Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

LANDASAN PENELAAHAN ILMU PENGETAHUAN ATAU UNSUR –


UNSUR FILSAFAT

Disusun Oleh :

Dimas Fahtur Dwi Kresna (151710383002)

An Nissa Dicky Nur F (151710383004)

Mohammad Febry C (151710383037)

Ahmad Bunan Zuhair (151710383046)

PROGRAM STUDI D-IV TEKNOLOGI RADIOLOGI PENCITRAAN


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah, yang berjudul “Landasan Penelaahan Ilmu
Pengetahuan atau Unsur - unsur Filsafat ” dengan baik.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu,
program studi D-IV Teknologi Radiologi Pencitraan Universitas Airlangga

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas materi yang kami
sajikan berdasarkan literatur dari berbagai sumber.Kesabaran dan terutama
pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Tentunya makalah ini tidaklah sempurna, untuk itu kami mohon kepada
pembaca atas saran dan kritiknya, untuk kesempurnaan makalah mendatang dan
semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Surabaya, 1 September2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2

1.4 Manfaat ..........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................3

2.1 Perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat ...............................................3

2.2Landasan Penelaahan Ontologi dalam Ilmu Pengetahuan .............................. 3

2.3Landasan Penelaahan Epistemologi dalam Ilmu Pengetahuan ....................... 5

2.4Landasan Penelaahan Aksiologi dalam Ilmu Pengetahuan ............................. 7

2.5Relevansi Epistemologi, Ontologi dan Aksiologi dengan Ilmu Politik ..........8

2.6Relevansi Epistemologi, Ontologi dan Aksiologi dengan Ilmu Antropologi11

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 14

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................14

3.2 Saran ............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan peradaban manusia tidak bisa terlepas dari adanya ilmu


pengetahuan.Ilmu pengetahuan digunakan sebagai pedoman dalam bertingkah
laku sehari-hari, karena ilmu pengetahuan mengandung pelajaran-pelajaran
yang bersifat benar dan sudah dibuktikan dalam penelitian maupun percobaan.

Seperti halnya ideologi, ilmu pengetahuan juga mempunyai landasan


di dalamnya, landasan ilmu pengetahuan digunakan sebagai pedoman dalam
penentuan ilmu pengetahun itu sendiri.

Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang sangat berkaitan, karena
kelahiran ilmu tidak lepas dari filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu
memperkuat perkembangan filsafat. Pengetahuan dimulai dari perasaan ragu -
ragu, kepastian dimulai dengan rasa ragu – ragu dan filsafat dimulai dengan
kedua – duanya. Filsafat telah mengubah pola pandangan bangsa Yunani dari
mitosentris menjadi logosentris.Dengan filsafat, pola pikir bangsa Yunani
yang selalu bergantung pada dewa diubah menjadi pola pikir rasio.

Sebagai manusia yang diberikan akal pikiran oleh Allah SWT,


manusia menggunakannya untuk berfikir secara kritis dan membangun.Oleh
karena itu, manusia yang diberikan akal pikiran harus mengetahui ilmu
pengetahuan, agar hidupnya menjadi lebih baik.

Tugas filsafat ilmu pengetahuan adalah membuka pikiran kita untuk


mempelajari dengan serius proses logis dan imajinatif dalam cara kerja illmu
pengetahuan. Namun dengan itu saja tidak cukup metode ilmu pengetahuan
juga haruss berbicara tentang hubungan antara ilmu pengetahuan dan
masyarakat.(Sonny Keraf, A & Dua, M. 2001.Ilmu Pengetahuan, Sebuah
Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Kanisius. )

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apa perbedaan ilmu pengetahaun denganfilsafat ?
2. Apakah landasan penelaahan ontologi dalam ilmu pengetahuan?
3. Apakah landasan penelaahan epistemology dalam ilmu pengetahuan?
4. Apakah landasan penelaahan aksiologi dalam ilmu pengetahuan?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan yang dapat penulis rumuskan adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui landasan penelaahan ontologi dalam ilmu pengetahuan.
2) Untuk mengetahui landasan penelaahan epistemologi dalam ilmu
pengetahuan
3) Untuk mengetahui landasan aksiologi dalam ilmu pengetahuan.
4) Untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat ilmu fakultas vokasi
Universitas Airlangga.
5) Menjadikan makalah ini sebagai literature tambahan bagi pembaca.

