Anda di halaman 1dari 102

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI


DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 07-18 JANUARI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DIAN RAHMA BAKTI, S.Farm.


1206312965

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI


DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 07-18 JANUARI 2013

TUGAS UMUM PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

DIAN RAHMA BAKTI, S.Farm.


1206312965

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
i

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:

Nama : Dian Rahma Bakti, S.Farm


NPM : 1206312965
Program Studi : Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis karya : Karya Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 7 – 18 Januari 2013.

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia /
memformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis / pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal: 2 Juli 2013
Yang menyatakan

(Dian Rahma Bakti, S.Farm.)

iii

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
Angkatan LXXVI Universitas Indonesia, yang diselenggarakan pada tanggal 07 –
18 Januari 2013 di Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Kegiatan PKPA dan penyusunan laporan PKPA merupakan bagian dari
kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi apoteker dengan tujuan untuk
meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Setelah
mengikuti kegiatan PKPA, diharapkan apoteker yang lulus nantinya dapat
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat
pada saat memasuki dunia kerja.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dukungan dari
berbagai pihak sejak masa kegiatan PKPA hingga masa penyusunan laporan PKPA,
sulit untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan
hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada:
1. Dra. Maura Linda Sitanggang, PhD selaku Direktur Jenderal Bina kefarmasian
dan Alat Kesehatan.
2. Drs. Bayu Teja M., Apt., M.Pharm. selaku Direktur Direktorat Bina Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan di Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan, atas pengarahannya selama pelaksanaan Praktek Kerja
Profesi Apoteker.
3. Drs. Syafrizal, Apt. selaku Kepala Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi
Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan atas bimbingan dan arahan
yang diberikan selama pelaksanaan Praktek Kerja Porfesi Apoteker.
4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
5. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia dan juga sebagai pembimbing dalam atas

iv

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


pengarahan dan bimbingan yang diberikan selama pelaksanaan Praktek Kerja
Profesi Apoteker.
6. Seluruh staf Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dan Seluruh staf Direktorat
Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
7. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah
memberikan dukungan dalam penyusunan laporan ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Penulis
berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah
membantu. Semoga laporan ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu rekan-
rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.

Depok, Januari 2013

Penulis

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


HALAMAN PENGESEHAN ............................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... viii

1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan ......................................................................................................... 3

2. TINJAUAN UMUM ....................................................................................... 4


2.1 Tinjauan Umum Kementerian Keseharan ................................................. 4
2.1.1 Visi ..................................................................................................... 4
2.1.2 Misi .................................................................................................. 4
2.1.3 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi ........................................................ 4
2.14 Nilai-Nilai .......................................................................................... 5
2.1.5 Rencana Strategis .............................................................................. 5
2.1.6 Struktur Organisasi ........................................................................... 5
2.2 Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan .................................................................................................. 6
2.2.1 Tugas dan Fungsi .............................................................................. 6
2.2.2 Tujuan ............................................................................................... 7
2.2.3 Sasaran dan Indikator ....................................................................... 7
2.2.4 Kegiatan ............................................................................................ 7
2.2.5 Struktur Organisasi ........................................................................... 8

3. TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN


PERBEKALAN KESEHATAN .................................................................... 13
3.1 Tugas Pokok dan Fungsi ........................................................................... 13
3.2 Tujuan ....................................................................................................... 14
3.3 Sasaran ...................................................................................................... 14
3.4 Strategi Intervensi ...................................................................................... 14
3.5 Struktur Organisasi ................................................................................... 15
3.6 Sumber Daya Manusia .............................................................................. 20

4. PEMBAHASAN ..............................................................................................23
4.1 Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat .............................23
4.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ........25
4.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ..........33
4.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan ................................................................................38

vi

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


5. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................44
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................44
5.2 Saran ............................................................................................................45

DAFTAR ACUAN ...............................................................................................46

vii

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 2.1 Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan ..............................47


Lampiran 2.2 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan .....................................................................48
Lampiran 2.3 Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan ................................................48
Lampiran 2.4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan .................................................................49
Lampiran 2.5 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian ....49
Lampiran 2.6 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Alat Kesehatan ...........................................................................50
Lampiran 2.7 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi
Kefarmasian ...............................................................................50
Lampiran 4.1 Alur Penyediaan Obat Nasional .................................................51
Lampiran 4.2 Protap Perencanaan Kebutuhan Obat .........................................52
Lampiran 4.3 Formulir IFK-3 ...........................................................................53
Lampiran 4.4 Formulir IFK-4 ...........................................................................54

viii

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hak untuk hidup sehat adalah hak setiap rakyat, baik secara fisik, mental,
spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan termasuk pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Hal ini diatur dalam Undang-Undang
Negara Republik Indonesia tahun 1945 dalam pasal 34 ayat (3) yang menyatakan
bahwa “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak”. Oleh karena kesehatan adalah salah satu unsur
penting bahkan sangat strategis dalam upaya pembangunan manusia, maka harus
dibarengi dengan pelaksanaan dari Pemerintah agar hak tersebut dapat diperoleh oleh
setiap orang.
Kementerian Kesehatan sebagai institusi pemerintah yang mempunyai tugas
dan wewenang menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan berupaya agar kualitas
pelayanan kesehatan semakin baik, termasuk peningkatan kualitas di bidang
pelayanan kefarmasian (Departemen Kesehatan RI, 2009).
Dalam dunia kefarmasian, kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula
berorientasi pada pengelolaan obat sebagai komoditas (drug oriented) telah berubah
orientasi menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien (patient oriented). Untuk menunjang hal tersebut, maka
pemerintah melalui Keputusan Menteri Kesehatan No. 1277/MENKES/SK/2001
membentuk Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen
Yanfar dan Alkes) yang selanjutnya berganti nama menjadi Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar Alkes) berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 1575/MENKES/PER/XI/2005. Dengan demikian apoteker
selaku tenaga kesehatan yang bertanggung jawab atas pelayanan kefarmasian dituntut
1

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


2

untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pembinaan


pelayanan kefarmasian.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dibagi menjadi
empat direktorat, salah satunya adalah Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan. Direktorat ini bertugas menjamin ketersediaan, pemerataan, dan
keterjangkauan obat dan alat kesehatan sebagai upaya menjalankan strategi
pembangunan kesehatan dalam rangka mewujudkan visi dan misi Kementerian
kesehatan periode tahun 2010 – 2014 (Departemen Kesehatan RI, 2010).
Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes) mempunyai tanggung jawab mensinergiskan
pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) dengan pelayanan medik dan
pelayanan keperawatan melalui penyusunan kebijakan, pedoman dan standar teknis
pelaksanaam yang dapat dipergunakan di seluruh sarana pelayanan kesehatan di
Indonesia agar terwujud visi Kementerian Kesehatan “Masyarakat Sehat yang
Mandiri dan Berkeadilan”.
Apoteker merupakan profesi yang diperkenankan dalam penyediaan obat
karena apoteker mempunyai kompetensi dan pengetahuan di bidang obat dan
perbekalan kesehatan (Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, 2007).
Untuk menjamin ketersediaan dan terjangkaunya obat dan perbekalan kesehatan
maka diperlukan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang profesional
salah satunya adalah apoteker tersebut. Mengingat pentingnya hal-hal tersebut, maka
diperlukan adanya pembekalan bagi para calon apoteker mengenai tugas dan fungsi
apoteker dalam regulasi terkait bidang kefarmasian yang bertujuan memperkenalkan
program pemerintah dalam meningkatkan peran apoteker di masyarakat. Oleh karena
itu, diselenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Kementerian
Kesehatan. Dengan demikian, diharapkan calon apoteker dapat memperoleh
gambaran nyata tentang peran apoteker di masyarakat secara umum dan di Direktorat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


3

Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan secara khusus, terutama di Direktorat
Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

1.2 Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan bertujuan agar calon apoteker :
a. Memahami tugas pokok dan fungsi dari Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan.
b. Memahami tugas pokok dan fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi dan misi (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010b).
2.1.1 Visi
Kementerian Kesehatan mempunyai visi yaitu masyarakat sehat yang mandiri dan
berkeadilan.
2.1.2 Misi
Misi Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui
pemberdayaanmasyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.
b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan.
c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
2.1.3 Kedudukan, Tugas, dan Fungsi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2010a)
Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepadaPresiden.
Kementerian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan. KementerianKesehatan
mempunyai tugas membantu menyelenggarakan urusan di bidangkesehatan dalam
pemerintahan untuk membantu Presiden dalammenyelenggarakan pemerintahan
negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut,Kementerian Kesehatan
menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.
b. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Kesehatan.
c. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan.

4 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


5

d. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan


Kementerian Kesehatan di daerah.
e. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.4 Nilai-Nilai (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b)
Kementerian kesehatan memiliki nilai-nilai yang merupakan satukeseluruhan dalam
melaksanakan program-program yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan. Nilai-
nilai tersebut yaitu pro rakyat, inklusif, responsif, efektif, dan bersih.
2.1.5 Rencana Strategis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010b)
Kementerian Kesehatan mempunyai Rencana Strategis 2010-2014 sebagai berikut:
a. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat swasta dan masyarakat
madanidalam pembangunan kesehatan melalui kerjasama nasional dan global.
b. Meningkatkan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, pelayanan, dan
berkeadilan, serta berbasis bukti, dengan pengutamaan pada upaya
promotifdan preventif.
c. Meningkatkan pembiayaan pembangunan kesehatan, terutama untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional.
d. Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan sumber daya manusia
kesehatan yang merata dan bermutu.
e. Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat
kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan makanan.
f. Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdaya
guna, dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan
yangbertanggung jawab.
2.1.6 Struktur Organisasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a)
Kementerian Kesehatan yang dipimpin oleh Menteri Kesehatan terdiri atas:
a. Sekretariat Jenderal.
b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


6

e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.


f. Inspektorat Jenderal.
g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi.
j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat.
k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan.
l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi.
m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal.
n. Pusat Data dan Informasi.
o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri.
p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.
q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan.
r. Pusat Komunikasi Publik.
s. Pusat Promosi Kesehatan.
t. Pusat Inteligensia Kesehatan.
u. Pusat Kesehatan Haji.
Struktur organisasi dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dapat dilihat
pada Lampiran 2.1

2.2 Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat


Kesehatan
2.2.1 Tugas dan Fungsi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010)
2.2.1.1 Tugas
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang
pembinaan kefarmasiaan dan alat kesehatan.
2.2.1.2 Fungsi
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


7

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;


3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan;
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian
dan alat kesehatan; dan
5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
2.2.2 Tujuan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
1. Terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan
perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan;
2. Terlindunginya masyarakat dari penggunaan obat dan perbekalan kesehatan
yang tidak memenuhi standar mutu, keamanan, dan kerasionalan; dan
3. Meningkatnya mutu pelayanan farmasi komunitas dan farmasi rumah sakit
dalam kerangka pelayanan kesehatan komprehensif yang didukung oleh
tenaga farmasi yang profesional.
2.2.3 Sasaran dan Indikator (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
Sasaran hasil program kefarmasian dan alat kesehatan adalah meningkatnya sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat.
Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan
obat dan vaksin sebesar 100%.
2.2.4 Kegiatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
Untuk mencapai sasaran tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan meliputi:
1. Peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
2. Peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga;
3. Peningkatan pelayanan kefarmasian; dan
4. Peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


8

2.2.5 Struktur Organisasi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010)


Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dipimpin oleh
Direktur Jenderal yang bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kesehatan.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri (Lampiran 2.2 ) :
2.2.5.1 Sekretariat Direktorat Jenderal
1. Tugas dan Fungsi
Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis
administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam
melaksanakan tugas, Sekretariat Direktorat Jenderal menyelenggarakan fungsi :
a. Koordinasi dan penyusunan rencana, program, anggaran;
b. Pengelolaan data dan informasi;
c. Penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan
hubungan masyarakat;
d. Pengelolaan urusan keuangan;
e. Pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah
tangga, dan perlengkapan; dan
f. Evaluasi dan penyusunan laporan
2. Struktur Organisasi
Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri dari (Lampiran 2.3) :
a. Bagian Program dan Informasi;
b. Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat;
c. Bagian Keuangan;
d. Bagian Kepegawaian dan Umum; dan
e. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.5.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan


1. Tugas dan Fungsi
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


9

di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam melaksanakan tugas tersebut,
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga
obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik
dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik
dan perbekalan kesehatan;
d. Pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
e. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan
evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

2. Struktur Organisasi
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri dari (Lampiran 2.4) :
a. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat;
b. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
c. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
d. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


10

2.2.5.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian


1. Tugas dan Fungsi
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan
kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik dan penggunaan obat rasional;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi
klinik dan penggunaan obat rasional;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
standardisasi,farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional;
d. Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas,
farmasi klinik dan penggunaan obat rasional;
e. Penyiapan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan
penggunaan obat rasional; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
2. Struktur Organisasi
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 2.5) :
a. Subdirektorat Standardisasi;
b. Subdirektorat Farmasi Komunitas;
c. Subdirektorat Farmasi Klinik;
d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.

2.2.5.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan


1. Tugas dan Fungsi
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


11

Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas


melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi
dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan
sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga;
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi,
standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah
tangga;
e. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian,
inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
rumah tangga; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
2. Struktur Organisasi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri dari (Lampiran 2.6) :
a. Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan;
b. Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga;
c. Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga;
d. Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


12

2.2.5.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian


1. Tugas dan Fungsi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugasnya,
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi
kefarmasian;
b. Pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
c. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria di bidang
produksi dan distribusi kefarmasian;
d. Penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
e. Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di
bidang produksi dan distribusi kefarmasian;
f. Pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan
g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
2. Struktur Organisasi
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri dari (Lampiran 2.7) :
a. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional;
b. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan;
c. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekusor dan
Sediaan Farmasi Khusus;
d. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat;
e. Subbagian Tata Usaha; dan
f. Kelompok Jabatan Fungsional

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN

3.1 Tugas pokok dan fungsi


Tugas Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan yaitu
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan.
Dalammelaksanakan tugasnya Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat,
penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
2. Pelaksanaan kegiatan di bidang analisisdan standardisasi harga obat, penyediaan
dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan
evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis
dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan
perbekalan kesehatan;
4. Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang analisis dan Standardisasi harga
obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta
pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan, dan
evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan;
5. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan
standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan
kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan
kesehatan; dan
13 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


14

6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.

3.2 Tujuan
Tujuan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan adalah
penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di sektor publik yang lengkap,
jumlahcukup, dan mudah diperoleh setiap saat dengan harga terjangkau dan kualitas
terjamin, serta menjamin ketersediaan, pemerataan, mutu, keterjangkauan obat dan
perbekalan kesehatan bagi pelayanan kesehatan. Dengan mewujudkan suatu
pedoman, standar, norma, kriteria, dan prosedur di bidang penyediaan dan
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar,
sesuai peraturan yang berlaku.

3.3 Sasaran
Sasaran hasil Program Obat Publik dan Pebekalan Kesehatan adalah
meningkatnya ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan
dasar.Indikatortercapainya sasaran hasil pada tahun 2014 adalah persentase
ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%, persentase penggunaan obat generik di
fasilitas pelayanan kesehatansebesar80%, dan persentase instalasi farmasi Kab/Kota
sesuai standar sebesar 80%.

3.4 Strategi intervensi


Dalam rangka mencapai sasaran, maka Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan memiliki strategi dalam menjalankan kebijakannya antara
lain :
a. Meningkatkan cakupan dan kuantitas pelayanan dengan beberapa strategi yang
dijalankan, antara lain:
1. Ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan mencakup jenis, jumlah
cukup dan mudah diperoleh setiap saat, harga terjangkau dan kualitas terjamin;
dan
2. Manajemen logistik obat dan perbekalan kesehatan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


15

b. Membangun kemitraan dengan pemerintah daerah, dinas/instansi lintas sektor dan


perguruan tinggi profesi terkait dalam hal:
1. Perumusan kebijakan di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan di unit
pelayanan kesehatan dasar.
2. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur dalam hal
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan; dan
3. Melaksanakan advokasi dalam rangka terwujudnya kebijakan, program atau
proyek atau kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasarannya.

