Anda di halaman 1dari 28

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Lensa

Lensa merupakan bangunan bikonveks, tersusun oleh epitel yang mengalami diferensiasi
yang tinggi. Lensa terdiri dari 3 bagian yaitu: a) kapsul, yang bersifat elastis; b) epitel, yang
merupakan asal serabut lensa; c) substansi lensa yang lentur dan pada orang muda dapat berubah,
tergantung pada tegangan kapsul lensa.1

Diameter bagian ekuator lensa mata adalah 9 mm. permukaan posterior memiliki radius
kurvatura lebih besar daripada permukaan anterior. Secara klinis lensa terdiri dari kapsul,
korteks, nukleus embrional, dan nukleus dewasa. Lensa tergantung ke badan silier oleh
ligamentum suspensorium lentis (zonula zinnii). Posisi lensa tepat disebelah posterior iris dan
disanggal oleh zonula zinii yang berasal dari korpus siliare. Serat-serat ini menyisip pada bagian
ekuator kapsul lensa. Kapsul lensa merupakan suatu membrane basalis yang mengelilingi
substansi lensa. Sel-sel epitel dekat ekuator lensa membelah sepanjang hidup dan terus
berdiferensiasi membentuk serat-serat lensa baru sehingga serat-serat lensa yang tua akan
dipampatkan ke nukleus sentral; serat-serat muda yang kurang padat, disekeliling nukleus
menyusun korteks lensa. Krena lensa bersifat avascular dan tidak mempunyai persarafan, nutrisi
lensa didapat dari aquous humor. Metabolisme lensa terutama bersifat anaerob akibat rendahnya
kadar oksigen terlarut di dalam aquous.1

Lensa mengandung 65% air dan 35% protein (jaringan tubuh dengan kadar protein paling
tinggi), serta sejumlah kecil mineral terutama kalium. Komposisi tersebut hampir tidak berubah
dengan bertambahnya usia. Aspek yang mungkin memegang peranan terpenting dalam fisiologi
lensa adalah mekanisme kontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, yang juga sangat penting
terhadap kejernihan lensa. Gangguan dalam hidrasi seluler dapat dengan cepat menimbulkan
kekeruhan pada lensa karena kejernihan lensa sangat bergantung pada komponen structural dan
makromolekul.1

Fisiologi Akomodasi Lensa

Lensa berfungsi sebagai media refrakta (alat dioptric). Media refrakta yang lain adalah
kornea, cairan akuous, dan vitreous. Lensa mata normal memiliki indeks refraksi sebesar 1.4 di

11
bagian sentral dan 1.36 di bagian tepi. Kekuatan bias lensa kira-kira +20 D. Namun bila lensa ini
diambil (misalnya pada ekstraksi katarak) kemudian diberi kacamata maka pergantian kacamata
ini tidak sebesar +20D, tetapi hanya +10D. karena adanya perubahan letak atau jarak mata ke
retina. Pada anak dan orang muda lensa dapat berubah dioptrinya dan kekuatan penambahan
dioptric ini akan hilang setelah usia 60 tahun. Kemampuan lensa untuk menambah kekuatan
refraksinya (kekuatan positifnya) di sebut dengan gaya akomodasi.1

Akomodasi merupakan suatu proses ketika lensa mengubah focus untuk melihat benda
dekat. Pada proses ini terjadi perubahan bentuk lensa yang dihasilkan oleh kinerja otot siliaris
pada serabut zonular. Kelenturan lensa paling tinggi dijumpai pada usia kanak-kanak dan dewasa
muda, dan semakin menurun dan bertambahnya usia. Ketika lensa berakomodasi, kekuatan
refraksi akan bertambah. Perubahan kekuatan refraksi yang diakibatkan oleh akomodasi disebut
sebagai amplitude akomodasi, dalam hal ini amplitude juga semakin berkurang dengan
bertambahnya usia, penggunaan obat dan pada beberapa penyakit. Remaja pada umumnya
memiliki amplitude akomodasi sebesar 12-16 dioptri, sedangkan orang dewasa pada umur 40
tahun memiliki amplitude sebesar 4-8 dioptri, dan bahkan kurang dari 2 dioptri pada usia di atas
50 tahun.1

Menurut teori klasik yang diajukan oleh Von Helmholtz, sebagian besar perubahan
akomodatif bentuk lensa terjadi pada permukaan depan lensa bagian sentral, karena memiliki
ketebalan lebih tipis dibanding serabut zonular posterior. Permukaan posterior lensa hanya
berubah sedikit pada saat akomodasi. Proses akomodasi terjadi akibat otot siliaris berkontraksi
dan merelaksasikan serabut zonular sehingga mengakibatkan lensa menjadi lebih sferis.
Akomodasi dapat distimulasi oleh obyek pada ukuran dan jarak tertentu, atau oleh suasana
remang-remang, dan aberasi kromatis. Proses akomodasi dimediasi oleh serabut parasimpatis
nervus okulomotor (n.kranial III).1

Definisi

Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta yang
berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana pengelihatan seperti tertutup air
terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah suatu kekeruhan lensa yang dapat disebabkan
karena terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air dan elektrolit serta dapat pula

12
disebabkan denaturasi protein lensa atau gabungan keduanya. Biasanya kekerugan mengenai
kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang
lama. Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal seperti glaucoma, ablasi, uveitis, retinitis
pigmentosa bahan toksik khusus (kimia dan fisik). Kelainan sistemik atau kelainan metabolic
yang dapat menimbulkan katarak adalah diabetes melitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik.
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia. Katarak ditandai dengan terjadinya
edema lensa, perubahan protein, peningkatan proliferasi, dan kerusakan kesinambungan serabut-
serabut lensa.1,2

