Jurnal
Jurnal
Jurnal
net/publication/305730477
CITATIONS READS
0 9,750
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
ENGARUH SOLVABILITAS, SEGMEN OPERASI, DAN REPUTASI KAP TERHADAP AUDIT DELAY PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI INDONESIA View project
All content following this page was uploaded by Septian Bayu Kristanto on 31 July 2016.
Abstract
Managerial Assessment report for Internal Weaknesses of Financial Statement (entity) almost
conducted from privat sector, especially Doyle (2006) and Subramanyam (2006). In this
research, Internal Weaknesses will be seen at Indonesia public sector, as sampel from
Java/Bali Regency/Town. The variables different from other researchs and its justify to BPK
report elements (Local State Revenue and Capital Expenditure), and control variable (age).
The results show that capital expenditure has statistic significant to internal weakness and the
Risiko terjadinya fraud dapat terjadi pada setiap organisasi tanpa membedakan
bentuk, jenis operasi ataupun kegiatannya. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan fraud
adalah lemahnya pengendalian internal. AICPA (Sahari dan Kurniawan, 2007) menyatakan
bahwa fraud umumnya terjadi karena tiga hal yang mendasarinya terjadi bersamaan, yaitu:
1. Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud, tekanan ini dapat muncul dari
internal/pribadi pelaku (contohnya masalah keuangan) dan juga dapat dari eksternal
pengendalian internal;
3. Sikap atau rasionalisasi, terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas aktivitasnya
organisasi tersebut. Berdasarkan Section 302 Sarbanes-Oxley Act yang menyatakan bahwa
direksi perusahaan harus bertanggung jawab secara pribadi terhadap pernyataan prosedur
pengendalian, pengendalian internal, dan jaminan atas fraud. Sedangkan dalam Section 404
tercantum ketentuan yang mewajibkan direksi perusahaan untuk menyatakan tanggung jawab
pengendalian internal dan prosedur pengendalian internal dalam setiap pelaporan keuangan.
Selain itu assessment pada tiap akhir periode harus mencakup mengenai keefektifan struktur
pelaporan keuangan, dengan terus meningkatkan akurasi proses bisnis dan informasi
kelemahan pengendalian internal, yaitu: (1) firm size, yang diukur dengan nilai pasar dari
ekuitas; (2) firm age, diukur dengan angka tahun yang ada pada data CRSP; (3) financial
health, diukur dengan rugi agregate dan proxy untuk risiko kebangkrutan; (4) financial
2
reporting complexity, diukur dengan angka dari laporan tujuan khusus entitas, angka yang
diperoleh dari laporan segmen, dan adanya transaksi mata uang asing; (5) rapid growth,
diukur dengan pengeluaran merger dan akuisisi serta pertumbuhan penjualan yang ekstrim;
(6) restructuring charges; dan (7) corporate governance, diukur dengan governance score
yang dikembangkan oleh Brown dan Caylor (2006). Di lain pihak, variabel-variabel yang
dengan menggunakan jumlah dari segmen bisnis dan operasi asing; (2) perubahan organisasi,
menggunakan nilai pasar dari ekuitas, kerugian, dan probabilitas kebangkrutan (Zscore).
Indonesia sendiri data empiris tentang tingkat kelemahan pengendalian internal perusahaan
go public masih sulit didapatkan karena pelaporan mengenai penilaian atas pengendalian
Keuangan) sebagai auditor eksternal pemerintah melaporkan laporan evaluasi atas ketaatan
entitas yang diaudit atas pengendalian internal. Adanya SPKN (Standar Pemeriksaan
cukup dan melaksanakan pemeriksaan agar memperoleh keyakinan yang memadai sebagai
dasar untuk memberikan pendapat. Standar tersebut juga mengharuskan BPK untuk
mempengaruhi kelemahan pengendalian internal pada konteks BUMN yang diaudit BPK.