1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah:


1. Bagi penulis, penulis bisa menulis makalah yang benar dan sesuai dengan
sistimatika penulisan yang sesuai standar.
2. Bagi pembaca, pembaca dapat menambah pengetahuan dari makalah ini.
3. Bagi pembaca, pembaca dapat memperluas pengetahuannya mengenai
landasan penelaahan yang ada dalam ilmu pengetahuan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat

Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan


koheren tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan.Pada dasarnya ilmu
pengetahuan adalah metode induktif – empiris dalam memperoleh ilmu
pengetahuan.Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren
tentang seluruh kenyataan.

Diadopsi dari Buku Filsafat Ilmu Drs. Kuntjojo,M.Pd, Universitas Nusantara PGRI Kediri, 2009

Tetapi hasil filsafat kurang konkert dan kurang berguna namun filsafat
masih tetap dibutuhkan sebagai suatu “forum” suatu tempat diman
dibicarakan soal-soal yang dating sebelum dan sesudah semua ilmu lain.
Karena sesudahnya semua ilmu menghadapi pertanyaan yang mengatas batas
– batas spesialisasi mereka .

2.2 Landasan Penelaahan Ontologi dalam Ilmu Pengetahuan


Landasan ontoligi adalah tentang obyek yang ditelaah ilmu , hal ini
berarti tiap ilmu harus mempunyai obyek penelaahan yang jelas merupakan
cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada untuk
memberikan jawaban atas pertanyaan. Ontologi merupakan salah satu di
antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno.Awal mula alam
pikiran Yunani telah menunjukan munculnya perenungan di bidang ontologi.
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada
dan yang mungkin adalah realitas; real artinya kenyataan yang
sebenarnya.Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan
kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang
berubah.
Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk
menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy
dan merupakan ilmu mengenai esensi benda.Menurut salah satu filsuf
S.Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam Prespektif mengatakan, ontologi
membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau

3
dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”.
Sementara itu, A. Dardiri dalam bukunya Humaniora, filsafat, dan logika
mengatakan, ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata
secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari kategori-
kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal universal, abstraksi)
dapat dikatakan ada.

Dari teori hakikat ( ontologi) ini munculah beberapa aliran dalam filsafat
antara lain :

a. Filsafat Materialisme.
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi,
bukan rohani.Aliran ini sering juga disebut dengan
naturalisme.Mernurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-
satunya fakta.Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh
tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh
merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan dengan
salah satu cara tertentu.
Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor:IPB Press.
b. Filsafat Idealisme
Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme.Idealisme berarti
serba cita sedang spiritualisme berarti serba ruh.Idealisme diambil dari
kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.Aliran ini beranggapan
bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh
(sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menempati ruang.Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada
penjelmaan ruhani.
Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor:IPB Press.
c. Filsafat Dualisme
Aliran dualismeadalah aliran yang mencoba memadukan antara
dua paham yang saling bertentangan, yaitu materialisme dan
idealisme.Menurut aliran dualisme materi maupun ruh sama-sama

4
merupakan hakikat.Materi muncul bukan karena adanya ruh, begitu pun
ruh muncul bukan karena materi.
Aliran dualisme berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam
hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani,
benda dan ruh, jasad dan spirit.Sama-sama hakikat.Kedua macam hakikat
itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan
abadi.Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini.
Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini
dalam diri manusia. Tokoh paham ini adalah Descrates (1596-1650 M)
yang dianggap sebagai bapak filsafat modern.Ia menamakan kedua
hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang
(kebendaan).

d. Filsafat Agnotisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengakui
hakikat benda.Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Timbul aliran
ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri
dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya
suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancedent.Aliran ini dapat kita
temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Sren
Kierkegaar, Heidegger, Sartre, dan Jaspers. Soren Kierkegaard (1813-
1855).
Jadi agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan
terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda materi maupun
rohani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa
manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikat bahkan menyerah
sama sekali.

5
2.3 Landasan Penelaahan Epistemologi dalam Ilmu Pengetahuan
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theori of
knowledge).Epistemologi adalah cabang filsafat yang berurusan dengan
hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian – pengandaian, dan dasar –
dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan
yang dimiliki.1
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah:
(1) Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?
(2) Dari mana pengtahuan itu dapat diperoleh?
(3) Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai?
(4) Apa perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman)
dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman).
Epistemologi dapat dari berbagai macam pengertian : mengetahui,
pengetahuan, kepastian atau kebenaran pengetahuan, dan sebagainya.2

Epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tata cara menggunakan sarana


tersebut untuk mencapai pengetahuan.

Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan


lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya
adalah:
1. Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-
pernyatan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih
umum.Yang bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal sampai pada
pernyataan-pernyataan universal.
2. Metode Deduktif

1
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 148.

2
Sutardjo A. W, Pengantar Filsafat: Sistematika dan Sejarah Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu
(Epistemologi), Metafisika dan Filsafat Manusia, Aksiologi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009),
hlm. 113.