Epidemiologi

Katarak merupakan penyebab kedua dalam penyebab gangguan pengelihatan dan


penyebab pertama dalam kebuataan di dunia. Jika penyakit ini tidak diterapi maka katarak dapat
berkembang menjadi gangguan pengelihatan yang berat atau bahkan kebutaan. Dalam penelitian
yang dilakukan pada tahun 2010, terdapat 94 juta orang yang memiliki gangguan pengelihatan
dan 20 juta orang yang buta oleh katarak, terhitung satu pertiga (33%) dari seluruh orang yang
memiliki gangguan pengelihatan dan lebih dari setengah (51%) dari seluruh orang dengan kasus
kebutaan di seluruh dunia. Katarak juga merupakan penyebab utama visus rendah pada negara
maju maupun negara berkembang.3

Katarak ditengarai menjadi penyebab sebagian besar gangguan penglihatan dan kebutaan
di dunia, termasuk di Indonesia. Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami)
mengatakan di Indonesia banyak penyakit katarak. Saat ini ada sekitar 1 juta orang buta karena
katarak. Mengutip hasil survei kebutaan di Indonesia yang dikembangkan oleh International
Center of Eye Health (ICEH) dan direkomendasikan oleh WHO melalui metode Rapid
Assasment of Avoidable Cataract (RAAB), yang memberikan gambaran situasi aktual dan data
akurat prevalensi kebutaan serta gangguan penglihatan. Survei yang dilakukan di 15 Propinsi
Indonesia pada populasi usia 50 tahun, mendapatkan angka prevalensi kebutaan tertinggi sebesar
4,4,% (Jawa Timur) dan terendah sebesar 1,4% (Sumatera Barat), yang mana sebanyak 64-95%
disebabkan oleh katarak. Semakin lama seseorang hidup, maka jumlah katarak diantisipasikan
akan terus meningkat.4,5,6

13
Faktor Risiko

Faktor risiko pada perkembangan katarak adalah: 1,7

a. Diabetes atau peningkatan gula darah


b. Penggunaan steroid lama oral atau tertentu lainnya
c. Terpajan sinar ultraviolet
d. Merokok
e. Penyakit mata seperti retinitis pigmentosa, uveitis
f. Trauma mata
g. Riwayat operasi mata
h. Genetik

Klasifikasi

Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan usia, yaitu katarak developmental, katarak


presenilis dan katarak senilis. Katarak developmental terbagi lagi menjadi katarak kongenital dan
juvenilis. Katarak senilis sendiri menurut lokasi kekeruhannya dapat dibedakan lagi menjadi:
subskapsular, kortikal dan nuclear. Sedangkan berdasarkan tingkat maturitasnya katarak dapat
dibagi menjadi katarak traumatika, katarak komplikata (akibat penyakit intraocular) ataupun
akibat penyakit sistemik.1

A. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital dapat terjadi unilateral atau
bilateral dengan tanpa ditemukan penyakit lain atau disertai dengan penyakit sistemik.
Pada banyak kasus ditemukan bilateral dengan penyakit sistemik. Kira-kira terdapat 1
dari setiap 250 anak di United State yang lahir dengan katarak kongenital (didefinisikan
dengan kekeruhan lensa sejak lahir), tetapi beberapa subklinikal. Fakta Penting
menyangkut keadaan ini adalah bahwa 33% kasusnya idiopatik dan bisa unilateral atau
bilateral. Kemudian 33% diwariskan dan keadaan ini biasanya dalam kondisi ini bersifat
bilateral. Separuh dari keseluruhan katarak kongenital disertai anomali mata lainnya.
Katarak pada neonatus yang sehat bisa timbul karena pewarisan (yang biasanya
dominan). Namun kadang tidak diketahui sebabnya. Katarak kongenital bisa dikaitkan

14
dengan anomaly mata lainnya berupa PHPV (primary hyperplastic posterior vitreous),
anirida, koloboma, mikroftalmos dan bulftalmos (pada glaukoma infantil).1,7
B. Katarak Terkait Usia
Katarak terkait usia biasanya berjalan lambat selama bertahun-tahun, dan pasien
kemungkinan meninggal sebelum dibutuhkan tindakan operasi. Jika terdapat indikasi
operasi, ekstraksi lensa akan memperbaiki ketajaman pengelihatan pada lebih dari 90%
kasus; sisanya mungkin telah disertai dengan kerusakan retina atau mengalami
komplikasi pasca bedah yang serius sehingga mencegah perbaikan visus yang signifikan,
misalnya glaucoma, ablasio retina, perdarahan intraocular, atau infeksi. Lensa intraocular
membuat penyesuaian pasca operasi katarak menjadi lebih mudah dibandingkan sewaktu
hanya tersedia kacamata katarak yang tebal ataupun lensa kontak afakia.8
a. Katarak Nuklear
Katarak nuklear atau sklerosis nuklear setelah usia pertengahan, dimana terjadi
perubahan pada bagian tengah kristalin lensa dimana warna lensa menjadi
kekuningan dan menjadi lebih keras yang terjadi secara perlahan selama bertahun-
tahun. Ketika inti dari lensa menjadi keras maka akan sering menyebabkan
peningkatan kekuatan refraksi lensa dan menyebabkan perbaikan pengelihatan dekat
tanpa kacamata (“pengelihatan kedua”). Gejala pada katarak jenis ini adalah
buramnya pengelihatan pada jarak jauh dibandingkan dengan pengelihatan jarak
dekat (secara tipikal, tetapi pada beberapa orang mungkin merasakan pengelihatan
membaca lebih buruk dibandingkan melihat jauh), meningkatnya myopia (fenomena
“pengelihatan kedua” dimana peningkatan visus jarak jauh yang tidak terkoreksi pada
hyperopia dan peningkatan visus jarak dekat yang tidak terkoreksi pada emetropia),
buruknya pengelihatan dalam tempat yang gelap, penurunan kontras dan penurunan
kemampuan membedakan warna, silau, dan diplopia monocular. Sebagian besar
katarak nuclear adalah bilateral, tetapi bisa asimetrik.7,8

