Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah, yang berjudul “Landasan Penelaahan Ilmu
Pengetahuan atau Unsur - unsur Filsafat ” dengan baik.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu,
program studi D-IV Teknologi Radiologi Pencitraan Universitas Airlangga
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas materi yang kami
sajikan berdasarkan literatur dari berbagai sumber.Kesabaran dan terutama
pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Tentunya makalah ini tidaklah sempurna, untuk itu kami mohon kepada
pembaca atas saran dan kritiknya, untuk kesempurnaan makalah mendatang dan
semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Surabaya, 1 September2018
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat dan Ilmu adalah dua kata yang sangat berkaitan, karena
kelahiran ilmu tidak lepas dari filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu
memperkuat perkembangan filsafat. Pengetahuan dimulai dari perasaan ragu -
ragu, kepastian dimulai dengan rasa ragu – ragu dan filsafat dimulai dengan
kedua – duanya. Filsafat telah mengubah pola pandangan bangsa Yunani dari
mitosentris menjadi logosentris.Dengan filsafat, pola pikir bangsa Yunani
yang selalu bergantung pada dewa diubah menjadi pola pikir rasio.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apa perbedaan ilmu pengetahaun denganfilsafat ?
2. Apakah landasan penelaahan ontologi dalam ilmu pengetahuan?
3. Apakah landasan penelaahan epistemology dalam ilmu pengetahuan?
4. Apakah landasan penelaahan aksiologi dalam ilmu pengetahuan?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan yang dapat penulis rumuskan adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui landasan penelaahan ontologi dalam ilmu pengetahuan.
2) Untuk mengetahui landasan penelaahan epistemologi dalam ilmu
pengetahuan
3) Untuk mengetahui landasan aksiologi dalam ilmu pengetahuan.
4) Untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat ilmu fakultas vokasi
Universitas Airlangga.
5) Menjadikan makalah ini sebagai literature tambahan bagi pembaca.
1.4 Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diadopsi dari Buku Filsafat Ilmu Drs. Kuntjojo,M.Pd, Universitas Nusantara PGRI Kediri, 2009
Tetapi hasil filsafat kurang konkert dan kurang berguna namun filsafat
masih tetap dibutuhkan sebagai suatu “forum” suatu tempat diman
dibicarakan soal-soal yang dating sebelum dan sesudah semua ilmu lain.
Karena sesudahnya semua ilmu menghadapi pertanyaan yang mengatas batas
– batas spesialisasi mereka .
3
dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”.
Sementara itu, A. Dardiri dalam bukunya Humaniora, filsafat, dan logika
mengatakan, ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata
secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari kategori-
kategori yang logis yang berlainan (objek-objek fisis, hal universal, abstraksi)
dapat dikatakan ada.
Dari teori hakikat ( ontologi) ini munculah beberapa aliran dalam filsafat
antara lain :
a. Filsafat Materialisme.
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi,
bukan rohani.Aliran ini sering juga disebut dengan
naturalisme.Mernurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-
satunya fakta.Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh
tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh
merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan dengan
salah satu cara tertentu.
Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor:IPB Press.
b. Filsafat Idealisme
Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme.Idealisme berarti
serba cita sedang spiritualisme berarti serba ruh.Idealisme diambil dari
kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.Aliran ini beranggapan
bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh
(sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menempati ruang.Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada
penjelmaan ruhani.
Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor:IPB Press.
c. Filsafat Dualisme
Aliran dualismeadalah aliran yang mencoba memadukan antara
dua paham yang saling bertentangan, yaitu materialisme dan
idealisme.Menurut aliran dualisme materi maupun ruh sama-sama
4
merupakan hakikat.Materi muncul bukan karena adanya ruh, begitu pun
ruh muncul bukan karena materi.
Aliran dualisme berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam
hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani,
benda dan ruh, jasad dan spirit.Sama-sama hakikat.Kedua macam hakikat
itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan
abadi.Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini.
Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini
dalam diri manusia. Tokoh paham ini adalah Descrates (1596-1650 M)
yang dianggap sebagai bapak filsafat modern.Ia menamakan kedua
hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang
(kebendaan).
d. Filsafat Agnotisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengakui
hakikat benda.Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Timbul aliran
ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri
dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya
suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancedent.Aliran ini dapat kita
temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Sren
Kierkegaar, Heidegger, Sartre, dan Jaspers. Soren Kierkegaard (1813-
1855).
