TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Syncope
B. Etiologi
2. Gangguan Kardiovaskular
a. Gangguan structural dan obstruktif (Fauci, 2009; Ooi & Peter,
2008).
1) Emboli paru
2) Hipertensi pulmoner
3) Atrial myxoma
4) Stenosis Mitral
5) Penyakit Miokard ( Infark Miokard akut)
6) Left Ventricular myocardial restriksi atau konstriksi
7) Tamponade atau konstriksi Perikardial
8) Obstruksi Aorta
9) Stenosis Aorta
10) Obstruksi hipertrofi cardiomiopati
b. Aritmia Kardiak (Fauci, 2009; Sudoyo, Setyohadi, &
Simadibrata, 2007).
1) Bradiaritmia: sinus bradikardi, sinoatrial blok, sinus aarest,
sick sinus syndrome, AV blok.
2) Takiaritmia: Supraventrikular Takikardi, Atrial Fibrilasi
dengan sindrom Wolf-Parkinson-White, Atrial Flutter,
Ventrikular Takikardi.
3. Penyakit Cerebrovaskular (Fauci, 2009)
a. Insufisiensi Vertebrobasilar
b. Migraine arteri basilar
4. Gangguan lain yang dapat menyebabkan sinkop (Fauci, 2009)
a. Metabolik
1. Hypoxia
2. Anemia
3. Hiperventilasi
4. Hipoglikemi
b. Psikogenik
1. Gangguan cemas
2. Histeris berlebihan
c. Kejang
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Saat ini, tidak ada pengujian khusus memiliki kekuatan yang cukup
untuk benar-benar ditunjukkan untuk evaluasi sinkop. rekomendasi
pedoman berbasis penelitian dan konsensus tercantum di bawah ini.
Pemeriksaan laboratorium harus diarahkan oleh anamnesa dan
pemeriksaan fisik, tetapi tidak semuanya.
Pemeriksaan darah rutin seperti elektrolit, enzim jantung, kadar
gula darah dan hematokrit memiliki nilai diagnostik yang rendah,
sehingga pemeriksaan tersebut tidak direkomendasikan pada
pasien dengan sinkop kecuali terdapat indikasi tertentu dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisis, misalnya pemeriksaan gula darah
untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia dan kadar
hematokrit untuk mengetahui kemungkinan adanya perdarahan dan
lain-lain. Pada keadaan sindrom QT memanjang keadaan
hipokalemia dan hipomagnesemia harus disingkirkan terlebih dahulu.
Tes kehamilan harus dilakukan pada wanita usia reproduksi, terutama
yang akan menjalani head-up tilt testing atau uji elektrofisiologi
b. Pemeriksaan Radiografi
1. Head CT Scan (noncontrast)
Head CT scan tidak diindikasikan pada pasien nonfocal
setelah peristiwa syncopal. Tes ini memiliki hasil diagnostic
rendah sinkop. Dari 134 pasien prospektif dievaluasi untuk sinkop
menggunakan CT scan, 39 pasien temuan abnormal pada scan.
Hanya 1 diagnostik CT scan kepala pada pasien yang tidak
diharapkan memiliki patologik intracranial. Dari scan yang
tersisa, 5 menunjukkan hematoma subdural dianggap sekunder
untuk sinkop. Head CT scan mungkin secara klinis diindikasikan
pada pasien dengan deficit neurologis baru atau pada pasien
dengan trauma kepala sekunder sinkop (Fauci, 2009; Morag,
2017)
2. CT-scan Thoraks / Abdomen
Studi imaging ditunjukkan hanya dalam kasus-kasus
pilih, seperti kasus di mana diseksi aorta, ruptur aneurisma aorta
abdominal, atau embolus paru diduga.
3. Brain MRI / arteriografi resonansi magnetic (MRA)
Tes-tes ini mungkin diperlukan dalam kasus-kasus pilih
untuk mengevaluasi pembuluh vertebrobasilar dan yang lebih
tepat dilakukan secara rawat inap dengan konsultasi dengan ahli
saraf atau seorang ahli bedah saraf(Fauci, 2009; Morag, 2017).
4. Ventilasi Periver Scanning
Tes ini cocok untuk pasien yang diduga pulmonary
embolus(Fauci, 2009; Morag, 2017).
5. Echocardiography
Pada pasien dengan penyakit jantung diketahui, fungsi
ventrikel kiri dan fraksi ejeksi telah ditunjukkan untuk
mempunyai hubungan prediksi yang akurat dengan kematian.
Echocardiography merupakan ujian pilihan untuk mengevaluasi
penyebab yang dicurigai jantung mekanik sinkop(Fauci, 2009;
Morag, 2017).
c. Pemeriksaan lain-lain
1. Elektrokardiografi
Mendapatkan EKG 12-lead standar di sinkop. Ini
adalah tingkat A rekomendasi konsensus 2007 pedoman
Acep untuk sinkop.EKG digunakan di sebagian besar setiap
aturan pengambilan keputusan klinis (Morag, 2017).
2. Holter Monitor / loop recorde acara
cara ini adalah tes rawat jalan. Di masa lalu, semua
pasien dengan sinkop dimonitor selama 24 jam di
rumah sakit.
3. Elektroensefalografi
Elektroensefalografi (EEG) dapat dilakukan pada
kebijaksanaan ahli saraf jika kejang dianggap sebagai
diagnosis alternatif yang mungkin (Morag, 2017).
4. Stress test
Stress test studi elektrofisiologik / (EPS) memiliki hasil
diagnostik yang lebih tinggi dibandingkan dengan monitor Holter
dan harus diperoleh untuk semua pasien dengan aritmia yang
diduga sebagai penyebab sinkop. Sebuah tes stres jantung sesuai
untuk pasien yang diduga sinkop jantung dan yang memiliki
faktor risiko untuk aterosklerosis koroner. Tes ini dapat
membantu dengan stratifikasi risiko jantung dan dapat
membimbing terapi masa depan (Fauci, 2009; Morag, 2017).