15
Gambar 1. Katarak Nukleus7
b. Katarak Kortikal
Katarak kortikal terjadi ketika porsi dari serabut lensa menjadi opak. Perubahan
hidrasi serat lensa menyebabkan terbentuknya celah-celah dalam pola radial di
sekeliling daerah ekuator. Pengaruh terhadap pengelihatan berhubungan dengan
seberapa dekat opasitas dengan sumbu pengelihatan dan pengaruh tersebut dapat
bervariasi. Progresifitas bervariasi antar individu dengan beberapa yang berprogresi
dalam beberapa tahun dan ada yang berprogresi dalam beberapa bulan. Katarak ini
cenderung bilateral, tetapi sering asimetrik. Gejala yang paling sering terjadi pada
katarak kortikal adalah rasa silau (gejala yang paling dominan), penurunan visus
pengelihatan jauh maupun dekat, dan penurunan sensitifitas kontras. 7,8

Gambar 2. Katarak Kortikal7

16
c. Katarak Subkapsular Posterior
Katarak subkapsular posterior adalah katarak yang dimana opasitas terjadi pada
bagian paling belakang lapisan kortikal yang berada tepat di bawah kapsul lensa. Tipe
katarak ini cenderung terjadi pada pasien berusia lebih muda dibandingkan dengan
tipe katarak kortikal maupun katarak nukleus. Kekeruhan lensa di sini dapat timbul
akibat trauma, penggunaan kortikosteroid (topical atau sistemik), peradangan, atau
pajanan radiasi pengion. Progresifitas bervariasi tetapi cenderung terjadi lebih cepat
dibandingkan dengan katarak nukleus. Katarak ini cenderung menimbulkan gangguan
pengelihatan karena adanya keterlibatan sumbu pengelihatan. Gejala pada katarak ini
adalah rasa silau, kesulitan melihat pada jarak dekat dibandingkan dengan jarak jauh
dan hilangnya kemampuan melihat dengan cukup cepat.7

Gambar 3. Katarak Subkapsular Posterior7


C. Katarak Traumatik
Katarak traumatic paling sering disebabkan oleh trauma benda asing pada lensa
atau trauma tumpul pada bola mata. Peluru senapan angin dan petasan merupakan
penyebab yang sering; penyebab lain yang lebih jarang adalah anak panah, batu,
kontusio, pajanan berlebih terhadap panas (“glassblower’s cataract”), dan radiasi
pengion. Katarak traumatic memiliki beberapa bentuk seperti diilustrasikan berikut.
Katarak yang disebabkan ruda paksa dapat berbentuk vossius ring yang merupakan
indicator adanya trauma tumpul, biasanya manifestasi katarak karena ruda paksa
berbentuk stelata atau roset, kadang berada di axial dan melibatkan kapsul posterior. Pada

17
beberapa kasus, trauma tumpul menyebabkan dislokasi lensa dan katarak sekaligus.
Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul
lensa menyebabkan humor aquous dan kadang-kadang vitreus masuk ke dalam struktur
lensa. Pasien sering kali adalah seorang pekerja industry yang pekerjaannya memukulkan
baja dapat menembus kornea dan lensa dengan kecepatan yang sangat tinggi lalu
tersangkut di vitreus atau retina. Gejala katarak traumatik adalah opatitas lensa pada
lokasi luka yang dapat menyebar ke seluruh lensa, perkembangan dapat cepat setelah
kecelakaan terjadi.1,7,8

Gambar 4. Katarak Traumatik7


D. Katarak Terinduksi Obat
Kortikosteroid yang diberikan dalam waktu yang lama, baik secara sistemik
maupun dalam bentuk obat tetes dapat menyebabkan kekeruhan lensa. Obat-obat lain
yang diduga menyebabkan katarak, antara lain: phenothiazine, amiodarone, dan obat tetes
miotik kuat seperti phospholine iodine.8
E. Katarak Komplikata
Katarak dapat terbentuk akibat efek langsung penyakit intraocular yang
mempengaruhi fisiologi lensa (misalnya uveitis rekuren yang parah). Katarak biasanya
berawal di daerah subskapsular posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa.
Penyakit-penyakit intraocular yang sering berkaitan dengan pembentukan katarak adalah
uveitis kronik atau rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa, dan ablasio retina. Katarak-
katarak ini biasanya unilateral. Prognosis visual tidak sebaik katarak terkait-usia biasa.8