3.5 Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan


Kesehatan
Struktur organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
terdiri dari:
1. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat;
2. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
3. Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan;
4. SubdirektoratPemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan;
5. Subbagian Tata Usaha; dan
6. Kelompok Jabatan Fungsional.
3.5.1 Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi
dan penyusunan laporan di bidang analisis dan Standardisasi harga obat.
3.5.1.1 Tugas dan fungsi
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga
Obat menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan
standardisasi harga obat;
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


16

2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang


analisis dan standardisasi harga obat;
3. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang analisis dan standardisasi harga
obat; dan
4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat.
3.5.1.2 Struktur organisasi Subdit Analisis dan Standardisasi Harga Obat
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas :
a. Seksi Analisis Harga Obat
Seksi Analisis Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat.
b. Seksi Standardisasi Harga Obat
Seksi Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur,
dan kriteria harga obat.
3.5.2 Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis,
pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang
penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.2.1 Tugas dan fungsi Subdit Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan
obat publik dan perbekalan kesehatan;
2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
3. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang penyediaan obat
publik dan perbekalan kesehatan; dan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


17

4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan


kebijakan di bidang penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.2.2 Struktur organisasi Subdit Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas :
a. Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan di bidang perencanaan penyediaan obat publik dan perbekalan
kesehatan.
b. Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian,
pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang ketersediaan obat
publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, evaluasi
dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.3.1 Tugas dan fungsi Subdit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Dalam melaksanakan tugas, Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi:
1. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan
obat publik dan perbekalan kesehatan;
2. Penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan;
3. Penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang pengelolaan obat
publik dan perbekalan kesehatan; dan
4. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


18

3.5.3.2 Struktur organisasi Subdit Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas
:
a. Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Standarisasi Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Bimbingan dan Pengendalian Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pengendalian,
pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang pengelolaan obat publik
dan perbekalan kesehatan.
3.5.4 Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang program obat publik dan perbekalan kesehatan.
3.5.4.1 Tugas dan fungsi Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan
Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi
Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan kebijakan di bidang program obat
publik dan perbekalan kesehatan; dan
b. Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang program obat publik
dan perbekalan kesehatan.
3.5.4.2 Struktur organisasi Subdit Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


19

Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan


Kesehatan terdiri atas :
a. Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Pemantauan Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan pelaksanaan program
obat publik dan perbekalan kesehatan.
b. Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Seksi Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai
tugas melakukan penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan program obat publik dan
perbekalan kesehatan.
3.5.5 Subbagian Tata Usaha
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan
rumah tangga Direktorat. Tugas sub bagian ini adalah melakukan urusan Tata
Usaha dan rumah tangga Direktorat. Uraian Tugas sub bagian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan penyiapan rancangan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha
berdasarkan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek sesuai program dan
referensi terkait;
2. Melakukan penyiapan rancangan rencana pelaksanaan kegiatan Sub Bagian Tata
Usaha berdasarkan rencana tahunan;
3. Membimbing pelaksanaan tugas/kegiatan Sub Bagian Tata Usaha dengan
memberi petunjuk dan membagi tugas agar pelaksanaan tugas/kegiatan dapat
berjalan dengan lancar, tepat waktu, dan tepat guna;
4. Melakukan manajemen layanan ketatausahaan dan kerumahtanggaan dengan cara
merencanakan, mengatur, dan mengevaluasi sumber daya yang ada di
lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan agar
pelaksanaan program/kegiatan sesuai dengan rencana;
5. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan tenaga dan kebutuhan diklat
pegawai di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta masukan dari unit kerja di
lingkungan Direktorat;
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


20

6. Melakukan penyiapan rancangan usulan kebutuhan peralatan/perlengkapan/fasilitas


kerja di lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan
kebutuhan biaya pemeliharaannya berdasarkan kebutuhan pelaksanaan program serta
masukan dari unit kerja di lingkungan Direktorat;
7. Melakukan penyiapan rancangan usulan kenaikan pangkat, Kejadian Luar Biasa
(KLB), pemindahan, pemberhentian dan pensiun/cuti dan lain-lain di
lingkungan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dengan cara
menelaah/mengolah bahan/data kepegawaian yang ada dan usulan dari pegawai
yang bersangkutan;
8. Melaporkan secara berkala pelaksanaan kegiatan layanan ketatausahaan dan
kerumahtanggaan baik lisan maupun tertulis kepada Direktur Bina Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan dengan cara menyusun laporan sesuai dengan hasil
pelaksanaan kegiatan; dan
9. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan dalam rangka kelancaran
pelaksanaan tugas.

3.6 Sumber daya manusia


Sumber daya manusia yang terdapat pada Direktorat Bina Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan berjumlah 38 orang dengan perincian sebagai berikut :

Tabel 3.1 Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Jumlah
Organisasi
SDM
Direktur Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan 1
Sub Direktorat Analisis Obat dan Standarisasi Harga Obat 7
Sub Direktorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan
8
Kesehatan
Sub Direktorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan 7

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


21

Kesehatan
Sub Direktorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat
7
Publik dan Perbekalan Kesehatan
Sub Bagian Tata Usaha 8
Total 38

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat


Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, evaluasi
dan penyusunan laporan di bidang analisis dan standardisasi harga obat.
Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat terdiri atas dua seksi, yaitu
Seksi Analisis Harga Obat dan Seksi Standardisasi Harga Obat. Seksi Analisis Harga
Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan analisis, kajian, dan pemantauan harga obat. Seksi Standardisasi Harga
Obat mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan criteria harga obat.
Output atau keluaran utama dari subdit ini berupa Surat Keputusan Harga
Obat baik berupa SK Harga Eceran Tertinggi (HET), SK Harga Obat untuk
Pengadaan Pemerintah, dan SK Harga Vaksin dan Serum. Harga obat yang
ditentukan adalah harga obat generik, baik untuk pengadaan pemerintah, maupun
yang langsung ke masyarakat melalui penjualan di apotek. Keputusan Menteri
Kesehatan RI nomor 092/MENKES/SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat
Generik Tahun 2012 merupakan acuan bagi apotek, rumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya dalam menjual obat generik. Keputusan Menteri
Kesehatan RI nomor 094/MENKES/SK/II/2012 tentang Harga Obat untuk Pengadaan
Pemerintah Tahun 2012 merupakan acuan dalam pengadaan obat di tingkat
pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota termasuk
rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Penetapan harga obat generik dilakukan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan
rekomendasi Tim Evaluasi Harga Obat yang terdiri dari unsur pakar kesehatan,
akademisi, lembaga profesi, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Kementerian
23 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


24

Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Perumusan rekomendasi harga
obat generik tersebut dilakukan dengan pendekatan struktur harga obat dan kelayakan
harga dalam kondisi nyata Indonesia.
Harga obat generik dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin akses
masyarakat terhadap obat. Oleh karena itu, harga obat generik bisa ditekan karena
obat generik dijual dalam kemasan dengan jumlah besar dan tidak diperlukan biaya
iklan dalam pemasarannya. Proporsi biaya iklan obat dapat mencapai 20-30%
sehingga biaya iklan obat akan mempengaruhi harga obat secara signifikan (Idris dan
Widjajarta, 2007). Harga obat generik juga dikendalikan untuk meningkatkan
ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat secara berkelanjutan agar tercipta
derajat kesehatan setinggi-tingginya yang merupakan salah satu dari tujuan dari
Kebijakan Obat Nasional. Di samping itu, amanat Undang-Undang Nomor 36 tahun
2009 tentang kesehatan memberikan tugas dan tanggung jawab kepada Kementerian
Kesehatan untuk mengendalikan harga obat generik yang termasuk dalam Daftar
Obat Esensial Nasional. Penetapan harga obat dilakukan dengan tetap memberikan
peluang margin keuntungan yang memadai bagi industri farmasi untuk dapat
memproduksi obat generik sesuai standar yang berlaku.
Penetapan harga obat dilakukan berdasarkan beberapa komponen. Menurut
Soewarta Kosen, health system specialist, komponen harga obat meliputi harga
produksi, profit margin distributor, profit margin pengecer, pajak (import + PPN),
biaya distribusi, pajak bahan baku. Sedangkan berdasarkan data yang diperoleh dari
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, komponen harga obat
generik meliputi: zat aktif, zat tambahan, bahan kemasan, profit perusahaan, biaya
operasional, pajak, termasuk juga biaya umum, dan biaya modal. Secara teoritis,
komponen harga untuk penetapan harga obat generik sebenarnya telah memenuhi
teori unsur komponen harga dari Soewarta Kosen, hanya saja ada dua perbedaan
mendasar yang bisa dilihat dari kedua komponen harga tersebut, di mana kedua
perbedaan tersebut saling terkait,
a. Pertama, perbedaan sudut pandang dan tujuan. Sudut pandang komponen harga
secara teoritis adalah sudut pandang industri farmasi/obat yang sangat
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


25

memperhatikan mekanisme pasar sehingga pada akhirnya komponen hargalah


yang akan sangat menentukan profit yang akan di dapat oleh industri tersebut.
Sedangkan sudut pandang komponen harga obat generik adalah sudut pandang
pemerintah sebagai pembuat kebijakan, di mana komponen harga mengacu bukan
hanya dari teori, tetapi juga dari pemikiran tim evaluasi harga obat. Pada akhirnya
komponen harga obat generik yang ditentukan oleh pemerintah bukan sekadar
bertujuan menentukan profit bagi industri farmasi, tetapi yang terpenting adalah
mewujudkan dan memenuhi keterjangkauan obat bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Kedua, unsur dari komponen harga obat, yaitu biaya promosi/pemasaran. Secara
teoritis, biaya promosi merupakan unsur komponen harga yang tidak dapat
dipisahkan dari unsur komponen harga yang lain (seperti biaya produksi dan
biaya distribusi), karena biaya promosi juga merupakan unsur yang sangat
menentukan bagi industri farmasi untuk mendapatkan profit yang sebesar-
besarnya (terutama untuk bisa menutup biaya produksi obat dengan nama
dagang). Biaya promosi jugalah yang membuat harga obat itu menjadi mahal.
Sedangkan pada komponen harga obat generik yang ditetapkan, pemerintah
menghilangkan unsur biaya promosi dari komponen harga sehingga obat generik
yang ditetapkan pemerintah menjadi jauh lebih murah. Dengan hal ini, diharapkan
obat generik bisa dijangkau oleh seluruh rakyat Indonesia.

4.2. Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan


4.2.1. Seksi Perencanaan Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan adalah salah
satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan obat publik dan perbekalan
kesehatan. Tujuan perencanaan ini adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat
sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar sehingga
terjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat.
Pada tingkat pusat, rencana penyediaan obat meliputi obat program, vaksin
imunisasi dasar, obat buffer/ bencana, serta vaksin dan obat haji yang dananya
bersumber dana APBN. Tujuan pengadaan obat program, vaksin imunisasi dasar dan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


26

obat buffer adalah untuk menjamin tersedianya obat baik ditingkat dipusat maupun di
daerah dengan kondisi, mutu yang terjamin, sesuai kebutuhan program, tersedia
secara teratur dan merata disetiap unit, dan mudah diperoleh berdasarkan tempat dan
waktu. Tahap perencanaan kebutuhan (tahap pemilihan obat, tahap kompilasi
pemakaian obat, prediksi perubahan pola penyakit, dan tahap perhitungan kebutuhan
obat) dan pengusulan kebutuhan obat program (jenis dan jumlah , rencana distribusi,
buffer stok pusat, dan spesifikasi) dilakukan oleh Ditjen P2PL sedangkan tahap
perencanaan pengadaan (tahap perhitungan kebutuhan obat, sisa stok, dan alokasi
anggaran) dan distribusi obat program dilakukan oleh Ditjen Binfar Alkes.
Pada tingkat provinsi, perencanaan penyediaan obat meliputi buffer provinsi,
vaksin reguler, obat program PPPL, dan obat gizi & kesehatan ibu anak. Sumber dana
pernyediaan obat tersebut adalah dari APBD 1 (provinsi). Tanggung jawab
pengadaan obat tingkat provinsi ada pada Dinkes Provinsi.
Pada tingkat kabupaten/ kota, perencanaan penyediaan obat meliputi obat
pelayanan kesehatan dasar dan buffer kabupaten/ kota. Sumber dana pernyediaan obat
tersebut adalah dari APBD 2 (Kabupaten/ Kota) dan dana alokasi khusus (DAK) yang
berasal dari pusat untuk daerah. Tanggung jawab pengadaan obat tingkat provinsi ada
pada Dinkes Kabupaten/ Kota. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, mutlak
diperlukan koordinasi dan keterpaduan dalam hal perencanaan pengadaan obat dan
perbekalan kesehatan, sehingga pembentukan tim perencanaan obat terpadu adalah
merupakan suatu kebutuhan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas
penggunaan dana melalui koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi yang
terkait dengan masalah obat di setiap Kabupaten/Kota.
Sebelum tahun 2010, pengadaan obat berasal dari pusat (APBN) berupa obat
dan perbekkes yang didistribusikan ke tiap Kabupaten/Kota dan berasal dari APBD
dan Dana Alokasi Umum (DAU) berupa dana untuk pembelian atau pengadaan obat.
Akan tetapi setelah 2010, pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan dari pusat
dialihkan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK). Adapun beberapa alasan
pengalihan APBN ke kab/kota dalam bentuk DAK, antara lain:
1. Membantu kab/kota yang kemampuan APBD nya terbatas.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


27

2. Sebagai bentuk pembelajaran bagi daerah, dimana bukan hanya dalam


perencanaan obat, namun sampai proses pengadaan dan peng anggaran nya.
3. Meningkatkan rasa tanggungjawab daerah terhadap pemenuhan kebutuhan
obat bagi masyarakatnya.
4. Sebagai salah satu langkah dalam mendukung berjalannya proses
desentralisasi yang bertanggungjawab.
DAK tersebut diberikan untuk Kabupaten/Kota tertentu, tergantung
kemampuan keuangan dan letak geografis Kabupaten/Kota tersebut. Daerah yang
tidak mendapatkan DAK maka pengadaan obatnya berasal dari APBD. Biasanya
pemberian DAK dapat berbeda - beda tiap tahun baik jumlah maupun lokasi
daerahnya, tergantung perkembangan dari Kabupaten/Kota tersebut. Saat ini pusat
bertindak sebagai pengelola obat publik dan perbekalan kesehatan untuk stok
pengaman nasional. Sumber dana yang masih belum tersedia adalah dana pengelolaan
obat di kabupaten/ kota dan dana distribusi dari kabupaten/ kota ke puskesmas. Dana
pengelolaan sejauh ini berasal dari dana operasional yang bersumber dari dana
dekonsentrasi dari pusat ke provinsi untuk kegiatan yang menunjang program
kefarmasian dan alat kesehatan. Dana distribusi seharusnya menjadi tanggung jawab
daerah untuk menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang diperlukan
masyarakat di daerahnya hingga ke pelosok.
Secara singkat, proses pengadaan obat di tingkat kabupaten/ kota ini diawali
dari data yang disampaikan puskesmas (LPLPO) ke UPOPPK di Kabupaten/ Kota
yang selanjutnya dikompilasi menjadi rencana kebutuhan obat publik dan perbekalan
kesehatan di Kabupaten/ Kota yang dilengkapi dengan teknik – teknik
perhitungannya. Selanjutnya dalam perencanaan kebutuhan buffer stok pusat maupun
provinsi dengan menyesuaikan terhadap kebutuhan obat publik dan perbekalan
kesehatan di Kabupaten/ Kota dan tetap mengacu kepada DOEN.
Rencana kebutuhan dan rencana pengadaan dapat berbeda. Rencana
kebutuhan adalah jumlah dan jenis obat yang diperlukan dan didapat dari pemakaian
rata – rata perbulan pada tahun sebelumnya dikalikan delapan belas bulan. Sedangkan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


