilai ekonomis dari
limbah ampas tebu dapat dilakukan dengan memanfaatkan unsur lignin/
lignosulfonat dengan persentase sebesar 22,09 % yang ada pada seratnya yang
akan diolah atau diproses menjadi surfaktan, sehingga dapat digunakan dalam
metode tertiary produksi fluida hidrokarbon.
Produksi surfaktan (lignosulfonat) dari ampas tebu dewasa ini kurang
optimal karena masih sangat terbatas pemanfaatannya, sehingga sangat
berpengaruh pada tingkat produksi surfaktan.

4. TUJUAN PENELITIAN :
1. Membuktikan bahwa lignosulfonat yang terdapat pada limbah
ampas tebu (bagas) dapat digunakan sebagai bahan alternatif sebagai bahan
dasar untuk pembuatan surfakatan.
2. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan NaHSO3, ukuran
partikel dari ampas tebu dan pengadukan terhadap yield surfaktan.
3. Mengamati efek yang ditimbulkan dari tiap penambahan persentase
surfaktan dari ampas tebu untuk setiap komposisi yang telah ditentukan.
4. Menghitung dan menentukan jumlah penambahan persentase
surfaktan yang efektif digunakan untuk mendapatkan perolehan minyak
yang optimal
5. Menemukan additive alternatif yang lebih ekonomis dalam
Chemical Flooding pada metode EOR.

6. Membandingkan penggunaan surfaktan dari ampas tebu dengan


Surfaktan dari pabrik dalam Chemical Flooding pada metode EOR.

5. LUARAN YANG DIHARAPKAN


Peneliti mendapat hak paten dalam penelitiannya serta artikel mengenai
penelitian ini untuk penelitian berikutnya.

6. KEGUNAAN
a. Memberikan informasi kepada masyarakat terutama dalam
industri perminyakan bahwa ada material lain yang bisa digunakan
sebagai bahan surfaktan pada EOR Chemical Flooding.
b. Memberikan acuan atau informasi kepada peneliti
berikutnya agar dapat diteliti lebih dalam
c. Memberikan solusi dalam mengurangi pemcemaran
lingkungan yang diakibatkan oleh banyaknya sisa ampas tebu yang
tidak termanfaatkan.
d. Memberi masukan kepada instansi terkait mengenai bahan
alternatif sebagai bahan surfaktan pada EOR Chemical Flooding.

7. TINJAUAN PUSTAKA

7.1 Surfaktan

Surfaktan (surface active agents) merupakan suatu senyawa aktif penurun


tegangan permukaan yang dapat diproduksi rnelalui sintesis kimiawi maupun
biokimiawi. Karakteristik utama surfaktan adalah memiliki gugus polar dan non
polar pada molekul yang sama. Sifat aktif permukaan yang dimiliki surfaktan
diantaranya mampu menurunkan tegangan permukaan, tegangan antarmuka dan
meningkatkan kestabilan sistem emulsi. Hal ini membuat surfaktan banyak
digunakan dalam berbagai industri, seperti industri sabun,deterjen, produk
kosmetika dan produk perawatan diri, farmasi, pangan, cat dan pelapis,kertas,
tekstil, pertambangan dan industri perminyakan untuk Enhanced Oil Recovery
(EOR). Surfaktan mempunyai struktur molekul yang terdiri dari gugus
hyddrophobic dann hydrophilicc. Gugus hydrrophobic merupakan gugus yang
sedikit tertarik/menolak molekul air sedangkan gugus hydrophilic tertarik kuat
pada molekul air. Struktur ini disebut juga dengan struktur amphipphatic. Adanya
dua gugus iini menyebabkkan penurunan tegangan muuka di permukaan cairan

hyddrophobic hydrophilic

Gambar 1. Molekul Surfaktan

Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu surfaktan


yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air.

1. Surfaktan yang larut dalam minyak

Ada tiga yang termasuk dalam golongan ini, yaitu senyawa polar berantai
panjang, senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon.