18
F. Katarak Akibat Penyakit Sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena berbagai gangguan sistemik berikut ini:
diabetes mellitus, hipokalsemia (oleh sebab apapun), distrofi miotonik, dermatitis atopic,
galaktosemia, dan sindroma Lowe, Werner, serta Down.8
G. Maturitas Katarak
Katarak dapat juga diklasifikasikan berdasarkan tingkat kematangannya atau maturitas.
a. Katarak insipien
Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut: kekeruhan dimulai dari tepi ekuator
berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol
mulai terlihat di dalam korteks. Katarak subskapsular posterior, kekeruhan mulai
terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks
berisi jaringan degenerative (benda morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini
dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua
bagian lensa. Bentuk ini kadang menetap untuk waktu yang lama.2
b. Katarak Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degenerative
menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi
bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibandingkan dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat
memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak
yang berjalan cepat dan mengakibatkan myopia lenticular. Pada keadaan ini dapat
terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan
bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. 2
c. Katarak Imatur
Sebagian besar lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai seluruh lapis
lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya
tekanan osmotic bahan lensa yang degenerative. Pada keadaan lensa mencembung
akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaucoma sekunder. Pada
katarak imatur, seseorang akan memiliki visus sekitar 5/60 sampai dengan 1/60.1,2

19
d. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini bisa
terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen
tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran
yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal
kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan
iris negatif. Jika katarak dibiarkan visus menurun drastis menjadi 1/300 atau hanya
dapat melihat lambaian tangan dalam jarak 1 meter. 1,2,9
e. Katarak Hipermatur
Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi lebih lanjut,
dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar
dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada
pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang pengkerutan
berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinnii menjadi kendor. Bila proses
katarak berjalanan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk
sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa
karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. Pada keadaan ini
lensa terlihat keruh seluruhnya, visus sudah sangat menurun hingga bisa mencapai 0,
dan dapat terjadi komplikasi berupa uveitis dan glaukoma. Pada pemeriksaan
didapatkan iris tremulans, bilik mata depan dalam, sudut bilik mata terbuka, serta
shadow test positif palsu.1,2,9

H. Katarak Diabetes
Katarak diabetik merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes
melitus. Katarak pada pasien diabetes melitus dapat terjadi dalam 3 bentuk: 2
a. Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa akan
terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan
terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bla terjadi rehidrasi dan kadar gula
normal kembali

20
b. Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak seretak pada
kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snowflake atau bentuk piring subkapsular.
c. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologic dan
biokimia sama dengan katarak pasien nondiabetik.

Beberapa pendapat menyatakan bahwa pada keadaan hiperglikemia terdapat


penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam lensa. Pada mata terlihat meningkatkan
insidens maturasi katarak yang lebih pada pasien diabetes. Jarang ditemukan “true
diabetic” katarak. Pada lensa akan terlihat kekeruhan tebaran salju subskapsular yang
sebagian jernih dengan pengobatan. Katarak ini sering terjadi pada orang muda pada
pasien diabetes karena stress osmotic dari akumulasi sorbitol pada lensa akibat dari
peningkatan glukosa intraocular. Katarak ini terjadi dengan cepat pada penderita diabetes
tipe 1 yang muda, walau kejadian ini masih jarang. Diperlukan pemeriksaan tes urine dan
pengukuran darah gula puasa. Galaktosemia pada bayi akan memperlihatkan kekeruhan
anterior dan subskapsular posterior. Bila dilakukan tes galaktosa akan terlihat meningkat
dalam darah dan urin.2,7

Gambar 5. Gambaran snowflake pada katarak diabetik7

Gejala Klinis

Katarak didefinisikan sebagai opasitas pada lensa kristalin dan perubahan apapun yang
dapat menyebabkan degradasi dari kualitas optikal dari lensa yang dapat membuat gangguan
pengelihatan. Terdapat banyak variasi tipe dari katarak, dan terdapat beberapa gejala yang biasa

21
dihubungkan dengan perubahan lensa tersebut. Gejala-gejala itu adalah penurunan pengelihatan
dari pandangan jauh maupun dekat (berbeda tipe dapat berhubungan dengan kemampuan
pengelihatan jarak jauh maupun dekat), merasa silau (terdapat halo atau garis cahaya dan sulit
melihat dalam keadaan terang), pasien merasa berkabut, berasap, sukar melihat di malam hari
atau dalam penerangan redup, melihat ganda, merasa kesulitan membedakan warna, peningkatan
kemampuan melihat dari jarak dekat atau perubahan status refraktif (termasuk fenomena
“pengelihatan kedua”) dan pengelihatan menurun.1,7

Patofisiologi

Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian, pada lensa


katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang menghamburkan berkas
cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan protein lainnya akan mengakibatkan
perubahan warna lensa menjadi kuning atau coklat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel
di antara serat-serat lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang
menyimpang. Sejumlah faktor yang diduga turut berperan dalam terbentuknya katarak, antara
lain kerusakan oksidatif (dari proses radikal bebas), sinar ultraviolet, dan malnutrisi.8

Pemeriksaan Preoperatif

Bila dokter dan pasien telah menyetujui pelaksanaan tindakan bedah, maka pemeriksaan
dan catatan tambahan harus dilakukan sebelum menjalani prosedur operasi. Riwayat kesehatan
yang lengkap perlu didapatkan sebagai titik awal pemeriksaan pra bedah. Penyakit-penyakit
seperti diabetes mellitus, penyakit jantung sistemik, penyakit paru obstruksi kronik, kelainan
perdarahan, supresi adrenal karena pemakaian kortikosteroid sistemik harus dikelola secara
optimal. Obat-obat yang dapat mempengaruhi hasil operasi seperti imunosupresan dan
antikoagulan harus diperhatikan. Alergi dan gangguan musculoskeletal harus ditanyakan dan
dicatat untuk menghindari komplikasi selama operasi. Riwayat mata sebelumnya dapat
menolong mengenai keadaan yang dapat mempengaruhi baik operasi maupun prognosis
visualnya. Riwayat trauma, inflamasi, amblyopia, glaucoma, kelainan saraf mata atau penyakit
retina dapat mempengaruhi prognosis visual. Bila pasien pernah menjalani operasi mata
sebelumnya, penting untuk mendapatkan informasi mengenai operasi dan hasilnya.1