Variabel independen yang dipakai oleh Christy (2008) adalah ukuran perusahaan, umur
perusahaan, dan kompleksitas pelaporan keuangan yang diproksi dengan variabel dummy
keberadaan transaksi mata uang asing. Bertentangan dengan teori dan temuan empiris di AS,
Christy menemukan bahwa BUMN yang besar dan lebih tua justru memiliki kelemahan
pengendalian internal yang lebih banyak. Sedangkan Nitasari (2008) menggunakan variabel
variabel independen untuk topik yang sama dengan konteks PDAM yang diaudit oleh BPK.
positif terhadap tingkat kelemahan pengendalian internal. Nitasari juga menemukan bahwa
PDAM di luar Pulau Jawa-Bali cenderung memiliki tingkat kelemahan pengendalian internal
Penelitian Christy (2008) dan Nitasari (2008) memakai BUMD/N yang diaudit oleh
BPK sebagai sampelnya. Selain BUMD dan BUMN, BPK juga mengaudit entitas pemerintah
daerah (Pemda) serta entitas lainnya yang menggunakan keuangan negara (APBN/D).
Penelitian tentang faktor-faktor penentu kelemahan pengendalian internal, baik pada konteks
AS maupun Indonesia, belum banyak yang menggunakan obyek entitas pemerintahan. Untuk
itu, tujuan dari penelitian ini adalah meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kelemahan
dan perusahaan swasta adalah dalam penggunaan standar akuntansi, aturan-aturan pelaksana,
4
dan penyajian laporan keuangan. Untuk meningkatkan komparabilitas data, sampel yang
Hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK terhadap laporan keuangan pemda juga
tersebut. Penelitian ini ingin mengungkapkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
kelemahan pengendalian internal diduga dari Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal.
Dari masalah penelitian yang diungkapkan di atas, maka muncul persoalan penelitian
yang akan dijawab pada penelitian ini: Bagaimana pengaruh pendapatan asli daerah dan
Pengendalian Internal
(Koesmana dkk, 2007) adalah setiap tindakan yang diambil manajemen untuk meningkatkan
kemungkinan tercapainya tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Pengendalian dapat bersifat
preventif (untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan), detektif (untuk mendeteksi dan
memperbaiki hal-hal yang tidak diinginkan yang telah terjadi), dan direktif (untuk
(COSO) dalam Boynton dan Kell (2006:373), pengendalian internal adalah suatu proses yang
dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas, yang
dirancang untuk menyediakan keyakinan yang memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan
5
dalam hal: efektifitas dan efisiensi operasi, keandalan informasi keuangan, serta ketaatan
Menurut PP RI No.60 Tahun 2008, Sistem Pengendalian Internal adalah proses yang
integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan
seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi
melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset
pengendalian internal dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan
2. Informasi keuangan dan manajemen yang andal, lengkap, dan tepat waktu untuk
Menurut Permendagri 13 Tahun 2006 Pasal 1 (50) Pendapatan Daerah adalah hak
pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Sedangkan pada
pasal 15 ayat 1 dijelaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendapatan daerah adalah expected cash in flow dari
suatu daerah. Sedangkan total pendapatan suatu daerah bersumber dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana
6
Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) dan lain-lain pendapatan daerah yang
sah.
Pendapatan asli daerah (PAD) menurut UU No. 33 Tahun 2004 pasal 1 (18) PAD
adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga PAD adalah salah satu pendapatan
daerah yang diperoleh dengan mengelola dan memanfaatkan potensi daerahnya. PAD dapat
berupa pemungutan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
Secara umum, kinerja keuangan daerah dinilai dari persentase pendapatan asli daerah
terhadap total pendapatannya. Semakin tinggi kontribusi pendapatan asli daerah maka
menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif. Kinerja keuangan daerah yang positif
dapat diartikan sebagai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan daerah
dan mendukung pelaksanaan otonomi daerah pada daerah tersebut. Pola hubungan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah harus sesuai dengan kemampuan daerah dalam
membiayai pelaksanaan pemerintahan. Oleh karena itu, untuk melihat kemampuan daerah
dalam menjalankan otonomi daerah, salah satunya dapat diukur melalui kinerja keuangan
daerah.
Belanja Modal
Menurut Permendagri No.13 tahun 2006, belanja modal adalah pengeluaran anggaran
untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
Nilai aset tetap dalam belanja modal yaitu sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh
belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap
digunakan.
7
Menurut Abdullah dan Halim (2006), alokasi belanja modal yang didasarkan pada
kebutuhan memiliki arti bahwa tidak semua satuan kerja atau unit organisasi di pemerintahan
daerah melaksanakan kegiatan atau proyek pengadaan aset tetap. Sesuai dengan tugas pokok
dan fungsi masing-masing satuan kerja, ada satuan kerja yang memberikan pelayanan publik
berupa penyediaan sarana dan prasarana fisik, seperti fasilitas pendidikan (gedung sekolah,
ambulans), jalan raya, dan jembatan, sementara satuan kerja lain hanya memberikan
pelayanan jasa langsung berupa pelayanan administrasi (catatan sipil, pembuatan kartu
pendidikan.
Dalam konteks entitas bisnis, perusahaan yang ukuran operasi normalnya lebih besar
cenderung lebih mampu menerapkan pengendalian internal yang memadai karena perusahaan
tersebut memiliki sumber daya yang mencukupi. Selain itu manajer perusahaan besar
bertanggung jawab atas pengelolaan sumber daya yang lebih banyak sehingga mereka
cenderung untuk memiliki komitmen yang lebih tinggi untuk menerapkan pengendalian
Dalam konteks organisasi pemda, ciri utama yang menunjukkan suatu daerah mampu
pemerintahannya.
8
2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin agar Pendapatan Asli
Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh
kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah, sehingga peranan pemerintah daerah
Penelitian ini menggunakan proksi PAD untuk mengukur kemampuan pemda dalam
memanfatkan sumber daya yang dimilikinya untuk menerapkan tertib administrasi dan
pengelolaan keuangan daerah. Kemapuan daerah yang diproksikan dengan PAD juga
didasarkan atas sifat PAD mulai dari mendapatkannya (mengumpulkan dari sumber PAD
Selain itu, tekanan politis yang dialami oleh eksekutif pemerintah daerah yang
memiliki nilai pendapatan asli daerah besar (dalam nilai maupun persentasenya terhadap total
pendapatan) cenderung lebih tinggi sehingga membuat para birokrat harus lebih transparan
dalam pengelolaan dan pelaporan keuangan (Laswad, et al, 2005). Atas dasar argumen
internal.
pengelolaan keuangan negara berada di tangan presiden selaku Kepala Pemerintahan yang
kemudian dikuasakan kepada pejabat negara, baik di tingkat pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Menurut Mulyadi (2007) agar keuangan negara dapat digunakan dalam
mewujudkan tujuan bernegara, maka idealnya keuangan negara perlu dikelola secara tertib,
tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip yang selama ini dikenal dengan penyelenggaraan good
Salah satu penyebab munculnya fraud, menurut AICPA (Sahari dan Kurniawan,
2007) adalah adanya peluang. Hal ini umumnya timbul dari kelemahan dalam pengendalian
internal. Sehingga pengendalian internal secara detektif (untuk mendeteksi dan memperbaiki
hal-hal yang tidak diinginkan yang telah terjadi) pada pengeluaran pemerintah sangat
diperlukan karena telah banyak perkara tentang ketidakefisienan bahkan korupsi dalam hal
pengadaan barang dan jasa, terutama belanja modal. Hal tersebut juga didukung oleh
beberapa penelitian, diantaranya penelitian Mauro (1998) berpendapat bahwa korupsi lebih
mudah dilakukan pada belanja anggaran yang memudahkan terjadinya suap, markup dan
Terkait dengan belanja modal, Tuanakotta (2009:34) merinci delapan belas modus
korupsi di daerah, antara lain ditemukan bahwa ada pengusaha yang seringkali
mempengaruhi kepala daerah atau pejabat daerah untuk mengintervensi proses pengadaan
agar pengusaha tersebut dimenangkan dalam tender atau ditunjuk langsung kemudian harga
barang/jasa dinaikkan (markup), yang pada akhirnya selisihnya dibagi-bagikan. Selain itu
ditemukan bahwa antara pengusaha, pejabat eksekutif, dan pejabat legislatif bersepakat untuk
melakukan markdown atas aset pemda dan markup atas aset penganti dari pengusaha. Para
kepala daerah juga seringkali meminta uang jasa (di bayar dimuka) kepada pemenang tender
sebelum melakukan proyek. Kondisi ini menunjukkan bahwa belanja modal bisa menjadi
obyek korupsi politik dan korupsi administratif oleh pihak legislatif dan eksekutif.
Bagi anggota DPR, belanja modal bisa menjadi alat untuk ”kampanye” kepada
konstituennya. Sedangkan bagi kepala daerah, belanja modal berarti ”kampanye” kepada
10
masyarakat tentang keberhasilan pembangunan yang dilakukannya dan sebagai sumber
pemasukkan finansial bagi saku pribadinya karena adanya bayaran yang diberikan oleh pihak
lain (Abdullah, 2008). Berdasarkan landasan teoritis di atas, maka hipotesis kedua
Model Penelitian
Dari rumusan hipotesis diatas, diduga ada pengaruh negatif antara pendapatan asli
daerah (PAD) dengan kelemahan pengendalian internal (KPI). Selain itu, hipotesis juga
menduga adanya pengaruh positif antara belanja modal (BMOD) dan kelemahan
pengendalian internal (KPI). Dalam penelitian ini ditambahkan variabel kontrol mengenai
Variabel ini merupakan dummy antara daerah pemekaran dan daerah tanpa pemekaran.
PAD
-
BMOD + KPI
+
D_PMK
hubungan positif antara BMOD dan KPI, dan hubungan positif antara
11
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif mengenai
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Sumber data untuk dianalisis berasal dari data
2006, yang telah diaudit BPK. Data diperoleh dengan cara download dari situs resmi Badan
Pemeriksa Keuangan.
Populasi dapat diartikan sebagai keseluruhan elemen yang menjadi perhatian dalam
suatu penelitian. Yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah seluruh Pemda
Kabupaten/Kota Se-Jawa/Bali yang diaudit oleh BPK. Sedangkan yang menjadi sampel
dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan adalah:
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan alat analisis
regresi. Regresi ini digunakan untuk menguji pengaruh antara pendapatan asli daerah (PAD),
belanja modal, dan variasi daerah pemekaran terhadap kelemahan pengendalian internal.
Berikut persamaan regresi antara variabel dependen dengan variabel independen yang dipakai
Terdiri dari:
b0 = Konstanta
12
b1 , b2 dan b3 = Koefisien regresi
e = Eror
HASIL PENELITIAN
dipublikasikan oleh BPK. Sampel yang dipilih adalah Kabupaten/Kota se-Jawa-Bali pada
tahun anggaran 2006. Data awal sampel sebanyak 116 Kabupaten/Kota. Data ini kemudian
disaring sesuai dengan kriteria, tentang kelengkapan Laporan Keuangan. Sesuai dengan
kriteria tersebut, ada data yang tidak lengkap pada Kabupaten Boyolali. Sehingga Kabupaten
Langkah berikutnya adalah eliminasi outliers, yaitu data yang memiliki nilai ekstrim,
baik tinggi maupun rendah. Pengujian ini menggunakan alat uji SPSS, dalam deskriptif
statistik, yang menunjukan nilai-nilai yang terlalu tinggi (ekstrim tinggi) dan nilai-nilai yang
terlalu rendah (ekstrim rendah). Pengujian outliers ini dilakukan untuk membersihkan data-
data pengganggu sehingga variabilitas dan kecukupan model dapat menjadi lebih baik. Dalam
pengujian outliers ini terdapat delapan sampel yang memiliki nilai ekstrim, sehingga data
yang siap diolah menjadi 107 Kabupaten/Kota. Tabel 1 berikut memberikan rangkuman atas
Tabel 1
Eliminasi Sampel Penelitian
Keterangan Jumlah
Data awal Kabupaten/Kota se-Jawa/Bali 116
13
Data tidak lengkap (1)
Data (outliers) (8)
Data akhir yang siap diolah 107
Sumber: Data diolah 2010
mengganggu variabilitas data dan kecukupan model. Sebelum menguji dengan fit model,
peneliti melakukan komparasi dalam nilai koefisien determinasi dan nilai uji F-nya. Hasil
dari komparasi tersebut menunjukan model tanpa outliers memiliki nilai R2, adj R2, dan nilai
F yang lebih baik dan signifikan. Hasil dari komparasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2
Komparabilitas Model
Keterangan Data dengan outliers Data tanpa outliers
R² 0.039 0.079
Adj R² 0.013 0.053
Nilai F 1.501 2.961
Sign F 0.218 0.036
Sumber: Data diolah 2010
Setelah sampel-sampel yang terpilih tersebut siap diolah, peneliti melakukan uji
statistik deskriptif untuk merangkum data. Variabel yang digunakan disini ada empat:
Kelemahan Pengendalian Interrnal (KPI), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Modal
(BMOD), dan Dummy dari Pemekaran Daerah (D_PMK). Tabel 3 menunjukan hasil dari
Tabel 3
Statistik Deskriptif
KPI PAD (Rp) BMOD (Rp) D_PMK
Min 1 9,413,110,404 16,973,307,771 0
14
Max 17 538,369,935,680 456,941,979,632 1
Mean 6 65,453,653,226 110,598,400,706 0.084
Standar Deviasi 3 69,632,650,537 68,854,730,582 0.279
Sumber: Data diolah 2010
Dari hasil tersebut menunjukan nilai mean yang cukup jauh dari nilai maksimum. Hal
ini menunjukan bahwa rata-rata dari data penelitian memiliki nilai KPI, PAD, dan BMOD
pada sebaran data kecil. Hanya beberapa sampel yang memiliki nilai KPI, PAD, dan BMOD
yang besar. Keadaan serupa juga terdapat pada D_PMK, yang menunjukan bahwa rata-rata
pemekaran daerah kecil, atau sedikit sekali terjadi pemekaran daerah sebelum tahun
penelitian.
sebagai variabel dependen dan PAD, BMOD, dan D_PMK sebagai variabel independennya.
Regeresi dilakukan terhadap 107 sampel yang siap diolah. Hasil uji regresi tersebut dapat
Tabel 4
Hasil Uji Regresi
Keterangan Koefisien Sign
Konstanta 4.881 0.000
PAD 3.75646E-12 0.386
BMOD 1.0198E-11 0.025
D_PMK -0.361 0.724
R² 0.079
Adj R² 0.053
Nilai F 2.961
Sign F 0.036
Sumber: Data diolah 2010
15
Hasil diatas menunjukan nilai adj R2 sebesar 0.053, atau 5.3%. Nilai koefisien
determinasi yang sudah disesuaikan ini menunjukkan variabilitas dari PAD, BMOD, dan
D_PMK dalam menjelaskan KPI hanya sebesar 5.3%. Sehingga masih banyak variabel-
variabel lain yang belum bisa menjelaskan KPI dan tidak terangkum dalam penelitian ini,
sebesar 94.7%.
Nilai Sign F menunjukan angka 0.036, atau 3.6%. Hasil ini menunjukan bahwa secara
bersama-sama model ini signifikan sebagai prediktor KPI, karena memiliki nilai F kurang
dari alpha penelitian. Secara statistik, model ini bisa dikatakan sebagai fit model karena
12 11
KPI 4.881 3.75646 x10 ( PAD) 1.0198 x10 ( BMOD) 0.361( D _ PMK ) (2)
Model ini dapat dibaca sebagai berikut: (1) Jika nilai PAD naik satu triliun rupiah, asumsi
ceteris paribus, maka akan meningkatkan nilai KPI sebesar 3.756, dan sebaliknya. Kenaikan
pada PAD berarti kenaikan juga pada KPI, hal ini diakrenakan hubungan antara PAD dan
KPI adalah positif (+). (2) Jika nilai BMOD naik seratus milyar rupiah, asumsi ceteris
paribus, maka akan meningkatkan nilai KPI sebesar 1.019, dan sebaliknya. Sama seperti
PAD, hubungan yang positif (+) antara BMOD dan KPI memberikan implikasi yang searah,
yaitu kenaikan pada BMOD diikuti dengan kenaikan pada KPI. Dan (3) nilai D_PMK
menunjukan nilai negatif (-), hasil ini mengindikasikan bahwa nilai dummy nol (0)
memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan nilai dummy satu (1). Dengan kata lain,
daerah-daerah pemekaran memiliki pengendalian KPI yang lebih baik, karena memberikan
Dalam pengujian hipotesis pertama, yaitu PAD berpengaruh negatif (-) terhadap KPI,
tidak terbukti secara statisik. Hasil uji menunjukan bahwa hubungan antara PAD dan KPI
16
adalah positif (+) dan tidak signifikan. H1 dalam penelitian ini ditolak karena signifikansi
PAD lebih besar dari alpha penelitian. Hasil yang positif (+) dan tidak signifikan ini diduga
1. Nilai PAD yang relatif kecil secara cross-section. Rata-rata dari sampel masih jauh dari
2. Penerapan pertama kali SPKN pada tahun 2006. Penerapan ini direspon lambat oleh
Tercermin dalam Laporan Pengendalian Internal dari BPK yang banyak melaporkan
temuan dalam sumber daya serta pembuatan peraturan pelaksana dan teknis pada
Pengujian terhadap hipotesis kedua tidak dapat ditolak (H2 diterima) secara statistik.
Hasil ini sesuai dengan dugaan Tuanakotta (2009) dan Abdullah (2008). Hasil yang positif
(+) dan signifikan ini juga didukung dengan dua faktor kuat: (1) pengelolaan belanja modal
sudah diatur secara detail oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden tentang pedoman
pelaksana pengadaan barang dan jasa, sehingga bila terjadi kesalahan dalam proses
pengadaannya dapat dengan mudah terdeteksi oleh BPK dan dilaporkan dalam Laporan
Kelemahan Pengendalian Internal dan (2) belanja modal adalah fokus utama pemeriksaan
BPK.
Hasil lain dari variabel kontrol (D_PMK) adalah negatif (-) dan tidak signifikan. Hasil
ini tidak sesuai dengan dugaan peneliti. Hal ini mengindikasikan bahwa daerah-daerah
pemekaran cenderung lebih baik pengendalian internalnya, karena KPInya kecil (dummy
untuk daerah pemekaran adalah 1). Keadaan ini mungkin disebabkan karena azas kehati-
hatian yang lebih tinggi dari daerah pemekaran karena daerah pemekaran umumnya
17
mendapatkan tekanan politis yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang bukan
pemekaran.
Untuk melengkapi fit model yang telah dibuat tersebut, uji asumsi klasik perlu
dilakukan untuk mendeteksi bias model dan minimum varians model. Uji ini meliputi uji
(K-S), hasil yang didapat adalah residual data terdistribusi secara normal. Tabel 5
menunjukan hasil bahwa sign K-S lebih besar dari alpha penelitian.
Tabel 5
Uji Normalitas
Keterangan Nilai
Kolmogorov-Smirnov Z 0.943
Sign (2-tailed) 0.336
Sumber: Data diolah 2010
Uji heteroskedastisitas dilihat dari nilai korelasi antara absolute residual dan variabel-
variabel independen model. Tabel 6 menunjukan hasil bahwa koefisien korelasi antara
absolute residual dan variabel independen dalam model kurang dari 0.8 dan signifikansi lebih
dari alpha penelitian. Dengan kata lain, tidak ada heteroskedastisitas dalam model ini.
Tabel 6
Uji Heteroskedastisitas
Keterangan Absolut Residual
Koef Korelasi Spearman 0.041
PAD
Sign (1-tailed) 0.339
Koef Korelasi Spearman 0.043
BMOD
Sign (1-tailed) 0.331
Koef Korelasi Spearman 0.185
D_PMK
Sign (1-tailed) 0.028
18
Sumber: Data diolah 2010
Pengujian multikolinearitas dilihat dari nilai Tolerance dan VIF terhadap variabel-
variabel independen dalam model. Tabel 7 menunjukan hasil bahwa tidak ada
multikolinearitas dalam model, dengan bukti nilai tolerance yang lebih dari 0.10 dan VIF
Tabel 7
Uji Multikolinearitas
Variabel Independen Tolerance VIF
PAD 0.848 1.180
BMOD 0.808 1.238
D_PMK 0.949 1.053
Sumber: Data diolah 2010
Semua uji asumsi klasik ini merupakan pengujian tambahan yang memberi keyakinan
bahwa data dan model yang dibuat dalam penelitian ini adalah fit model yang mempunyai
minimum varians dan tidak bias. Dengan kata lain, model ini bisa dignakan sebagai prediktor
terhadap KPI.
Dari hasil pengujian-pengujian yang sudah dilakukan, dengan alpha penelitian 5%,
maka dapat diambil empat kesimpulan sebagai berikut: Secara bersama-sama, Pendapatan
Asli Daerah dan Belanja Modal signifikan sebagai prediktor Kelemahan Pengendalian
Internal. Variasi dari variabel-variabel independen ini yang masih sangat kecil karena
penelitian ini hanya menggunakan data financial dari Laporan Keuangan Pemda
Kabupaten/Kota.
19
Kesimpulan yang kedua, Hipotesis pertama penelitian ini bahwa pendapatan asli
dengan hasil pengujian statistik. Asumsi untuk menjelaskan hal ini dimungkinkan karena: (1)
nilai PAD yang relatif kecil secara cross-section; (2) tahun 2006 merupakan tahun pertama
penerapan SKPN sehingga ini merupakan masa transisi bagi Pemda dalam penyesuaian
pengelolaan penerimaan kas yang dikelola sepenuhnya oleh Pemda (pendapatan asli daerah)
yang sesuai dengan SPKN; dan (3) tingkat pengawasan sistem pengelolaan penerimaan
daerah yang kurang ketat yang dapat diakibatkan karena tidak optimalnya fungsi kemampuan
Kesimpulan yang ketiga, Hipotesis kedua penelitian ini bahwa belanja modal
pengujian statistik. Hal ini karena adanya fakta bahwa: (1) pengelolaan belanja modal sudah
diatur secara detail oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden tentang pedoman pelaksana
pengadaan barang dan jasa, sehingga bila terjadi kesalahan dalam proses pengadaannya dapat
dengan mudah terdeteksi oleh BPK dan dilaporkan dalam Laporan Kelemahan Pengendalian
Internal dan (2) belanja modal adalah fokus utama pemeriksaan BPK, hal ini disebabkan
banyaknya potensi penyimpangan dalam proses pengadaan perolehan aset tetap berwujud
(didukung dengan pendapat Ketua sementara KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, dalam
tidak didukung oleh hasil statistik. Penjelasan akan hasil ini diduga karena tekanan politis
yang diterima oleh darah hasil pemekaran baik dari internal maupun eksternal Pemda
menggunakan data finansial hasil audit BPK terhadap laporan keuangan Pemda sebagai
20
variabel independen (penyebab) kelemahan pengendalian internal. Menurut Permendagri No
4 tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah
2. Melakukan observasi dan/atau wawancara dengan pihak terkait di setiap prosedur yang
ada.