6
Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data
empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.Hal-
hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan
logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
3. Metode Positivisme
Metode dari August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal
dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia
mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada sebagai
fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara
positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian
metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada
bidang gejala-gejala saja.

4. Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal
manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan
pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan sutu kemampuan akal
yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini
bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-
Ghazali.
5. Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab
untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh
Socrates.Namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika
berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode
penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa
yang terkandung dalam pandangan.

7
2.4 Landasan Penelaahan Aksiologi dalam Ilmu Pengetahuan
Pengertian aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti
nilai dan logos yang berarti teori.Jadi aksiologi adalah “Teori tentang nilai”.3
Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai
yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan
suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-
perbuatan manusia. Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk
membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain.
Objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan
mempelajari tingkah laku manusia baik buruk.Sedangkan estetika berkaitan
denganj nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia
terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran
yang menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat
tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu
gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas
benar-benar ada.4
Nilai dalam ilmu pengetahuan.Seorang ilmuwan harus bebas dalam
menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen.
Kebebasan inilah yang nantinya akan dapat mengukur kualitas
kemampuannya. Ketika seorang ilmuwan bekerja, dia hanya tertuju pada
kerja proses ilmiah dan tujuan agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai
objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat dengan nilai-
nilai subjektif, seperti; agama, adat istiadat.
Tetapi perlu disadari setiap penemuan ilmu pengetahuan bisa
berdampak positif dan negatif.Dalam hal ini ilmuwan terbagi dua golongan

3
A. Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis,
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 116.

4
Risieri Frondiz, What Is Value, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm.20.

8
pendapat.Golongan pertama berpendapat mengenai kenetralan ilmu. Ilmuwan
hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk
menggunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu
terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan
dalam penggunaannya haruslah berlandaskan nilai-nilai moral, sebagai
ukuran kepatutannya.
2. 5Relevansi Epistemologi, Ontologi dan Aksiologi dengan Ilmu Politik
Relevansi Ilmu Politik dengan ketiga cabang filsafat (ontologi,
epistemologi, dan aksiologi) adalah sama-sama mempelajari tentang hakikat
manusia dalam masyarakat politik. Ilmu politik berelevansi dengan ontologi
karena ontologi mempelajari sesuatu yang berada, misalnya Ilmu Politik
mempelajari tentang semua teori politik pada masa lalu, sekarang dan masa
yang akan datang. Dalam ontologi membahas segala sesuatu ada berdasarkan
beberapa aliran, ada yang mengemukakan bahwa segala nya berasal dari satu
sumber.Filsuf modern yang menganut aliran ini adalah B.Spinoza
berpendapat bahwa hanya ada satu substansi yaitu Tuhan.Aliran yang
demikian disebut aliran Monisme.

Aliran yang menyatakan bahwa ada dua substansi disebut Dualisme yang
memilahkan bahwa ada dua dunia yaitu dunia sesungguhnya dengan dunia
mungkin.Aliran yang ketiga adalah Pluralisme yang menyatakan bahwa ada
banyak substansi.Sedangkan yang mempelajari tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan religi adalah aliran spiritualisme.Spiritualisme di sini
memiliki banyak arti, diantaranya bahwa kenyataan yang terdalam adalah
roh.Dapat juga digunakan untuk istilah keagamaan.

Mempelajari Ilmu Politik diperlukan suatu ilmu pengetahuan, informasi,


penalaran, maka di sinilah peran Epistomologi.Pengetahuan didapat dari
pengamatan. Di dalam pengamatan indrawi tidak dapat ditetapkan apa yang
subjektif dan apa yang objektif. Dikatakan bahwa sifat pengamatan adalah
konkret seperti halnya ilmu Ilmu Politik yang mempelajari sesuatu yang
konkret artinya isi yang diamati adalah sesuatu yang benar-benar dapat
diamati dan terjadi dalan kehidupan manusia.

9
Dasar ontologis ilmu.Pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari
ilmu politik.Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu politik
adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu politik melalui
pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris.

Di dalam situasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya
menjadi makhluk berperilaku individual dan atau makhluk sosial yang
berperilaku kolektif.Hal itu boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas pada
ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya
konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh system nilai tertentu. Akan tetapi
pada latar mikro, sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan
antarpribadi yang menjadi syarat mutlak bagi terlaksananya kegiatan politik
dan manusia, yaitu kegiatan yang berskala mikro.

Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang berkepribadian sendiri


secara utuh memperlakukan peserta didiknya secara terhormat sebagai pribadi
pula, terlepas dari factor umum, jenis kelamin ataupun pembawaanya. Jika
pendidik tidak bersikap afektif utuh demikian maka menurut Gordon
(1975:Ch. I) akan terjadi mata rantai yang hilang atas faktor hubungan
tersebut. Dengan begitu manusia dan politik hanya akan terjadi secara
kuantitatif sekalipun bersifat optimal.

Dasar epistemologis ilmu politik dan antropologi dasar epistemologis


diperlukan oleh para politisi untuk mengembangkan ilmunya secara produktif
dan bertanggung jawab.Sekalipun pengumpulan data di lapangan sebagian
dapat dilakukan oleh tenaga pemula, namun telaah atas objek formil ilmu
politik memerlukan pendekatan fenomenologis yang menjalin studi empirik
dengan studi kualitatif –fenomenologis.

Pendekatan fenomelomogis itu bersifat kualitatif, artinya melibatkan


pribadi dan diri peneliti sebagai instrumen pengumpulan data secara
pascapositivisme.Karena itu, penelaah dan pengumpulan data diarahkan oleh
politisi atau ilmuwan sebagai pakar yang jujur dan menyatu dengan
objeknya.Karena penelitian tertuju tidak hanya pemahaman dan pengertian
(verstehen, Bodgan & Biklen, 1982) melainkan untuk mencapai kearifan

10
tentang fenomena pendidikan maka validitas internal harus dijaga betul dalam
berbagai bentuk penilitian koasi eskperimental, penilitian tindakan, penelitian
etnografis, dan penilitian expost facto.

Inti dasar epistemologi ini adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam
menjelaskan objek formalnya, telaah ilmu politik dan antropologi tidak hanya
mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan
ilmu politik dan sebagai ilmu otonom yang mempunyai objek formil sendiri
atau probelamtika sendiri sekalipun tidak dapat hanya menggunakan
pendekatan kuantiatif ataupun eksperimental (Campbell & Stanley,
1963).Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara
korespondensi, secara korehen dan sekaligus secara praktis dan atau
pragmantis (Randall & Buchler, 1942).

Dasar aksiologis ilmu politik. Kemanfaatan teori politik tidak hanya


perlu sebagai ilmu yang otonom, tetapi juga diperlukan untuk memberikan
dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan
manusia secara beradab. Oleh karena itu, nilai ilmu politik tidak hanya
bersifat intrinsik sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai
ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak
dalam praktik melalui control terhadap pengaruh yang positif dalam
politik.Dengan demikian ilmu-ilmu tersebut tidak bebas nilai mengingat
hanya terdapat batas yang sangat tipis. Dalam hal ini relevan sekali untuk
memperhatikan politik sebagai bidang yang sarat nilai seperti dijelaskan oleh
Phenix (1966), namun, harus diakui bahwa ilmu politik belum jaun
pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu
perilaku, khususnya di Indonesia. Implikasinya ialah bahwa ilmu politik lebih
dekat kepada ilmu perilaku kepada ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak
pendirian lain bahwa di dalam kesatuan ilmu-ilmu terdapat unifikasi satu-
satunya metode ilmiah (Karl Paerson. 1990).

2.6 Relevansi Epistemologi, Ontologi dan Aksiologi dengan Ilmu Antropologi

Relevansi Antropologi dengan kegita cabang filsafat adalah sama-sama


mempelajari tentang manusia.Antropologi berelevansi dengan ontology

11
karena ontologi mempelajari sesuatu yang berada. Jika seseorang melihat
sesuatu kemudian mengatakan tentang sesuatu tersebut, dikatakan ia telah
mempunyai pengetahuan mengenai sesuatu tersebut. Pengetahuan adalah
sesuatu yang tergambar di dalam pikiran kita. Misal ia melihat manusia,
kemudian mengatakan itu adalah manusia. Ini berarti ia telah mempunyai
pengetahuan tentang manusia. Jika ia telah meneruskan bertanya lebih lanjut
mengenai pengetahuan tentang manusia, misalnya dari mana asalnya
bagaimana susunannya, kemana tujuannya dan sebagainya, akan diperoleh
jawaban yang lebih terperinci mengenai manusia tersebut.

Selanjutnya, jika seseorang masih bertanya terus mengenai apa manusia


itu atau apa hakikat manusia itu, maka jawabannya berupa suatu “filsafat”.
Dalam hal ini yang dikemukakan bukan lagi susunan tubuhnya,
kebudayaannya dan hubungannya dengan sesame manusia, tetapi hakikat
manusia yang ada dibalik tubuh, kebudayaan dan hubungan tadi.

Ada beberapa pernyataan mengenai manusia yang dapat digolongkan


sebagai bernilai filsafati, antara lain: Aristoteles dan Ernest Cassier.