22
Pada pemeriksaan luar perlu diperiksa keadaan tubuh serta kelainan mata pada bagian
eksternal mata dan adneksa. Lalu dengan menggunakan alat bantu slitlamp, secara sistematik
dilakukan penilaian terhadap konjungtiva, kornea, bilik depan, iris dan lensa. Distrofi dan
endotel dapat mempengaruhi prognosis dan pemilihan jenis operasi. Presipitat keratik atau
adanya iridosiklitis aktif dapat terdeteksi dengan pemeriksaan slit lamp. Adanya iris yang
bergetar menunjukkan suatu subluksasi atau dislokasi lensa. Jenis katarak dan kondisi kapsul
baik diperiksa dengan slit lamp. Pemeriksaan fundus biasanya dilakukan bila tidak terdapat
katarak yang matur. Pemeriksaan dilakukan baik dengan menggunakan oftalmoskop direk dan
indirek untuk menilai integritas anatomis di segmen posterior. Pada stadium awal katarak akan
tampak suatu gambaran pupil yang putih atau lekokoria pada pemeriksaan oftalmoskopi direk
sehingga lebih berguna untuk menilai kejernihan media. Pemeriksaan fundus yang lengkap
dipergunakan juga untuk menilai macula, saraf optic, pembuluh retina dan perifer retina.
Pemeriksaan ultrasonografi sangat berharga untuk mengevaluasi keadaan segmen posterior pada
mata dengan katarak yang berat. Deteksi abnormalitas dengan ultrasound sebelum operasi
katarak membantu dalam rencana operasi dan menentukan prognosis kepada pasien.1,10

Uji tajam pengelihatan dilakukan dalam kamar yang gelap dan terang, dimana pada
pasien katarak biasanya didapatkan snellen chart hanya terlihat pada kamar terang. Tes lapang
pandang konfrontasi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan riwayat glaucoma, gangguan saraf
optic atau kelainan retina dapat diketahui dengan pemeriksaan Goldmann dilakukan untuk
mengetahui derajat hilangnya lapang pandang pra bedah. Pemeriksaan refraksi yang teliti pada
kedua mata sebelum operasi dilakukan untuk merencanakan kekuatan LIO (lensa intraocular)
betujuan agar tidak terjadi anisometrop. Pemeriksaan biometri dilakukan untuk menentukan
kekuatan LIO. Sebelumnya ditentukan terlebih dahulu panjang aksial bola mata serta kekuatan
refraksi kornea dengan keratometri serta topografi kornea. 1

Tatalaksana Katarak

Tatalaksana non bedah hanya efektif dalam memperbaiki fungsi visual untuk sementara
waktu. Disamping itu, walaupun banyak penelitian mengenai tatalaksana medikamentosa bagi
penderita katarak, hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan yang terbukti mampu
memperlambat atau menghilangkan pembentukkan katarak pada manusia. Beberapa agen yang

23
mungkin dapat memperlambat pertumbuhan katarak adalah penurunan kadar sorbitol, pemberian
aspirin, antioksidan vitamin C dan E.1

Tindakan bedah katarak merupakan satu-satunya cara untuk mengobati kebutaan karena
katarak. Tujuan dari tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi pengelihatan.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah ini tidak spesifik bergantung dari derajat tajam
pengelihatan, namun lebih pada berapa besar penurunan tersebut mengganggu aktifitas pasien.
Misalnya pasien katarak pada pekerjaannya sebagai supir atau pilot yang memiliki ketentuan
dasar minimum fungsi pengelihatan, apabila pengelihatan terbaik setelah koreksi tidak mencapat
standar, maka perlu dipertimbangkan untuk operasi. Indikasi lainnya khususnya pada katarak
monocular adalah apabila terdapat gangguan stereopsis, hilangnya pengelihatan perifer, rasa
silau yang sangat menggangu, dan simtomatik anisometrop. Indikasi medis untuk dilakukannya
operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi dari katarak antara lain: glaucoma fakolitik,
glaucoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik dan dislokasi lensa ke bilik depan. Indikasi medis
lainnya adalah katarak yang sangat menghambat diagnosis kelainan lain pada mata seperti
retinopati diabetika ataupun glaucoma.1

A. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)


EKIK, operasi katarak dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul yang
dapat dilakukan pada zonula zinnia yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah
putus. EKIK merupakan metode operasi katarak paling popular sebelum penyempurnaan
operasi katarak ekstrakapsuler. Operasi EKIK dilakukan di tempat dimana tidak dijumpai
fasilitas operasi katarak yang lengkap seperti mikroskop operasi. EKIK juga cenderung
dipilih pada kondisi katarak yang tidak stabil, mengembung, hipermatur, dan terluksasi.
Kontraindikasi mutlak untuk EKIK adalah katarak pada anak-anak dan rupture kapsul
karena trauma, sedangkan kontrainfikasi relatif untuk EKIK adalah jika pasien
merupakan penderita myopia tinggi, sindroma Marfan, katarak morgagni, dan vitreous
masuk ke kamera okuli anterior.1
Beberapa keuntungan dari EKIK jika dibandingkan dengan ekstraksi katarak
ekstrakapsular (EKEK) adalah pada EKIK tidak diperluka operasi tambahan karena
membuang seluruh lensa dan kapsul tanpa meninggalkan sisa, memerlukan peralatan
yang relatif sederhana daripada EKEK, sehingga lebih mduah dilakukan, dan pemulihan

