Anda di halaman 1dari 20

Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Alfi Laila, Ika MKK

Pendahuluan

Data badan Pusat Statistik tahun 2018 menyatakan jumlah usia kerja 193.55 juta
jiwa dimana 133,94 juta jiwa termasuk angkatan kerja dan 59,61 juta jiwa bukan
angkatan kerja. Dari jumlah angkatan kerja 127,07 juta jiwa bekerja di sector formal
maupun informal dan 6,87 juta jiwa adalah pengangguran. Besarnya jumlah angkatan
kerja merupakan asset berharga bagi kemajuan bangsa bila dibarengi dengan kualitas dan
produktivitas pekerja yang prima. 1
Selalu ada resiko kegagalan (risk of failures) pada setiap proses/aktifitas
pekerjaan, baik itu disebabkan perencanaan yang kurang sempurna, pelaksanaan yang
kurang cermat, maupun akibat yang tidak disengajanseperti keadaan cuaca, bencana
alam, dll.Salah satu risiko pekerjaan yang terjadi adalah adanya kecelakaan kerja.Saat
kecelakaan kerja (work accident) terjadi, seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek
kerugian (loss), oleh karena itu sebisa mungkin dan sedini mungkin, kecelakaan/potensi
kecelakaan kerja harus dicegah/dihilangkan, atau setidak-tidaknya dikurangi
dampaknya.2
Berikut ini gambaran kecelakaan kerja di berbagai sektor.

1
Menurut ILO, setiap tahun ada lebih dari 250 juta kecelakaan di tempat kerja dan
lebih dari 160 juta pekerja menjadi sakit karena bahaya di tempat kerja. Terlebih lagi, 1,2
juta pekerja meninggal akibat kecelakaan dan sakit di tempat kerja. Angka menunjukkan,
biaya manusia dan sosial dari produksi terlalu tinggi. 3
Dalam istilah ekonomi, diperkirakan bahwa kerugian tahunan akibat kecelakaan
kerja dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan di beberapa Negara dapat
mencapai 4 persen dari produk nasional bruto (PNB). Biaya langsung dan tidak langsung
dari dampak yang ditimbulkannya meliputi:
 Biaya medis;
 Kehilangan hari kerja;
 Mengurangi produksi;
 Hilangnya kompensasi bagi pekerja;
 Biaya waktu / uang dari pelatihan dan pelatihan ulang pekerja;
 kerusakan dan perbaikan peralatan;
 Rendahnya moral staf;
 Publisitas buruk;
 Kehilangan kontrak karena kelalaian. 3

Dengan demikian diperlukan tindakan yang efisien untuk mengatasi bahaya yang
timbul dalam tempat kerja Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan diamanatkan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja
dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Dalam
era perdagangan bebas, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu
keharusan untuk dilaksanakan oleh penyelenggara kerja untuk meningkatkan
produktivitas perusahaan. Jika kesehatan pekerja terpelihara dengan baik maka angka
kesehatan, absensi, kecacatan dan kecelakaan kerja dapat diminimalkan, sehingga akan
terwujud perkerja yang sehat dan produktif. 1

2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga
kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya
menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan
adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Kesehatan dan
keselamatan Kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa
maupun industri.

1. Keselamatan Kerja
Keselamatan Kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat,
alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan Kerja memiliki
sifat sebagai berikut.
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja.
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bermacam-macam, ada
yangm enyebutnya Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada
yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and
Health. 4

2. Kesehatan Kerja

Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik,


mental dan social seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan
kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya. 4

3
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat
tetap sehat dan bukan sekadar mengobati, merawat, atau menyembuhkan
gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama di bidang
kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya
penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan
seseorang menurut Blum (1981) ditentukan oleh empat faktor sebagai berikut.
a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia
(organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri,
mikroorganisme), dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
b. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
c. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan
kecacatan,rehabilitasi.
d. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Definisi kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran


beserta praktiknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja beserta
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik atau mental,
maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-
penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Konsep kesehatan kerja
dewasa ini semakin berubah, bukan sekadar “kesehatan pada sektor industri” saja
melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam
melakukan pekerjaannya (total health of all at work). 4

B. Landasan Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Landasan hukum merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah
terhadap masyarakat dan karyawan yang wajib untuk di terapkan oleh perusahaan.
Berikut adalah peraturan yang mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).4
1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 mengenai Keselamatan Kerja
Undang-undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat
kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja. Menurut UU ini kewajiban
dan hak tenaga kerja sebagai berikut.