28

rencana pengadaan adalah jumlah dan jenis obat yang harus dibeli atau diadakan dan
didapatkan dengan mengurangi rencana kebutuhan dengan sisa stok.
Perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan menjadi sangat
penting karena tanpa perencanaan yang tepat dapat mengakibatkan ketersediaan obat
yang tidak sesuai sehingga dapat menghambat pelaksanaan pelayanan kesehatan.
Alur perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan melalui jalur dari
bawah ke atas (bottom-up), yaitu:
1. Data kebutuhan diperoleh dari data pemakaian oleh Puskesmas setiap bulan yang
kemudian dikompilasi dan dibuat suatu rencana kebutuhan obat dan perbekalan
kesehatan selama satu tahun. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun,
Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan
LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat).
2. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang akan melakukan kompilasi dan analisa
terhadap kebutuhan obat Puskesmas diwilayah kerjanya.
3. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota melapor ke Dinas Kesehatan Propinsi setiap tiga
bulan sekali
4. Dinas Kesehatan Propinsi membuat laporan ke Direktorat Obat Publik Dan
Perbekalan Kesehatan.
Proses perencanaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan melalui
beberapa tahap (Lampiran 4.2). Tahap pertama adalah tahap pemilihan obat. Fungsi
seleksi/ pemilihan obat adalah untuk menentukan apakah obat benar – benar
diperlukan sesuai dengan jumlah penduduk dan pola penyakit di daerah. Seleksi dapat
didasari oleh hal berikut ini, diantaranya:
1) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik dan statistik yang memberikan
efek terapi jauh lebih baik dibandingkan resiko efek samping yang akan
ditimbulkan
2) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari duplikasi
kesamaan jenis.
3) Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk efek terapi yang lebih
baik.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


29

4) Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai


efek yang lebih baik dibanding obat tunggal.
5) Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug of
choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
Berikutnya adalah proses kompilasi yang berfungsi untuk mengetahui pemakaian
bulanan masing – masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan/ puskesmas selama
setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapat dari
kompilasi pemakaian obat adalah jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing –
masing unit pelayanan kesehatan/ puskesmas, persentase pemakaian tiap jenis obat
terhadap total pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/ puskesmas, dan
pemakaian rata – rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat kabupaten/ kota.
Tahap selanjutnya adalah tahap perhitungan kebutuhan obat. Tahap ini
merupakan tahap paling kritis karena masalah kekosongan ataupun kelebihan obat
dapat terjadi apabila informasi semata – mata hanya berdasarkan informasi yang
teoritis kebutuhan pengobatan. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk
pengadaan obat secara terpadu serta melalui tahapan seperti di atas, maka diharapkan
obat yang direncanakan dapat dengantepat jenis dan tepat jumlah serta tepat waktu
dan tersedia pada saat dibutuhkan.
Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa
metode, yaitu metode konsumsi dan metode morbiditas. Metoda konsumsi didasarkan
atas data pemakaian obat tahun sebelumnya. Untuk memperoleh data pemakaian obat
yang mendekati ketepatan, maka perlu dilakukan analisa trend pemakaian obat tiga
tahun sebelumnya atau lebih. Metode morbiditas didasarkan atas pola penyakit
dengan memperhatikan perkembangan pola penyakit dan lead time.
Tahap selanjutnya adalah memproyeksikan kebutuhan obat, pada tahap ini
akan dibuat rancangan stok akhir untuk periode yang akan datang dan dihitung
rancangan kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang dengan mengisi Lembar
Kerja Perencanaan Pengadaan Obat dengan menggunakan formulir IFK-3 (Lampiran
4.3). Kemudian dilakukan tahap penyesuaian rencana pengadaan obat dengan dana
yang tersedia. Pada perencanaan kebutuhan obat, apabila dana tidak mencukupi, perlu
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


30

dilakukan analisa kebutuhan sesuai anggaran yang ada (dengan menggunakan metode
perhitungan ABC) dan untuk seleksi obat perlu dilakukan analisa VEN.
Agar kegiatan dalam perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan
dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditetapkan, dalam hal ini ditetapkan
jadwal kegiatan yang disajikan dalam Rencana Kerja Operasional untuk perencanaan
pengadaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota yang dimulai dari
persiapan perencanaan, pelaksanaan perencanaan dan pengendalian perencanaan yang
dilanjutkan dengan penyusunan rencana kerja operasional untuk pengadaan juga
dimulai dari persiapan pengadaan, pelaksanaan pengadaan dengan menggunakan
formulir IFK-4 (Lampiran 4.4).
Selain itu perlu pula pemerataan tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan
dalam hal pengelolaan obat, dalam hal ini, apoteker maupun tenaga teknis
kefarmasian lainya agar proses pengelolaan obat pada umumnya dan perencanaan
pengadaan obat khususnya dapat berjalan dengan efektif dan efisien karena
dikerjakan oleh tenaga yang handal dan sesuai bidangnya. Pendayagunaan tenaga
kesehatan di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan
daerah bermasalah kesehatan (DBK), perlu memperoleh perhatian khusus.
Pendayagunaan tenaga kesehatan untuk manajemen kesehatan, institusi pendidikan
dan pelatihan tenaga kesehatan, institusi penelitian dan pengembangan kesehatan juga
perlu mendapatkan perhatian yang memadai.
Pengembangan tenaga kesehatan termasuk peningkatan karirnya dilakukan
melalui peningkatan motivasi tenaga kesehatan untuk mengembangkan diri, dan
mempermudah tenaga kesehatan memperoleh akses terhadap pendidikan dan
pelatihan yang berkelanjutan. Peningkatan pelatihan tenaga kesehatan dilakukan
melalui pengembangan standar pelatihan tenaga kesehatan guna memenuhi standar
kompetensi yang diharapkan oleh pelayanan kesehatan kepada seluruh penduduk
Indonesia. Peningkatan pelatihan tenaga kesehatan, juga dilakukan melalui akreditasi
institusi pelatihan tenaga kesehatan, serta sertifikasi tenaga pelatih. Perlu juga
dilakukan bimbingan teknis dan pelatihan rutin dari pusat mengenai pengelolan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


31

termasuk perencanaan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan kepada para pekerja
yang bertanggung jawab dalam masalah ini.
4.2.2. Seksi Pemantauan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Dalam berbagai upaya pelayanan kesehatan, obat merupakan salah satu unsur
penting. Di antara berbagai alternatif yang ada, intervensi dengan obat merupakan
intervensi yang paling banyak digunakan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
(Departemen Kesehatan RI, 2002). Peningkatan derajat kesehatan dapat tercapai
dengan pemantauan secara rutin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan yang
bermutu, bermanfaat dan berkhasiat.Oleh karena itu, obat diharapkan tersedia dalam
jumlah yang cukup dengan mutu yang baik, tersebar merata dengan jenis dan jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan. Untuk mejamin hal tersebut
diperlukan pemantauan dan evaluasi ketersediaan obat secara rutin.
Pada saat ini permasalahan yang masih ada pada pemantauan ketersediaan
adalah persen ketersediaan beberapa obat yang bisa mencapai ratusan bahkan puluhan
ribu persen pada beberapa provinsi dan terdapat kekurangan di provinsi lainnya. Hal
ini dapat terjadi karena beberapa hal yaitu :
 Kurang tepatnya perencanaan ketersediaan yang diajukan pemerintah daerah
 Persediaan obat yang dikirim langsung dari pusat tanpa permintaan dari
pemerintah daerah
 Tidak tersedianya sistem pemantauan ketersediaan seluruh Indonesia secara
real time yang memadai yang dapat memberitahukan kelebihan dan
kekurangan ketersediaan obat (e-logistic tidak berjalan dengan maksimal)
Permasalahan kurang tepatnya perencanaan ketersediaan obat yang diajukan
pemerintah daerah dapat diatasi dengan pemilihan metode bimbingan teknis yang
efisien, tepat tujuan, dan berkala. Pergantian sumber daya manusia yang tidak
menentu pada pengelola instalasi pada pemerintah daerah menjadi kendala dalam
pemilihan metode teknis yang efisien, tepat tujuan dan berkala. Untuk itu perlu di
tegaskan undang-undang penetapan tenaga kerja kefarmasian melalui masa bakti
yang memuat sanksi tegas bagi daerah yang mengganti pengurus instalasi
kefarmasian sebelum masa bakti berakhir dengan demikian waktu pemberian metode
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


32

teknis dapat disesuaikan dengan mulainya masa bakti kepengurusan yang baru.
Pemilihan metode bimbingan teknis yang tepat dapat dilakukan dengan terlebih
dahulu mempelajari karakteristik tiap sumber daya pada tiap daerah sehingga dapat
diketahui metode terbaik yang dapat memberikan penyerapan materi yang maksimal
pada setiap sumber daya. Untuk penelusuran karakter dilakukan menurut garis
pemantauan yang ada (pemerintah pusat mempelajari karakter sumber daya manusia
di tiap pemerintah provinsi, pemerintah provinsi mempelajari karakter sumber daya
manusia di pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah kabupaten/kota mempelajari
sumber daya manusia di puskesmas-puskesmas yang menjadi tanggung jawab
pemantauan pemerintah kabupaten/kota tersebut).
Ketersediaan obat yang tidak merata juga disebabkan oleh pengiriman obat
oleh pusat secara spontan (bukan merupakan kebutuhan yang diajukan oleh
pemerintah provinsi). Hal ini terjadi karena terdapat perkiraan pemerintah untuk
kebutuhan obat suatu daerah di luar perencanaan daerah tersebut sehingga terdapat
kelebihan ketersediaan. Untuk mengatasinya pemerintah pusat perlu memastikan
kembali apakah daerah tersebut benar-benar membutuhkannya sebelum mengirim
obat tersebut.
Tidak tersedianya sistem pemantauan ketersediaan seluruh Indonesia secara
real time yang memadai yang dapat memberitahukan kelebihan dan kekurangan
ketersediaan obat (e-logistic tidak berjalan dengan maksimal). E-logistic menjadi
terbengkalai dikarenakan tidak pada setiap daerah terdapat sarana penunjang
komunikasi yang memadai sehingga pemantauan secara real time tidak dapat
dilakukan. Sampai pada saat ini pemantauan ketersediaan masih memakai sistem
laporan tertulis dan jika diperlukan memakai semi elektronik (e-mail). Jika
memungkinkan, e-logistic dapat berjalan dengan maksimal jika ditunjang dengan
pembangunan sarana komunikasi yang memadai pada setiap pemerintah daerah.
Pembangunan tersebut dapat membantu tersedianya pemantauan secara real-time
persediaan tiap provinsi sehingga tidak terjadi penumpukan dan kekurangan
ketersediaan obat serta dapat menciptakan kerjasama antar pemerintah provinsi (jika
terdapat obat berlebih pada satu provinsi dapat dialihkan ke provinsi lain yang
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


33

membutuhkan). Pembangunan sarana komunikasi tersebut dapat dimulai dengan


membangun kerjasama lintas bidang dengan kementerian komunikasi dan informasi
sehingga dapat bersama-sama mengusung keberhasilan e-logistic. Tentunya bantuan
dari kementerian komunikasi bukan hanya berupa upaya pembangunan sarana
komunikasi tetapi juga pembuatan dan pelaksanaan program e-logistic.
Baik tidaknya suatu perencanaan dapat diketahui dengan mengevaluasi hasil
pelaksanaan perencanaan ketersediaan obat. Jika setelah dilaksanakan perencanaan
ketersediaan obat dapat memenuhi kebutuhan obat selama 18 bulan, maka
perencanaan tersebut dikatakan baik. Jika setelah dilaksanakan hanya dapat
memenuhi kebutuhan obat selama kurang dari 18 bulan atau lebih dari 18 bulan maka
harus ditelusuri lagi letak kesalahan perencanaan ketersediaan obat tersebut.

4.3 Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan


Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dibagi menjadi dua seksi
yaitu Seksi Standarisasi Pengelolaan serta Seksi Bimbingan Teknis dan Pengendalian.
4.3.1 Standardisasi Pengelolaan
Proses pengelolaan Oblik dan Perbekalan Kesehatan dapat berjalan dengan baik
apabila terdapat suatu standar dan acuan yang digunakan setiap instalasi farmasi atau
puskesmas. Oleh karena itu dibuat pedoman pengelolaan obat yang dapat digunakan
sebagai acuan pengelolaan obat. Pedoman ini dibuat oleh seksi standarisasi seksi
pengelolaan dari Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.
Pedoman yang dibuat beragam jenisnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing,
misalnya pedoman pengelolaan obat di Puskesmas, Pustu (Puskesmas Pembantu),
pedoman obat haji, pedoman pengelolaan vaksin dan lain-lain. Selain pedoman juga
dibuat materi pelatihan yang ditujukan untuk menunjang kegiatan pelatihan yang
dilakukan pengelola obat di Instalasi Farmasi kabupaten/kota dan Puskesmas. Proses
pengelolaan obat tidak hanya pembuatan pedoman saja, namun perlu dilakukan
bimbingan teknis dan pengendalian untuk menjamin bahwa Instalasi Farmasi
menjalankan tugasnya sesuai pedoman
4.3.1 Bimbingan Teknis
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


34

Seksi bimbingan teknis dan pengendalian obat publik dan perbekalan


kesehatan diketahui mempunyai tugas dalam melakukan penyiapan bahan bimbingan
teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Bimbingan teknis dilakukan
dengan cara memberikan bimbingan, pengarahan, dan penjelasan mengenai standar
atau pedoman tentang seluruh tahap pengelolaan obat, sehingga obat dapat tersedia
merata dan terjangkau di pelayanan kesehatan dasar. Dalam melaksanakan kegiatan
ini digunakan instrumen (tools) untuk melakukan penilaian terhadap sumber daya
manusia, anggaran, sarana dan prasaranan dan proses manajemen pengelolaan obat
publik dan perbekalan kesehatan. Instrumen (tools) tersebut sebagai bahan bimbingan
teknis yang perlu dipersiapkan oleh seksi bimbingan teknis dan pengendalian obat
publik dan perbekalan kesehatan. Bimbingan teknis dilakukan secara rutin oleh seksi
bimbingan teknis dan pengendalian di direktorat bina oblik dan perbekalan kesehatan,
karena itu merupakan tugas dari seksi tersebut dalam upaya pengendalian,
pemantauan, dan evaluasi instalasi farmasi kabupaten/kota. Keluaran (output) yang
diperoleh setelah melakukan bimbingan teknis adalah profil pengelolaan oblik dan
perbekalan kesehatan di instalasi farmasi kabupaten/kota. Profil tersebut berupa hasil
penyusunan laporan dari bimbingan teknis yang dibuat oleh seksi bimbingan teknis
dan pengendalian. Hasil profil tersebut dapat dijadikan landasan untuk menentukan
kebijakan yang akan datang mengenai pengelolaan.
Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan meliputi rangkaian kegiatan
mulai dari tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan
dan pelaporan, monitoring dan evaluasi. Untuk pengelolaan obat publik dan
perbekalan diperlukan suatu pedoman. Pedoman tersebut diberikan untuk
memberikan kejelasan dan digunakan sebagai acuan bagi pengelolaan obat dan
perbekalan kesehatan di Propinsi/Kabupaten/Kota maupun pusat dalam proses
pelaksanaan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Pedoman tersebut
telah mengalami penyempurnaan, yang diharapkan pengelolaan obat publik dan
perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota menjadi lebih terarah dan dapat dijadikan
dasar untuk menyamakan gerak dan langkah dalam memberdayakan Institusi
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


