Anda di halaman 1dari 15

Dental Emergency pada Kasus Infeksi Odontogenik

drg. Bambang Dwi Rahardjo, Sp.BM(K)

A. Metode Penyajian
Penyampaian materi, diskusi, dan kuis di kelas dengan tatap muka selama 50
menit.

B. Luaran Pembelajaran
Setelah mengikuti perkuliahan untuk materi ini, diharapkan mahasiswa mampu
:
1. Memahami dan menerangkan kembali etiologi Dental Emergency pada
Kasus Infeksi Odontogenik
2. Memahami dan menerangkan kembali mengenai kejadian Dental
Emergency pada Kasus Infeksi Odontogenik
3. Memahami dan menerangkan kembali resiko, komplikasi dan
penanganannya pada pasien dengan Dental Emergency pada Kasus Infeksi
Odontogenik

C. Materi
1. Definisi Infeksi Odontogenik
Infeksi odontogenik merupakan salah satu diantara beberapa infeksi yang
paling sering kita jumpai pada manusia. Pada kebanyakan pasien infeksi ini
bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali ditandai dengan drainase
spontan di sepanjang jaringan gingiva pada gigi yang mengalami gangguan.

1
Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering terjadi. Infeksi
odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan penyakit periodontal, perikoronal, trauma,
atau infeksi pasca pembedahan. Infeksi odontogenik juga lebih sering disebabkan oleh
beberapa jenis bakteri seperti streptococcus. Infeksi dapat terlokalisir atau dapat menyebar
secara cepat ke sisi wajah lain.

Fistula Bakteremie-Septikemie

Selulitis Acute-Chronic Infeksi Spasium


Periapikal Infection yang dalam

Abses intra oral Osteomielitis Ke spasium yang lebih


Atau jaringan lunak-kutis tinggi – infeksi serebral

Gambar 1 : Arah Penyebaran Infeksi odontogenik


Sumber : Oral and Maxillofacial Infection, Topazian Richard G, Morton H
Goldberg, James R hupp. 4th ed;Philadelphia, W.B.Saunders Co.

1.1 Klasifikasi Infeksi odontogenik


I. Berdasarkan organisme penyebab Infeksi
 Bakteri
 Virus
 Parasit
 Mikotik
II. Berdasarkan Jaringan
 Odontogenik
 Non-odontogenik
III. Berdasarkan lokasi masuknya
 Pulpa
 Periodontal
 Perikoronal
 Fraktur
 Tumor
 Oportunistik
IV. Berdasarkan tinjauan klinis
 Akut

2
 Kronik
V. Berdasarkan spasium yang terkena
 Spasium kaninus
 Spasium bukal
 Spasium infratemporal
 Spasium submental
 Spasium sublingual
 Spasium submandibula
 Spasium masseter
 Spasium pterigomandibular
 Spasium temporal
 Spasium Faringeal lateral
 Spasium retrofaringeal
 Spasium prevertebral

1.2 Faktor-faktor yang berperan terjadinya infeksi


1. Virulensi dan Quantity
Di rongga mulut terdapat bakteri yang bersifat komensalis. Apabila
lingkungan memungkinkan terjadinya invasi, baik oleh flora normal maupun
bakteri asing, maka akan terjadi perubahan dan bakteri bersifat patogen.
Patogenitas bakteri biasanya berkaitan dengan dua faktor yaitu virulensi dan
quantity. Virulensi berkaitan dengan kualitas dari bakteri seperti daya invasi,
toksisitas, enzim dan produk-produk lainnya. Sedangkan Quantity adalah jumlah
dari mikroorganisme yang dapat menginfeksi host dan juga berkaitan dengan
jumlah faktor-faktor yang bersifat virulen.
2. Pertahanan Tubuh Lokal
Pertahanan tubuh lokal memiliki dua komponen. Pertama barier anatomi,
berupa kulit dan mukosa yang utuh, menahan masuknya bakteri ke jaringan di
bawahnya. Pembukaan pada barier anatomi ini dengan cara insisi poket periodontal
yang dalam, jaringan pulpa yang nekrosis akan membuka jalan masuk bakteri ke
jaringan di bawahnya. Gigi-gigi dan mukosa yang sehat merupakan pertahanan
tubuh lokal terhadap infeksi. Adanya karies dan saku periodontal memberikan jalan
masuk untuk invasi bakteri serta memberikan lingkungan yang mendukung
perkembangbiakan jumlah bakteri.
Mekanisme pertahanan lokal yang kedua adalah populasi bakteri normal di
dalam mulut, bakteri ini biasanya hidup normal di dalam tubuh host dan tidak
menyebabkan penyakit. Jika kehadiran bateri tersebut berkurang akibat
penggunaan antibiotik, organisme lainnya dapat menggantikannya dan
bekerjasama dengan bakteri penyebab infeksi mengakibatkan infeksi yang lebih
berat.
3. Pertahanan Humoral
Mekanisme pertahanan humoral, terdapat pada plasma dan cairan tubuh
lainnya dan merupakan alat pertahanan terhadap bakteri. Dua komponen utamanya