4
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja.
b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
c. Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang
diwajibkan.
d. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan yang diwajibkan.
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan ketika syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya,
kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-
batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan. 4

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 mengenai Kesehatan


Undang-undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban
memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang
baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat
pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala.
Sebaliknya, para pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD)
dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan. Undangundang No.23 tahun 1992, Pasal 23 tentang Kesehatan
Kerja juga menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja
secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga
diperoleh produktivitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi
pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan
kerja. 4

3. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


UU ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan
mulai upah kerja, hak maternal, cuti sampai dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam UU ini mengenai K3 ada pada Bagian Kesatu Perlindungan, Paragraf 5
KeselamatanKesehatan Kerja Pasal 86 yaitu

5
Pasal 86 Ayat (1):
Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.4

Pasal 86 Ayat (2):


Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja
yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. 4

Pasal 86 Ayat (3):


Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4

Pasal 87 Ayat (1):


Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. 4

Pasal 87 Ayat (2):


Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 Tahun 1996 mengenai Sistem


Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
UU ini mengatur mengenai K3 di perusahaan, yang bertujuan untuk
mengendalikan risiko pekerjaan. SMK3 merupakan sistem manajemen yang
terintegrasi dengan system manajemen perusahaan lainnya seperti sistem manajemen
mutu dan lingkungan. 4

6
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04 Tahun 1967 mengenai Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukkan Ahli
Keselamatan Kerja. 4
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/98 tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan. 4
7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 155 Tahun 1984 yang merupakan
penyempurnaan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 125 Tahun1982
mengenai Pembentukan Susunan dan Tata Kerja DK3N, DK3W, dan P2K3,
pelaksanaan dari Undang-undang Keselamatan Kerja. 4
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 mengenai
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 4
9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 02 Tahun 1992 mengenai Tata cara
Penunjukkan, Kewajiban, dan Wewenang Ahli K3. 4
10. Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul
Akibat Hubungan Kerja. 4

C. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Tujuan utama dalam Penerapan K3 berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu antaralain :
1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan
orang lain di tempat kerja.
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman
dan efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional. 5

D. Fungsi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja


1. Fungsi dari kesehatan kerja sebagai berikut.
a. Identifikasi dan melakukan penilaian terhadap risiko dari bahaya kesehatan di
tempat kerja.
b. Memberikan saran terhadap perencanaan dan pengorganisasian dan praktik
kerja termasuk desain tempat kerja.

7
c. Memberikan saran, informasi, pelatihan, dan edukasi tentang kesehatan kerja
dan APD.
d. Melaksanakan survei terhadap kesehatan kerja.
e. Terlibat dalam proses rehabilitasi.
f. Mengelola P3K dan tindakan darurat.
2. Fungsi dari keselamatan kerja seperti berikut.
a. Antisipasi, identifikasi, dan evaluasi kondisi serta praktik berbahaya.
b. Buat desain pengendalian bahaya, metode, prosedur, dan program
c.Terapkan, dokumentasikan, dan informasikan rekan lainnya dalam hal
pengendalian bahaya dan program pengendalian bahaya.
d. Ukur, periksa kembali keefektifan pengendalian bahaya dan program pengendalian
bahaya.

3. Peran Kesehatan dan keselamatan kerja dalam ilmu K3


Peran kesehatan dan keselamatan kerja dalam ilmu kesehatan kerja berkontribusi
dalam upaya perlindungan kesehatan para pekerja dengan upaya promosi kesehatan,
pemantauan, dan survailan kesehatan serta upaya peningkatan daya tahan tubuh dan
kebugaran pekerja. Sementara peran keselamatan adalah menciptakan sistem kerja
yang aman atau yang mempunyai potensi risiko yang rendah terhadap terjadinya
kecelakaan dan menjaga aset perusahaan dari kemungkinan loss.

D. Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia


Secara pasti tidak dapat diketahui kapan awal perkembangan K3 di Indonesia.
Namun demikian diyakini bahwa metode pengobatan Indoenesia asli sudah
diterapkan. Untuk menolong korban kecelakaan yang terjadi pada para petani, buruh
industry atau korban perang antar kerajaan pada masa itu. Secara ringkas sejarah K3
di Indonesia dimulai pada masa sebelum abad 17, masa penjajahan Belanda, masa
penjajahan Jepang, masa kemerdekaan, orde lama, orde baru dan orde reformasi.
Masa sebelum abad 17 (kerajaan di Indonesia). Pada masa ini tidak diketahui
secara pasti. Namun demikian penggunaan bahan alamiah yang digunakan sebagai

8
obat untuk prajurit yang terluka dan pengenalan beberapa bahan toksikan alamiah
untuk senjata merupakan awal pengenalan K3.
Masa penjajahan Belanda. Perkembangan K3 pada masa Belanda berbeda
dengan makna K3 sesungguhnya. K3 pada masa Belanda ditujukan untuk kesehatan
dan keselamatan militer Belanda, dan tidak ditujukan untuk Indonesia. Termasuk juga
beberapa produk peraturan tentang K3 yang dikeluarkan pada masa itu bertujuan
untuk. memelihara peralatan, mesin dan karyawan Belanda supaya tetap sehat dan
terpelihara keselamatannya.
Masa penjajahan Jepang. Pada masa ini bisa dikatakan tidak ada perkembangan
K3.
Masa kemerdekaan.Pada masa kemerdekaan ini ditandai dengan adanya dasar
hukum yang jelas berdirinya sebuah negara, yaitu UUD 1945. Pada pasal 27 ayat 2
UU yang menyebutkan bahwa ” Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ”.Ini mengandung pengertian bahwa
pekerjaan yang dilakuan harus sesui dengan norma-norma kemanusiaan, termasuk
juga adanya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja.
Masa Orde Lama – Orde Baru. Pada masa ini pemerintah Indonesia mulai
memberi perhatian yang lebih besar terhadap ketenagakerjaan terutama pentingnya
upaya K3. Pada tahun 1957 Departemen Perburuhan dan Jawatan Keselamatan Kerja
yaitu dengan UU No 14 Tahun 1969 Tentang Ketenagakerjaan. Kemudian pada
tanggal 12 Januari 1970, lahirlah Undang-undang Keselamatan Kerja. Pada masa ini
juga berdiri beberapa lembaga yang bergerak di bidang K3 yaitu Dinas Higiene
Perusahaan dan Sanitasi Umum, dan berbagai seminar tentang Higiene perusahaan.
Dilihat dari istilah higiene yang dipakai, penekanannya lebih pada lingkungan kerja
dan kesehatan pekerja, unsur keselamatan kerja belum menonjol. Tanggung jawab
dalam pelaksanaan K3 lebih besar pada Departemen Tenaga Kerja, meskipun pada
awal tahun 2000an yaitu 2003 K3 mulai mendapat perhatian dari Departemen
Kesehatan. Mulai berkembang K3 berbasis manajemen dengan adanya Sistem
Manajemen K3.
Era Reformasi. Pada masa ini seiring dengan semangat otonomi daerah, maka
perhatian terhadap K3 yang selama ini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat,

9
pemerintah daerah pun memiliki kewajiban ntuk memberikan jaminan K3. Semua
tempat kerja wajib menyelenggarakan upaya kesehatan dan keselamatan kerja. K3
mulai berkembang tidak hanya di perusahaan namun juga di tempat kerja lainnya,
misalnya rumah sakit. Perkembangan K3 di dunia yang menekankan manajemen juga
banyak berkembang disini, mulai mengikuti standar internasional.
Masa mendatang. Perkembangan K3 di dunia pada masa mendatang juga ikut
empengaruhi di Indonesia. Implementasi K3 yang masih berorientasi pada kepatuhan
terhadap aturan, pada masa mendatang lebih menekankan pada kesadaran berperilaku
yang selamat dan sehat.6