Aristoteles.Menurutnya Manusia adalah animal rationale.Karena,


menurutnya, terdapat beberapa tahap perkembangan:

1. Benda mati (-> tumbuhan -> binatang -> manusia)


2. Tumbuhan = benda mati + hidup (-> tumbuhan memiliki jiwa
hidup)
3. Binatang = benda mati + hidup + perasaan (-> binatang memiliki
jiwa perasaan)
4. Manusia = benda mati + hidup + akal (-> manusia memiliki jiwa
rasional)

Manusia adalah zoon poolitikon, makhluk sosial.Manusia adalah


“makhluk hylemofik”, terdiri atas materi dan bentuk-bentuk.

Ernest Cassier.Manusia adalah animal simbolikum.Manusia ialah


binatang yang mengenal simbol, misalnya adat-istiadat, kepercayaan,

12
bahasa.Inilah kelebihan manusia jika dibandingkan dengan makhluk
lainnya.Itulah sebabnya manusis dapat mengembangkan dirinya jauh lebih
hebat daripada binatang yang hanya mengenal tanda dan bukan simbol.

Telah disebutkan beberapa contoh mengenai bentuk jawaban yang


berupa filsafat.Dari contoh tersebut, filsafat adalah pendalaman lebih lanjut
dari ilmu (hasil pengkajian filsafat selanjutnya menjadi dasar bagi eksistensi
ilmu).Di sinilah batas kemampuan akal manusia. Dengan akalnya ia tidak
dapat menjawab pertanyaan yang lebih dalam lagi mengenai manusia.
Dengan akalnya, menusia hanya mampu memberi jawaban dalam batas-batas
tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Immanuel Kant dalam kritiknya
terhadap rasio yang murni, yaitu manusia hanya dapat mengenal fenomena
belaka, sedang bagaimana nomena-nya ia tidak tahu.

Mempelajari Antropologi diperlukan suatu ilmu pengetahuan, informasi,


penalaran, maka disinilah peran Epistemologi.Pengetahuan didapat dari
pengamatan. Di dalam pengamatan indrawi tidak dapat ditetapkan apa yang
subjektif dan apa yang objektif. Dikatakan bahwa sifat pengamatan adalah
konkret seperti halnya Ilmu Politik dan Antropologi yang mempelajari
sesuatu yang konkret artinya isi yang diamati adalah sesuatu yang benar-
benar dapat diamati dan terjadi dalam kehidupan manusia.

Ahmad Tafsir.2004. Filsafat Ilmu : Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

Pengetahuan.Bandung: Remaja BosdaKary

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Landasan penelaahan dalam ilmu pengetahuan itu dibedakan menjadi tiga
buah, yaitu:
1. Landasan Ontologi
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan
hakikat sesuatu yang ada.Ontologi merupakan salah satu di antara
lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Di dalam
pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok
pemikiran, seperti: Monoisme, Dualisme, Pluralisme, Nihilisme dan
Agnotisme.
2. Landasan Epistemologi
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya
(validitas) pengetahuan.
Epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tata cara menggunakan
sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh
oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode
tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah: Metode Induktif,
Metode Deduktif, Metode Positivisme, Metode Kontemplatif, dan Metode
Dialektis.
3. Landasan Aksiologi
Landasan aksiologi adalah Teori tentang nilai. Nilai yang dimaksud
adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam
filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.

14
3.2 Saran
Dari makalah yang telah penulis buat, penulis dapat memeberikan saran
sebagai berikut:
1. Sebaiknya makalah ini dijadikan sebagai bacaan bagi masyarakat luas,
agar nantinya masyarakat mengetahui tentang apa itu landasan penelaahan
dalam ilmu pengetahuan.
2. Sebaiknya diadakan kembali peninjauan terhadap makalah ini, sehingga
bisa menjadi makalah yang lebih sempurna.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adib, Mohammad. 2010. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan


Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bakhtiar, Amsal. 2006. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Liang Gie, T. 1996. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.

Sonny Keraf, A & Dua, M. 2001.Ilmu Pengetahuan, Sebuah Tinjauan Filosofis.


Yogyakarta: Kanisius.

Suriasumantri, J.S. 1882. Filsafat Ilmu ; Sebuah Pengantar Populer. Pustaka


Sinar Harapan. Jakarta.

Susanto, A. 2011.Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,


Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Wiramihardja, S. A. 2009. Pengantar Filsafat: Sistematika dan Sejarah Filsafat,


Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemologi), Metafisika dan Filsafat Manusia,
Aksiologi. Bandung: PT Refika Aditama.

16

Anda mungkin juga menyukai