24
pengelihatan segera setelah operasi dengan menggunakan kacamata +10 dioptri. Namun
demikian, EKIK juga memiliki beberapa kerugian yaitu penyembuhan luka yang lama
karena besarnya irisan yang dilakukan, pemulihan pengelihatan yang lama, merupakan
pencetus astigmatisma dan dapat menimbulkan iris dan vitreous inkarserata.1,2
B. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)
EKEK adalah teknik operasi katarak dengan membuang nukleus dan korteks lensa
dengan memecah atau merobek kapsula anterior, kemudian dikeluarkan melalui insisi 9-
10 mm. Pada operasi EKEK, kantong kapsul (capsular bag) ditinggal sebagai tempat
untuk menempatkan lensa tanam (intra ocular lens atau LIO). Termasuk dalam golongan
ini ekstraksi linear, aspirasi dan irigasi. Pembedahan ini dilakukan pada pasien dengan
katarak imatur, kelainan endotel, keratoplasty, implantasi lensa intraoklular posterior,
implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan dilakukan bedah glaucoma,
presdisposisi prolapse vitreous, sebelumnya mata mengatasi ablasi retina dan sitoid
makula edema. Teknik ini merpakan suatu gebrakan dalam operasi katarak modern yang
memiliki banyak keuntungan karena dilakukan dengan irisan kecil sehingga
menyebabkan trauma yang lebih kecil pada endotel kornea, menimbulkan astigmatisma
lebih kecil dibandingkan EKIK, dan menimbulkan luka yang lebih stabil dan aman. 1,2
C. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
SICS merupakan suatu teknik operasi katarak yang cukup popular saat ini.
Perbedaan yang nyata dengan EKEK adalah pada irisan operasi dilakukan dengan irisan
yang kecil sehingga terkadang hampir tidak membutuhkan jahitan pada luka insisi. Di
samping itu, SICS juga memungkinkan dilakukan dengan anestesi topical. Penyembuhan
yang relatif lebih cepat, risiko astigmatisma yang lebih kecil dan juga lebih ekonomis
merupakan keunggulan SICS dibanding EKEK. Keuntungan manual SICS dibandingkan
dengan fakoemulsifikasi antara lain adalah kurva pembelajaran lebih pendek,
dimungkinkan dengan kapsulotomi canopener, instrumentasi lebih sederhana, merupakan
alternative utama bila operasi fakoemulsifikasi gagal, risiko komplikasi lebih rendah,
waktu pembedahan lebih singkat, dan secara ekonomis lebih murah.1
Bagi operator pemula, indikasi manual SICS apabila ditemukan sclerosis nukleus
derajat II dan III, katarak subkapsularis posterior, awal katarak kortikalis. Bagi operator
yang berpengalaman, beberapa katarak jenis lain dapat ditangani secara mudah. Beberapa

25
kriteria ideal untuk dilakukan manual SICS adalah pada kondisi kornea dengan
kejernihan baik, ketebalan normal, endothelium sehat, kedalaman KOA cukup, dilatasi
pupil yang cukup, zonula yang utuh, tipe katarak kortikal, atau sclerosis nuclear derajat II
dan III.1
D. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular dengan Fakoemulsifikasi
Teknik operasi dengan fakoemulsifikasi menggunakan suatu alat yang disebut
“tip” yang dikendalikan secara ultrasonic untuk memecah nukleus dan mengaspirasi
lensa, sehingga berbeda dengan EKEK. Pembedahan dengan menggunakan vibrator
ultrasonic untuk menghancurkan nukleus dan kemudian diaspirasi melalui insisi 2,5 - 3
mm, dan kemudian dimasukkan lensa intraocular yang dapat dilipat. Keuntungan yang
dapat didapat dengan tindakan insisi kecil ini adalah pemulihan visus lebih cepat, induksi
astigmatisma akibat operasi minimal, komplikasi dan inflamasi pasa bedah minimal.
Kerugiannya kurva pembelajaran lebih lama, biaya tinggi, dan komplikasi saat operasi
bisa lebih serius. Insisi pada bedah katarak menggunakan fakoemulsifikasi dengan insisi
clear kornea dari arah temporal. Untuk melakukan kapsulotomi anterior, dilakukan
dengan continuous tear curveliner capsulorrhexis (CCC). Setelah kapsulotomi anterior
kemudian dilakukam hidrodiseksi dan hidrodelineasi.1,2

Jika digunakan teknik insisi kecil, masa penyembuhan pascaoperasi biasanya lebih
pendek. Pasien umumnya boleh pulang pada hari operasi, tetapi dianjurkan untuk bergerak
dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar satu
bulan. Matanya dapat dibalut pada hari operasi. Perlindungan pada malam hari dengan pelindung
logam sering kali disarankan selama beberapa hari pascaoperasi. Kacamata sementara dapat
digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi kebanyakan pasien dapat melihat cukup baik
melalui lensa intraocular sambil menunggu kacamata permanen (biasanya disediakan 4-8 minggu
setelah operasi).8

Komplikasi

Komplikasi postoperative sebenarnya jarang dan pada kebanyakan kasus dapat diatasi
dengan efektif. Pada beberapa kasus dibutuhkan operasi lebih lanjut. Sangat jarang sekali
komplikasi dapat menyebabkan kebutaan. Komplikasi yang sering muncul setelah dilakukan
operasi adalah rasa nyeri (dibandingkan dengan rasa tidak nyaman), penurunan pengelihatan, dan