Jadi agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan
terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda materi maupun
rohani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang berpendapat bahwa
manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikat bahkan menyerah
sama sekali.
5
2.3 Landasan Penelaahan Epistemologi dalam Ilmu Pengetahuan
Epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theori of
knowledge).Epistemologi adalah cabang filsafat yang berurusan dengan
hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian – pengandaian, dan dasar –
dasarnya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan
yang dimiliki.1
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah:
(1) Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu?
(2) Dari mana pengtahuan itu dapat diperoleh?
(3) Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai?
(4) Apa perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra pengalaman)
dengan pengetahuan a posteriori (pengetahuan purna pengalaman).
Epistemologi dapat dari berbagai macam pengertian : mengetahui,
pengetahuan, kepastian atau kebenaran pengetahuan, dan sebagainya.2
1
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 148.
2
Sutardjo A. W, Pengantar Filsafat: Sistematika dan Sejarah Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu
(Epistemologi), Metafisika dan Filsafat Manusia, Aksiologi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009),
hlm. 113.
6
Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data
empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.Hal-
hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan
logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri.
3. Metode Positivisme
Metode dari August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal
dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia
mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada sebagai
fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara
positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian
metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada
bidang gejala-gejala saja.
4. Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal
manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan
pun akan berbeda-beda harusnya dikembangkan sutu kemampuan akal
yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini
bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-
Ghazali.
5. Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab
untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh
Socrates.Namun Plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika
berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode
penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa
yang terkandung dalam pandangan.
7
2.4 Landasan Penelaahan Aksiologi dalam Ilmu Pengetahuan
Pengertian aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti
nilai dan logos yang berarti teori.Jadi aksiologi adalah “Teori tentang nilai”.3
Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai
yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan
suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-
perbuatan manusia. Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk
membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain.
Objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan
mempelajari tingkah laku manusia baik buruk.Sedangkan estetika berkaitan
denganj nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia
terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran
yang menilai. Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat
tentang objektivisme. Objektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu
gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas
benar-benar ada.4
Nilai dalam ilmu pengetahuan.Seorang ilmuwan harus bebas dalam
menentukan topik penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen.
Kebebasan inilah yang nantinya akan dapat mengukur kualitas
kemampuannya. Ketika seorang ilmuwan bekerja, dia hanya tertuju pada
kerja proses ilmiah dan tujuan agar penelitiannya berhasil dengan baik. Nilai
objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat dengan nilai-
nilai subjektif, seperti; agama, adat istiadat.
Tetapi perlu disadari setiap penemuan ilmu pengetahuan bisa
berdampak positif dan negatif.Dalam hal ini ilmuwan terbagi dua golongan
3
A. Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis,
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm. 116.
4
Risieri Frondiz, What Is Value, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm.20.
8
pendapat.Golongan pertama berpendapat mengenai kenetralan ilmu. Ilmuwan
hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk
menggunakannya. Golongan kedua berpendapat bahwa netralitas ilmu
terhadap nilai-nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan
dalam penggunaannya haruslah berlandaskan nilai-nilai moral, sebagai
ukuran kepatutannya.
2. 5Relevansi Epistemologi, Ontologi dan Aksiologi dengan Ilmu Politik
Relevansi Ilmu Politik dengan ketiga cabang filsafat (ontologi,
epistemologi, dan aksiologi) adalah sama-sama mempelajari tentang hakikat
manusia dalam masyarakat politik. Ilmu politik berelevansi dengan ontologi
karena ontologi mempelajari sesuatu yang berada, misalnya Ilmu Politik
mempelajari tentang semua teori politik pada masa lalu, sekarang dan masa
yang akan datang. Dalam ontologi membahas segala sesuatu ada berdasarkan
beberapa aliran, ada yang mengemukakan bahwa segala nya berasal dari satu
sumber.Filsuf modern yang menganut aliran ini adalah B.Spinoza
berpendapat bahwa hanya ada satu substansi yaitu Tuhan.Aliran yang
demikian disebut aliran Monisme.
