KISTA OVARIUM
Disusun Oleh :
2019
PEMBAHASAN KISTA OVARIUM
A. DEFINISI
Kista ovarium merupakan suatu tumor, baik kecil maupun besar, kistik maupun
solid, jinak maupun ganas (Wiknjosastro, 2009: 346).
Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya
berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium) (Nugroho, 2010: 101)
Kista ovarium (atau kista indung telur) berarti kantung berisi cairan,normalnya
berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium). Kistaindung telur dapat
terbentuk kapan saja, pada masa pubertas sampaimenopause, juga selama masa
kehamilan (Bilotta. K, 2012).
Kista indung telur adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di dalam
jaringan ovarium. Kista ini disebut juga kista fungsional karena terbentuk setelah telur
dilepaskan sewaktu ovulasi (Yatim, 2009: 17)
C. ETIOLOGI
Menurut Nugroho (2010: 101), kista ovarium disebabkan oleh gangguan
(pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium (ketidakseimbangan
hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal
mengalami involusi atau mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi
didalam korpus luteum indung telur yang fungsional dan dapat membesar bukan karena
tumor, disebabkan oleh penimbunan darah yang berlebihan saat fase pendarahan dari
siklus menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifay bilateral dan berisi cairan bening,
berwarna seperti jerami. Penyebab lain adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak
terkendali di ovarium, misalnya pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus
luteum, sel telur.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis Kista Ovarium Menurut Nugroho (2010: 104), kebanyakan
wanita yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala sampai periode tertentu.
Namun beberapa orang dapat mengalami gejala ini :
1. Nyeri saat menstruasi.
2. Nyeri di perut bagian bawah.
3. Nyeri saat berhubungan seksual.
4. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
5. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
6. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.
E. PATOFISIOLOGI
Fungsi ovarium yang abnormal dapat menyebabkan penimbunan folikel yang
terbentuk secara tidak sempurna didalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami
pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna didalam
ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal
akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pertengahan
siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit
mature. Folikel yang ruptur akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang
memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah- tengah. Bila tidak terjadi
fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara
progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar
kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan. Kista ovari yang berasal
dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak (Nugroho,
2010).
F. PATHWAY
Etiologi :
Ketidakseimbangan hormon estrogen dan
progesteron
Pertumbuhan folikel tidak seimbang
Degenerasi ovarium
Infeksi ovarium
Gangguan reproduksi
Konservatif :
Observasi 1-2
Laparatomi Laparoskopi
Keluhan tetap :
Aktivitas Ovarian Salpingo-
hormon cystectomy oophorectom
G. KOMPLIKASI
Menurut Wiknjosastro (2009: 347-349), komplikasi yang dapat terjadi pada kista
ovarium diantaranya:
1. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran
perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan oleh besarnya tumor atau
posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung kemih dan dapat
menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas
di rongga perut kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta
dapat juga mengakibatkan edema pada tungkai.
2. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
` Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu sendiri
mengeluarkan hormon.
3. Akibat komplikasi kista ovarium
a. Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur menyebabkan
kista membesar, pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala-gejala klinik
yang minimal. Akan tetapi jika perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak
akan terjadi distensi yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.
b. Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan
diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau ligamentum
rotundum pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini dapat berkembang menjadi
infark, peritonitis dan kematian. Torsi biasanya unilateral dan dikaitkan dengan
kista, karsinoma, TOA, massa yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada
ovarium normal. Torsi ini paling sering muncul pada wanita usia reproduksi.
Gejalanya meliputi nyeri mendadak dan hebat di kuadran abdomen bawah, mual
dan muntah. Dapat terjadi demam dan leukositosis. Laparoskopi adalah terapi
pilihan, adneksa dilepaskan (detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren
dibuang, setiap kista dibuang dan dievaluasi secara histologis.
c. Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat diperoleh kepastian
sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan yang cermat dan analisis yang tajam
dari gejala-gejala yang ditemukan dapat membantudalam pembuatan differensial
diagnosis. Beberapa cara yang dapatdigunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
adalah (Bilotta, 2012 :1)
1. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah tumor berasal dari
ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-sifat tumor itu.
2. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,apakah tumor berasal
dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,apakah tumor kistik atau solid, dan dapat
pula dibedakan antara cairandalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
3. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.Selanjutnya, pada
kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanyagigi dalam tumor.
4. Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perlu diperhatikan bahwa
tindakan tersebut dapat mencemarkan kavum peritonei dengan isi kista bila dinding
kista tertusuk.