E. Lambang Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Logo K3 sesungguhnya memiliki maknamakna yang terkandung didalamnya.
Makna dan arti dari logo K3 tersebut diatur didalam keputusan Menteri Tenaga Kerja
Republik Indonesa (No: KEP.1135/MEN/ 1987) Tentang Bendera Keselamatan dan
Kesehatan kerja. Gambar yang terdapat pada logo K3 tersebut merupakan palang
Berwarna Hijau yang dilingkari dengan Roda Bergigi sebelas dengan warna hijau.
Gambar tersebut sesungguhnya memiliki arti dan makna, yaitu:
Lambang dan Makna:
 Palang yang berarti bebas dari kecelakaan dan sakit akibat kerja.
 Roda gigi memiliki makna bekerja dengan kesegaran jasmani dan rohani.
 Warna putih yang digunakan berarti bersih, suci.
 Warna hijau yang digunakan memiliki makna selamat, sehat dan sejahtera.
 Sedangkan sebelas gerigi roda adalah unsur-unsur 11 Bab dalam Undang-
7
undang Keselamatan Kerja (UU/No.1/Th.1970).

Gambar 2. Lambang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

10
F. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan
yang dapat menyebabkan kerugian dan terjadi pada saat jam kerja dan di tempat
kerja. Suatu kecelakaan dapat juga disebut kecelakaan kerja meskipun tidak terjadi di
tempat kerja, namun kejadiannya ada di jalur rutin yang biasa dilewati dari dan ke
tempat kerja. 6
Kejadian hampir celaka /near miss/ near accident/ incident. Jika pengertian
kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan dapat menimbukan
kerugian, kejadian hampir celaka atau near miss/ near accident/ incident adalah
kejadian yang tidak diinginkan, namun tidak sampai menimbulkan kerugian. Contoh
kejadian hampir celaka adalah sesorang sedang mengecat bangunan lantai atas, tanpa
disadari kakinya menyenggol suatu benda dan menyebabkan tergelincir. Namun
karena orang tersebut memkai sabuk pengaman, maka bisa selamat. 6
Teori Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja dapat dicegah bila diketahui penyebabnya. Penyebab
kecelakaan kerja dapat dijelaskan melalui beberapa teori. Teori kecelakaan kerja yang
pertama adalah Teori Domino yang dikemukakan oleh Heirich, dan kedua adalah
modifikasi teori domino yang dikemukakan oleh Frank E Bird dari International Loss
Control Institute, yang antinya akan dikenal sebagai dasar manajemen K3.
Teori kecelakaan kerja Heinrich/ Teori Domino. Teori ini digunakan secara
meluas sebagai salah satu prinsip pencegahan kecelakaan dan pengendalian kerugian.
Heinrich mengadopsi domino untuk enjelaskan terjadinya kecelakaan kerja. Berikut
ilustrasinya 6

Gambar 3. Teori Domino

11
Penjelasan
Keturunan/ herediter. Keturunan atau herediter dalam hal ini adalah karakteristik
atau kondisi yang dimiliki oleh seseorang yang berisiko celaka. Misalnya keras
kepala, ceroboh, lalai.
Perilaku tidak aman. Perilaku tidak aman adalah kebiasaan yang berisiko terjadi
kecelakaan. Misalnya tidak memakai alat pelindung anti radiasi ketika bekerja di
instalasi radiologi, bekerja melebihi jam kerja, atau kerja lembur pada malam hari
tanpa istirahat yang cukup.
Kondisi tidak aman. Kondisi tidak aman adalah keadaan yang berisiko
menimbulkan kecelakaan. Misalnya mesin dibiarkan tanpa penutup, ruang kerja tanpa
ventilasi cukup, pencahayaan yang tidak memenuhi standar.
Kecelakaan. Pada penjelasan sebelumnya telah didefinisikan dengan tegas tentang
kecelakaan kerja.
Kerugian. Pada penjelasan sebelumnya telah didefiniskan dengan tegas tentang
kerugian. 6

G. Penyakit Akibat Kerja


Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan. Ditinjau
dari definisinya penyakit pada karyawan dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1)
Penyakit umum (general diseases),2) Penyakit akibat hubungan kerja (Work related
disease/ Disease afeecting Working Populations), dan 3) Penyakit akibat kerja
(Occupational Disease).
Penyakit Akibat Kerja (Occupational Disease).Penyakit akibat kerja
didefinisikan sebagai semua kelainan atau/ penyakit yang disebabkan oleh lingkungan
kerja atau pekerjaan. Penyakit ini mempunyai penyebab secara spesifik atau
mempunyai hubungan yang kuat dengan pkerjaan, yang ada umumnya terdiri dari
satu gen penyebab yang sudah diakui.
Penyakit yang Berhubungan Dengan Pekerjaan (Work Related
Disease).Adalah penyakit yang mempunyi bebrapa agen penyebab. Faktor pada