2. Surfaktan yang larut dalam pelarut air

Jenis surfaktan anionik yang banyak digunakan saat ini untuk Enhanced Oil
Recovery (EOR) adalah surfaktan yang berbasis petroleum.
KelemeViansurfaktanerbasis petroleum adalah menggunakan bahan baku yang
tidak dapat diperbaharui, tidak tahan pada kesadahan yang tinggi dan sulk
didegradasi. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
memproduksi surfaktan meth ester sulfonat (MES) yang dibuat dari bahan nabati
yaitu meth ester Cis dari metil ester dari aucle palm oil (CPO). Surfaktan MES
dihasilkan melalui proses sulfonasi metil ester dengan agen pensulfonasi, seperti
NaHS03. Keunggulan yang dimiliki surfaktan MES dibandingkan surfaktan
berbasis petroleum yaitu bersifat terbanikan, lebih ramah lingkungan, secara alami
mudah didegradasi dan memiliki sifat deterjensi yang balk walaupun digunakan
pada air dengan tingkat kesadahan yangcukup tinggi. Surfaktan MES dengan ester
asam lemak C16 sampai C16 memiliki daya deterjensi yang paling balk.

7.2 Lignin Dalam Ampas Tebu

Ampas tebu atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses
ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar
35 – 40% dari berat tebu yang digiling (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Husin
(2007) menambahkan, berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula
Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu
giling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula
Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik
gula di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton (Anonim, 2007b), sehingga ampas
tebu yang dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak
60% dari ampas tebu tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar,
bahan baku untuk kertas, bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan lain-
lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45 % dari ampas tebu tersebut belum
dimanfaatkan. (Husin, 2007).

Ampas tebu sebagian besar mengandung ligno-cellulose. Panjang seratnya


antara 1,7 sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro, sehingga ampas tebu
ini dapat memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi papan-papan buatan.
Bagase mengandung air 48 - 52%, gula rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%.
Serat bagase tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar terdiri dari selulosa,
pentosan dan lignin (Husin, 2007). Menurut Husin (2007) hasil analisis serat
bagas adalah seperti dalam Tabel 2. berikut:
Tabel 2. Komposisi Kimia Ampas Tebu

Kandungan Kadar %
Abu 3.82
Lignin 22.09
Selulosa 37.65
Sari 1.81
Pentosa 27.97
SiO2 3.01

Pembutan surfaktan ini dilakukan melalui metode sulfonasi dengan


mereaksikan lignin yang dipisahkan dari ampas tebu dengan larutan natrium
bisulfite yang kemudian menghasilkan lignosulfonat. Percobaan dilakukan
didalam labu leher tiga dan proses sulfoasi lignin ini termasuk reaksi irreversibel
dan bersifat endotermis yaitu penyiapan bahan baku dan membentuk ukuran
patikel tebu sekecil mungkin karena ukuran partikelnya sangat berpengaruh
terhadap pemisahan lignin nya agar bisa mendapatkan surfaktan dengan kadar
yang tinggi.

Proses selanjutnya yaitu merebus ampas tebu dengan larutan perebus yaitu
natrium bisulfite (NaHSO3) yang dilakukan didalam labu leher tiga dan dilakukan
dengan konsentrasi perbus yang berbeda beda. Proses ini berlansung pada kondisi
suhu 105oC, pH 4, serta pengadukan konstan selama 30 menit. Dalam proses
perebusan ini banyak faktor-faktor yang berpengaruh untuk pembentukan
lignosulfonat dengan konsentrasi yang tinggi,faktor yang berpengaruh yaitu yang
pertama ditinjau dari kecepatan reaksi ialah suhu dan pH,semakin tinggi suhu
maka kecepatan reaksi akan meningkat karena reaksi yang berlansung merupakan
reaksi endotermis yang membutuhkan panas untuk bereaksi. Yang selanjutnya
yaitu pH atau darajat keasaman,semakin rendah pH nya atau semakin asam
keadaan dalam reaksi maka laju hidrolisisnya akan semakin meningkat.
Selanjutnya faktor yang berpengaruh ialah kecepatan pengadukan yang dapat
berpengaruh terhadap kecepatan reaksi. Agar reaksi berjalan dengan cepat, maka
kecepatan pengadukan harus besar. Hal ini dikarenakan pengadukan dapat
memperbesar terjadinya tumbukan antar molekul zat yang bereaksi.