I. PENATALAKSANAAN
1. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama
1 -2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu
atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas (kanker) (Nugroho,
2010: 105).
2. Terapi bedah atau operasi
Bila tumor ovarium disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan operasi
harus dilakukan pada waktu itu juga, bila tidak ada 22 gejala akut, tindakan operasi
harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan seksama.
Kista berukuran besar dan menetap setelah berbulan-bulan biasanya
memerlukan operasi pengangkatan. Selain itu, wanita menopause yang memiliki
kista ovarium juga disarankan operasi pengangkatan untuk meminimalisir resiko
terjadinya kanker ovarium. Wanita usia 50-70 tahun memiliki resiko cukup besar
terkena kenker jenis ini. Bila hanya kistanya yang diangkat, maka operasi ini disebut
ovarian cystectomy. Bila pembedahan mengangkat seluruh ovarium termasuk tuba
fallopi, maka disebut salpingo oophorectomy.
Faktor-faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain tergantung pada
usia pasien, keinginan pasien untuk memiliki anak, kondisi ovarium dan jenis kista.
Kista ovarium yang menyebabkan posisi batang ovarium terlilit (twisted) dan
menghentikan pasokan darah ke ovarium, memerlukan tindakan darurat pembedahan
(emergency surgery) untuk mengembalikan posisi ovarium menurut Yatim, (2009: 23)
Prinsip pengobatan kista dengan pembedahan (operasi) menurut Yatim, (2009: 23)
yaitu:
A. PENGKAJIAN
1. Langkah I (pertama) :
Pengumpulan Data Dasar Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua
informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Perawat mengumpulkan data dasar awal yang lengkap. Bila klien mengalami
komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam 30 manajemen
kolaborasi perawat akan melakukan konsultasi. Pengkajian atau pengumpulan data
dasar adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi
keadaan pasien. (Muslihatun, dkk. 2009: 115).
a. Data subyektif
1) Identitas pasien
a) Nama : Dikaji untuk mengenal atau memanggil agar tidak keliru
dengan pasien-pasien lain.
b) Umur : Untuk mengetahui apakah pasien masih dalam masa
reproduksi.
c) Agama : Untuk mengetahui pandangan agama klien mengenai
gangguan reproduksi.
d) Pendidikan : Dikaji untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan
pendidikannya.
e) Suku/bangsa : Dikaji untuk mengetahui adat istiadat atau kebiasaan
sehari-hari pasien.
f) Pekerjaan : Dikaji untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya.
g) Alamat: Dikaji untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan.
(2) Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air
besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan air
kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah.
(3) Hubungan seksul
Dikaji pengaruh gangguan kesehatan reproduksi tersebut apakah
menimbulkan keluhan pada hubungan seksual atau sebaliknya.
(4) Istirahat
Dikaji untuk mengetahui apakah klien beristirahat yang cukup atau
tidak.
(5) Personal hygiene
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh
terutama pada daerah genetalia.
(6) Aktivitas
Dikaji untuk menggambarkan pola aktivitas pasien sehari hari. Pada
pola ini perlu dikaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya.
b. Data Objektif
Seorang perawat harus mengumpulkan data untuk memastikan bahwa keadaan
klien dalam keadaan stabil. Yang termasuk dalam komponen-komponen
pengkajian data obyektif ini adalah:
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Dikaji untuk menilai keadaan umum pasien baik atau tidak.
b) Kesadaran
Dikaji untuk menilai kesadaran pasien.
c) Vital sign
Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan kondisi yang
dialaminya, meliputi : Tekanan darah, temperatur/ suhu, nadi serta
pernafasan
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki.
a) Kepala : Dikaji untuk mengetahui bentuk kepala, keadaan rambut
rontok atau tidak, kebersihan kulit kepala.
b) Muka : Dikaji untuk mengetahui keadaan muka oedem atau tidak,
pucat atau tidak.
c) Mata : Dikaji untuk mengetahui keadaan mata sklera ikterik atau
tidak, konjungtiva anemis atau tidak.
d) Hidung : Dikaji untuk mengetahui keadaan hidung simetris atau
tidak, bersih atau tidak, ada infeksi atau tidak.
e) Telinga: Dikaji untuk mengetahui apakah ada penumpukan sekret atau
tidak.
f) Mulut : Dikaji untuk mengetahui apakah bibir pecah-pecah atau tidak,
stomatitis atau tidak, gigi berlubang atau tidak.
