Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

A. PENGERTIAN ASMA
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga
apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi
tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan
mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma
dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi
umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun
dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala
episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk
terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali
bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005;
Bousquet, 2008).
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-
engah” dan berarti serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo
2008). Nelson (1996) dalam Purnomo (2008) mendefinisikan asma
sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk
dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau
kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman,
adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel
baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat
asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain
sudah disingkirkan.
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative
for Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi
kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel
mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini
menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk,
khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan
dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang
sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan
nafas terhadap berbagai rangsangan.
Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran
nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam
maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah
penyempitan saluran nafas secara menyeluruh (Abidin, 2002).

B. KLASIFIKASI ASMA
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai
dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan
bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas
diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan
atau setelah mendapat pengobatan.
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan
keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon
terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa
pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara
bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi
pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran
vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis,
dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun
makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing
dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal
pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian.
2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
a. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang
disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan
tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
b. Asma intrinsic
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap
pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh
stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti
klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang
berlebihan.
3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006)
penggolongan asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4
(empat) yaitu:
a. Asma Intermiten (asma jarang)
1) gejala kurang dari seminggu
2) serangan singkat
3) gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
4) FEV 1 atau PEV > 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
b. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
1) gejala lebih dari sekali seminggu
2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
4) FEV 1 atau PEV > 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
c. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
1) gejala setiap hari
2) serangan mengganggu aktivitas dan tidurgejala pada malam
hari > 1 dalam seminggu
3) FEV 1 tau PEV 60% – 80%
4) PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
d. Asma severe persistent (asma persisten berat)
1) gejala setiap hari
2) serangan terus menerus
3) gejala pada malam hari setiap hari
4) terjadi pembatasan aktivitas fisik
5) FEV 1 atau PEF = 60%
6) PEF atau FEV variabilitas > 30%
4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat
diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA,
2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan,
bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan
mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara
memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis,
mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang
terdengar pada saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan
posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai
ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa
stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak
kebingunan, sudah tidak terdengar mengi dan timbul
bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan
asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat
mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat
mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang
mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian

C. ETIOLOGI ASMA
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui.
Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena
hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap
rangsangan imunologi maupun non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan
Asma adalah: (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh
alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk,
bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsic (non-alergik) : tidak berhubungan dengan
alergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius,
latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan
serangan.
c. Asma gabungan : bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang
menjadi pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya
saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak
menyebabkan peradangan. Trigger dianggap menyebabkan
gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa
menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh
pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu
pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun,
saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu,
apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya
pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah
perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi
saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang
berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi)
dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari
saluran pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma
yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma
dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung
lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab
asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan
(alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen
yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan
alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth,
2006).
3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma
secara spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma
adalah:
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya
juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri
dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan
(seperti buah-buahan dan anggur yang mengandung
sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin,
epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap
Ig E jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu,
serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini
menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga
pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat
mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast
seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon
alergen berupa asma.
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan
jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera
setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh
adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai
Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi
beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik,
berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan
oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan
wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan
pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis
mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini
menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo
bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena
itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang
sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi
masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada
sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung.
Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran
mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma.
Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti musim hujan, musim kemarau.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk
dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk
diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala
asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat
digolongkan menjadi :

1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda
dan gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan
fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita
terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi
bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan
fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak
adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah
sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda
obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila
pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau
rumah sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas
berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-
gejala yang makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat
medis beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter
sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena
pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi
apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi
normal