12
pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam
perkembangan penyakit yang mempunyai etiologi kompleks. 6
Penyakit yang Mengenai Populasi Pekerja (Occupational Disease/ Disease
Affecting Working Populations). Penyakit yang terhadi pada pupulasi pekerja tanpa
adanya agen penyebab di tempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi
pekerjaanyang buruk bagi kesehatan. Di beberapa negara istilah penyakit akibat kerja,
bukan penyakit akibat kerja dana penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan
diberlakukan sama sebagai penyakit akibat kerja. 6
Ada dua elemen dalam mengidentifikasi penyakit akibat kerja yaitu 1) Adanya
hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit dan 2) Adanya fakta bahwa
frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih tinggi daripada masyarakat
umum. Di negara berkembang termasuk Indonesia, laporan resmi tentang penyakit
akibat kerja sampai saat ini masih sangat terbatas, dan data-data tentang penyakit
akibat kerja yang telah ada biasanya diperoleh dari lembaga pemerintah melalui
berbagai studi lapangan. 6

Penyebab Penyakit Akibat Kerja


Pajanan sumber bahaya yang berasal dari lingkungan kerja bisa bersumber dari
faktor fisik, kimia, biologis dan ergonomi psikologi.
Faktor Fisik. Fakto fisik lingkungan kerja terdiri dari kebisingan, getaran
pencahayaan, radiasi, tekanan udara dan iklim kerja.
Kebisingan. Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki Pada tingkat
intensitas suara yang tinggi, pemaparan bising yang berulang dan menahun akan
menyebabkan tuli syaraf (sensory neural deafness) yang sulit/ tidak dapat
disembuhkan.
Getaran. Getaran yang dimaksud pada bab ini adalah getaran yang bersumber
dari penggunaan alat-alat mekanis dan sebagian dari kekuatan mekanis ini
disalurkan kepada tubuh karyawan dalam bentuk getaran mekanis.
Radiasi. Radiasi adalah energi yang ditransmisikan, dikeluarkan atau diabsorbsi
dalam bentuk partikel berenergi atau gelombang elektromagnetik.

13
Tekanan udara. Bahaya tekanan udara ada dua, yaitu tekanan udara tinggi
(hiperbarik exposure) dan tekanan udara rendah (hipobarik exposure).
Faktor Kimia. Penyakit akibat kerja oleh karena faktor kimia ini lebih jelasnya akan
dibahas pada sub bab toksikologi.
Faktor Biologi. Penyakit akibat kerja faktor biologis disebabkan oleh virus, bakteria,
protozoa, jamur, cacing, kutu, pinjal bahkan mungkin pula hewan atau tumbuhan
besar. Penyakit oleh karena virus yaitu FAMD, Foot And Mouth Disease, penyakit
mulut dan kuku yang banyak menyerang pada peternak. Sporotrichosis adalah salah
satu contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Candida albicans
adalah penyakit yang biasanya menyerang pekerja yang berada pada daerah lembab.
Parasit cacing misalnya Ancylostoma banyak menyerang pekerja pertambangan.
Faktor Fisiologi-Ergonomi. Penyakit akibat kerja oleh karena penerpana ergonomis
yang tida memadai dapat dikelompokan menjadi dua yaitu yang terjadi karena
akumulasi jangka panjang dan terjadi secara mendadak. Beberapa diantaranya adalah
tendonitis, carpal tunnel syndrome, tennis elbow,neck and back injuries, strains
/sprains, bursitis,thoracic outlet syndrome dan trigger finger.
Faktor Psikologi. Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan,
hubungan kerjakomunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton, berulang-ulang,
kerjaberlebihan, kerja kurang, kerja shift, dan terpencil).Manifestasinya berupa
stress.Beberapa contoh faktor psikososial yang dapat menyebabkan stress antara
lain: 2
1) Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati
seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan
pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
2) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3) Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama
teman kerja
4) Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun
informal. 2