g) Leher : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar
tiroid, limfe, vena jugularis atau tidak.
h) Ketiak : Dikaji untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar
limfe atau tidak.
i) Dada : Dikaji untuk mengetahui apakah simetris atau tidak, ada
benjolan atau tidak.
j) Abdomen : Dikaji untuk mengetahui luka bekas operasi dan
pembesaran perut.
k) Ekstermitas atas : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik
atau tidak, ikterik atau tidak, sianosis atau tidak.
l) Ekstermitas bawah : Dikaji untuk mengetahui keadaan turgor baik atau
tidak, sianosis atau tidak, oedem atau tidak, reflek patella positif atau
tidak.
m) Genitalia : Untuk mengetahui apakah ada kelainan, abses ataupun
pengeluaran yang tidak normal.
n) Anus : Dikaji untuk mengetahui apakah ada hemorrhoid atau tidak.
3) Pemeriksaan khusus
a) Inspeksi
Inspeksi adalah proses pengamatan dilakukan untuk melihat keadaan
muka, payudara, abdomen dan genetalia.
b) Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan indera peraba atau tangan, digunakan
untuk memeriksa payudara dan abdomen.
4) Pemeriksaan Penunjang
Mendukung diagnosa medis, kemungkinan komplikasi, kelainan dan penyakit.
2. Langkah II (kedua): Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan interpretasi data yang benar terhadap diagnosa atau
masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang
telah dikumpulkan (Muslihatun, dkk. 2009: 115).
Dalam langkah ini data yang telah dikumpulkan di interpretasikan menjadi
diagnosa keperawatan dan masalah.
a. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat ditegakkan yang berkaitan dengan nama ibu, umur
ibu dan keadaan gangguan reproduksi. Data dasar meliputi:
1) Data Subyektif
Pernyataan ibu tentang keterangan umur serta keluhan yang dialami ibu.
2) Data Obyektif
Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
b. Masalah
Permasalahan yang muncul berdasarkaan pernyataan pasien Data dasar meliputi:
1) Data Subyektif
Data yang di dapat dari hasil anamnesa pasien.
2) Data Obyektif
Data yang didapat dari hasil pemeriksaan.
3. Langkah III (ketiga): Mengidentifikasikan Diagnosa atau Masalah Potensial
Pada langkah ini, perawat mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosis yang sudah diidentifikasi. Langkah
ini membutuhkan antisipasi. Jika memungkinkan, dilakukan pencegahan. Sambil
mengamati kondisi klien, bidan diharapkan dapat bersiap jika diagnosis atau masalah
potensial benar-benar terjadi. Langkah ini menentukan cara perawat melakukan
asuhan yang aman (Purwandari, 2009:79).
4. Langkah IV (keempat): Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang
Memerlukan Penanganan Segera
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
keperawatann. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa
data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak
segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu (Muslihatun, dkk. 2009: 117).
Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukan satu situasi yang memerlukan
tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter.
Situasi lainya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi
atau kolaborasi dengan dokter (Muslihatun, dkk. 2009: 117).
5. Langkah V (kelima): Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh
langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap
diagnosis atau masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini
informasi atau data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi(Purwandari, 2009: 81).
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga
dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut tentang apa yang akan
terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan untuk masalah sosial ekonomi,
budaya, atau 40 psikologis. Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah
mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana
asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu perawat dan klien, agar dapat
dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian pelaksanaan rencana
tersebut. Oleh karena itu, pada langkah ini tugas perawat adalah merumuskan
rencana asuhan sesuai hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat
kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya (Purwandari, 2009: 81).
6. Langkah VI (keenam): Melaksanakan perencanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini
bisa dilakukan oleh perawat atau sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi
oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika perawat tidak melakukannya
sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya.
Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu
dari asuhan klien (Muslihatun, dkk. 2009: 118).
7. Langkah VII (terakhir): Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah
diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan yang diidentifikasi dalam masalah
dan diagnosis. Ada kemungkinan rencana tersebut efektif, sedang sebagian yang lain
belum efektif. Mengingat proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum,
perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses
manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut
(Purwandari, 2009: 82).
Langkah proses manajemen pada umumnya merupakan pengkajian yang
memperjelas proses pemikiran dan mempengaruhi tindakan serta orientasi proses
klinis. Karena proses manajemen tersebut berlangsung di dalam situasi klinis dan dua
langkah yang terakhir tergantung pada klien dan situasi klinis, tidak mungkin
manajemen ini dievaluasi dalam tulisan saja (Purwandari, 2009: 83).