E. PATOFISIOLOGI
Menurut Herdinsibuae (2005), patofisiologi dari asma dapat
digolongkan menurut klasifikasinya yaitu sebagai berikut :
1. Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik (alergen) menimbulkan reaksi yang hebat
pada mukosa brobkus yang mengakibatkan kontraksi otot polos,
hyperemia serta sekresi lender putih yang tebal. Mekanisme terjadinya
reaksi ini yaitu penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk
alergen yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen
tersebut. Antibodi ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini
melekat pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus.
Jika satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast
menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut akan memisahkan
diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi
bronkus. Pada permukaan sel mast juga terdapat reseptor beta-2
adrenergik. Bila reseptor beta-2 adrenergik dirangsang dengan obat
anti asma Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan histamin akan
terhalang.
Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat banyak eosinophil.
Adanya eosinofil dalam sputum dapat dengan mudah dilihat. Dalam
butir-butir granula eosinofil terdapat enzim yang berfungsi
menghancurkan histamin dan prostaglandin. Dengan kata lain,
eosinofil memberikan perlindungan terhadap serangan asma. Dengan
demikian kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi.
2. Asma Intrinsik
Pada asma intrinsik (non alergen) proses terjadinya asma sangatlah
berbeda dengan asma ekstrinsik. Akibat kepekaan yang berlebihan
(hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus yang merangsang
bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan batuk dan
sekresi lendir dalam satu refleks. Serabut-serabut vagus sangat
hipersensitif, sehingga secara langsung menimbulkan refleks kontriksi
bronkus.
Lendir yang sangat lengket akan disekresikan, sehingga pada
kasus-kasus yang berat dapat menimbulkan sumbatan pada saluran
napas yang hampir total yang mengakibatkan timbulnya status
asmatikus, kegagalan pernapasan, dan kematian.
Faktor pencetus dari refleks ini adalah infeksi saluran pernapasan
oleh flu (common cold), adenovirus, dan juga oleh bakteri. Polusi
udara oleh gas iritatif yang bersasal dari industri, asap, serta udara
dingin juga berperan.

F. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal
nafas
2. Chronic persisten bronchitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang
terjadireaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status
asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare,
2002).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan
silinder sel-sel cabang-cabang bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel
bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinophil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma

a. Gas analisa darah


Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila
terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH
menunjukkan prognosis yang buruk
b. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang
meninggi
c. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
d. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi
pada waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita
bebas dari serangan.
e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif
pada tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada
serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru
berupa rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga
interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan
gambaran yang bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran
infiltrat pada paru.
4. Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan
penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%,
seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi
terjadi pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan
penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.

5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat
dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema
paru, yakni :
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke
kanan dan rotasi searah jarum jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat
RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES,
dan VES atau terjadinya relatif ST depresi.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Pengobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien
tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar
menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat
secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma
yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari
dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan
yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi
dan fibrasi dada.

2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot
dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit.
Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol (Alupent,
metrapel).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil
yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg
empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon
yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk
aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat
kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama
mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka
lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-
anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg
perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol
dan bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama
20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit)
dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.

PROSES KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA


A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer Asma
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernafasan
2) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
1) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
2) Menggunakan otot aksesoris pernafasan
3) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
4) Papiledema
5) Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum
dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk
menyusun strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik
antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat
berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak
yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu
serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa
adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan
yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang
timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau
dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk
waktu yang lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang
mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang
mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi
pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu
pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat
klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,
perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-
otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta
frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan
taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi,
dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin
keras dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula
encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau
putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama
kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang
daripada inspirasi bahkan mungkin lebih.
Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
1) Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan
diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi
terdengar hipersonor.
2) Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan
pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
3) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan
cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing
tidak terdengar (silent chest), sianosis.

d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
1) takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
2) Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan
tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu
inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma
yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun,
gangguan irama jantung.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi ditandai dengan dispnea, takikardia, gelisah, pola
napas abnormal.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
napas ditandai dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih, mengi, dan
gelisah

C. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN INTERVENSI
KRITERIA
HASIL
1 Gangguan Pertukaran Gas Setelah dilakukan Manajemen Jalan
Definisi : Kelebihan atau asuhan Napas
kekurangan oksigenasi dan/atau keperawatan 1. Observasi
 Monitor pola napas
eleminasi karbondioksida pada selama 1x jam
(frekuensi,
membrane alveolus-kapiler diharapkan status
kedalaman, usaha
Penyebab : pola nafas px
napas)
 Ketidakseimbangan ventilasi- normal dengan
 Monitor bunyi napas
perfusi kriteria hasil :
tambahan (mis
 Perubahan membrane alveolus-  Dispnea
gurgling, mengi,
kapiler menurun
wheezing, ronkhi
 Bunyi napas
kering)
tambahan
 Monitor sputum
menurun
(jumlah, warna dan
 PCO2
aroma)
membaik
2. Terapeutik
 PO2 membaik
 Pertahankan
 Pola napas
membaik kepatenan jalan
napas dengan Head
tilt dan Chin lift (jaw
thrust jika dicurigai
trauma servikal)
 Posisikan semi
fowler atau fowler
 Berikan minuman
hangat
 Lakukan pengisapan
lender kurang dari
15 detik
3. Edukasi
 Kolaborasi
Pemantauan Tanda
Vital
1. Observasi
 Monitor tekanan
darah
 Monitor nadi
(frekuensi, kekuatan,
irama)
 Monitor Pernapasan
(frekuensi,
kedalaman)
 Monitor suhu tubuh
2. Terapeutik
 Dokumentasikan
hasil pemantauan
3. Edukasi
Terapi Oksigen
1. Observasi
 Monitor kecepatan
aliran oksigen
 Monitor efektivitas
terapi oksigen (mis.
Oksimetri, analisa
gas darah ) jika perlu
2. Terapeutik
 Pertahankan
kepatenan jalan napas
3. Edukasi
 Ajarkan keluarga dan
pasien cara
menggunakan
oksigen di rumah
4. Kolaborasi

2 Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan Latihan Batuk Efektif
Definisi : ketidakmampuan asuhan 1. Observasi
membersihkan sekret atau obstruksi keperawatan  Identifikasi
jalan napas untuk mempertahankan selama 1x jam kemampuan batuk
jalan napas tetap paten diharapkan status  Monitor adanya
Penyebab : pola nafas px retensi sputum
 Spasme jalan napas normal dengan  Monitor tanda dan
 Hipersekresi jalan napas kriteria hasil : gejala infeksi saluran
 Disfungsi neuromuskuler
 Benda asing dalam jalan napas  Batuk efektif napas
 Adanya jalan napas buatan meningkat  Monitor input dan
 Sekresi yang tertahan  Produksi
 Hiperplasia dinding jalan napas output cairan
 Proses infeksi sputum
2. Terapeutik
 Respon alergi menurun
 Efek agen farmakologis (mis  Mengi  Posisikan semi

anastesi) menurun fowler/fowler

Gejala dan tanda mayor  Wheezing 3. Edukasi

1. Subjektif menurun  Jelaskan tujuan dan


 Dispnea
- menurun prosedur batuk
2. Objektif  Ortopnea
efektif
 Batuk tidak efektif
menurun
 Tidak mampu batuk 4. Kolaborasi
 Sulit bicara
 Sputum berlebih  Kolaborasi
 Mengi, wheezing, dana tau menurun
 Sianosis pemberian mukolitik
ronkhi kering
menurun atau ekspetoran.
Gejala dan tanda minor
 Gelisah Manajemen Jalan
1. Subjektif
menurun Napas
 Dispnea
 Frekuensi
 Sulit bicara 4. Observasi
 Ortopnea napas  Monitor pola napas
2. Objektif membaik
 Gelisah (frekuensi,
 Pola napas
 Sianosis kedalaman, usaha
 Bunyi napas menurun membaik
napas)
 Frekuensi napas berubah
 Monitor bunyi napas
 Pola napas berubah
tambahan (mis
Kondisi Klinis Terkait
gurgling, mengi,
 Gullian barre ssyndrome
 Sklerosis multiple wheezing, ronkhi
 Myasthenia gravis kering)
 Prosedur diagnostik (mis  Monitor sputum
bronkoskopi, (jumlah, warna dan
transesophageal aroma)
echocardiography) 5. Terapeutik
 Depresi sistem saraf pusat  Pertahankan
 Cedera kepala kepatenan jalan
 Stroke
napas dengan Head
 Kuadriplegia
 Infeksi saluran napas tilt dan Chin lift (jaw
thrust jika dicurigai
trauma servikal)
 Posisikan semi
fowler atau fowler
 Berikan minuman
hangat
 Lakukan pengisapan
lender kurang dari
15 detik
6. Edukasi
7. Kolaborasi

D. IMPLEMENTASI
Dilakukan berdasarkan interverensi

E. EVALUASI
a. Evaluasi Formatif (merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap
klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan)
b. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsi observasi dan
analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta:
EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

NANDA International. 2012. Diagnosa Keperawatan NANDA 2012-2014.


Jakarta: EGC

Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu


Penyakit Dalam, FKUI/RSCM

Anda mungkin juga menyukai