26
adanya mata merah, bengkak maupun keluarnya cairan dari mata. Rasa nyeri yang berat biasanya
mengindikasikan adanya peningkatan tekanan bola mata atau infeksi. Jika haptics LIO terpasang
dengan salah dapat terjadi dislokasi dari LIO, jika operasi sangat sulit dan terjadi rupture kapsul
lensa posterior LIO dapat masuk ke dalam mata dan perlu penanganan operasi kembali.
Endoftamitis merupakan komplikasi yang paling serius dengan insiden kurang dari satu dalam
seribu sampai beberapa kali bergantung dari kriteria diagnosis dan bukti dari kultur atau
terdiagnosa secara klinis. Ketika terjadi akut, endofthalmitis akan terjadi 2-5 hari dengan rasa
nyeri yang menjadi gejala dominan. Akan tetapi endofthalmitis dapat terjadi sampai 6 minggu
setelah operasi. Gejala endofthalmitis adalah injeksi siliar, konjungtiva kemosis, hipopion di
KOA. Pasien dengan endofthalmitis harus segera dirujuk untuk mendapatkan antibiotic
intravitreal dan dilakukan kultur untuk menyelamatkan mata tersebut. Toxic anterior segment
syndrome (TASS) dapat menyerupai endofthalmitis. Dimana terjadi inflamasi berat yang bersifat
steril karena penggunaan cairan terkontaminasi pada operasi.11

Terdapat beberapa komplikasi yang terjadi setelah pasien pulang ke rumah yaitu cystoid
macular oedema (CMO), ablasio retina dan opasitas kapsul posterior. CMO biasanya
menyebabkan hilangnya pengelihatan dan menjadi semakin jelas 4-6 minggu setelah operasi.
Biasanya terjadi bila operasi bersifat sulit atau terdapat retinopati diabetik atau sudah terdapat
scar pada macula. Sebagia besar dapat sembuh sendiri dalam beberapa minggu atau bulan tetapi
dengan hilangnya sensitifitas kontras atau buruknya pengelihatan. Ablasio retina dapat terjadi
beberapa minggu atau bulan setelah operasi, biasanya terjadi pada penderita myopia tinggi atau
setelah operasi sulit dengan hilangnya vitreus. Gejala yang biasanya didapatkan adalah
terdapatnya flashes dan floaters dan terdapat bayangan di lapang pandang perifer. Opasitas pada
kapsul posterior terjadi dalam 10% pasien setelah 2 tahun setelah operasi dan merupakan alasan
paling sering dilakukan intervensi yang lebih lanjut setelah operasi katarak. Hal ini disebabkan
oleh migrasinya sel epitel lensa menuju kapsul posterior. Kompliaksi ini dapat diatasi dengan
menggunakan laser Nd-YAG di klinik mata. Gejala yang biasanya dikeluhkan adalah
pengelihatan yang buram dan terdapat rasa silau.11

Prognosis

Operasi katarak meningkatkan visus 95% pasien. Pada pasien yang menggunakan LIO,
90% memiliki visus 20/40 atau lebih baik lagi. Pada beberapa pasien yang melakukan operasi

27
eksisi katarak ekstrakapsular, sebagian besar kapsul lensa akan menjadi berawan, yang disebut
sebagai “after-cataract”. Hal ini dapat dikoreksi dengan menggunakan operasi laser dan
biasanya sebagai pasien yang dapat langsung pulang setelah terapi.12

Astigmatisma

Astigmatisma merupakan kelainan refraksi mata, yang ditandai dengan berbagai derajat
refraksi pada beberapa meridian, sehingga sinar sejajar yang datang pada mata itu akan
difokuskan pada macam-macam focus pula.1

Astigmatisma Regular

Pada astigmatisma regular setiap meridian mata mempunyai titik focus tersendiri yang
letaknya teratur. Meskipun setiap meridian punya daya bias tersendiri, tetapi perbedaan itu
teratur, dari meridian dengan daya bias terlemah-sedikit-sedikit membesar sampai pada meridian
dengan daya bias terkuat. Meridian dengan daya biar terlemah ini tegak lurus dengan meridian
dengan daya bias terkuat. Kemudian disusul dengan meridian-meridian yang sedikit-sedikit daya
biasnya menjadi lemah dan teratur sampai meridian dengan daya bias terlemah dan seterusnya,
daya bias bertambah kuat lagi sampai meridian dengan daya bias terkuat. Dengan demikian ada
dua meridian utama yaitu meridian dengan kekuatan refraksi tertinggi dan terendah. Dikenal ada
5 macam astigmatisma regular, yang dijelaskan berikut ini.1

A. Astigamtisma miopik simpleks adalah apabila meridian utama yang satu emetropik
dan yang lainnya miopik, sehingga focusnya satu tempat di retina dan yang lain di
depan retina. Koreksinya dengan pemberian lensa silindris negatif untuk
memundurkan focus yang di depan retina agar bisa menjadi satu dengan focus yang
di retina.1
B. Astigmatisma miopik kompositus adalah apabila kedua meridian utama adalah
miopik tetapi dengan derajat yang berbeda sehingga kedua focus berada di depan
retina tetapi jaraknya berbeda dari retina. Koreksinya dengan gabungan lensa sferis
negatif dan silindris negatif (lensa silindris negatif untuk memundurkan focus yang
lebih jauh dari retina agar menjadi satu focus yang lebih dekat ke retina, kemudian
kedua focus yang sudah menyatu dimundurkan ke retina dengan sferis negatif).
Koreksi juga bisa dilakukan dengan gabungan sferis negatif dan silindris positif