Aliran yang menyatakan bahwa ada dua substansi disebut Dualisme yang
memilahkan bahwa ada dua dunia yaitu dunia sesungguhnya dengan dunia
mungkin.Aliran yang ketiga adalah Pluralisme yang menyatakan bahwa ada
banyak substansi.Sedangkan yang mempelajari tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan religi adalah aliran spiritualisme.Spiritualisme di sini
memiliki banyak arti, diantaranya bahwa kenyataan yang terdalam adalah
roh.Dapat juga digunakan untuk istilah keagamaan.
9
Dasar ontologis ilmu.Pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari
ilmu politik.Adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu politik
adapun aspek realitas yang dijangkau teori dan ilmu politik melalui
pengalaman pancaindra ialah dunia pengalaman manusia secara empiris.
Di dalam situasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya
menjadi makhluk berperilaku individual dan atau makhluk sosial yang
berperilaku kolektif.Hal itu boleh-boleh saja dan dapat diterima terbatas pada
ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar mengingat adanya
konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh system nilai tertentu. Akan tetapi
pada latar mikro, sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan
antarpribadi yang menjadi syarat mutlak bagi terlaksananya kegiatan politik
dan manusia, yaitu kegiatan yang berskala mikro.
10
tentang fenomena pendidikan maka validitas internal harus dijaga betul dalam
berbagai bentuk penilitian koasi eskperimental, penilitian tindakan, penelitian
etnografis, dan penilitian expost facto.
Inti dasar epistemologi ini adalah agar dapat ditentukan bahwa dalam
menjelaskan objek formalnya, telaah ilmu politik dan antropologi tidak hanya
mengembangkan ilmu terapan melainkan menuju kepada telaah teori dan
ilmu politik dan sebagai ilmu otonom yang mempunyai objek formil sendiri
atau probelamtika sendiri sekalipun tidak dapat hanya menggunakan
pendekatan kuantiatif ataupun eksperimental (Campbell & Stanley,
1963).Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat diperlukan secara
korespondensi, secara korehen dan sekaligus secara praktis dan atau
pragmantis (Randall & Buchler, 1942).
11
karena ontologi mempelajari sesuatu yang berada. Jika seseorang melihat
sesuatu kemudian mengatakan tentang sesuatu tersebut, dikatakan ia telah
mempunyai pengetahuan mengenai sesuatu tersebut. Pengetahuan adalah
sesuatu yang tergambar di dalam pikiran kita. Misal ia melihat manusia,
kemudian mengatakan itu adalah manusia. Ini berarti ia telah mempunyai
pengetahuan tentang manusia. Jika ia telah meneruskan bertanya lebih lanjut
mengenai pengetahuan tentang manusia, misalnya dari mana asalnya
bagaimana susunannya, kemana tujuannya dan sebagainya, akan diperoleh
jawaban yang lebih terperinci mengenai manusia tersebut.
12
bahasa.Inilah kelebihan manusia jika dibandingkan dengan makhluk
lainnya.Itulah sebabnya manusis dapat mengembangkan dirinya jauh lebih
hebat daripada binatang yang hanya mengenal tanda dan bukan simbol.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Landasan penelaahan dalam ilmu pengetahuan itu dibedakan menjadi tiga
buah, yaitu:
1. Landasan Ontologi
Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan
hakikat sesuatu yang ada.Ontologi merupakan salah satu di antara
lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Di dalam
pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok
pemikiran, seperti: Monoisme, Dualisme, Pluralisme, Nihilisme dan
Agnotisme.
2. Landasan Epistemologi
Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang
mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya
(validitas) pengetahuan.
Epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tata cara menggunakan
sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh
oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode
tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya adalah: Metode Induktif,
Metode Deduktif, Metode Positivisme, Metode Kontemplatif, dan Metode
Dialektis.
3. Landasan Aksiologi
Landasan aksiologi adalah Teori tentang nilai. Nilai yang dimaksud
adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam
filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
14
3.2 Saran
Dari makalah yang telah penulis buat, penulis dapat memeberikan saran
sebagai berikut:
1. Sebaiknya makalah ini dijadikan sebagai bacaan bagi masyarakat luas,
agar nantinya masyarakat mengetahui tentang apa itu landasan penelaahan
dalam ilmu pengetahuan.
2. Sebaiknya diadakan kembali peninjauan terhadap makalah ini, sehingga
bisa menjadi makalah yang lebih sempurna.
15
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal. 2006. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
16