35

Pengelola Obat di Kabupaten/Kota, sehingga dapat menjamin ketersediaan obat yang


bermutu di Unit Pelayanan Kesehatan Dasar.
Penyusunan suatu pedoman melibatkan berbagai pihak baik itu dari
kementerian kesehatan, departemen lain, maupun para pakar yang dianggap
kompeten dibidangnya. Substansi untuk pedoman tersebut merupakan rumusan yang
diberikan oleh berbagai pihak yang dianggap ahli di bidangnya. Pembahasan draft
pedoman dilakukan dalam suatu forum khusus yang membahasa secara lebih
terperinci mengenai aspek- aspek penting dan kritis dalam pedoman tersebut. Koreksi
dan masukan mengenai tata bahasa akan dibantu oleh bagian biro hukum, sedangkan
tata laksana format pembuatan pedoman akan dibantu oleh bagian Pusdiklat PPSDM.
Setelah pedoman ini disetujui dan dianggap sesuai dengan maksud dan tujuan,
pedoman ini kemudian disahkan oleh pejabat yang berwenang. Kemudian Setelah itu,
dilakukan sosialisasi untuk mengimplementasikannya di lapangan agar sesuai dengan
harapan.
Tahap perencanaan dan pengadaan bertujuan untuk menetapkan jenis dan
jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar
termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. Setelah dilakukan perencanaan
dan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan penyimpanan dan
pendistribusian. Proses penyimpanan dilakukan setelah pengadaan obat dan sebelum
pendistribusian. Tujuan penyimpanan obat yaitu untuk memelihara mutu obat,
menghindari penyalahgunaan, menjaga kelangsungan ketersediaan serta memudahkan
pencariaan dan pengawasan. Kegiatan penyimpanan obat meliputi penyiapan sarana
penyimpanan, pengaturan tata ruang, penyusunan stok obat, dan pengamatan mutu
obat. Sistem penyimpanan dapat dilakukan melalui FIFO (First In First Out) dan
FEFO (First Expired First Out). Sistem FIFO berarti bahwa obat yang pertama keluar
adalah obat yang pertama masuk sedangkan FEFO berarti bahwa obat yang pertama
keluar adalah obat yang pertama kadaluwarsa (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia , 2008. Sistem yang digunakan bertujuan untuk menghindari terjadinya
penumpukan obat dan perbekalan kesehatan yang beresiko kadaluwarsa sehingga
akan menimbulkan kerugian.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


36

Setelah obat diterima dan disimpan, obat dapat digunakan atau disitribusikan
guna memenuhi pelayanan kesehatan. Obat yang didistribusikan merupakan obat
yang bermutu, terjamin keabsahan, tepat jenis dan jumlahnya (Pedoman Teknis,
2008). Tujuan distribusi obat yaitu terlaksananya pengiriman obat secara merata dan
teratur sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan, terjaminnya mutu obat publik
dan perbekalan kesehatan pada saat pendistribusian, terjaminnya kecukupan dan
terpeliharanya penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan, terlaksananya
pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan dan program kesehatan.
Dalam melakukan pendistribusian obat publik dan perbekalan kesehatan
untuk pelayanan kesehatan dasar dilakukan secara berjenjang. Instalasi Farmasi
Provinsi akan melakukan disribusi ke Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
Selanjutnya, Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan pendistribusian ke
Puskesmas dan kemudian Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan di tingkat
dasar akan menggunakan obat publik dan perbekalan kesehatan tersebut
disamping juga akan mendistribusikannya ke puskesmas jaringan-jaringannya.
Pencatatan dan pelaporan data obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat
yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang digunakan di unit pelayanan
kesehatan seperti Puskesmas. Tujuannya adalah agar tersedianya data mengenai jenis
dan jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran/penggunaan dan data mengenai
waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat.
Sarana dan prasarana menjadi unsur yang penting dalam pengelolaan obat
publik dan perbekalan kesehatan terutama untuk pendistribusian dan penyimpanan.
Distribusi merupakan kegiatan penyaluran dan penyerahan obat secara merata dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan seperti sub unit
pelayanan kesehatan di lingkungan Puskesmas, Puskesmas pembantu, Puskesmas
keliling, Posyandu, dan Polindes. Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan
dan memelihara dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat
yang aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Sarana
dan prasarana di Instalasi Farmasi mencakup luas tanah dan bangunan, alat
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


37

pengamanan, alat transportasi, alat komunikasi, alat pengolahan data, dan


perlengkapan penyimpanan. Dengan dilakukan penilaian dapat diketahui kuantitas
serta kualitas sarana dan prasarana telah sesuai standar atau tidak. Dalam pengadaan
sarana dan prasarana biasanya disesuaikan dengan jumlah anggaran yang dimiliki
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
Pada prinsipnya dalam mengelola obat publik dan perbekalan kesehatan
baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, maupun Puskesmas adalah sama.
Pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang dilakukan pada masing-
masing tingkat, meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, serta pemantauan dan
evaluasi. Namun, dalam melakukan pengelolaan pada masing-masing tingkat
tersebut juga terdapat perbedaan. Perbedaannya adalah dalam hal jalur
pendistribusian dan sumber pendanaan untuk pengadaan obat publik dan
perbekalan kesehatan.
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Dalam pengelolaan yang
menjadi indikator pencapaiannya adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan
dengan jenis dan jumlah yang cukup di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota. Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota digunakan untuk mengelola obat di Kabupaten/Kota
dan obat yang dikelola tersebut sebagian besar ditujukan untuk kebutuhan
puskesmas dan jaringannya. Kegiatan pengelolaan obat publik dan perbekalan
kesehatan yang baik adalah apabila masing-masing Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota melaksanakan keseluruhan tahapan pengelolaan, seperti
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian penggunaan,
pencatatan dan pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi.
Hambatan yang dialami saat pelaksanaan adalah sulitnya menyatukan
pemahaman mengenai pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan melalui satu
pintu, hal ini disebabkan karena belum adanya pedoman pendistribusian khusus
obat publik dan perbekalan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut maka
direncanakanlah pembuatan pedoman pendistribusian obat yang baik. Pedoman
distribusi yang akan disusun diharapkan dapat menjaga mutu dan stabilitas
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


38

obat. Selain itu pedoman tersebut harus bersifat applicable yaitu mudah
dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi lapangan karena proses
distribusi dilakukan oleh pihak ketiga yaitu pihak penyedia jasa pengantaran.
Program yang direncanakan untuk tahun 2012 adalah memperbaiki
pedoman pemusnahan, distribusi, perencanaan yang terpadu, buffer stock, dan
pedoman instalasi farmasi yang lebih bertenaga. Terdapat beberapa tantangan
yang dapat menghambat terlaksananya program di tahun 2012 antara lain tidak
semua pihak menyetujui konsep yang dibuat, dalam membuat peraturan harus
mudah diikuti, serta pencatatan dan pelaporan agar obat tersebut tepat
penggunaan. Pedoman-pedoman yang disusun bersifat mengharuskan. Namun,
jika terdapat kekurangan atau kesalahan dalam pelaksanaannya, instansi
pelayanan kesehatan yang terlibat tidak diberikan hukuman namun diberikan
bimbingan teknis agar pedoman dapat diterapkan secara keseluruhan.

4.4. Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan


Perbekalan Kesehatan
Berbeda dengan subdit-subdit lainnya yang adi direktorat obat publik dan
perbekalan kesehatan, subdit pemantauan dan evaluasi dalam prakteknya, tidak
melakukan kegiatan teknis. Tugas utama dari subdit ini adalah mengamati, memantau
dan mengevaluasi pelaksanaan program yang dijalankan oleh ketiga subdit lainnya
dalam mencapai sasaran hasil, yakni meningkatnya ketersediaan obat esensial generik
di sarana pelayanan kesehatan dasar. Tujuan dari adanya unit kerja ini adalah untuk
mendapatkan informasi bahwa kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan untuk
dilaksanakan telah dilakukan sekaligus menilai apakah hasil pencapaian sesuai atau
tidak dengan target yang diharapkan.
Pada dasarnya, kegiatan pemantauan adalah kegiatan pengumpulan fakta-
fakta yang ada, sedangkan evaluasi adalah kegiatan yang menganalisa kumpulan dari
fakta-fakta tersebut. Oleh karena itu, pada subdirektorat ini dibagi ke dalam 2 seksi,
yaitu seksi pemantauan dan seksi evaluasi, di mana keduanya saling bekerja secara
sinergis. Aspek-aspek yang harus dilakukan pemantauan dan evaluasi adalah
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


39

perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan


pelaporan, dan dukungan manajemen.
Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan suatu
kegiatan, dan selanjutnya mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang
timbul atau yang akan timbul dengan maksud agar dapat diambil tindakan sedini
mungkin sebagai dasar daiam melakukan tindakan-tindakan selanjutnya guna
menjamin pencapaian tujuan. Secara garis besar, rencana pemantauan terbagi atas 3
hal. Pertama-tama, difokuskan memonitor apa yang telah dilakukan, keluaran apa
yang dihasilkan, di mana, kapan, oleh siapa, dan untuk siapa dilakukan. Kemudian,
hasil pemantauan dibandingkan dengan rencana semula (baseline). Selanjutnya,
selisih antara rencana dan hasil pemantauan dibuat laporannya, kemudian sejauh
mungkin faktor-faktor penyebab perbedaan itu diidentifikasi. Contoh hal yang
biasanya dimonitor, seperti: prasarana apa saja yang telah ditingkatkan, di mana
peningkatan prasarana itu dilakukan, klien mana saja yang menerima pelayanan
tersebut dan untuk apa, obat gratis apa yang telah disediakan, untuk siapa dan untuk
penyakit apa saja.
Pelaksana pemantauan adalah yang bukan melaksanakan program atau
kegiatan yang dipantau tersebut. Untuk frekuensi pemantauan, sebaiknya dilakukan
paling tidak setiap 6 bulan sekali untuk sebuah program jangka menengah atau jangka
panjang. Yang akan menerima laporan hasil pemantauan tidak hanya pihak
pemerintah (eksekutif dan legislatif) tetapi juga pihak pelaksana (rumah sakit,
penyedia), lalu instansi pemerintah pusat, serta wakil-wakil kelompok penerima
manfaat untuk meminta umpan balik. Laporan ini bisa disosialisasikan dengan
melaksanakan pertemuan berkala untuk meninjau kembali tingkat kemajuan serta
memutuskan apakah rencana implementasi perlu disesuaikan.
Evaluasi merupakan penilaian atas dampak kolektif, baik positif maupun
negatif, dari semua (atau sebagian besar) kegiatan yang telah dilakukan, pada lokasi
dan/atau kelompok sasaran yang berbeda-beda. Selain itu, evaluasi dapat juga
didefinisikan sebagai penilaian deskripsi keluaran dan hasil/manfaat sebagaimana
dilihat dari sudut pandang penerima manfaat.
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


40

Jenis evaluasi yang akan dilaksanakan meliputi evaluasi proses dan evaluasi dampak.
Evaluasi ini berfokus pada apa yang telah dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa
yang menjadi penerima manfaat, serta apa respons mereka terhadap kegiatan yang
dilakukan. Evaluasi didasarkan pada laporan-laporan monitoring dan penelaahan atas
dokumen-dokumen, wawancara, serta kunjungan lapangan. Sementara untuk evaluasi
dampak, dilakukan pada saat program/kegiatan sudah berakhir pada periode tertentu,
dengan tujuan untuk mengukur dampak serta menghimpun pelajaran/pengalaman
yang berguna. Evaluasi ini untuk mengungkapkan siapa sebenarnya yang
memperoleh manfaat dari kegiatan yang dilakukan dan berapa besar manfaatnya;
dengan kata lain, sejauh mana hasil/manfaat (dan dampak) yang diharapkan telah
tercapai.
Setelah dilakukan pemantauan terhadap kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan, maka dilaksanakanlah evaluasi apakah kegiatan berjalan sesuai rencana
atau tidak, jika tidak apa dampaknya untuk indikator-indikator pencapaian yang telah
dibuat, bagian mana yang harus diperbaiki, hingga sampai pendeteksian dini atau
early warning sebagai antisipasi awal. Dengan demikian, apabila terdapat kendala di
awal pelaksanaan dapat segera diatasi sehingga tidak menjadi masalah yang
berkelanjutan di akhir pelaksanaan program. Oleh karena itulah, perlu dirumuskan
beberapa indikator pencapaian sasaran di tahun berikutnya berdasarkan hasil
pencapaian pada tahun sebelumnya. Indikator tersebut terdiri dari 3 aspek utama,
yakni persentase ketersediaan obat dan vaksin, persentase penggunaan obat generik di
fasilitas pelayanan kesehatan, dan persentase instalasi farmasi kab/kota sesuai
standar. Acuan besarnya target persentase pencapaian masing-masing indikator
tersebut diperhitungkan dan dipertimbangkan dari dua faktor, yaitu ketersediaan obat
pada satu perode tertentu dan kebutuhan obat selama satu tahun yang didasarkan pada
rata-rata pemakaian obat per bulan di tahun sebelumnya.
Tahapan prosedur pemantauan dan evaluasi ada beberapa, dimulai dari:
1. Tidak mengevaluasi orang yang melakukan kegiatannya tapi adalah
program kegiatannya dan organisasinya.
2. Terbagi dari tahapan:
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


41

 Case by case (sporadis)


Yaitu melakukan pemantauan dan evaluasi secara random
 Evaluasi per struktur
Yaitu melakukan pemantauan dan evaluasi secara bulanan,
triwulan, atau per 6 bulan
 Evaluasi paripurna
Yaitu melakukan pemantauan dan evaluasi secara setahun sekali,
biasanya juga diundang dari pihak luar, seperti “Pertemuan
Capaian Obat Publik”
 Evaluasi perbaikan
Yaitu tahapan yang memberikan solusi atas masalah yang menjadi
kendala agar terciptanya perbaikan di masa yang akan datang
3. Cermati indikator
Yaitu tahapan yang melakukan pertimbangan menetapkan indikator
selanjutnya secara SMART (smart, measurable, achieveable, realistic,
time). Harus paham kapan suatu indikator bisa digunakan sebagai alat
untuk mengukur kinerja suatu program kegiatan. Syaratnya, indikator
tersebut harus dalam kendali orang yang mengerjakan tersebut atau
setidaknya dominan kendalinya.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara sistematis. Keduanya dilaksanakan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi dalam setiap aspek program
Direktorat Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Dengan mengetahui tingkat
efisiensinya, akan menghemat tenaga, biaya, maupun waktu. Oleh karena itu,
pemantauan dan evaluasi akan dilaksanakan menyangkut berbagai hal yang terkait,
yaitu menyangkut kualitas input, proses, dan output. Dari pemantauan dan evaluasi
program obat publik dan perbekalan kesehatan akan diperoleh output berupa profil
pencapaian indikator berdasarkan pengambilan data secara bottom up. Profil ini dapat
dijadikan sebagai sumber informasi untuk menentukan langkah ke depan dan
menentukan solusi terhadap kendala-kendala yang dihadapi. Pengambilan data
tersebut dilakukan dari struktur terendah kemudian di rekapitulasi ke sektor
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