Proses pengolahan limbah ampas tebu menjadi surfaktan tidak menghasilkan


hasil samping sehingga memberikan kemudahan dalam pembuatannya. Hasil
sampaing yang dihasilkan hanya berupa ampas tebu yang dari proses penyaringan,
walaupun ada ampas tebu yang tersisa pasti dengan ukuran yang sangat kecil dan
tidak beropengaruh kepada konsentrasi surfaktan yang diinginkan.

Injeksi surfaktan digunakan untuk menurunkan tegangan antarmuka minyak-


fluida injeksi supaya perolehan minyak meningkat. Jadi effisiensi injeksi
meningkat sesuai dengan penurunan tegangan antarmuka (L.C Uren and E.H
Fahmy). Ojeda et al (1954) mengidentifikasikan parameter - parameter penting
yang menentukan kinerja injeksi surfaktan, yaitu :
1. Geometri pori
2. Tegangan antarmuka
3. Kebasahan atau sudut kontak
4. ΔP atau ΔP/L
5. Karakteristik perpindahan kromatografis surfaktan pada sistem tertentu
Injeksi surfaktan ini ditujukan untuk memproduksikan residual oil yang
ditinggalkan oleh water drive, dimana minyak yang terjebak oleh tekanan kapiler,
sehingga tidak dapat bergerak dapat dikeluarkan dengan menginjeksikan larutan
surfaktan. Percampuran surfaktan dengan minyak membentuk emulsi yang akan
mengurangi tekanan kapiler.
Pada dasarnya ada dua konsep yang telah dikembangkan dalam
penggunaan surfaktan untuk meningkatkan perolehan minyak. Konsep pertama
adalah larutan yang mengandung surfaktan dengan konsentrasi rendah
diinjeksikan. Surfaktan dilarutkan di dalam air atau minyak dan berada dalam
jumlah yang setimbang dengan gumpalan-gumpalan surfaktan yang dikenal
sebagai micelles. Sejumlah besar fluida (sekitar 15 – 60% atau lebih) diinjeksikan
ke dalam reservoir untuk mengurangi tegangan antarmuka antara minyak dan air,
sehingga dapat meningkatkan perolehan minyak.
Pada konsep kedua, larutan surfaktan dengan konsentrasi yang lebih tinggi
diinjeksikan ke dalam reservoir dalam jumlah yang relatif kecil (3 – 20% PV).
Dalam hal ini, micelles yang terbentuk bisa berupa dispersi stabil air di dalam
hidrokarbon atau hidrokarbon di dalam air.
 Screening Criteria Injeksi Surfaktan
Kriteria seleksi untuk injeksi surfaktan yang diharapkan dapat menghasilkan
perolehan
optimum adalah sebagai berikut :
 Oil Gravity (oAPI) > 25
 Viskositas minyak (cp) < 30
 Permeabilitas rata-rata (mD) < 250
 Saturasi minyak sisa > 20
 Salinitas air formasi (ppm) < 200000
 Jenis batuan Sandstone
 Mekanisme :
Seluruh metode injeksi surfaktan dan alkali memperoleh minyak dengan :
a) menurunkan tegangan permukaan antara minyak dan air.
b) kelarutan minyak pada beberapa sistem micellar.
c) emulsifikasi minyak dan air, terutama pada metode alkaline.
d) perubahan kebasahan (pada metode alkaline).
e) peningkatan mobilitas.
Metode pendesakan surfaktan dapat diterapkan dengan mudah jika
dibandingkan dengan proses pendesakan kimia lainnya. Tetapi injeksi surfaktan
relative mahal, sehingga diperlukan perencanaan dan perhitungan yang tepat.
Dengan pendesakan surfaktan yang sangat menurunkan tegangan permukaan antar
muka maka pendesakan secara mikro dan efesiensi penyapuan secara makro dapat
ditingkatkan. Dengan turunnya tegangan antar muka minyak-air maka gaya adhesi
antar gelembung-gelembung minyak serta penyempitan pori-pori juga akan
berkurang, sehingga sisa minyak yang terperangkap tersebut dapat didesak.
Adapun kondisi yang kurang baik untuk dilakukan injeksi surfaktan yaitu pada
kondisi reservoir yang sangat heterogen, reservoir yang berlapis-lapis, terdapatnya
patahan, permeabilitas dan porositas yang kecil dan reservoir yang terlalu dalam.

Dikarenakan penelitian ini baru yang pertama kali dilakukan dalam


peningkatan variable-variabel yang berpengaruh untuk mendapatkan hasil capaian
yang diinginkan,kami belum bisa menduga hal apa lagi yang akan bisa terjadi
diluar dugaan sementara yang telah kami paparkan. Dalam pengolahan ampas
tebu yang akan dijadikan surfaktan ini,kami berharap bisa membuat sesuatu yang
bisa bemanfaat bagi perkembangan teknologi dalam hal penerapan ilmu-ilmu
teknik kimia di segala bidang industri terutama dalam bidang perminyakan.

8. METODE PELAKSANAAN

8.1 Populasi dan Sampel.

Ampas tebu atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses
ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar
35 – 40% dari berat tebu yang digiling (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Ampas
tebu sebagian besar mengandung ligno-cellulose. Ampas tebu mempunyai
kandungan lignin yang cukup tinggi yaitu sekitar 19,6 % sehingga dapat dijadikan
bahan baku untuk pembuatan surfaktan. Proses pembuatan surfaktan dilakukan
dengan cara merebus ampas tebu dalam larutan NaHSO3 sehingga terjadi reaksi
sulfonasi lignin.

8.2 Variabel yang berpengaruh

1. Konsetrasi Perebus Natrium bisulfate (NaHSO3)

Pada pemrosesan limbah ampas tebu menjadi lignosulfonat, semakin tinggi


kensentrasi natrium bisulfate yang bereaksi pada proses perebusan,maka kadar
surfaktan atau lignosulfonat yang dihasilkan akan semakin tinggi. Hal ini sesuai
dengan teori pengaruh konsentrasi reaktan terhadap kadar atau konsentrasi produk
yang didapat.

2. Ukuran Partikel
Ukuran partikel ampas tebu sangat bepengaruh terhadap kadar surfaktan
yang dihasilkan karena semakin kecil ukuran pertikel ampas tebu maka pemisahan
ligninnya akan semakin mudah dan akan menghasilkan molekul lignin yang
semakin banyak, sehingga memudahkan proses pelaruatan ampas tebu.

3. Pengadukan

Kecepatan pengadukan dapat mempengaruhi kecepatan reaksi. Agar reaksi


berjalan dengan cepat, maka kecepatan pengadukan harus besar. Hal ini
dikarenakan pengadukan dapat memperbesar terjadinya tumbukan antar molekul
lignin dengan ion bisulfite yang bereaksi.

8.3 Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Ampas Tebu

Pembutan surfaktan ini dilakukan melalui metode sulfonasi dengan


mereaksikan lignin yang dipisahkan dari ampas tebu dengan larutan natrium
bisulfite yang kemudian menghasilkan lignosulfonat. Percobaan dilakukan
didalam labu leher tiga dan proses sulfoasi lignin ini termasuk reaksi irreversibel
dan bersifat endotermis, melalui beberapa tahap,tahap partama yaitu penyiapan
bahan baku dan membentuk ukuran patikel tebu sekecil mungkin karena ukuran
partikelnya sangat berpengaruh terhadap pemisahan lignin nya agar bisa
mendapatkan surfaktan dengan kadar yang tinggi. Proses selanjutnya yaitu
merebus ampas tebu dengan larutan perebus yaitu natrium bisulfite (NaHSO3)
yang dilakukan didalam labu leher tiga dan dilakukan dengan konsentrasi perbus
yang berbeda beda. Proses ini berlansung pada kondisi suhu 105 oC, pH 4, serta
pengadukan konstan selama 30 menit.

Selanjutnya ialah pengambilan filtrat yang akan analisa yaitu dilakukan


dengan cara memisahkan filtra dari campuran setelah proses perebusan. Setelah
proses perebusan selesai dengan waktu yang tertentu, kemudian dilakukan
penyaringan untuk memisahkan residu dan filtratnya,setelah penyaringan
selesai,filtrat yang diambil lalu didinginkan beberapa saat dan mengukur kadar
lignosulfonat yang terbentuk dengan menggunakan spektrofotometer. Proses
pengolahan ini dilakukan secara kontinyu agar didapatkan perbandingan kadar
lignosulfonat yang terbentuk dengan pengaruh perbedaan konsentrasi natrium
bisulfate (NaHSO3),dan ukuran partikel ampas tebu tersebut.

Pada proses pengolahan ampas tebu menjadi surfaktan terdapat dua reaksi
yang terjadi yaitu reaksi hidrolisis dan reaksi sulfonasi. Reaksi hidrolisis yang
terjadi ialah proses pemecahan molekul lignin/lignosulfonat menjadi molekul
yang lebih kecil sehingga senyawa lignin ini dapat larut dalam air. Reaksi yang
selanjutnya terjadi ialah reaksi sulfonasi yaitu reaksi pembentukan senyawa
lignosulfonat dari reaksi antar ion bisulfate dengan molekul lignin. Dalam proses
ini produk yang dihasilkan berupa ligosulfonat(surfaktan) dan air. Diharapkan
dalam penelitian ini adalah produksi surfaktan (lignosulfonat) dengan kualitas
yang tinggi. Dapat dilakukan dengan mengubah variable-variabel yang
berpengaruh dalam proses ini.

2. Tahap Penginjeksian Untuk Pendesakan Minyak

1. Pengisian Model Reservoir Dengan Pasir Silica


 Siapkan pasir silica sebagai medianya.
 Bersihkan hingga air yang keruh berkurang, kemudian keringkan didalam
oven.
 Ayak pasir yang telah kering dengan sieve shaker.
 Besarnya pasir yang digunakan adalah 80 mesh.
 Masukkan ke dalam model reservoir hingga benar-benar padat dan tidak ada
sisa ruang di dalam model reservoir tersebut.
2. Injeksi Air
 Injeksikan air sebanyak 200 ml ke dalam model reservoir tersebut sebagai
saturasi air dengan tekanan10 psi.
 Buka kedua ujung model reservoir agar air dapat mengalir masuk dan juga
keluar.
 Selama penginjeksian, catat banyaknya air yang keluar dari model.
 Hitung berapa air yang masih tersisa di dalam model reservoir tersebut.
3. Injeksi Minyak Parafin
 Setelah injeksi air selesai, lanjutkan dengan menginjeksikan minyak paraffin
sebanyak 200 ml ke dalam model reservoir tersebut dengan tekanan sebesar
10 psi.
 Selama penginjeksian, catat berapa jumlah air maupun minyak yang keluar
dan yang masih berada di dalam model reservoir tersebut.
4. Injeksi Air Untuk Mendesak Minyak
 Keadaan telah dibuat seolah-olah reservoir terisi dengan minyak, selanjutnya
diinjeksikan kembali air sebanyak 200 ml dengan tekanan 10 psi.
 Injeksikan air hingga tidak ada lagi minyak dan air yang keluar.
 Catat jumlah minyak dan air yang keluar serta sisa air dan minyak yang
masih berada di dalam model reservoir.
5. Injeksi Surfaktan Untuk Mendesak Sisa Minyak
 Lakukan injeksi dengan larutan surfaktan. Yang diinjeksi terlebih dahulu ialah
larutan sebelum dipengaruhi temperatur (sebelum dipanaskan). Jumlah
larutan yang diinjeksikan sebanyak 200 ml dengan tekanan 10 psi.
 Catat berapa penambahan minyak yang dapat didesak dengan larutan ini.
 Hitung pula jumlah minyak dan air yang masih tertinggal di dalam reservoir.
6. Injeksi Air Untuk Preflush
 Setelah injeksi surfaktan dan polimer selesai dilakukan, selanjutnya injeksikan
kembali air sebagai preflush.
 Catat berapa jumlah minyak yang masih dapat didesak dari hasil preflush
tersebut.
 Jumlah minyak yang masih tersisa di dalam model reservoir diasumsikan
sebagai minyak yang sudah tidak dapat terproduksikan
3. Tahap Penginjeksian Untuk Surfaktan-Polimer
1. Pengisian Model Reservoir Dengan Pasir Silica
 Siapkan pasir silica sebagai medianya.
 Bersihkan hingga air yang keruh berkurang, kemudian keringkan didalam
oven.
 Ayak pasir yang telah kering dengan sieve shaker.
 Besarnya pasir yang digunakan adalah 80 mesh.
 Masukkan ke dalam model reservoir hingga benar-benar padat dan tidak ada
sisa ruang di dalam mode reservoir tersebut.
2. Injeksi Air
 Injeksikan air sebanyak 200 ml ke dalam model reservoir tersebut sebagai
saturasi air dengan tekanan 10 psi.
 Buka kedua ujung model reservoir agar air dapat mengalir masuk dan juga
keluar.
 Selama penginjeksian, catat banyaknya air yang keluar dari model.
 Hitung berapa air yang masih tersisa di dalam model reservoir tersebut.
3. Injeksi Minyak Parafin
 Setelah injeksi air selesai, lanjutkan dengan menginjeksikan minyak paraffin
sebanyak 200 ml ke dalam model reservoir tersebut dengan tekanan sebesar 10
psi.
 Selama penginjeksian, catat berapa jumlah air maupun minyak yang keluar
dan yang masih berada didalam model reservoir tersebut.
4. Injeksi Air Untuk Mendesak Minyak
Keadaan telah dibuat seolah-olah reservoir terisi dengan minyak, selanjutnya
diinjeksikan kembali air sebanyak 200 ml dengan tekanan 10 psi.
 Injeksikan air hingga tidak ada lagi minyak dan air yang keluar.
 Catat jumlah minyak dan air yang keluar serta sisa air dan minyak yang masih
berada di dalam model reservoir.
5. Injeksi Surfaktan Untuk Mendesak Minyak
 Lakukan injeksi dengan larutan surfaktan-polimer. Yang diinjeksi terlebih
dahulu ialah larutan sebelum dipengaruhi temperatur (sebelum dipanaskan).
Jumlah larutan yang diinjeksikan sebanyak 200 ml dengan tekanan 10 psi.
 Catat berapa penambahan minyak yang dapat didesak dengan larutan ini.
 Hitung pula jumlah minyak dan air yang masih tertinggal di dalam reservoir.
6. Injeksi Air Untuk Preflush
 Setelah injeksi surfaktan-polimer selesai dilakukan, selanjutnya injeksikan
kembali air sebagai preflush.
 Catat berapa jumlah minyak yang masih dapat didesak dari hasil preflush
tersebut. Jumlah minyak yang masih tersisa di dalam model reservoir
diasumsikan sebagai minyak yang sudah tidak dapat terproduksikan.