Data Perkembangan
Menurut Muslihatun, (2009: 123-124) pendokumentasian atau catatan
manajemen keperawatan dapat deterapkan dengan metode SOAP, yang merupakan
singkatan dari:
1) S (Subjektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama
(pengkajian data), terutama data yang diperoleh dari anamnesis.
2) O (Objektif)
Merupakan pendokumentasian manajemen keperawatan langkah pertama
(pengkajian data, terutama data yang diperoleh dari pemeriksaan fisik pasien,
pemeriksaan laboratorium) pemeriksaan diagnostik lain.
3) A (Assessment)
Merupakaan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi (kesimpulan) dari data
subjektif dan objektif.
4) P (Planning)
Berisi tentang rencana asuhan yang disusun berdasarkan hasil analisis dan
interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk mengusahakan tercapainya
kondisi pasien seoptimal mungkin dan mempertahankan kesejahteraannya.
B. DIAGNOSA
Herdman (2011), kemungkinan diagnosa yang muncul pada pasien dengan kista ovarium
adalah :
Pre Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi
2. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
Post Operasi
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
3. Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik
C. INTERVENSI
Pre Operasi
RENCANA KEPERAWATAN
DIANGOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
Post Operasi
RENCANA KEPERAWATAN
DIANGOSA
NO TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan asuhan NIC :
injuri fisik keperawatan selama 3x24 jam Pain Management
diharapkan nyeri pasien - Lakukan pengkajian nyeri secara
berkurang komprehensif termasuk lokasi,
NOC : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Pain Level, dan faktor presipitasi
Pain control, - Observasi reaksi nonverbal dari
Comfort level
ketidaknyamanan
Kriteria Hasil : - Gunakan teknik komunikasi terapeutik
- Mampu mengontrol nyeri untuk mengetahui pengalaman nyeri
(tahu penyebab nyeri, mampu pasien
- Kaji kultur yang mempengaruhi respon
menggunakan tehnik
nyeri
nonfarmakologi untuk
- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
mengurangi nyeri, mencari - Evaluasi bersama pasien dan tim
bantuan) kesehatan lain tentang ketidakefektifan
- Melaporkan bahwa nyeri
kontrol nyeri masa lampau
berkurang dengan - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
menggunakan manajemen dan menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri
- Mampu mengenali nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
(skala, intensitas, frekuensi pencahayaan dan kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
dan tanda nyeri)
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri
- Menyatakan rasa nyaman (farmakologi, non farmakologi dan inter
setelah nyeri berkurang personal)
- Tanda vital dalam rentang - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
normal menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
2. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan NIC :
penurunan keperawatan selama 3x 24 jam Infection Control (Kontrol infeksi)
pertahanan primer diharapakan infeksi terkontrol - Bersihkan lingkungan setelah dipakai
NOC : pasien lain
- Pertahankan teknik isolasi
Immune Status
- Batasi pengunjung bila perlu
Knowledge : Infection
- Instruksikan pada pengunjung untuk
control
mencuci tangan saat berkunjung dan
Risk control
setelah berkunjung meninggalkan pasien
Kriteria Hasil :
- Gunakan sabun antimikrobia untuk
- Klien bebas dari tanda
cuci tangan
dan gejala infeksi - Cuci tangan setiap sebelum dan
- Mendeskripsikan proses
sesudah tindakan kperawtan
penularan penyakit, factor - Gunakan baju, sarung tangan sebagai
yang mempengaruhi alat pelindung
- Pertahankan lingkungan aseptik
penularan serta
selama pemasangan alat
penatalaksanaannya,
- Ganti letak IV perifer dan line central
- Menunjukkan
dan dressing sesuai dengan petunjuk
kemampuan untuk mencegah
umum
timbulnya infeksi
- Gunakan kateter intermiten untuk
- Jumlah leukosit dalam
menurunkan infeksi kandung kencing
batas normal
- Tingktkan intake nutrisi
- Menunjukkan perilaku
- Berikan terapi antibiotik bila perlu
hidup sehat
Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2014). Buku Ajar Keperawatan Maternitas, alih bahasa
Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Benson Ralp C dan Martin L. Pernoll. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC
Bilotta, Kimberli. 2012. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta : EGC
Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.
Heffner, Linda J. & Danny J.Schust. (2009). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi II. Jakarta :
EMS, Erlangga Medical Series.
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta : EGC
Yatim, Faisal. 2009. Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur, Kanker
Rahim/Leher Rahim, serta Gangguan lainnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor