Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
JUDUL :
INMUNE-MEDIATED HAEMOLYTIC ANAEMIA
oleh:
Febrianti 1409005043
Yessie Yulianda 1509005035
Richard Christian Daud 1709511001
I Gede Arya Mas Sosiawan 1709511002
Putu Yunika Cahyanti 1709511003
Regina B Br Ginting 1709511005
Doni Damara 1709511006
Agustina Lesmauli Nazara 1709511007
Jeremy Christian Luwis 1709511008
Salsabila Qutrotu’ain 1709511009
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
pertolongan-Nya kami dapat menyelesaiakan makalah Patologi Klinik Veteriner
yang berjudul “Inmune-Mediated Haemolytic Anaemia”. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah memberi kami
waktu untuk menyelesaikan makalah ini. Dalam pembuatan makalah ini tentunya
banyak kesulitan yang kami hadapi, tetapi alhamdulillah kami dapat
menyelesaikannya. Kami tahu dalam penyelesaian tugas ini, masih banyak yang
belum sempurna, oleh karena itu kami harapkan saran dan masukan dari dosen atau
siapapun yang ahli dalam bidangnya, sehingga pembahasan mengenai makalah
Patologi Klinik Veteriner ini akan menjadi lebih baik lagi. Karena itu kami berharap
semoga pembahasan makalah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita
bersama.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Sampul
Kata Pengantar ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 2
2.1 Definisi Hematologi Veteriner ................................................................ 3
2.2 Fisiologi Eristrosit Dan Leukosit ............................................................ 4
2.3 Penjelasan Tentang Anemia .................................................................... 8
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 11
3.1 Hasil Pemeriksaan ................................................................................... 11
3.2 Pembahasan Penyebab Setiap Kelainan .................................................. 13
3.3 Interpretasi Atau Diagnosa...................................................................... 18
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 20
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 20
4.2 Saran ....................................................................................................... 20
Daftar Pustaka ...................................................................................................... 21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaiman hasil test hematologi pada anjing Australian Sheperd?
1.2.2 Bagaimana diagnosa atau interpretasi hasil pemeriksaan hematologi?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui hasil test hematologi pada anjing Australian Sheperd
dan diagnosa atau interpretasi hasil pemeriksaan hematologi.
1.4 Manfaat
Penulisan paper ini mengharapkan pembaca terutama mahasiswa dapat
mengetahui dan lebih memahami cara menginterpretasikan hasil laboratorium
dari sebuah penyakit.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
leukosit secara garis besar digolongkan sebagai berikut : a) granulosit yang
terdiri dari neutrofil, eosinofil, basofil, dan b) agranulosit yang terdiri dari
monosit dan limfosit.
2.2.1 Eritrosit
Eritrosit mamalia memiliki diameter rata-rata sebesar 7,5 µm.
Eritrosit merupakan sel cakram tak berinti berbentuk bikonkaf dengan
pinggiran sirkuler yang tebalnya sekitar 1,5 µm dan pusatnya tipis.
Cakram tersebut memiliki permukaan yang relatif luas untuk pertukaran
oksigen melintasi membran sel. Salah satu penyebab naiknya jumlah
eritrosit adalah meningkatnya suhu tubuh, dikarenakan dengan suhu
tubuh yang meningkat akan menyebabkan aktivitas penyerapan oksigen
meningkat. Eritrosit rentan terhadap terjadinya peroksidasi lipid karena
4
struktur membran eritrosit yang kaya asam lemak tak jenuh sehingga
membran tidak stabil dan sel lisis.
Eritrosit berfungsi dalam penyediaan oksigen untuk kebutuhan
energi dalam rangka metabolisme karena adanya hemoglobin.
Hemoglobin merupakan protein majemuk, terdiri atas protein sederhana
(globin) dan heme. Hemoglobin berfungsi untuk mengangkut oksigen
dari kedua paru-paru ke jaringan tubuh dan mengangkut karbondioksida
dari jaringan tubuh ke kedua paru-paru. Hemoglobin dipengaruhi oleh
umur hewan, spesies, lingkungan, pakan, ada tidaknya kerusakan
eritrosit dan penanganan darah saat pemeriksaan.
Eritrosit berasal dari hemositoblast, proses pembentukannya
dinamakan eritropoiesis (Guyton dan Hall, 2006) dan diatur melalui
mekanisme umpan balik yang dipengaruhi jumlah oksigen dalam darah.
Kecepatan eritropoiesis akan meningkat dengan menurunnya jumlah
eritrosit. Pada kondisi jumlah O2 menurun, hati akan banyak melepas
globulin dan ginjal akan memproduksi lebih banyak faktor eritropoietik
yang akan saling berinteraksi membentuk eritropoietin. Eritropoietin
yang terbentuk akan merangsang terjadinya proses eritropoiesis sehingga
jumlah eritrosit meningkat. Namun apabila jumlah O2 meningkat maka
produksi globulin dan faktor eritropoietik akan menurun.
Penurunan jumlah eritrosit dapat terjadi apabila prekursor seperti
zat besi dan asam amino yang membantu dalam pembentukan eritrosit
kurang. Kurangnya prekursor tersebut dikarenakan adanya gangguan
penyerapan gizi yang berkurang sehingga dapat memengaruhi organ
yang berperan dalam produksi sel darah. Gagalnya pembentukan eritrosit
akan mengakibatkan bentuk eritrosit tidak teratur, memiliki membran
sangat tipis, besar, bentuknya oval yang berbeda dengan bentuk normal
sehingga dapat memengaruhi pengangkutan oksigen ke jaringan tubuh
(Guyton dan Hall, 2006).
2.2.2 Leukosit
Leukosit merupakan sel darah yang memiliki inti. Leukosit
memiliki ukuran sel yang lebih besar, tetapi jumlah yang lebih sedikit
5
dibandingkan dengan eritrosit. Leukosit berfungsi sebagai sistem
pertahanan tubuh terhadap agen infeksi yang cepat dan kuat. Sistem
pertahanan tersebut dilakukan dengan cara menghancurkan antigen
melalui fagositosis atau pembentukan antibodi. Leukosit sebagian
dibentuk di sumsum tulang dan sebagian di organ limfoid seperti kelenjar
limfe, timus, dan tonsil, kemudian akan diangkut menuju bagian yang
mengalami peradangan.
Leukosit dibagi menjadi dua kelompok yaitu granulosit yang
terdiri dari neutrofil, eosinofil, basofil dan kelompok agranulosit terdiri
dari monosit dan limfosit. Granulosit seperti monosit, eosinofil, dan
basofil jumlahnya sangat sedikit dalam kondisi normal, tetapi apabila
terdapat antigen maka jumlahnya akan meningkat. Monosit berukuran
lebih besar daripada limfosit dengan memiliki inti sel berbentuk bulat
atau panjang seperti ginjal. Monosit dibentuk di dalam sumsum tulang,
kemudian memasuki aliran darah, beredar sekitar 8 jam dan kemudian
memasuki jaringan ikat, tempat sel ini mengalami pematangan menjadi
makrofag yang berfungsi sebagai fagosit.
2.2.3 Neutrofil
Neutrofil berperan dalam respon imun bawaan. Neutrofil
memiliki masa hidup singkat yaitu sekitar 10 jam dalam sirkulasi.
Granula pada neutrofil tidak bewarna, mempunyai inti sel yang terangkai
(kadang terpisah), dan banyak terdapat granula pada protoplasmanya.
Adanya peningkatan neutrofil dapat terjadi karena terjadinya stress akut.
Adanya sel yang dirusak mikroba akan mengeluarkan sinyal kimiawi
untuk memanggil neutrofil dari darah datang, memasuki jaringan yang
terinfeksi dan menelan serta merusak mikrobia dalam sel tersebut. Ketika
terdapat antigen maka neutrofil merupakan fagosit yang pertama datang,
diikuti monosit yang berkembang menjadi makrofag besar dan aktif.
Makrofag akan memfagositosis antigen dan produknya serta
membersihkan sel-sel jaringan yang rusak dan sisa neutrofil yang dirusak
dalam proses fagositosis tersebut.
6
2.3.4 Limfosit
Limfosit berperan dalam respon imun adaptif. Terdapat dua jenis
utama limfosit yaitu limfosit T (sel T) dan limfosit B (sel B) yang
bersirkulasi dalam darah dan limfa. Kedua jenis limfosit tersebut
melakukan respons pertahanan terhadap antigen yang berbeda tetapi
saling melengkapi. Sel B akan mensekresi protein yaitu antibodi ketika
terdapat antigen. Sel B dan sel T dapat mengenali antigen secara spesifik
karena adanya reseptor antigen yang terikat pada membran plasma. Sel
T umumnya bermigrasi ke kelenjar limfa perifer. Limfosit T dalam organ
limfoid sekunder akan berkembang menjadi sel T helper (Th) atau T
cytotoxic (Tc). Sel Th akan berinteraksi dengan antigen yang disajikan
oleh APC (Antigen Presenting Cell).