14
H. Pelaksanaan Kebijakan K3
Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
Setelah kebijakan K3 ditetapkan harus senantiasa dilakukan monitoring untuk
memastikan bahwa kebijakan tersebut ditaati. Beberapa hal yang tidak boleh
diabaikan dalam rangka menindaklanjuti pelaksanaan kebijakan K3 yaitu identifikasi,
penilaian dan pengendalian risiko atau yang secara sistem dinamakan Manajemen
Risiko.
Adapun komponen-komponen dalam risiko adalah :
a. Variasi individu yang berhubungan dengan kerentanaan
b. Jumlah manusia yang terpajan
c. Frekuensi pemajanan
d. Derajat risiko individu
e. Kemungkinan pengendalian bahaya
f. Kemungkinan untuk mencapai tingkat yang aman
g. Aspek finansial risiko
h. Pendapat masyarakat dan kelompok masyarakat
i. Tanggung jawab social

Manajemen Risiko diterapkan dengan tujuan sebagai berikut:


a. Proses pengelolaan yang terdiri dari kegiatan identifikasi, evaluasi dan
pengendalian yang berhubungan dengan tercapainya tujuan organisasi
ataupun perusahaan.
b. Aplikasi kebijakan dan prosedur pengelolaan untuk memaksimalkan
kesempatan dan meminimalkan kerugian.
c. Aplikasi sistematik dari kebijakan, prosedur dan pelaksanaan kegiatan
identifikasi, analisis, evaluasi, pengendalian dan pemantauan risiko.

Identifikasi potensi bahaya


Merupakan tahapan yang dapat memberikan informasi secara menyeluruh dan
mendetail mengenai risiko yang ditemukan dengan menjelaskan konsekuensi dari
yang paling ringan sampai dengan yang paling berat.

15
Pada tahap ini harus dapat mengidentifikasi hazard yang dapat diramalkan
(foreseeable) yang timbul dari semua kegiatan yang berpotensi membahaya-kan
kesehatan dan keselamatan terhadap:
1. Karyawan
2. Orang lain yg berada ditempat kerja
3. Tamu dan bahkan masyarakat sekitarnya

Pertimbangan yang perlu diambil dalam identifikasi risiko antara lain :


1. Kerugian harta benda (Property Loss)
2. Kerugian masyarakat
3. Kerugian lingkungan

Identifikasi risiko dapat dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan sebagai


berikut:
1. Apa Yang Terjadi
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan daftar yang komprehensif tentang
kejadian yang mungkin mempengaruhi tiap-tiap elemen.
2. Bagaimana dan mengapa hal itu bisa terjadi
Setelah mengidentifikasi daftar kejadian sangatlah penting untuk
mempertimbangkan penyebab-penyebab yang mungkin ada/terjadi.
3. Alat dan Tehnik
Metode yang dapat digunakan untuk identifikasi risiko antara lain adalah:
a. Inspeksi
b. Check list
c. Hazops (Hazard and
Operability Studies)
d. What if
e. FMEA (Failure Mode and
Effect Analysis)
f. Audits
g. Critical Incident Analysis

16
h. Fault Tree Analysis
i. Event Tree Analysis
j. Dll

Dalam memilih metode yang digunakan tergantung pada type dan ukuran risiko.
Penilaian risiko Terdapat 3 ( tiga) sasaran yang akan dicapai dalam pelaksanaan
penilaian risik di tempat kerja yaitu untuk :
a. mengetahui, memahami dan mengukur risiko yang terdapat di tempat kerja;
b. menilai dan menganalisa pengendalian yang telah dilakukan di tempat kerja;
c. melakukan penilaian finansial dan bahaya terhadap risiko yang ada.
d. mengendalikan risiko dengan memperhitungkan semua tindakan penanggulangan
yang telah diambil;

Elemen-elemen dalam penilaian risiko :


Keparahan atau tingkat kemungkinan yang ditimbulkan dari suatu potensi bahaya
yang sudah dievaluasi sebelumnya, dapat diperkirakan dengan mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut :
a. Sifat dari kondisi dan situasi apa yang akan dilindungi
1) Manusia
2) Property (aset perusahaan seperti : mesin, pesawat, bangunan, bahan dsb)
3) Lingkungan
b. Pengaruhnya terhadap kesehatan manusia
1) Ringan
2) Berat/Serius
3) Meninggal
c. Luasnya kemungkinan bahaya yang ditimbulkan
1) Satu orang
2) Beberapa orang