3
adalah imunoglobulin dan komplemen. Imunoglobulin adalah antibodi yang
melawan bakteri yang menginvasi dan diikuti proses fagositosis aktif dari leukosit.
Imunoglobulin diproduksi oleh sel plasma yang merupakan perkembangan dari
limfosit B.Terdapat lima tipe imunoglobulin, 75 % terdiri dari Ig G merupakan
pertahanan tubuh terhadap bakteri gram positif. Ig A sejumlah 12 % merupakan
imunoglobulin pada kelenjar ludah karena dapat ditemukan pada membran
mukosa. Ig M merupakan 7 % dari imunoglobulin yang merupakan pertahanan
terhadap bakteri gram negatif. Ig E terutama berperan pada reaksi hipersensitivitas.
Fungsi dari Ig D sampai saat ini belum diketahui.
Komplemen adalah mekanisme pertahanan tubuh humoral lainnya,
merupakan sekelompok serum yang di produksi di hepar dan harus di aktifkan
untuk dapat berfungsi. Fungsi dari komplemen yang penting adalah yang pertama
dalam proses pengenalan bakteri, peran kedua adalah proses kemotaksis oleh
polimorfonuklear leukosit yang dari aliran darah ke daerah infeksi. Ketiga adalah
proses opsonisasi, untuk membantu mematikan bakteri. Keempat dilakukan
fagositosis. Terakhir membantu munculnya kemampuan dari sel darah putih untuk
merusak dinding sel bakteri.
4. Pertahanan Seluler
Mekanisme pertahanan seluler berupa sel fagosit dan limfosit. Sel fagosit
yang berperan dalam proses infeksi adalah leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini
keluar dari aliran darah dan bermigrasi e daerah invasi bakteri dengan proses
kemotaksis. Sel-sel ini melakukan respon dengan cepat, tetapi sel-sel ini siklus
hidupnya pendek, dan hanya dapat melakukan fagositosis pada sebagian kecil
bakteri. Fase ini diikuti oleh keluarnya monosit dari aliran darah ke jaringan dan
disebut sebagai makrofag. Makrofag berfungsi sebagai fagositosis, pembunuh dan
menghancurkan bakteri dan siklus hidupnya cukup lama dibandingkan leukosit
polimorfonuklear. Monosit biasanya terlihat pada infeksi lanjut atau infeksi kronis.
Komponen yang kedua dari pertahanan seluler adalah populasi dari limfosit,
seperti telah di sebutkan sebelumnya limfosit B akan berdifernsiasi menjadi sel
plasma dan memproduksi antibodi yang spesifik seperti Ig G. Limfosit T berperan
pada respon yang spesifik seperti pada rejeksi graft (penolakan cangkok) dan tumor
suveillance (pertahanan terhadap tumor).

1.3 Tahapan Infeksi


Infeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka menjalani
resolusi:
1. Selama 1 sampai 3 hari - pembengkakan lunak, ringan, lembut, dan adonannya
konsisten.
2. Antara 5 sampai 7 hari – tengahnya mulai melunak dan abses merusak kulit atau
mukosa sehingga membuatnya dapat di tekan. Pus mungkin dapat dilihat lewat
lapisan epitel, membuatnya berfluktuasi.
3. Akhirnya abses pecah, mungkin secara spontan atau setelah pembedahan secara
drainase. Selama fase pemecahan, regio yang terlibat kokoh/tegas saat dipalpasi
disebabkan oleh proses pemisahan jaringan dan jaringan bakteri.

4
1.4 Patogenesis
Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap abses
dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium dan tahap lebih lanjut yang merupakan
tahap komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri dapat masuk ke jaringan melalui
suatu luka ataupun melalui folikel rambut. Pada abses rahang dapat melalui foramen
apikal atau marginal gingival.
Penyebaran infeksi melalui foramen apikal berawal dari kerusakan gigi atau karies,
kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal di daerah membran periodontal
berupa suatu periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan
membran periodontal di apikal mengadakan reaksi membentuk dinding untuk
mengisolasi penyebaran infeksi. Respon jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut
dapat berupa periodontitis apikalis yang supuratif atau abses dentoalveolar.

1.5 Macam-macam Infeksi odontogenik


Macam-macam infeksi odontogenik dapat berupa : infeksi dentoalveolar, infeksi
periodontal, infeksi yang menyangkut spasium, selulitis, flegmon, osteomielitis, dan
infeksi yang merupakan komplikasi lebih lanjut.

1.6 Tanda dan Gejala


1. Adanya respon Inflamasi
Respon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi. Pada keadaan
ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga dilakukan perbaikan
jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat disimpulkan dalam
beberapa tanda :
A. Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan peningkatan
permeabilitas dari venula dengan berkurangnya aliran darah pada vena.
B. Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi dan nutrisi dan
berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.
C. Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti migrasi
leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada daerah luka.
D. Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada dinding lesi.
E. Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya
F. Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik

2. Adanya gejala infeksi


Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan terlihat pada
daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi. Tumor atau edema
merupakan pembengkakan daerah infeksi. Kalor atau panas merupakan akibat aliran
darah yang relatif hangat dari jaringan yang lebih dalam, meningkatnya jumlah aliran
darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau rasa sakit, merupakan akibat
rangsangan pada saraf sensorik yang di sebabkan oleh pembengkakan atau perluasan
infeksi. Akibat aksi faktor bebas atau faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit
atau bradikinin pada akhiran saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa

5
atau kehilangan fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan mengunyah dan
kemampuan bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah inflamasi
disebabkan oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi dari pergerakan otot yang
disebabkan oleh adanya rasa sakit.
3. Limphadenopati
Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di
sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada infeksi
kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung derajat
inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di sekitarnya biasanya
tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe merupakan daerah indikasi terjadinya
infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika organisme penginfeksi menembus sistem
pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan reaksi seluler dan memproduksi pus.
Proses ini dapat terjadi secara spontan dan memerlukan insisi dan drainase.

2. Definisi Abses Odontogenik


Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang berdinding tebal,
manifestasinya berupa keradangan, pembengkakan yang nyeri jika ditekan, dan
kerusakan jaringan setempat.10
Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang, atau
tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi. Kehadiran abses
dentoalveolar sering dikaitkan dengan kerusakan yang relatif cepat dari alveolar tulang
yang mendukung gigi. Jumlah dan rute penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi
yang terkena serta penyebab virulensi organisme.

3. Macam-macam Abses Odontogenik


1. Abses periapikal
Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah
periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi akut.
Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode laten yang
tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan demam.
Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga bisa berasal
sistemik (bakteremia).

Gambar 2. Abses periapikal

6
2. Abses subperiosteal
Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut
dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna kulit
sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang hebat,
berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi
premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula,
tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan.

a b

Gambar 3 : a. Ilustrasi gambar Abses subperiosteal dengan lokalisasi di


daearah lingual
b. Tampakan Klinis Abses Subperiosteal
Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer

3. Abses submukosa
Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses
subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah
periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan pembengkakan
bertambah besar. Gejala lain yaitu masih terdapat pembengkakan ekstra oral kadang-
kadang disertai demam.lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi
podotip. Bila abses berasal darigigi insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar,
terangatnya sayap hidung dan kadang-kadang pembengkakan pelupuk mata bawah.
Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit pada palpasi.