42

diatasnya. Data diserahkan oleh Instalasi Farmasi Kabupaten /Kota melalui format
laporan pemantauan, kemudian di laporkan setiap dua bulan sekali ke Dinas
Kesehatan Propinsi (secara berjenjang) atau ke Pusat (secara langsung).
Apabila kegiatan yang dilakukan tidak mencapai target sasaran, maka tugas
dari unit kerja ini adalah mencari solusi yang baik yang dapat dilaksanakan atau
dikenal dengan istilah “mampu laksana”. Perlu diketahui, menentukan solusi
merupakan bagian pekerjaan yang paling sulit dalam pelaksanaan pihak yang bekerja
pada subdirektorat ini, karena setiap orang yang berada dalam tim ini harus bisa
memprioritaskan masalah apa dulu yang harus dicari solusinya di antara kurang lebih
46 kegiatan yang tergabung dalam berbagai program yang ada di Direktorat Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan. Oleh karena itu, diharapkan orang-orang tersebut
mempunyai “sense of crisis” yang tinggi. Solusi tidak harus ideal dan jangan terlalu
sulit diimplementasikan, yang terpenting mampu dilaksanakan oleh seluruh subdit
dalam rangka perbaikan hasil kegiatan. Selain itu, penyebab tidak memenuhi sesuai
target dapat dikarenakan kinerja tim yang salah dalam membuat sasaran target
sehingga terlalu kecil atau terlalu tinggi. Jika target terlalu kecil atau terlalu besar
maka perlu diperhitungkan kembali sehingga didapatkan target yang lebih rasional
dan diperkirakan lebih tepat dalam mendekati capaian sasaran untuk kegiatan
selanjutnya.
Sampai saat ini, refleksi pelaksanaan pemantauan dan evaluasi hanya sampai
batasan output saja (terjaminnya ketersediaan obat dan vaksin di seluruh wilayah
Indonesia), belum mencapai outcome (dampak adanya peningkatan kesehatan
masyarakat di seluruh wilayah Indonesia). Hal ini dikarenakan adanya berbagai
kendala yang masih sulit dihadapi. Kendala pertama terkait evaluasi keberhasilan
suatu program yang menjadi sangat kompleks karena banyak terdapat aspek yang
terkait di dalamnya, mulai dari sarana dan prasarana, SDM yang terlibat (baik
edukatif maupun administratif), kelancaran pelaksanaan program, efisiensi waktu
penyelenggaraan, dan seberapa jauh efektifnya program tersebut diselenggarakan.
Oleh karena itu, pemantauan dan evaluasi baru dapat dilaksanakan di 3
kabupaten/kota tiap provinsi di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, setelah dilakukan
Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


43

pemantauan dan evaluasi, pemerintah pusat akan memberikan bimbingan teknis


kepada pihak yang dipantau dan dievaluasi, yaitu dinas kesehatan propinsi,
kabupaten/kota maupun puskesmas. Dengan demikian, diharapkan pihak tersebut
dapat mengetahui kekurangan dan kendala apa saja yang dialami selama melakukan
kegiatan atau program obat publik dan perbekalan kesehatan sehingga dapat
mengatasi permasalahan yang terjadi, perbaiki kesalahan sistem pelaksanaan yang
ada dan meningkatkan kualitas kinerjanya. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan
dari berbagai pihak yang terkait dengan pengelolaan obat baik di tingkat Provinsi
maupun tingkat Kabupaten/Kota sehingga diharapkan terdapat perubahan yang
signifikan dengan adanya evaluasi yang dilakukan demi perbaikan dalam pelaksanaan
program yang akan datang.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang dilakukan mahasiswa pada
bagian Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, disimpulkan bahwa :
a. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan memiliki tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang
pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Adapun fungsi dari Direktorat
tersebut adalah merumuskan kebijakan; pelaksanaan kebijakan; penyusunan
norma, standard, prosedur, dan kriteria; pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan, serta pelaksanaan
administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan
norma, standard, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan
evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Adapun fungsi dari
Direktorat tersebut adalah penyiapan perumusan kebijakan; pelaksanaan kegiatan;
penyiapan penyusunan norma, standard, prosedur, dan kriteria; penyiapan
pemberian bimbingan teknis; evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan
kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan
pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi
program obat publik dan perbekalan kesehatan; serta pelaksanaan urusan tata
usaha dan rumah tangga Direktorat.

44 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


45

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari kesimpulan di atas adalah sebagai berikut:
a. Pedoman yang sudah diselesaikan pembahasannya segera ditetapkan dan
disosialisasikan kepada semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan pedoman
tersebut.
b. Disarankan setiap subdit menyusun protap pelaksanaan kegiatannya, agar
pemantauan lebih mudah dilaksanakan dalam rangka antisipasi untuk melakukan
perbaikan dan rencana tindak lanjut yang akan dilakukan.
c. Mahasiswa sebaiknya dilibatkan secara langsung dalam teknis pelaksanaan
kerja di Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


DAFTAR ACUAN

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan.2006. Pedoman Supervisi dan
Evaluasi Obat dan Perbekalan Kesehatan.Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. 2010. Laporan hasil
anajemen Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehaatn di Instansi
pemerintah Tahun 2010. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 021/MENKES/SK/2011 tentang Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014.Jakarta : Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Teknis Pengadaan Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar.Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia


No. 36 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1810/ MENKES/SK/XII/2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan
Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Tahun Anggaran 2011.Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.


1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan.Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

46 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


47

Lampiran 2.1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan

Bagan Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


48

Lampiran 2.2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan

Lampiran 2.3. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian


dan Alat Kesehatan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


49

Lampiran 2.4. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan

Lampiran 2.5. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


50

Lampiran 2.6. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan

Lampiran 2.7. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi


Kefarmasian

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


51

Lampiran 4.1. Alur Penyediaan Obat Nasional

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


52

Lampiran 4.2. Protap Perencanaan Kebutuhan Obat

Mempertimbangkan

Usulan User
 Konsumsi tahun sebelumnya
Kebutuhan

 Usulan kebutuhan
Rencana  Sisa stok
Perencana
 Hasil pemantauan/evaluasi
Pengadaan
 Prediksi peningkatan sasaran/target
 Prediksi peningkatan kasus

Usulan  Rencana Pengadaan


KPA
Pengadaaan  Ketersediaan anggaran

Pengadaan  Usulan pengadaan


PPK  Ketersediaan anggaran
 Mekanisme pengadaan

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


53

Lampiran 4.3. Formulir IFK-3

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


54

Lampiran 4.4. Formulir IFK-4

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


55

Lanjutan Lampiran 4.4. Formulir IFK-4

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN
KESEHATAN
DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERIODE 07-18 JANUARI 2013

PEMANTAUAN DAN EVALUASI PENGELOLAAN


OBAT DAN ALAT KESEHATAN HAJI
DI ARAB SAUDI TAHUN 2012

DIAN RAHMA BAKTI, S.Farm.


1206312965

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

PEMANTAUAN DAN EVALUASI PENGELOLAAN


OBAT DAN ALAT KESEHATAN HAJI
DI ARAB SAUDI TAHUN 2012

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

DIAN RAHMA BAKTI, S.Farm.


1206312965

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013

ii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... iv

1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan ......................................................................................................... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3


2.1 Pemantauan ................................................................................................ 3
2.1.1 Kegunaan Pemantauan ..................................................................... 3
2.1.2 MetodePemantauan ......................................................................... 3
2.2 Evaluasi ...................................................................................................... 5
2.2.1 Kegunaan Evaluasi ........................................................................... 5
2.2.2 Tipe Evaluasi .................................................................................... 6
2.3 Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia ........................................... 7
2.4 Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan Haji ............................................ 12
2.4.1 Seleksi ............................................................................................... 13
2.4.2 Perencanaan ...................................................................................... 13
2.4.3 Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan ............................................... 13
2.4.4 Penyimpanan .................................................................................... 14
2.4.5 Pendistribusian .................................................................................. 15
2.4.6 Pencatatan dan Pelaporan ................................................................. 16
2.5 Indikator Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan Haji ............................... 17

3. METODOLOGI PENGKAJIAN …………………………….................... 19


3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pengkajian ............................................. 19
3.2 Metode Pengolahan Data ........................................................................... 19

4. PEMBAHASAN ……………………………............ .................................... 20


4.1 Seleksi ....................................................................................................... 24
4.2 Perencanaan ............................................................................................... 24
4.3 Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan ......................................................... 25
4.4 Penyimpanan .............................................................................................. 25
4.5 Pendistribusian ........................................................................................... 26
4.6 Pencatatan dan Pelaporan .......................................................................... 27

5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................29


5.1 Kesimpulan ................................................................................................29
5.2 Saran ..........................................................................................................29

DAFTAR ACUAN ...............................................................................................31


iii Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Protap Pengadaan Obat Emergensi di Arab Saudi ......................32


Lampiran 2. Surat Keterangan Permohonan Pengadaan Obat Emergensi
di Arab Saudi ..............................................................................33
Lampiran 3. Contoh Berkas Berita Acara Serah Terima Obat dan
Perbekalan Kesehatan .................................................................34
Lampiran 4. Berkas Daftar Obat dan Perbekalan Kesehatan ..........................35

iv Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyelenggaraan ibadah Haji merupakan Program Nasional dan
dilaksanakan oleh Pemerintah secara antar Departemen. Departemen Kesehatan
adalah salah satu Departemen terkait yang bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan haji, tanggung jawab ini sejak masa
persiapan keberangkatan, di perjalanan pergi/pulang, selama di Arab Saudi dan
setelah kembali ke tanah air. Hal ini didasarkan atas Undang-Undang Nomor 13,
Tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah Haji.
Masyarakat muslim Indonesia yang menunaikan ibadah Haji mencapai
200 ribu orang lebih setiap tahun, dengan risiko kesehatan yang masih cukup
tinggi. Pada 10 tahun terakhir ini, jemaah Haji Indonesia wafat di Arab Saudi
selama pelaksanaan operasional haji mencapai 2,1-3,2 per 1000 yang
menunjukkan 2-3 kali lipat lebih besar dibandingkan pada kondisi normal di tanah
air. Oleh karena itu, salah satu indikator utama dalam pemantauan dan evaluasi
pengelolaan obat dan alat kesehatan haji selain terjaminnya ketersediaan obat dan
alat kesehatan di Arab Saudi adalah menurunnya angka kematian jemaah Haji
yang wafat di Arab Saudi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sesuai dengan UU Nomor 23, tahun 2002
tentang kesehatan, obat dan alat kesehatan yang disediakan harus memiliki mutu
dan kualitas yang terjamin. Hal ini penting karena obat merupakan unsur yang
sangat berbeda dengan komoditi lain sehingga perlu penanganan yang khusus
dalam hal pengelolaannya. Pengelolaan obat dan alat kesehatan Haji dimulai dari
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pencatatan/pelaporan
dilakukan oleh tenaga farmasi yang bertugas sebagai PPIH pada musim Haji.
Dalam rangka menjamin pengelolaan obat yang baik, maka perlu didukung
dengan adanya sumber daya yang dapat mencapai hal tersebut. Peraturan
perundang-undangan, sumber daya manusia, biaya, dan sistem manajemen
merupakan unsur-unsur penting yang harus ada dan saling membutuhkan.

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


2

Oleh karena itulah dilakukannya pemantauan dan evaluasi di setiap aspek


pengelolaan obat dan alat kesehatan seperti yang telah disebutkan di atas. Dengan
pemantauan dan evaluasi pengelolaan yang baik, diharapkan bisa lebih awal
dalam pendeteksian dini masalah yang akan timbul selama operasional, sehingga
bisa memprioritaskan untuk mencari solusi, dan sebagai bahan masukan dalam
pelaksanaan penyeleggaraan kesehatan Haji di musim Haji berikutnya. Dengan ini
diharapkan obat yang disediakan terjamin mutu dan kualitasnya, tepat jumlah dan
jenis item yang dibutuhkan serta tersebar secara merata sehingga dapat diperoleh
pada waktu yang tepat.

1.2 Tujuan
Penyusunan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini bertujuan
agar mahasiswa mengerti dan memahami pemantauan dan evaluasi pengelolaan
obat dan alat kesehatan Haji di Arab Saudi, serta membandingkan hasil dari
pemantauan dan evaluasi yang telah dilakukan pada musim Haji tahun 2012
dengan sasaran indikator yang ingin dicapai.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemantauan
Pemantauan (Monitoring) merupakan proses kajian (review) terhadap
suatu program yang sedang berlangsung untuk mengetahui tingkat penyelesaian
aktivitas program dan pencapaian target, dan memungkinkan tindakan-tindakan
korektif selama implementasi program. Pemantauan yang disusun secara
sistematis berdasarkan tujuan program dan terkait dengan aktivitas spesifik sangat
penting untuk peningkatan kinerja program dan pencapaian tujuan program
jangka panjang (Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan, 2011).
Sistem Pemantauan sebaiknya dipusatkan pada aktivitas kunci program
dan tujuannya. Agar pemantauan dapat efisien maka harus difokuskan pada hal-
hal spesifik yang berhubungan langsung dengan kinerja, rencana program, tujuan,
dan target, serta telah dirancang dengan jelas (Bina Obat Publik dan Perbekalan
kesehatan, 2011).

2.1.1 Kegunaan Pemantauan


Kegunaan pemantauan adalah memeriksa kesesuaian antara aktivitas yang
dilaksanakan dengan yang direncanakan, mengukur pencapaian target,
mengidentifikasi masalah-masalah dalam implementasi untuk menginisiasi
tindakan korektif, mengidentifikasi dan meningkatkan kinerja yang sudah baik,
mengidentifikasi dan memperkuat kinerja yang lemah, membantu supervisi target
di daerah yang bermasalah, menilai apakah aktivitas yang dilaksanakan memiliki
efek yang diharapkan, menilai kecenderungan (trend) jangka panjang, dan
memberikan kontribusi dalam melakukan review dan merevisi program prioritas
dan perencanaan (Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan, 2011).

2.1.2 Metode Pemantauan


Pemantauan dapat dilakukan dengan menggunakan kombinasi empat
metode (Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan, 2011) sebagai berikut yaitu :

3 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


4

a. Kunjungan Pengawas (supervisory)


Kunjungan pengawas mendorong kinerja staf, provide some on-site, in-service
training, dan mewakili metode informal yang penting namun memonitor
implementasi program secara langsung.
Kunjungan pengawas sebaiknya memperkuat persyaratan dalam pelaporan rutin.
Dalam beberapa kunjungan terkadang melibatkan pengumpulan informasi untuk
kajian khusus.
b. Pelaporan Rutin
Inti dari sistem pemantauan adalah pelaporan rutin melalui sistem manajemen
informasi obat. Desain atau revisi sistem manajemen informasi obat dimulai
dengan dua pertanyaan dasar, yaitu:
1. Siapa pengguna informasi dari sistem manajemen informasi obat ?
2. Apa kebutuhan informasinya?
Kegagalan paling besar dalam sistem pelaporan rutin adalah desain yang
berlebihan (overdesign) dan tidak terimplementasi (underimplementation).
Pengumpulan data yang terlalu banyak biasanya menghasilkan terlalu sedikit
analisis. Sistem pelaporan yang terlalu kompleks berakibat pada tingkat
pemenuhan yang rendah terhadap persyaratan pelaporan. Proses implementasi
sebuah sistem informasi memerlukan waktu dan uang dimana semakin kompleks
sebuah sistem, semakin banyak waktu dan uang yang diperlukan untuk
membuatnya berfungsi.
c. Sistem Pelaporan Sentinel
Sistem pelaporan sentinel dapat berguna untuk melengkapi sistem pelaporan rutin,
terutama untuk informasi yang berguna namun datanya tidak diperoleh secara
rutin. Sistem pelaporan sentinel terdiri dari sejumlah unit sampel yang dipilih
dengan hati-hati dan diberikan tanggung jawab lebih dalam pencatatan dan
pelaporan.
d. Kajian Khusus
Kajian khusus diperlukan untuk memperoleh informasi yang tidak tersedia dari
pelaporan rutin ataupun sentinel.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


5

2.2 Evaluasi
Evaluasi adalah serangkaian prosedur untuk menilai suatu program dan
memperoleh informasi tentang keberhasilan pencapaian tujuan, kegiatan, hasil dan
dampak serta biayanya. Fokus utama evaluasi adalah mencapai perkiraan yang
sistematis dari dampak program Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan,
2011). Proses evaluasi dapat dilihat sebagai lima langkah model umpan baik, yang
masing-masing langkah adalah (Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan,
2006).
a. Penetapan apa yang harus diukur.
Manajemen puncak menetapkan proses pelaksanaan dan hasil mana yang akan
dipantau dan dievaluasi. Proses dan hasil pelaksanaan harus dapat diukur dalam
kaitannya dengan tujuan.
b. Pembuatan standar kinerja.
Standar digunakan untuk mengukur kinerja. Standar harus dapat mengukur apa
yang mencerminkan hasil kinerja yang telah dilaksanakan.
c. Pengukuran kinerja yang aktual, yaitu dibuat pada waktu yang tepat.
d. Bandingkan kinerja yang aktual dengan standar.
Jika hasil kinerja yang aktual berada dalam kisaran toleransi maka pengukuran
dihentikan.
e. Melakukan tindakan korektif.
Jika hasil kinerja aktual berada di luar kisaran toleransi, harus dilakukan
koreksi untuk deviasi yang terjadi.