2.3.5 Trombosit
Trombosit merupakan komponen sel darah yang tidak memiliki
nukleus. Trombosit dihasilkan oleh megakariosit dalam sumsum tulang,
memiliki bentuk cakram bikonveks apabila dalam keadaantidak aktif.
Trombosit pada manusia berdiameter 2-4 µm dan memiliki volume 7-8
fL. Trombosit memiliki selubung eksternal yang banyak mengandung
glikoprotein yang berfungsi sebagai reseptor. Ketika trombosit berada
dalam keadaan tidak aktif maka tidak teragregasi. Hal ini dikarenakan
glikoprotein pada selubung eksternal trombosit mengandung molekul
sialic acid sehingga selubung eksternal tersebut memiliki muatan negatif
yang menyebabkan adanya reaksi tolak-menolak.
Trombosit berfungsi dalam hemostasis yang berhubungan dengan
koagulasi darah sebagai fungsi utama trombosit. Fungsi koagulasi
tersebut bermula dari melekatnya trombosit ke kolagen yang terpapar
dalam dinding pembuluh darah yang rusak. Trombosit selanjutnya
melepas ADP (Adenosin Dipospat) sehingga sejumlah besar trombosit
bersatu, kemudian melepaskan lipida yang diperlukan untuk
pembentukan bekuan.
7
2.3 Penjelasan Tentang Anemia
Anemia didefinisikan sebagai kondisi dimana terjadinya penurunan
konsentrasi eritrosit atau hemoglobin pada darah sampai dibawah normal, hal
ini terjadi apabila keseimbangan antara kehilangan darah (lewat perdarahan
atau penghancuran sel) dan produksi darah terganggu. Dengan kata lain,
anemia terjadi apabila kadar eritrosit atau hemoglobin dalam darah menurun
dan mengakibatkan penurunan fungsi utamanya.
Dalam menjelaskan definisi anemia, diperlukan adanya batas batas
kadar hemoglobin dan hematokrit sehingga bisa dianggap telah terjadi anemia.
Batasan (cut off point) ini sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor,
diantaranya adalah usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal dari
permukaan laut, dan lain lain.14 batasan yang umumnya digunakan adalah cutt
off point, yang selanjutnya membagi derajat keparahan anemia berdasarkan
nilai hemoglobinnya.
Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat digolongkan
pada tiga kelompok, yaitu anemia akibat produksi sel darah merah yang
berkurang atau gagal, anemia akibat penghancuran sel darah merah, dan
anemia akibat kehilangan darah. Klasifikasi berdasarkan respons sumsum
tulang, yaitu regeneratif anemia dan non regeneratif anemia. Berdasarkan
etiologi yaitu anemia haemoragi, anemia heamolitika, dan anemia akibat
gangguan eritropoiesis.
8
2.3.2 Anemia Akibat Penghancuran Sel Darah Merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu
bertahan terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur
lebih cepat sehingga menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia
hemolitik yang diketahui atara lain:
a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia
b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau
beberapajenis makanan
c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis
d. Autoimun
e. pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka
bakar, paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan
trombosis
f. Pada kasus yang jarang, pembesaran lien dapat menjebak sel
darah merah dan menghancurkannya sebelum sempat
bersirkulasi.
9
dan kelainan ekstrinsik. Anemia ini ditandai dengan adanya polikromasia,
retikulosit, makrositosis dan hipokromik.
10
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
3.1.3 Hasil hapus darah
Pada pemeriksaan hapus darah terlihat adanya polikromasia dan
anisositosis dengan banyak bentukan sperosit.
3.1.4 Trombositopenia
Trombosit di bentuk di sumsum tulang bersama dengan sel-sel
darah yang lain. Trombosit berperan penting dalam proses pembekuan
darah. Jika trombosit dalam darah berkurang, maka pembekuan darah
akan terhambat sehingga menyebabkan pendarahan. Berkurangnya
trombosit dalam darah disebut trombositopenia. Trombositopenia bisa
menyebabkan pendarahan internal sehingga ditemukan darah pada urin
atau hematuria.