17
Probabilitas atau kemungkinan timbulnya risiko dapat diperkirakan dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Kemungkinan kekerapan atau lama pemaparan :
1) Kondisi normal operasi
2) Sifat pekerjaan : manual atau masinal
3) Waktu yang dihabiskan untuk bekerja didaerah berbahaya
4) Jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan
5) Frekuensi pemaparan
b. Kemungkinan waktu kejadian kecelakaan
1) Reliabilitas dan data statistik lainnya
2) Data historis kecelakaan
3) Data penyakit akibat kerja
4) Komposisi risiko
c. Kemungkinan menghindarkan dan membatasi bahaya :
1) Siapa yang mengoperasian peralatan/mesin :
Skill (terampil)
Unskill (tidak terampil)
Tidak berawak (unmanned)
2) Pemahaman dan kesadaran terhadap risiko :
Melalui informasi yang bersifat umum
Melalui pengamatan langsung
Melalui tanda peringatan
Melalui indikator peralatan
3) Faktor manusia untuk menghindarkan dan membatasi risiko :
Mungkin
Mungkin dibawah kondisi tertentu
Tidak mungkin
4) Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki

18
Langkah-Langkah Penilaian Risiko :
Penilaian risiko di tempat kerja dilakukan dengan mengikuti 5 (lima) langkah
sistimatis sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi dan mencari potensi bahaya yang terdapat di tempat kerja.
b. Menetapkan akibat yang ditimbulkan oleh potensi bahaya tersebut dan
bagaimana kemungkinan kejadiaannya.
c. Melakukan evaluasi terhadap risiko dan menetapkan apakah persyaratan
pencegahan yang ada sudah layak atau masih diperlukan tambahan persyaratan
pengendalian lain.
d. Mencatat semua temuan.
e. Mengkaji hasil penilaian dan melakukan revisi apabila diperlukan.

Dalam menentukan suatu risiko apakah dapat diterima atau tidak akan tergantung
kepada penilaian/pertimbangan dari suatu organisasi berdasarkan tindakan
pengendalian yang telah ada meliputi :
a. Sumber daya (finansial, sumber daya manusia, fasilitas, dll)
b. Regulasi atau standard yang berlaku
c. Rencana keadaan darurat
d. Catatan atau data kecelakaan terdahulu, dll
Dengan catatan bahwa walaupun suatu risiko masih dapat diterima namun tetap
harus dipantau/dimonitor secara terus menerus.
Risiko dianalisa dengan menggabungkan penilaian atas kemungkinan dan
konsekuensi.

Tipe analisis terhadap risiko, bisa dilakukan melalui analisa kualitatif, semi
kualitatif, kuantitatif maupun gabungan dari hal tersebut.
a. Kualitatif
Metode ini menganalisa dan menilai suatu risiko dengan cara membandingkan
terhadap suatu diskripsi/uraian dari parameter (peluang dan akibat) yang
digunakan. Umumnya dipakai metode matriks.

19
b. Semi kualitatif
Metode ini pada prinsipnya hampir sama dengan analisa kualitatif,
perbedaannya pada metode ini uraian/deskripsi dari parameter yang ada
dinyatakan dengan nilai/skore tertentu.
c. Kuantitatif
Metode ini dilakukan dengan menentukan nilai dari masing-masing parameter
yang didapat dari hasil analisa data-data yang representative.

Pengendalian dapat dilakukan dengan hirarki pengendalian risiko sebagai berikut:


1. Eliminasi
Menghilangkan suatu bahan/tahapan proses berbahaya
2. Substitusi
a. Mengganti bahan bentuk serbuk dengan bentuk pasta
b. Proses menyapu diganti dengan vakum
c. Bahan solvent diganti dengan bahan deterjen
d. Proses pengecatan spray diganti dengan pencelupan
3. Rekayasa Teknik
a. Pemasangan alat pelindung mesin (mechin guarding)
b. Pemasangan general dan local ventilation
c. Pemasangan alat sensor otomatis
4. Pengendalian Administratif
a. Pemisahan lokasi
b. Pergantian shift kerja
c. Pembentukan sistem kerja
d. Pelatihan karyawan
5. Alat Pelindung Diri

20

Anda mungkin juga menyukai