2.2.1 Kegunaan Evaluasi


Evaluasi bermanfaat untuk (Bina Obat Publik dan Perbekalan kesehatan,
2006) :
a. Menetapkan kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam program yang sedang
berjalan.
b. Meramalkan kegunaan dari pengembangan usaha-usaha dan memperbaikinya.
c. Mengukur kegunaan program-program yang inovatif.
d. Meningkatkan efektivitas program, manajemen dan administrasi.
e. Kesesuaian tuntutan tanggung jawab.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


6

Evaluasi memerlukan penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan


membandingkan terhadap tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan. Perbedaan
antara pengukuran dengan pencapaian tujuan menjadi dasar untuk pengambilan
keputusan.

2.2.2 Tipe Evaluasi


Ada empat tipe evaluasi yang dibedakan atas interaksi dinamis diantara
lingkungan program dan waktu evaluasi, yaitu (Bina Obat Publik dan Perbekalan
kesehatan, 2006):
a. Evaluasi formatif
Dilakukan selama berlangsungnya kegiatan program. Evaluasi ini bertujuan
untuk melihat dimensi kegiatan program yang melengkapi informasi untuk
perbaikan program.
b. Evaluasi sumatif
Dilakukan pada akhir program. Evaluasi ini perlu untuk menetapkan ikhtisar
progaram, termasuk informasi outcome, keberhasilan kegagalan program.
c. Evaluasi penelitian
Suatu proses penelitian kegiatan yang sebenarnya dari suatu program, agar
ditemukan hal-hal yang tidak tampak dalam pelaksanaan program.
d. Evaluasi presumtif
Didasarkan pada tendensi yang menganggap bahwa jika kegiatan tertentu
dilakukan oleh orang yang tertentu yang diputuskan dengan pertimbangan yang
tepat dan jika bertambahnya anggaran sesuai dengan perkiraan, maka program
yang dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam mengevaluasi dibutuhkan suatu indikator yang digunakan untuk
mengukur sampai seberapa jauh tujuan atau sasaran telah berhasil dicapai.
Penggunaan lain dari indikator adalah untuk penetapan prioritas, pengambilan
tindakan dan untuk pengujian strategi dari sasaran yang ditetapkan. Hasil
pengujian tersebut dapat digunakan oleh penentu kebijakan untuk meninjau
kembali strategi dan sasaran yang lebih tepat.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


7

2.3 Penyelenggaraan Kesehatan Haji Indonesia


Penyelenggaraan kesehatan haji adalah rangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan haji meliputi, pemeriksaan kesehatan, bimbingan dan penyuluhan
kesehatan haji, pelayanan kesehatan, imunisasi, surveilans, SKD dan respon KLB,
penanggulangan KLB dan musibah massal, kesehatan lingkungan dan manajemen
penyelenggaraan kesehatan haji (Departemen Kesehatan RI, 2009).
Ibadah haji adalah rukun islam yang kelima yang merupakan kewajiban
sekali seumur hidup bagi setiap orang islam yang mampu menunaikannya.
Jemaah haji adalah Warga Negara Indonesia yang beragama Islam dan telah
mendaftarkan diri untuk menunaikan Ibadah Haji sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan. Penyelenggaraan Ibadah Haji adalah rangkaian kegiatan pengelolaan
pelaksanaan Ibadah haji yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan
Jemaah Haji (Departemen Kesehatan RI, 2009).
Program Kesehatan Haji dilaksanakan oleh berbagai unit utama di
Departemen Kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi penyelenggaraan
program dan operasional penyelenggaraan kesehatan haji dengan membentuk
Panitia Penyelenggara Kesehatan Haji Pusat dengan tugas pokok dan fungsi yang
disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dan ditetapkan dengan keputusan
Menteri Kesehatan. Apabila diperlukan, panitia ini dapat membentuk Tim
Operasional Penyelenggara Kesehatan Haji (Departemen Kesehatan RI, 2009).

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


8

Panitia Penyelenggara Kesehatan Haji Pusat

Tim Operasional Penyelenggaraan Kesehatan Haji

Ketua

Ketua Pelaksana Ketua Pelaksana


Ketua Pelaksana
Operasional Embarkasi Operasional Arab
Operasional Daerah
dan Debarkasi Saudi

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


9

Bagan Organisasi Pengelola Obat dan Alat Kesehatan di Arab Saudi

Tenaga pengelola obat dan alat kesehatan meliputi (Departemen Kesehatan RI,
2009):
a. Tenaga Farmasi : tenaga yang memiliki kompetensi di bidang pengelolaan obat
dan alat kesehatan (Apoteker dan Asisten Apoteker)
b. Tenaga Non Farmasi : tenaga yang membantu farnasi dalam pengelolaan obat
dan alat kesehatan.

Pengelola terdiri dari :


a. Depo Pusat: tenaga yang sudah pernah menjadi petugas di salah satu Daker
b. Depo Daker (Mekkah, Jeddah, dan Madinah)
Tenaga pengelolaan obat dan alat kesehatan tersebut dibagi atas:

No Unit Kerja Apoteker Asisten


Apoteker
1 Depo Pusat 2 orang 3 orang
2 Daker Jeddah 2 orang 2 orang
3 Daker Mekkah 3 orang 2 orang
4 Daker Madinah 2 orang 2 orang

5 Masing-masing Sektor Madinah 1 orang 1 orang


dan Mekkah
6 Embarkasi/Debarkasi 1 orang 1 orang

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


10

Adapun tugas, fungsi, dan tanggung jawab meliputi (Departemen Kesehatan RI,
2009):
a. Depo Pusat bertanggung jawab atas pengelolaan obat dan alat kesehatan,
dengan tugas:
1. mengecek stok obat dan alat kesehatan tahun lalu
2. mengecek jumlah, jenis obat, dan alat kesehatan yang dikirim dari Indonesia
3. menyiapkan rencana kebutuhan obat dan alat untuk tas kloter
4. merencanakan, menyiapkan, serta mendistribusikan obat dan alat kesehatan
ke daerah kerja (Daker)
5. menyiapkan kebutuhan obat dan alat kesehatan untuk pelaksanaan Armina
6. menyimpan obat dan alat kesehatan sesuai dengan standar penyimpanan obat
yang baik
7. mengadakan/membeli obat dan alat kesehatan yang diperlukan karena tidak
tersedia/persediaan menipis atau sudah habis
8. melakukan monitoring ketersediaan obat dan alat kesehatan di daker
Mekkah, Jeddah, dan Madinah
9. membuat laporan dan evaluasi pengelolaan obat dan alat kesehatan selama
operasional penyelenggaraan haji.

b. Daker (Jeddah, Mekkah, dan Madinah) bertanggung jawab atas pengelolaan


obat dan alat kesehatan dengan tugas:
1. menerima dan memeriksa obat dan alat kesehatan yang diterima dari Depo
pusat
2. melayani permintaan obat dan alat kesehatan dari apotek BPHI dan sektor
3. menyimpan obat dan alat kesehatan sesuai dengan standar penyimpanan
obat yang baik
4. mengadakan/membeli obat dan alat kesehatan bila ada kekurangan atas
persetujuan Wakadaker bidang kesehatan dan berkoordinasi dengan Depo
pusat.
5. Daker Jeddah dan Madinah menyerahkan dan menerima pengembalian Tas
Kloter
6. menerima pengembalian obat dan alat kesehatan pasca Armina

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


11

7. melakukan monitoring ketersediaan obat di apotik BPHI dan sektor


8. membuat laporan dan evaluasi pengelolaan obat dan alat kesehatan selama
operasional penyelenggaraan haji
9. mengembalikan sisa obat dan alat kesehatan yang ada di depo daker ke
depo Pusat termasuk Tas Kloter dari depo daker Jeddah dan Madinah.

c. Apotek BPHI (Jeddah, Mekkah, Madinah) bertanggung jawab atas pengelolaan


obat dan alat kesehatan dengan tugas:
1. menerima dan menghitung stok awal obat dan alat kesehatan untuk apotek
BHI
2. melayani permintaan obat dan alat kesehatan dari BPHI
3. melayani resep dokter untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan
4. merencanakan kebutuhan obat dan alat kesehatan untuk apotek BPHI
5. menyimpan obat dan alat kesehatan sesuai dengan standar penyimpanan
obat yang baik
6. mengelola obat Psikotropik di daerah kerjanya
7. membuat laporan sisa obat dan alat kesehatan selama operasional
penyelenggaraan haji.

d. Sektor bertanggung jawab atas pengelolaan obat dan alat kesehatan dengan
tugas:
1. menerima dan menghitung stok awal obat dan alat kesehatan dari daker
2. merencanakan kebutuhan obat dan alat kesehatan untuk sektor dan kloter
3. menyimpan obat dan alat kesehatan sesuai dengan standar penyimpanan
obat yang baik
4. melayani resep dokter sektor dan melayani permintaan obat dan alat
kesehatan dari dokter kloter
5. mengembalikan sisa obat obat dan alat kesehatan ke daker setalah selesai
pelayanan keshatan haji
6. membuat laporan dan evaluasi pengelolaan obat dan alat kesehatan selama
operasional penyelenggaraan haji.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


12

e. Kloter bertanggung jawab atas pengelolaan obat dan alat kesehatan dengan
tugas:
1. menerima dan menghitung stok awal obat dan alat kesehatan dalam Tas
Kloter di bandara Jeddah dan Madinah
2. mengajukan permintaan kebutuhan obat dan alat kesehatan ke sektor
3. memyimpan obat dan alat kesehatan dalam Tas Kloter
4. menyerahkan obat dan alat kesehatan kepada pasien
5. membuat laporan mutasi obat dan alat kesehatan selama operasional
penyelenggaraan haji
6. mengembalikan sisa obat obat dan alat kesehatan kepada daker Jeddah dan
Madinah
7. dalam pelaksanaan tugas, dokter dibantu oleh perawat dan tenaga lainnya.

f. Embarkasi/Debarkasi bertanggung jawab atas pengelolaan obat dan alat


kesehatan dengan tugas:
1. menerima dan menghitung obat dan alat kesehatan yang dikirimkan oleh
Depkes RI, c/q. Ditjen Binfar dan Alkes, berkoordinasi dengan unit terkait
(Ditjen P2PL)
2. menyimpan obat dan alat kesehatan
3. menyerahkan obat dan alat kesehatan untuk pelayanan kesehatan jemaah
haji sesuai dengan resep dokter
4. membuat laporan mutasi obat dan alat kesehatan di embarkasi/debarkasi
selama operasional penyelenggaraan haji
5. laporan mutasi obat disampaikan kepada Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan

2.4 Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan Haji (Departemen Kesehatan RI,
2009)
Pengelolaan obat an alat kesehatan haji dimulai dari seleksi, perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pencatatan/pelaporan, dan
monitoring evaluasi dilakukan oleh tenaga farmasi yang bertugas sebagai PPIH

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


13

pada musim haji, baik yang bertugas di : depo Pusat, daker Jeddah, daker
Mekkah, daker Madinah, BPHI maupun sektor, sedangkan di kloter dikelola oleh
tenaga kesehatan yang bertugas pada masing-masing kloter.

2.4.1 Seleksi
Seleksi merupakan proses pemilihan obat berdasarkan efektifitas, efisiensi,
dan aman (rasional). Sasaran pemilihan untuk mendapatkan obat dan alat
kesehatan yang efektif efisien dan aman adalah jenis obat dan alat kesehatan dari
sumber yang resmi. Dari Formularium Obat Haji yang akan dijadikan sebagai
pedoman perencanaan pengadaan obat. Formularium disusun oleh Tim Penyusun
Formularium Obat yang ditetentukan oleh Menteri Kesehatan.

2.4.2 Perencanaan
Perencanaan obat dan alat kesehatan adalah salah satu fungsi yang
menentukan dalam proses pengadaan obat dan alat kesehatan. Tujuan perencanaan
penyediaan alat kesehatan adalah untuk menentukan jenis dan jumlah obat dan
alat kesehatan sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di
Arab Saudi.
Perencanaan obat harus didukung dengan beberapa data yang dapat
digunakan dalam perhitungan, seperti pola konsumsi obat, pola penyakit, jumlah
kunjungan, sisa stok, dan alokasi dana. Perencanaan ini akan lebih baik jika
melihat juga data kondisi dua tahun sebelumnya untuk mengetahui tren
penggunaan obat.
Perencanaan kebutuhan obat dan alat kesehatan haji dilakukan berdasarkan
Formularium yang telah disusun oleh tim yang dibentuk atas SK Menkes dan
didasarkan hasil laporan penggunaan obat dan alat kesehatan tahun sebelumnya.
Sedangkan pengadaan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan.

2.4.3 Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan


Pengadaan obat dan alat kesehatan haji merupakan suatu proses
merealisasikan persediaan obat dan alat kesehatan sesuai dengan hasil
perencanaan. Pengadaan dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan c.q. Ditjen
Binfar dan Alkes sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


14

Setelah selesai pengadaan yang disesuaikan dengan Formularium Obat


Haji tahun berjalan, maka selanjutnya obat dan alat kesehatan siap dikirim,
diterima, dan dipergunakan. Pengiriman ke Arab Saudi dilaksanakan oleh rekanan
pemenang tender melalui mekanisme pengiriman barang ke luar negeri yang
lazim dengan memperhatikan:
1. adanya pelaksana pengiriman dan penerimaan
2. diprogramkan selesai pada tahun berjalan:
a. pengiriman melalui cargo pesawat dengan biaya cargo perangko depo
Pusat Arab Saudi
b. obat dan alat kesehatan siap dikirim dengan packaging yang baik
c. packaging diberi tanda yang berbeda pada setiap kelompok
farmakologinya
3. dokumen pengiriman lengkap, meliputi:
a. tersedia faktur pembelian
b. tersedia surat rekomendasi pengiriman obat dan alat kesehatan dari
Depkes RI dan Badan POM RI
c. Air Way bill
d. In Voice
e. dan lain-lain.
Obat dan alat kesehatan yang diadakan sudah harus tiba di Arab Saudi 3
bulan sebelum jamaah haji dating, sehingga obat dan alat kesehatan dapat
didistribusikan ke masing-masing daker Jeddah, Mekkah, dan Madinah yang
kemudian didistribusikan ke masing-masing sektor sebelum kedatangan jamaah
haji agar seluruh unit pelayanan kesehatan pada musim haji siap dalam
melaksanakan tugas.

2.4.4 Penyimpanan
Tujuan penyimpanan obat adalah untuk memelihara mutu obat, menjaga
kelangsungan persediaan, dan memudahkan pencarian dan pengawasan. Kegiatan
penyimpanan meliputi: penyiapan sarana penyimpanan, pengaturan tata ruang,
penyusunan stok obat dan pengamatan mutu obat.
Penyimpanan obat dan alat kesehatan dilakukan di:
 Depo Pusat

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


15

 Daker Jeddah
 Daker Mekkah
 Daker Madinah
 Sektor
 Kloter-kloter.
Pada akhir tugas penyelenggaraan haji, sisa obat dan alat kesehatan dikembalikan
ke depo pusat dilengkapi dengan laporan sisa obat.
Semua sarana penyimpanan obat dan alat kesehatan harus dilengkapi
dengan air conditioner, pallet, lemari pendingin, dan lemari psikotropik untuk
menjaga mutu obat. Kemudian, obat disusun secara alfabetis/bentuk sediaan/kelas
terapi untuk mempermudah dalam mencari obat dengan memperhatikan sistem
FEFO dan FIFO. Penggunaan kartu stok harus dilakukan untuk mempermudah
pencatatan dan pelaporan jika terjadi mutasi obat.
Cara penyimpanan obat dan alat kesehatan di daker Jeddah, Makkah, dan
Madinah adalah sebagai berikut:
a. obat dan alat kesehatan disimpan dengan pengelompokan farmakologis
dan alfabetis
 obat dan alat kesehatan ditata di rak atau lemari obat
 obat psikotropik ditata di lemari penyimpanan khusus
b. penyimpanan obat dan alat kesehatan disesuaikan dengan sifat produk
 penyimpanan insulin, vaksin, dan reagensia pada suhu 2-8 derajat
Celcius
 penyimpanan obat dan alat kesehatan pada suhu 22 derajat Celcius
c. setiap mutasi obat dan alat kesehatan dicatat dalam kartu stok obat dan
alat kesehatan.