H. Penatalaksanaan
Tatalaksana yang perlu dilakukan pada syncope yaitu pemeriksaan
dan penanganan cepat terhadap airway (jalur napas), breathing
(pernapasan), circulation (sirkulasi), dan status kesadaran. Pada syncope
yang tidak berhubungan dengan kelainan kardiovaskular, penanganannya
dapat dilakukan dengan meletakan pasien dalam posisi berbaring. Pada
posisi ini dapat memperbaiki venous return ke jantung dan kemudian dapat
meningkatkan aliran darah otak. Jika pasien sudah tersadar, diharapkan
untuk tidak terburu-buru mendudukan posisi pasien, karena dapat
menyebabkan syncope yang berulang. Adapun terapi lainnya yang
dibutuhkan jika pasien syncope tidak segera sadar yaitu akses intravena,
administrasi oksigen, pembukaan jalan napas, pemberian glukosa,
Pharmacologic circulatory support, dan Pharmacologic or mechanical
restraints. (McPhee, 2010).
1. Periksa ABC dan jika diperlukan bebaskan jalan nafas dan pijat
jantung
2. Pantau frekuensi nadi, RR, TD secara teraturRasional: mengatasi
kondisi gawat pasien lebih awal dapat memperbaiki prognosis.
3. Pantau pernafasan
A. PEMBAHASAN
Epidemiologi
Sinkop sering dijumpai, dan sangat penting untuk melakukan
evaluasi klinis pada praktek medis. Dalam hal kunjungan ke rumah sakit,
sinkop mencapai 3% kunjungan ruang gawat darurat dan 1% - 6% dari
kunjungan pasien umum di rumah sakit Amerika Serikat. Minimal 3%
populasi mengalami sinkop selama pengamatan 25 tahun.
Sinkop relatif sering terjadi di semua kelompok usia, mulai dari
15% anak usia di bawah 18 tahun dan 23% pada pasien lansia berusia di
atas 70 tahun. Prevalensi dan kejadian sinkop meningkat seiring
bertambahnya usia, dengan 30% tingkat kekambuhan.
Penelitian di Irlandia menyata- kan kunjungan pasien sinkop murni
sebesar 1,1% dari seluruh kunjungan ke UGD. Di Amerika Serikat
prevalensi 19% penduduk mngalami sinkop, dengan karakteristik usia >
75 tahun (21%) dan 45-54 tahun (20%), laki-laki dibanding perempuan
15% : 22%. Sinkop umum terjadi pada populasi masyarakat dan
episodepertama muncul pada karakteristik usia yang ditunjukkan oleh
Gambar1. Prevalensi sangat tinggi untuk sinkop pada pasien 10 - 30
tahun, dengan puncak 47% pada wanita dan 31% pada pria berusia
sekitar 15 tahun.
KASUS 1
Seorang laki- laki, 67 tahun, seorang pegawai swasta dengan
pendidikan tidak sekolah, dikonsulkan ke bagian Saraf
RSUP dr. Sardjito dengan adanya keluhan sering pingsan sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Sebelum pingsan pasen mengeluh- kan
adanya keluhan nggliyer diikuti dengan pandangan gelap. Disangkal
adanya mual, muntah, gangguan pendengaran, gangguan telinga,
kelemahan sesisi, pelo, perot, nyeri kepala, pandangan dobel/kabur,
gangguan perilaku, gangguan memori, kejang, demam, trauma,
penurunan berat badan, dan gangguan otonom. Riwayat dilakukan
pemasangan PCI 2 minggu yang lalu. Riwayat diabetes Melitus sejak lebih
dari 5 tahun yang lalu. Disangkal Riwayat hipertensi
Pada pemeriksaan fisik tanda vital dan status interna didapatkan
adanya kardiomegali, lain-lain dalam batas normal. Pada status neurologis
didapatkan; Kondisi umum: sedang, kesadaran: compos mentis. Kepala:
pupil isokor, Ф3 mm/ 3 mm, RC + / +, RK +/+. Nn Cranialis: dbn.
Nistagmus horizontal bilateral bidirectional.
Ekstremitas:
Gerak bebas terbatas pada ekstremitas dekstra, kekuatan 4+ pada
ekstremitas dekstra, reflek fisiologis +2 pada ke empat ekstremitas, reflek
patologis negatif pada kempat ekstremitas, clonus negatif pada keempat
ekstremitas dektra. Pemeriksaan laboratorium, leukosit 15810, hemoglobin
10,2, hematokrit 30,0, neutrofil88,5%, GDS 164, creatinin 2,26.
hasil laboratorium lain dalam batas normal. Hasil rontgen thorax PA
didapatkan gambaran cardiomegali dan pulmo dalam batas normal. CT
Scan kepala potongan axial, koronal, dan sagital.didapatkan gambaran
atrofi cerebri, old infark di lobus frontoparietalis kanan, ortikal infark
dilobus temporalis kanan, sinusitis splenoidalis kiri.
Medicine. Edisi ke-18. United States: McGraw-Hill Professional. Lynda Juall Carpenito.
2001. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001
Triyadi, Safitri, W., & Adi, setia galih. (2014). Peran Guru Dalam Pertolongan
Pertama Pada Siswa Yang Mengalami Syncope Di Smp Muhammadyah 2
Surakarta Triyadi1),. STIKes Kusuma Husada Surakarta.
Toivonen L. 2009. Arrhythmic Syncope. European Heart Journal.