7
a b

Gambar 4 : a. Ilustrasi gambar Abses Submukosa dengan lokalisasi didaerah


bukal.
b. Tampakan klinis Abses Submukosa
Sumber : Oral Surgery, Fargiskos Fragiskos D, Germany, Springer

4. Abses fosa kanina


Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas
pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya akumulasi
cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada muka, kehilangan
sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah sehingga tampak tertutup. Bibir
atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang tegang berwarna merah.

a b

Gambar 5 : a. Ilustrasi abses Fossa kanina


b. Tampakan klinis Abses Fossa kanina
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

8
5. Abses spasium bukal
Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna dan m.
Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot pengunyah,
menutupi fosa retrozogomatik dan spasium infratemporal. Abses dapat berasal dari gigi
molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam spasium bukal.
Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukaldan menonjol ke arah
rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi negatif dan gigi
penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa infeksi/pus dapat turun ke spasium terdekat
lainnya. Pada pemeriksaan estraoral tampak pembengkakan difus, tidak jelas pada
perabaan.

a b

Gambar 6 : a. Ilustrasi gambar memperlihatkan penyebaran abses


lateral ke muskulus buccinator
b. Tampakan Klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

6. Abses spasium infratemporal


Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering
menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di bawah dataran
horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus mandibula dan
bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi oleh m.pterigoid eksternus.
Spasium ini dilalui a.maksilaris interna dan n.mandibula,milohioid,lingual,businator
dan n.chorda timpani. Berisi pleksus venus pterigoid dan juga berdekatan dengan
pleksus faringeal.

9
a b

Gambar 7 : a. Ilustrasi gambar penyebaran abses ke rongga


infratemporal
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fargisos Fragiskos D, Germany, Springer

7. Abses spasium submasseter


Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot
masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah sempit
yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian tengah dan
permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo m.masseter bagian tengah dan
bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis lembar
fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga rahang bawah,
berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini.
Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula bagian dalam,
pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan cepat, toksik dan
delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan besar dan sakit pada
penekanan.

10
a b

Gambar 8 : a. Ilustrasi gambar menunjukkan penyebaran abses ke


daerah submasseter
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

8. Abses spasium submandibula

Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya dari


spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang mandibula.
Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior oleh m.pterigoid
eksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula yang meluas ke dalam spasium
sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia
superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna.
Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses periodontal
dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar mandibula.

a b

Gambar 9 : a. Ilustrasi gambar penyebaran dari abses ke daerah


submandibular di bawah muskulus mylohyoid
b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

11
9. Abses sublingual
Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletek diatas
m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh permukaan
lingual mandibula.
Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr mulut dan lidah terangkat,
bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan tampak menonjol karena
terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan mengalami kesulitan
menelen dan terasa sakit.

a b

Gambar 10 : a. Perkembangan abses di daerah sublingual


b. Pembengkakan mukosa pada dasar mulut dan elevasi
lidah ke arah berlawanan
Sumber : Oral surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

10. Abses spasium submental


Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di depannya melintang
m.digastrikus, berisi elenjar limfe submental. Perjalanan abses kebelakang dapat
meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat berasal dari spasium
submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau premolar.
Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir akan
terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada npemeriksaan intra oral tidak
tampak adanya pembengkakan. Kadang-kadang gusi disekitar gigi penyebab lebih
merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga kearah
spasium yang terdekat terutama kearah belakang.

12
a b

Gambar 11 : a. Ilustrasi penyebaran abses ke daerah submental


b. Tampakan klinis
Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, Germany, Springer

11. Abses spasium parafaringeal


Spasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan apeks
bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus pterigoid
interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor. sebelah belakang oleh glandula
parotis, muskulus prevertebalis dan prosesus stiloideus serta struktur yang berasal dari
prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini merupakan lokasi arteri karotis, vena
jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal, glosofaringeal, simpatik,
hipoglosal dan kenjar limfe.
Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai foramina
menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses otak, meningitis atau
trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat melalui selubung karotis sampai
mediastinuim.