2.4.5 Pendistribusian
Obat dan alat kesehatan didistribusikan dari depo Pusat ke daker Jeddah,
Mekkah, dan Madinah berdasarkan persetujuan dari apoteker penanggung jawab
dan diserahkan kepada apoteker penanggung jawab di daker. Selanjutnya, obat-
obat tersebut didistribusikan ke masing-masing sektor dan BPHI di wilayah
kerjanya. Selain itu, ada juga yang disiapkan untuk tas kloter yang dibawa terus

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


16

oleh dokter selama jamaah haji melakukan ibadah. Pendistribusiannya


menggunakan sistem pull dan imprest.
Berdasarkan tempat pelaksanaan pendistribusian obat dan alat kesehatan di
daker, dibagi menjadi 2 kegiatan, yaitu:
1. apotek BPHI melaksanakan pendistribusian obat dan alat kesehatan
untuk pasien rawat inap dan rawat jalan bersamaan dengan
operasionalisasi Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) daker
Jeddah, Mekkah, dan Madinah selama 24 jam. Pendistribusian
meliputi penyediaan obat, alat kesehatan, bahan laboratorium, dan
bahan radiologi.
2. pendistribusian obat dan alat kesehatan ke sektor dan kloter.
Penanggung jawab daker melaksanakan pendistribusian obat dan alat
kesehatan ke sektor sesuai dengan kebutuhan dan permintaan masing-
masing sektor dengan mempertimbangkan jumlah kloter yang dilayani
dan pola penyakit. Sedangkan distribusi obat dan alat kesehatan ke
kloter dilakukan oleh sekttor sesuai dengan mempertimbangkan pola
penyakit dan kunjungan pasien.
Berdasarkan waktu pelaksanaan, pendistribusian obat dan alat kesehatan
dapat dibagi menjadi 3 kegiatan, yaitu:
a. periode Pra-Armina
b. periode Armina
c. periode Pasca-Armina
untuk periode Armina, seluruh kebutuhan obat diusulkan oleh dakernya
masing-masing sesuai daker tersebut ditugaskan sebagai penanggung jawab di
wilayah Armina, setelah selesai pelaksanaan Armina seluruh sisa obat pada saat
Armina dikembalikan ke daker Mekkah.

2.4.6 Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan penggunaan obat haji, meliputi: pengertian,
sistem, dan jenis pencatatan/pelaporan. Di samping itu juga pengenalan bentuk
formulir, alur, dan waktu pelaporan.
Pencatatan dan pelaporan obat dan alat kesehatan merupakan rangkaian
kegiatan dalam rangka penatausahaan obat secara tertib, baik obat yang diterima,

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


17

disimpan, didistribusikan, maupun yang digunakan di unit pelayanan kesehatan


pada operasional haji di Arab Saudi yang dilaksanakan oleh petugas farmasi di
depo Pusat, daker, sektor, dan kloter.
Sistem pencatatan dan pelaporan obat dan alat kesehatan sebagai unit kerja
yang secara fungsional berada di bawah dan langsung bertanggung jawab kepada
unit yang lebih tinggi dan mempunyai kewajiban untuk melaporkan kegiatan
pengelolaan yang dilaksanakan.
Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan ini menuntut peran dan keterlibatan
seluruh unsur/unit terkait, baik di kloter, sektor, dan BPHI di Arab Saudi dan
dilaksanakan dengan teliti, cermat, dan disiplin. Demikian juga dalam
pelaporannya dibutuhkan kecepatan dan ketepatan waktu penyampaiannta, serta
ada kesinambungan selama kurun periode operasional haji. Kesemuanya akan
berguna untuk menunjang analisis data mengenai jenis dan jumlah penerimaan,
persediaan, pengeluaran/penggunaan obat dan alat kesehatan, dan data mengenai
waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat dan alat kesehatan untuk haji
Indonesia yang benar, akurat, cepat, dan tepat.

2.5 Indikator Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan Haji (Departemen


Kesehatan RI, 2009)

2.5.1 Indikator Umum


Angka kematian jemaah haji < 2 per 1000 jemaah (jemaah haji wafat adalah
jemaah haji yang wafat pada saat berada di embarkasi, di Arab Saudi
(selama operasional haji + 14 hari), dan di debarkasi sampai dengan 14 hari
tiba di tanah air.

2.5.2 Indikator Pengerahan Tenaga Kesehatan


1) Minimal satu petugas kloter pernah menjadi petugas kesehatan haji 4
tahun terakhir.
2) Minimal sepertiga jumlah petugas kesehatan di setiap bidang PPIH, 2
\tahun terakhir pernah bertugas pada bidang tugas yang sama.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


18

3) Seratus persen petugas kesehatan mengikuti pelatihan kompetensi teknis


kesehatan dan kompetensi koordinasi tim di kloter dan PPIH.

2.5.3 Indikator Bimbingan dan Penyuluhan


1) Prosentase kunjungan usia lanjut ke pelayanan kesehatan meningkat
2) Angka kematian jemaah haji di luar sarana kesehatan <40%

2.5.4 Indikator Pelayanan Kesehatan


1) Kelengkapan dokumen Buku Kesehatan Jemaah Haji (BKJH) pada usia
60 tahun ke atas lebih dari 70%
2) Proporsi kesakitan dan kematian karena gangguan fungsi jantung dan
pernafasan turun.

2.5.5 Indikator Pengendalian Penyakit


1) Setiap asrama haji dan pondokan jemaah haji memenuhi 80% standar
sanitasi.
2) Tidak terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa)
3) Deteksi dini KLB (Kejadian Luar Biasa)

2.5.6 Indikator Surveilans


Kelengkapan dan ketepatan waktu pendataan harian, Laporan Khusus,
Laporan Akhir, layanan umum (COD/OV, info: media, keluarga, dan
masyarakat)

2.5.7 Indikator Logistik


Tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan, peralatan medik, dan logistik
kesehatan haji tepat waktu dan sesuai kebutuhan di setiap layanan kesehatan
haji, baik di tanah air, dalam perjalanan, maupun di Saudi Arabia.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pengkajian


Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Industri dilaksanakan di
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
pada periode 7 – 18 Januari 2013.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Laporan tugas khusus dibuat dengan melakukan pengumpulan data dari
hasil wawancara terhadap beberapa orang yang ahli dalam bidangnya tersebut,
seperti dari bagian subdit Pemantauan dan Evaluasi, khususnya yang menangani
mengenai obat program Haji. Selain itu, data diperoleh melalui studi literatur yang
bersumber dari pedoman-pedoman yang dikeluarkan langsung oleh Ditjen Binfar
Alkes, Direktorat Oblik dan Perbekkes. Salah satunya adalah Pedoman
Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan Haji.

19 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


BAB 4
PEMBAHASAN

Berbeda dengan subdit-subdit lainnya yang ada direktorat obat publik dan
perbekalan kesehatan, subdit pemantauan dan evaluasi dalam prakteknya, tidak
melakukan kegiatan teknis. Tugas utama dari subdit ini adalah mengamati,
memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program yang dijalankan oleh ketiga
subdit lainnya dalam mencapai sasaran hasil, yakni indikator masing-masing yang
dituju. Tujuan dari adanya unit kerja ini adalah untuk mendapatkan informasi
bahwa kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan untuk dilaksanakan telah
dilakukan sekaligus menilai apakah hasil pencapaian sesuai atau tidak dengan
target yang diharapkan.
Pada dasarnya, kegiatan pemantauan adalah kegiatan pengumpulan fakta-
fakta yang ada, sedangkan evaluasi adalah kegiatan yang menganalisa kumpulan
dari fakta-fakta tersebut. Oleh karena itu, pada subdirektorat ini dibagi ke dalam 2
seksi, yaitu seksi pemantauan dan seksi evaluasi, di mana keduanya saling bekerja
secara sinergis.Aspek-aspek yang harus dilakukan pemantauan dan evaluasi
adalah perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan,
pencatatan pelaporan, dan dukungan manajemen. Dalam bahasan ini, tentunya
segala hal tersebut yang termasuk ke dalam pilar pengelolaan obat dan alat
kesehatan haji di Indonesia pada tahun 2012.
Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan suatu
kegiatan, dan selanjutnya mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan
yang timbul atau yang akan timbul dengan maksud agar dapat diambil tindakan
sedini mungkin sebagai dasar dalam melakukan tindakan-tindakan selanjutnya
guna menjamin pencapaian tujuan. Secara garis besar, rencana pemantauan
terbagi atas 3 hal. Pertama-tama, difokuskan memonitor apa yang telah dilakukan,
keluaran apa yang dihasilkan, di mana, kapan, oleh siapa, dan untuk siapa
dilakukan. Kemudian, hasil pemantauan dibandingkan dengan rencana semula
(baseline). Selanjutnya, selisih antara rencana dan hasil pemantauan dibuat
laporannya, kemudian sejauh mungkin faktor-faktor penyebab perbedaan itu

20 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


21

diidentifikasi. Contoh hal yang biasanya dimonitor, seperti: prasarana apa saja
yang telah ditingkatkan, di mana peningkatan prasarana itu dilakukan, klien mana
saja yang menerima pelayanan tersebut dan untuk apa, obat gratis apa yang telah
disediakan, untuk siapa dan untuk penyakit apa saja.
Pelaksana pemantauan adalah yang bukan melaksanakan program atau
kegiatan yang dipantau tersebut yang akan menerima laporan hasil pemantauan
tidak hanya pihak pemerintah (eksekutif dan legislatif) tetapi juga pihak pelaksana
(rumah sakit, penyedia), lalu instansi pemerintah pusat, serta wakil-wakil
kelompok penerima manfaat untuk meminta umpan balik. Laporan ini bisa
disosialisasikan dengan melaksanakan pertemuan berkala untuk meninjau kembali
tingkat kemajuan serta memutuskan apakah rencana implementasi perlu
disesuaikan.
Evaluasi merupakan penilaian atas dampak kolektif, baik positif maupun
negatif, dari semua (atau sebagian besar) kegiatan yang telah dilakukan, pada
lokasi dan/atau kelompok sasaran yang berbeda-beda. Selain itu, evaluasi dapat
juga didefinisikan sebagai penilaian deskripsi keluaran dan hasil/manfaat
sebagaimana dilihat dari sudut pandang penerima manfaat.
Jenis evaluasi yang akan dilaksanakan meliputi evaluasi proses dan
evaluasi dampak. Evaluasi ini berfokus pada apa yang telah dilakukan, bagaimana
melakukannya, siapa yang menjadi penerima manfaat, serta apa respons mereka
terhadap kegiatan yang dilakukan. Evaluasi didasarkan pada laporan-laporan
monitoring dan penelaahan atas dokumen-dokumen, wawancara, serta kunjungan
lapangan. Sementara untuk evaluasi dampak, dilakukan pada saat
program/kegiatan sudah berakhir pada periode tertentu, dengan tujuan untuk
mengukur dampak serta menghimpun pelajaran/pengalaman yang berguna.
Evaluasi ini untuk mengungkapkan siapa sebenarnya yang memperoleh manfaat
dari kegiatan yang dilakukan dan berapa besar manfaatnya; dengan kata lain,
sejauh mana hasil/manfaat (dan dampak) yang diharapkan telah tercapai.
Setelah dilakukan pemantauan terhadap kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan, maka dilaksanakanlah evaluasi apakah kegiatan berjalan sesuai rencana
atau tidak, jika tidak ada dampaknya untuk indikator-indikator pencapaian yang
telah dibuat, bagian mana yang harus diperbaiki, hingga sampai pendeteksian dini

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


22

atau early warning sebagai antisipasi awal. Dengan demikian, apabila terdapat
kendala di awal pelaksanaan dapat segera diatasi sehingga tidak menjadi masalah
yang berkelanjutan di akhir pelaksanaan program. Oleh karena itulah, perlu
dirumuskan beberapa indikator pencapaian sasaran di tahun berikutnya
berdasarkan hasil pencapaian pada tahun sebelumnya. Indikator utama adalah
ketersedianya obat dan vaksin serta alat kesehatan bagi seluruh jamaah Haji
Indonesia di Arab Saudi dan menurunnya angka kematian jamaah Haji Indonesia
pada saat melakukan penyelenggaraan ibadah Haji.
Secara teknis, tahapan prosedur pemantauan dan evaluasi ada beberapa,
dimulai dari:
1. Tidak mengevaluasi orang yang melakukan kegiatannya tapi adalah
program kegiatannya dan organisasinya.
2. Cermati indikator
Yaitu tahapan yang melakukan pertimbangan menetapkan indikator
selanjutnya secara SMART (smart, measurable, achieveable, realistic,
time). Harus paham kapan suatu indikator bisa digunakan sebagai alat
untuk mengukur kinerja suatu program kegiatan. Syaratnya, indikator
tersebut harus dalam kendali orang yang mengerjakan tersebut atau
setidaknya dominan kendalinya.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara sistematis. Keduanya
dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi dalam setiap
kegiatan pada penyelenggaraan kesehatan haji ini. Dengan mengetahui tingkat
efisiensinya, akan menghemat tenaga, biaya, maupun waktu. Oleh karena itu,
pemantauan dan evaluasi akan dilaksanakan menyangkut berbagai hal yang
terkait, yaitu menyangkut kualitas input, proses, dan output. Dari pemantauan dan
evaluasi pengelolaan obat dan alat kesehatan haji akan diperoleh output berupa
profil pencapaian indikator berdasarkan pengambilan data secara bottom up. Profil
ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menentukan langkah ke depan
dan menentukan solusi terhadap kendala-kendala yang dihadapi. Pengambilan
data tersebut dilakukan dari struktur terendah kemudian di rekapitulasi ke sektor
diatasnya. Data diserahkan oleh Embarkasi/Debarkasi Haji melalui aplikasi
embarkasi dan debarkasi (Siskohat Bidang Kesehatan) dan dikirim (uploads) ke

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


23

www.siskohatkes.net dengan koneksi internet, jadwal laporan paling lambat jam


24.00 Waktu Indonesia Bagian Barat ke Dinas Kesehatan Provinsi, pihak-pihak
lain yang terkait, dan Direktorat Jenderal PP & PL yang kemudian akan
diteruskan ke Menteri Kesehatan RI setiap hari pukul 08.00 WIB.
Apabila kegiatan yang dilakukan tidak mencapai target sasaran, maka
tugas dari unit kerja ini adalah mencari solusi yang baik yang dapat dilaksanakan
atau dikenal dengan istilah “mampu laksana”. Perlu diketahui, menentukan solusi
merupakan bagian pekerjaan yang paling sulit dalam pelaksanaan pihak yang
bekerja pada subdirektorat ini, karena setiap orang yang berada dalam tim ini
harus bisa memprioritaskan masalah apa dulu yang harus dicari solusinya di
antara berbagai macam kegiatan yang sedang dilaksanakan dalam ibadah Haji di
Arab Saudi. Oleh karena itu, diharapkan orang-orang tersebut mempunyai “sense
of crisis” yang tinggi. Solusi tidak harus ideal dan jangan terlalu sulit
diimplementasikan, yang terpenting mampu dilaksanakan dalam rangka perbaikan
hasil kegiatan. Selain itu, penyebab tidak memenuhi sesuai target dapat
dikarenakan kinerja tim yang salah dalam membuat sasaran target sehingga terlalu
kecil atau terlalu tinggi. Jika target terlalu kecil atau terlalu besar maka perlu
diperhitungkan kembali sehingga didapatkan target yang lebih rasional dan
diperkirakan lebih tepat dalam mendekati capaian sasaran untuk kegiatan
selanjutnya.
Sampai saat ini, refleksi pelaksanaan pemantauan dan evaluasi hanya
sampai batasan output saja (terjaminnya ketersediaan obat dan vaksin di Arab
Saudi), belum sepenuhnya mencapai outcome (dampak adanya penurunan angka
kematian jemaah haji Indonesia di Arab Saudi). Hal ini dikarenakan adanya
berbagai kendala yang masih sulit dihadapi. Kendala utama menjadi sangat
kompleks karena banyak terdapat aspek yang terkait di dalamnya, mulai dari
sarana dan prasarana, SDM yang terlibat (baik edukatif maupun administratif),
kelancaran pelaksanaan kegiatan, efisiensi waktu penyelenggaraan, dan seberapa
jauh efektifnya kegiatan tersebut diselenggarakan.Oleh karena itu, setelah
dilakukan pemantauan dan evaluasi, pemerintah pusat akan memberikan
bimbingan teknis kepada pihak yang dipantau dan dievaluasi. Dengan demikian,
diharapkan pihak tersebut dapat mengetahui kekurangan dan kendala apa saja

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


24

yang dialami selama melakukan kegiatan pengelolaan obat dan alat kesehatan haji
sehingga dapat mengatasi permasalahan yang terjadi, memperbaiki kesalahan
sistem pelaksanaan yang ada dan meningkatkan kualitas kinerjanya.

