Epistemologi Islam dan epistemologi Barat melahirkan konsekuensi. Pertama konsekuensi
pembangunan ilmu dan klasifikasinya , ilmuwan barat lebih menekankan pengembangan ilmu kealaman sedangkan ilmuwan Muslim pramoderen tidak hanya mengembangkan ilmu kealaman ,akan tetapi juga ilmu metafisika. Ilmuwan barat pada era modern, hanya mengenal satu jenis rumpun ilmu yaitu ilmu-ilmu kealaman pada tahap berikutnya memiliki rumpun ilmu social dan ilmu humaniora. Sedangkan ilmuwan Muslim, sejak awal sudah mengenal klasifikasi ilmu yang komprehensif dan disusun secara hirarkis : ilmu metafisika yang menempati posisi tertinggi antara lain otologi, kosnologi, teologi, eskatalogi, dan disusul pada posisi menengah, mencakup antara lain aritmatika, geometri, aljabar, trigonometri dan music, dan terakhir rumpun ilmu fisika mencakup fisika, kimia, geologi, geografi, biologi, astronomi dan optika Kedua, konsekuensi pada penyikapan terhadap alam sebagai objek ilmu. Ilmuwan barat menganggap alam sebagai realitas otonom tanpa campur tangan Tuhan ,sedangkan ilmuwan Muslim menganggap alam sebagai tanda tanda Tuhan. Ilmuwan besar seperti Charles Darwin , Pierre Simin de Laplace, dan Sugmund Freud, dengan pengetahuan yang mendalam tentang fenomena alam mereka menolak keberadaan Tuhan, sedangkan ilmuwan Muslim yang meneguhkan keberadaan Tuhan. Jalal al-Din Rumin, misalnya, yang sama sama berteori seperti Darwin, yang menjadikan tuhan sebagai ‘Sebab Asal’ dan ‘Cinta Alam’ sebagai sebab derivative dari evolusi alam. Berbeda dengan Darwin yang beranggapan evolusi merupakan hokum seleksi alamiah yang berjalan sendiri tanpa campur tangan Tuhan. Misal lain, al-Biruni, yang menyatakan bahwa alam tidak lain adalah daya-daya yang mengatur segala sesuatu menurut rencana ilahi yang tidak mengenal kesia-siaan. Ini jelas berbeda dengan Laplace yang menyatakan bahwa alam dapat dijelaskan tanpa melibatkan Tuhan