9. JADWAL PENELITIAN

Minggu

Tahap Kegiatan I II III IV V VI

I. Tahap Persiapan

a. Studi pustaka orientasi

b. Survey alat dan bahan

c. Pengumpulan bahan

II. Tahap Pelaksanaan

a. Penyiapan dan control kualitas


surfaktan dari ampas tebu

b. Pengujian surfaktan dari ampas tebu

pada metode EOR “Chemical


Flooding”

III. Tahap Penyelesaian

a. Pengumpulan data penelitian

b. Pengolahan dan analisa data

c. Pembahasan hasil analisa data

d. Penyusunan laporan akhir


e. Pengumpulan laporan akhir

DAFTAR PUSTAKA

1.Kirk, R.E., and Othmer, D.P., (1981), “Encyclopedia of Chemical Technology”,


Fourth Edition, Volume 15, John Willey and Sons, Inc., Publication, p.140.
2. Rosen, Milton J., (2004), “Surfactants and Interfacial phenomena”, Third
edition, John Willey and Sons, Inc.,Publication.
3. http://eprints.undip.ac.id/1558/1/research%28FORMAT_BARU%29.pdf

4. http://ibnuhayyan.wordpress.com/2008/09/10/surfaktan/

5. http://bioindustri.blogspot.com/2008/04/ampas-tebu.html

6. Flaming E. Hason, Robert C. Knox,David A. Sabatini and Tohren C. Kibbey,


”Surfactant Effects on Residual Water and Oil Saturation in Porous
Media”,Vadose Zone Journal 2 pg. 168-176.
7. Poolen, Van.H.K.,”Fundamental of Enhanced Oil Recovery”, Penn Well
Publishing CO., Tulsa,1980.
8. Green D.W. and Will G.P.,”Enhanced Oil Recovery”, Prentice Hall Inc.,
Englewood Cliffs, New Jersey, 1989.

Anda mungkin juga menyukai