4.1 Seleksi
Hasil seleksi dari pemilihan obat haji dituangkan di dalam Formularium
haji. Formularium inilah yang menjadi standar untuk kegiatan perencanaan obat
dan alat kesehatan haji. Obat yang ada di daftar Formularium adalah obat yang
harus wajib ada untuk pelayanan kesehatan Haji di Arab Saudi. Tim penyusun
Formularium dibentuk atas SK Menteri Kesehatan, terdiri dari tenaga kesehatan
yang pernah bertugas langsung di Arab Saudi pada musim Haji maupun tenaga
ahli yang terkait langsung. Penyusunan Formularium Haji bukan dari penggunaan
konsumsi obat-obatan pada tahun sebelum-sebelumnya, namun dianalisis dari
pola penyakit dari jamaah haji sebelumnya. Jadi, intinya Formularium ini adalah
untuk menentuan apa saja item obat yang rasional yang nantinya akan digunakan.
Dengan terjadinya perubahan jumlah jemaah maupun dilihat dari pola
penyakit manusia, seiring berjalannya waktu, akan terjadi pergeseran pola atau
tren penyakit. Maka, tidak tertutup kemungkinan Formularium Haji yang ada saat
ini, suatu saat tidak sesuai lagi.

4.2 Perencanaan
Setelah dipilih item obat apa saja yang akan digunakan untuk pelayanan
kesehatan Haji, selanjutnya ditentukan berapa banyak jumlah yang dibutuhkan.
Perhitungan jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan kombinasi antara
banyaknya konsumsi rata-rata 2 tahun sebelumnya dan pola penyakit calon
jamaah Haji yang akan berlangsung. Form daftar obat dan perbekalan kesehatan
yang diperlukan dapat dilihat pada lampiran.
Selain itu, perlu perhatian khusus untuk obat-obatan bagi penyakit RISTI
(Risiko Tinggi) yang sudah umum terjadi, terutama pada jemaah Haji usia lanjut,
seperti penyakit kardiovaskular, Diabetes Melitus, Kolesterol, Asma. Data
mengenai RISTI ini didapat dari Pusat Kesehatan Haji.
Pada musim Haji di tahun 2012 yang lalu, jemaah Haji Indonesia
banyaknya ada sekitar 210.000 jiwa. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 490 jiwa

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


25

atau sekitar 0,23% yang meninggal di Arab Saudi. Angka ini masih dianggap baik
untuk rentang ukuran indikator dalam rangka penurunan angka kematian jemaah
Haji yang ditargetkan. Penyakit hipertensi dan DM lah yang menjadi penyumbang
terbesar angka kematian jamaah Haji tersebut. Sedangkan, penyakit lain yang
paling sering diderita selama musim Haji adalah ISPA, obstruksi paru, dan
common cold.

4.3 Pengadaan
Pengadaan adalah realisasi dari perencanaan, yaitu melakukan pembelian
dari hasil penentuan jumlah dan item obat & alat kesehatan hingga barang tersebut
datang. Pada dasarnya, sistem pengadaan sama dengan pengadaan obat-obatan
PKD, yaitu melalui tender. Bedanya, untuk mengantisipasi kekurangan stok obat
atau karena adanya kejadian luar biasa (KLB) sewaktu di Arab Saudi, ada yang
namanya dana emergency. Dana ini digunakan untuk pengadaan obat dalam
kondisi darurat. Obat dibeli langsung di Arab Saudi. Namun, hal ini tidak
semudah dalam pengadaan obat di Indonesia, ada kendala yang harus dilalui,
seperti mencari golongan obat yang sesuai dengan efek terapi yang sama,
umumnya obat dijual dalam jumlah yang terbatas. Prosedur tetap pengadaan obat
emergency di Arab Saudi dapat dilihat pada lampiran.
Melihat adanya kejadian yang seperti ini, bisa dikatakan sebagai suatu
temuan yang baik untuk dianalisa dan dicarikan solusinya. Ada baiknya,
dilakukan sistem pendeteksian awal apa penyebab kenapa bisa terjadi kekurangan
stok obat. Ditelusuri mulai dari proses pendistribusian dari depo Pusat, apotek
BPHI, dan sektor. Pelajari pola penyebab terjadinya KLB, seperti kelonjakan
jumlah jemaah Haji dari tahun sebelumnya atau faktor alam dan lingkungan.
Dengan kondisi well-prepared seperti ini, niscaya kita dapat melakukan
pendeteksian dini terhadap masalah yang akan muncul nantinya.

4.4 Penyimpanan
Begitu obat dikirim dari Indonesia ke Arab Saudi, obat pertama kali
sampai disimpan di depo Pusat. Pada kenyataannya, pada musim Haji tahun 2012
kemarin, letak depo Pusat disamakan dengan daker Mekkah. Menurut prosedur
seharusnya, obat yang disimpan di depo Pusat didistribusikan sebanyak 70% ke

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


26

daker Mekkah, baru didistribusikan lagi ke Jeddah dan Madinah selebihnya.


Merupakan satu temuan lagi untuk dievaluasi, tidak adanya batasan yang jelas
antara depo Pusat dan daker Mekkah dalam hal tempat dan lokasi akan
memperbesar risiko campur baurnya penyimpanan obat-obatan yang ada di sana.
Hal ini menyebabkan fungsional depo pusat seolah seperti mati suri hanya tinggal
nama, sedangkan operasional dialihkan seluruhnya ke daker Mekkah.
Sebaiknya, dibuat pemisahan yang jelas antara depo Pusat dan daker
Mekkah, baik dari tempat kerja dan tugas fungsionalnya. Bagaimanapun juga, jika
dalam suatu struktur organisasi telah ditetapkan unit-unitnya, maka unit tersebut
mempunyai peranannya masing-masing yang akan saling mendukung struktur
management organisasi tersebut. Jika memang dari segi tugas dan kewajiban depo
Pusat dirasa tumpang tindih dengan daker Mekkah, maka yang perlu dibenahi
adalah sistem pembagian tugas dan kewajiban tersebut yang mesti ada
pembaharuan.
Secara teknis di lapangan, terdapat laporan mengenai sarana dan prasarana
yang digunakan untuk proses penyimpanan obat, seperti jumlah pallet yang tidak
mencukupi, air conditioner yang tidak berfungsi maksimal, jumlah lemari
psikotropik yang tidak mencukupi, dan kurangnya fasilitas penyimpanan obat dan
vaksin yang memerlukan suhu dingin.

4.5 Pendistribusian
Pendistribusian dimulai dari depo Pusat ke setiap daker Mekkah, Jeddah,
dan Madinah, lalu dari daker dilanjutkan ke BPHI dan sektor, dari sektor
didistribusikan lagi ke kloter. Contohnya, di daker Mekkah ada sebanyak 11
sektor, di mana sektor ini tersebar di setiap pemondokan jemaah Haji. Sektor bisa
diibaratkan seperti puskesmas, sedangkan BPHI berfungsi seperti rumah sakit
bagi jemaah Haji. Alur pendistribusian tersebut bisa dilihat pada lampiran.
Untuk proses pendistribusian secara teknis, obat-obat tersebut
didistribusikan menggunakan ambulans melewati jalan darat, terkadang malah
menumpang di ambulans jemaah yang kebetulan sedang dievakuasi. Hal ini bisa
menjadi bahan evaluasi. Perlu ditekankan kembali, pendistribusian obat-obatan
tidak sama dengan pendistribusian barang lain. Pendistribusian obat harus dengan
perlakuan dan kondisi yang sesuai menurut sediaannya masing-masing. Jika tidak

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


27

memperhatikan hal ini, secara tidak langsung, kita turut andil dalam menurunnya
efek terapi obat yang dikandung di dalamnya, sehingga menurunkan efikasinya.
Sebaiknya pemerintah membenahi hal semacam ini dengan menambah
sarana transportasi di Arab Saudi untuk pendistribusian obat. Faktor lingkungan
juga harus diperhatikan, melewati jalan darat cukup memakan waktu yang cukup
lama. Tidak ada salahnya mencoba untuk bekerja sama dengan sistem transportasi
lokal di Arab Saudi untuk melakukan pengiriman obat. Bisa dengan melewati
jalur udara, misalnya. Tentunya hal ini lebih efektif, efisien, dan obat cepat
sampai ditujuan dengan risiko kerusakan seminimal mungkin.

4.6 Pencatatan dan Pelaporan


Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pencatatan adalah pengelolaan
kartu stok. Pencatatan pada kartu stok pada setiap mutasi barang adalah hal vital
yang perlu dilakukan karena hal ini menjadi dasar untuk pelaporan dan untuk
rencana permintaan pengadaan obat untuk yang akan datang. Selain itu,
ketersediaan obat haji sangat dipengaruhi oleh pengendalian persediaan. Hal ini
baru bisa dilakukan apabila informasi yang diperlukan tersedia. Informasi yang
diperlukan dalam pengenalian persediaan tersebut, misalnya: jumlah kunjungan
pasien, pemakaian rata-rata, sisa stok, dan lain sebagainya.
Semua unit kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
hingga pendistribusian harus melakukan mekanisme pelaporan setiap kegiatan
yang sudah dilakukannya. Pada akhirnya, semua laporan mulai dari kloter, sektor,
BPHI, dan daker akan dilaporkan ke depo Pusat. Untuk lebih jelasnya bisa dengan
melihat bagan alur laporan obat dan alat kesehatan Haji pada lampiran.
Pencatatan dan pelaporan kegiatan penyelenggaraan Haji didukung oleh
suatu sistem informasi manajemen dengan program aplikasi komputer
SISKOHAT bidang Kesehatan yang dapat diaktifkan pada situs
www.SISKOHATKES.net dengan user name dan password yang ditetapkan oleh
tim SISKOHATKES, dengan alamat Ditjen PP & PL, Departemen Kesehatan.
Kegiatan pencatatan dan pelaporan melalui website ini sudah dilakukan
sejak pemeriksaan kesehatan di puskesmas, pemeriksaan kesehatan di
kabupaten/kota, provinsi, embarkasi/debarkasi Haji, Ditjen PP & PL, selama di
Arab Saudi, dan sekembalinya dari Arab Saudi. Segala laporan yang dikirim dari

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


28

depo Pusat di Arab Saudi ke Indonesia, melalui Ditjen PP & PL dilakukan analisa
data hasil penyelenggaraan kesehatan haji pada saat operasional dan diseminasi
informasi melalui media massa (cetak, elektronik, website, hotline, dan sms)
dengan melibatkan unit-unit utama Departemen Kesehatan, pemerintah, dan
swasta, serta organisasi masyarakat lainnya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pemantauan dan evaluasi didasarkan pada laporan-laporan monitoring dan


penelaahan atas dokumen-dokumen, wawancara, serta kunjungan lapangan yang
dilakukan secara sistematis. Pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap semua
aspek pengelolaan obat dan alat kesehata Haji, dimulai dari perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, hingga pencatatan dan pelaporan.
Keduanya dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi
dalam setiap kegiatan pada penyelenggaraan kesehatan Haji yang sedang
berlangsung. Dengan mengetahui tingkat efisiensinya, akan menghemat tenaga,
biaya, maupun waktu.
Oleh karena itu, pemantauan dan evaluasi akan dilaksanakan menyangkut
berbagai hal yang terkait, yaitu menyangkut kualitas input, proses, dan output.
Dari pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan alat kesehatan haji akan
diperoleh output berupa profil pencapaian indikator. Indikator utama adalah
ketersediaanya obat dan vaksin serta alat kesehatan bagi seluruh jamaah Haji
Indonesia di Arab Saudi dan menurunnya angka kematian jamaah Haji Indonesia
pada saat melakukan penyelenggaraan ibadah Haji.

5.2 Saran

a. Dalam pembuatan Formularium Haji ditetapkan masa waktu berlakunya


agar bisa terus direvisi dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
b. Dilakukan sistem pendeteksian awal apa penyebab kenapa bisa terjadi
kekurangan stok obat. Ditelusuri mulai dari proses pendistribusian dari
depo Pusat, apotek BPHI, dan sektor. Pelajari pola penyebab terjadinya
KLB, seperti kelonjakan jumlah jemaah Haji dari tahun sebelumnya atau
faktor alam dan lingkungan.

29 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


30

c. Dibuat pemisahan yang jelas antara depo Pusat dan daker Mekkah, baik
dari tempat kerja dan tugas fungsionalnya.
d. Menambah sarana transportasi di Arab Saudi untuk pendistribusian obat,
salah satunya melalui kerja sama dengan sistem transportasi lokal di Arab
Saudi.
e. Membuat kerja sama transportasi dengan maskapai pesawat udara
komersial Indonesia agar bisa menerbangkan jenazah jemaah haji yang
wafat di Arab Saudi kembali ke tanah air.
f. Menambah dan memperbaharui sarana atau prasarana penyimpanan obat
di Arab Saudi, seperti pallet, Air Conditioner, lemari psikotropik, dan
lemari pendingin.
g. Menambah mekanisme lain yang relevan untuk tersedianya informasi yang
cepat dan akurat, mengingat waktu pelayanan pendek sedangkan jumlah
yang dilayani sangat banyak, seperti: SMS, online logistic system, dan lain
lain.

Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


DAFTAR ACUAN

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Pedoman Pengelolaan Obat


Publik dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta: Ditjen Binfar dan Alkes Direktorat
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Pedoman Teknis


Pemeriksaan Kesehatan Calon Jemaah Haji Indonesia. Jakarta: Ditjen
Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Materi Pelatihan


Pengelolaan Obat di Kabupaten/Kota. Jakarta: Ditjen Binfar dan Alkes.

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Teknis Pengadaan


Obat . Jakarta: Ditjen Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Pengelolaan Obat


Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta:
Ditjen Binfar dan Alkes.

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Pengelolaan Obat


dan Alat Kesehatan Haji. Jakarta: Ditjen Binfar dan Alkes Direktorat Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan.

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Penyelenggaraan


Kesehatan Haji (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
442/MENKES/SK/VI/2009). Jakarta: Ditjen Binfar dan Alkes.

MSH. (1998). Managing Drug Supply. New York: Kumarin Press.

31 Universitas Indonesia

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


32

Lampiran 1. Protap Pengadaan Obat Emergensi di Arab Saudi

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


33

Lampiran 2. Surat Keterangan Permohonan Pengadaan Obat Emergensi di Arab


Saudi

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


34

Lampiran 3. Contoh Berkas Berita Acara Serah Terima Obat dan Perbekalan
Kesehatan

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013


35

Lampiran 4. Berkas Daftar Obat dan Perbekalan Kesehatan

Laporan praktek…., Dian Rahma Bakti, FF, 2013

Anda mungkin juga menyukai