Pada hasil tes hematologi anjing Australian Shepherd tersebut
menunjukkan terjadinya trombrositopenia, dimana jumlah trombositnya
yaitu 0,75 x 105/μl sedangkat batas normalnya adalah 2.0 x 105/μl sampai
9.0 x 105/μl. Trombositopenia disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain:
a. Sumsum tulang tidak memproduksi trombosit dalam jumlah
cukup
b. Limpa menyimpan trombosit berlebihan dari jumlah seharusnya
c. Pada idiopatik trombositopenia pura-pura berkaitan dengan
gangguan pada sistem imun
12
d. Infeksi virus
e. Infeksi bakteri berat seperti tuberkulosis
f. Leukemia atau limfoma
g. Anemia
h. Defisiensi vitamin B6
i. Penyakit autoimun
j. Pembesaran limpa
13
sel darah merah di dalam pembuluh darah atau limpa. Padahal, sel darah
merah seharusnya terurai di hati. Kondisi inilah yang kemudian menjadi
penyebab jumlah hemoglobin (Hb) rendah. Penyebab dari turunnya nilai Hb
termasuk kedalam anemia regenerative.
14
Jumlah ini penting karena dapat digunakan sebagai indicator produktivitas
dan aktivitas eritropoiesis disumsum tulang dan membantu untuk
menentukan klasifikasi anemia sebagai hiperproliferatif, normoproliferatif,
atau hipoproliferatif. Adanya eritrosit berinti merupakan akibat dari proses
eritrogenesis yang meningkat. Banyaknya retikulosit dan adanya eritrosit
berinti menggambarkan bahwa kucing tersebut menderita anemia regeneratif.
15
oleh kelainan didapat (dapatan) yaitu Immune haemolytic anemia, luka bakar
yang berat, hipersplenisme, dan mikroangiopati.
Di kasus diatas dapat dipastikan penyebab dari adanya peningkatan
sperosit ialah Immune haemolytic anemia. Immune haemolytic anemia
adalah suatu kondisi dimana tubuh tidak memiliki cukup sel darah merah
yang sehat. Sel darah merah di hancurkan lebih awal dari biasanya. Anemia
ini biasanya terjadi ketika antibody terbentuk melawan sel darah merah tubuh
sendiri dan menghancurkannya. Ini terjadi karena system kekebalan tubuh
keliru mengenali sel-sel darah merah sebagai benda asing.
16
parasit, maupun jamur dan juga dihubungkan dengan reaksi stress
akut pada anjing diatas.
17
d. Kebuntingan
e. Adanya peradangan pada pembuuh darah
f. Gangguan system limfatik
18
oleh adanya anemia dan faktor gangguan imun atau autoimun. Adanya radang
bisa menyebabkan pendarahan dan trombositopenia menyebabkan proses
koagulasi darah gagal sekaligus menjadi faktor pendarahan internal. Ini
dibuktikan dari gejala klinis berupa hematuria akut. Maka dari itu, melihat gejala
klinis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan hematologi, positif
menunjukkan anemia regeneratif hemolitika imun mediated.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
kesimpulan dari hasil pemeriksaan diatas menunjukkan bahwa anjing
Australian Shepherd yang berumur 2 tahun mengalami immune-mediated
haemolytic anemia. Hal ini terlihat dari hasil pemeriksaan darah, dimana nilai
eritrosit, haemoglobin dan pcvnya turun yang menandakan terjadi anemia yang
disebabkan oleh radang atupun infeksi lain. Trombosit menurun kerena adanya
cacat pada proses koagulasi sehingga terjadi pendarahan terus menerus.
Sedangkan jumlah leukositntnya mengalami peningkatan hal ini disebabkan
karena adanya radang ataupun infeksi mempengaruhi sel darah putih
meningkat dalam darah.
Adanya anemia regenerative hemolitika karena adanya retikulosit,
eritrosit berinti, anisisitosis dan polokromasia serta ditandai dengan adanya
serum yang hemolysis. Ditemukan adanya sperosit menandakan adanya
kelainan pada imun anjing. Selain itu pemeriksan fisik menunjukkan
membrane mukosa njing pucat hal ini disebabkan karena terjadi anemia yang
mengakibatkan darah kurang tersuplai ke jaringan.
4.2 Saran
Untuk diagnosa lebih lanjut dapat dilakukan pemeriksaan radiografi
dan ultrasonic untuk menentukan tingkat keparab dari penyakit ini. Penyakit
ini perlu pemantauan dokter hewan terhadap tanda-tanda vital. Pengobatannya
tergantung pada tingkat keparahan kondisinya.
20
DAFTAR PUSTAKA
21