3. Melakukan analisis atas resiko yang telah diidentifikasi pada sebuah kesimpulan tentang
4. Melakukan analisis atas resiko yang telah diidentifikasi pada sebuah kesimpulan tentang
penelitian ini menggunakan jumlah poin KPI pada Laporan Kelemahan Pengendalian Internal
yang telah disusun oleh BPK. Hasil pengujian yang tidak signifikan dapat juga diakibatkan
karena tidak ada standar dalam pelaporan kelemahan pengendalian internal BPK sebagai
variabel dependen. Sehingga hasil laporan kelemahan pengendalian internal sarat akan
subjektifitas auditor BPK sebagai menyusunnya. Selain itu juga tidak ada batasan materialitas
pelaporan.
Model penelitian dengan menggunakan data financial nilai pendapatan asli daerah dan
belanja modal dalam laporan audit BPK dari laporan keuangan Pemda ini hanya dapat
menjelaskan 5.3% dari penyebab kelemahan pengendalian internal. Hal ini dapat disebabkan
karena adanya variabel lain yang tidak masuk dalam observasi yang menjadi penyebab
kelemahan pengendalian internal seperti yang telah diungkapkan diatas. Selain itu tidak
adanya standar dalam penyusunan laporan pengendalian internal oleh BPK dan tidak ada
Pemda.
21
Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan data selain data financial sebagai
pengukuran. Selain itu dapat juga dipertimabangkan metode penelitian observasi dan/atau
wawancara dengan pihak terkait pengendalian internal di setiap prosedur yang ada (deep
interview).
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Syukriy dan Abdul Halim. (2006). Pengalokasian Belanja Fisik dalam Anggaran
Abdullah, Syukriy dan John Andra Asmara. (2006). Perilaku Oportunistik Legislatif Dalam
Penganggaran Daerah: Bukti Empiris atas Aplikasi Agency Theory di Sektor Publik.
Brush, Thomas H., Philip Bromiley dan Margaretha Hendrickx. (2000). The Free Cash Flow
Hypothesis For Sales Growth and Firm Performance. Strategic Management Journal,
21: 455-472.
Darwanto, dan Yulia Yustikasari. (2007). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah, dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.
Doyle, J., Weili Ge dan Sarah McVay. (2006). Determinants of Weaknesses in Internal
www.elsevier.com.
22
Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan
Jensen, Michael C. (1996). Agency Costs of Free Cash Flow, Corporate Finance, and
Kell, W.G dan W.C. Boynton. (2006). Modern Auditing. 8th edition. John Wilwy & Sons Inc.
Koesmana, Dedi S., Humbul Kristiawan, dan Ahmad Rizki. (2007). Peran Auditor Internal
dalam mencegah dna mendeteksi terjadinya fraud menurut standar profesi. Jurnal
Potensi Kerugian Negara yang Disebabkan Oleh Pengadaan Barang dan Jasa, (2009 03
Krishnan, G.V., dan G. Visvanathan. (2005). Reporting Internal Control Deficiencies in The
htttp://ssrn.com/abstract694681
Laswad, Fawzi, Richard Fisher dan Peter Oyelere. (2005). Determinants of Voluntary
Lee, Dwight dan James A. Verbrugge. (2000). Free Cash Flow and Public Governance: The
Lie, Erik. (2000). Excess Funds and Agency Problems: An Empirical Study of Incremental
Mulyadi, Eddy Soepardi (2007), Upaya Pencegahan Fraud dalam Pengelolaan Keuangan
Negara, Jurnal Economics Business & Accounting Review Volume II, Nomor 1,
2007
Mauro, Paulo. (1998). Corruption and the Composition of Government Expenditure. Journal
23
Nitasari, Benedicta. (2008). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelemahan
Republik Indonesia. (2008). Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Tentang Sistem
Negara.
Sahari, Haryanto dan Dudi M. Kurniawan (2007), Peranan Akuntan dalam Mendeteksi dan
Mencegah Fraud, Jurnal Economics Business & Accounting Review Volume II,
Nomor 1, 2007
http://dspace.widyatama.ac.id/handle/10364/425
Weakness and Cost of Equity: Evidence from SOX Section 404 Disclosures.
http://ssrn.com/abstract694681
Wibowo, Tri dan Makmun. (2005). Potret Kinerja Fiskal Daerah Pada Era Desentralisasi.
24