2.4 Penatalaksanaan Abses Odontogenik


Perawatan abses odontogenik dapat dilakukan secara lokal/sitemik. Perawatan
lokal meliputi irigasi, aspirasi, insisi dan drainase, sedangkan perawatan sistemik terdiri
atas pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit, terapi antibiotik, dan terapi pendukung.
Walaupun kelihatannya pasien memerlukan intervensi lokal dengan segera, tetapi lebih
bijaksana apabila diberikan antibiotik terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya bakterimia dan difusi lokal (inokulasi) sebagai akibat sekunder dari manipulasi
(perawatan) yang dilakukan.
Abses periodontal dan perikoronal sering disertai pernanahan (purulensi), yang bisa
dijadikan sampel untuk kultur sebelum dilakukan tindakan lokal. Apabila abses
mempunyai dinding yang tertutup, yang merupakan ciri khas dari lesi periapikal, maka
palpasi digital yang dilakukan perlahan-lahan terhadap lesi yang teranestesi bisa
menunjukkan adanya fluktuasi yang merupakan bukti adanya pernanahan.

13
Abses perikoronal dan periodontal superfisial yang teranestesi bisa diperiksa/dicari
dengan menggeser jaringan yang menutupinya yaitu papila interdental atau operkulum.
Pada daerah tersebut biasanya juga terdapat debris makanan, yang merupakan benda asing
yang dapat mendukung proses infeksi.

4.1 Alat dan Bahan


1. Jarum 18 atau 20 gauge
2. Spoit disposibel 3ml

4.2 Insisi dan Drainase


Abses fluktuan dengan dinding yang tertutup, baik abses periodontal maupun
periapikal, dirawat secara lokal yaitu insisi dan drainase, maka anestesi yang dilakukan
sebelumnya yaitu pada waktu sebelum aspirasi sudah dianggap cukup untuk melanjutkan
tindakan ini. Lokasi standar untuk melakukan insisi abses adalah daerah yang paling
bebas, yaitu daerah yang paling mudah terdrainase dengan memanfaatkan pengaruh
gravitasi. Seperti pada pembuatan flap, biasanya kesalahan yang sering dilakukan adalah
membuat insisi yang terlalu kecil. Insisi yang agak lebih besar mempermudah drainase
dan pembukaannya bisa bertahan lebih lama. Drain yang dipakai adalah suatu selang
karet dan di pertahankan pada posisinya dengan jahitan.

Gambar 12 : Ilustrasi gambar untuk insisi Abses


Sumber : Oral Surgery, Frgaiskos Fragiskos D, germany, Springer

Gambar 13 : Ilustrasi gambar setelah dilakukan insisi Abses


Sumber : Oral Surgery, Fragiskos Fragiskos D, germany, Springer

14
4.3 Perawatan Pendukung
Pasien diberi resep antibiotik (Penicillin atau erythromycin) dan obat-obatan
analgesik (kombinasi narkotik/non-narkotik). Perlu di tekankan kepada pasien bahwa
mereka harus makan dan minum yang cukup. Apabila menganjurkan kumur dengan
larutan saline hangat, onsentrasinya 1 sendok teh garam dilarutkan dalam 1 gelas air, dan
dilaukan paling tidak seiap selesai makan. Pasien dianjurkan untuk memperhatikan
timbulnya gejala-gejala penyebaran infeksi yaitu demam, meningkatnya rasa sakit dan
pembengkakan, trismus/disfagia.

D. SUMBER BACAAN YANG DISARANKAN


1. Little, J.W., Falace, D.A., Miller, C., S., Rhodus, N.L., 2013, Dental Management of
the Medically Compromised Patient, Mosby, an Imprint of Elsevier Inc
2. Fragiskos FD. 2007. Oral Surgery. Germany: Springer.
3. Pedersen GW. 2003. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (terjemahan). Jakarta: Penerbit
EGC

15

Anda mungkin juga menyukai