28
dengan catatan kekuatan lensa sferis lebih besar dari silinder (fokus yang lebih dekat
ke retina dimajukan dulu bersatu dengan focus lain di depannya dengan silindris
positif, kemudian dengan lensa sferis negatif kedua focus dimundurkan ke retina).1
C. Astigmatisma hipermetropik simpleks adalah apabila meridian utama yang satu
emetropik dan yang lain hiperopik sehingga fokusnya satu di retina dan yang lainnya
di belakang retina. Koreksinya dengan lensa silindris positif untuk memajukan focus
yang dibelakang retina ke depan sehingga jatuh tepat di retina.1
D. Astigmatisma hipermetropik kompositus adalah apabila kedua meridian utama adalah
hiperopik tetapi dengan derajat bebeda sehingga kedua focus berada di belakang
retina tapi jaraknya berbeda. Koreksinya dengan gabungan koreksi sferis positif dan
silindris positif. Bisa juga dengan gabungan lensa sferis positif dan silindris begatif
dengan catatan kekuatan lensa sferis lebih besar dibandingkan silindris.1
E. Astigmatimsa miktus adalah apabila meridian utama yang satu miopik dan yang lain
hiperopik segubffa fokusnya satu di depan retina dan satu dibelakang retina.
Koreksinya dengan gabungan lensa sferis negatif dan lensa silindris positif dengan
catatan kekuatan lensa silinder lebih besar daripada sferis. Atau dengan gabungan
lensa sferis positif dan lensa silindris negatif dengan kekuatan lensa silinder lebih
besar dari sferis.1

Astigmatisma Iregular

Pada astigmatisma ireguler terdapat perbedaan refraksi yang tidak teratur pada setiap
meridian dan bahkan mungkin terdapat perbedaan refraksi pada meridian yang sama,
umpamanya terdapat pada kerateksia.1

Gejala Astigmatisma

Gejala-gejala indivisu dengan astigmatisma adalah merasa kabur pengelihatannya jika


melihat jauh maupun dekat. Obyek yang dilihat mungkin tampak membayang dan yang
merupakan manifestasi dari diplopia monocular. Pasien mungkin merasa cepat lelah matanya
(astenopia).1

29
Koreksi Astigmatisma

Prinsip koreksi mata astigmatisma adalah menyatukan kedua focus utama (dengan
koreksi lensa silindris). Kedua focus yang sudah bersatu tersebut harus terletak tepat di retina
(dengan koreksi lensa sferis). Perlu diingat bahwa lensa negatif untuk memundurkan focus dan
lensa positif untuk memajukan focus. Kekuatan lensa berbanding lurus dengan jarak focus yang
ingin dimaju-mundurkan.1,2

Penentuan aksis lensa silindris pada astigmatisma adalah sebagai berikut: meridian
kornea dinyatakan dengan derajat dan dihutung berlawan arah perputaran jarum jam; 0o pada
arah pukul 3, 90o pada arah pukul 12, 180o pada pukul 9. Pemeriksaan astigmatisma dengan
teknik fogging dalam hal ini setelah pemberian lensa fogging penderita disuruh melihat
gambaran kipas dan ditanya manakah garis yang paling jelas terlihat. Garis ini sesuai dengan
meridian yang paling ametrop, yang harus dikoreksi dengan lensa silinder dengan aksis tegak
lurus dengan derajat bidang meridian tersebut. Umpamanya garis yang paling jelas terlihat
ada;ah 10o, jadi harus dikoreksi dengan lensa silinder dengan aksis 10o+90o = 110o.1,2

30
PEMBAHASAN KASUS

Anamnesis

Perempuan berusia 55 tahun datang dengan keluhan mata kanan dan kiri berkabut sejak 1 tahun
SMRS. Mata dirasakan berkabut secara perlahan,pasien merasa seperti sulit melihat jelas pada
benda yang jauh maupun bila membaca koran. Pasien mengatakan keluhan pada kedua mata
terjadi secara bersamaan pada bagian kiri dan kanan. Pasien sering merasa lebih sulit melihat bila
dalam keadaan gelap dan mata terasa sangat silau saat siang hari. Pasien merasakan mata kanan
dan kiri semakin buram semenjak 3 bulan SMRS.

Teori:
Katarak memiliki gejala klinis penurunan pengelihatan dari pandangan jauh maupun
dekat, merasa silau (terdapat halo atau garis cahaya dan sulit melihat dalam keadaan terang),
pasien merasa berkabut, berasap, sukar melihat di malam hari atau dalam penerangan redup,
melihat ganda, merasa kesulitan membedakan warna, peningkatan kemampuan melihat dari jarak
dekat atau perubahan status refraktif (termasuk fenomena “pengelihatan kedua”) dan
pengelihatan menurun. Hal ini sesuai dengan keluhan pasien dimana pasien merasakan kedua
mata terasa seperti berkabut secara perlahan, pasien memiliki kesulitan melihat jauh maupun
dekat, pasien merasakan silau di siang hari dan sulit melihat dalam keadaan gelap.1,7

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital TD: 150/90 mmHg, Nadi: 94x/menit, RR:
18x/menit. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan:

OD OS
1/60 Visus 1/60
Normal TIO Normal
Tenang Palpebra Tenang
Tenang Konjungtiva palpebra / bulbi Tenang
Putih Sklera Putih
Jernih, arkus senilis (+) Kornea Jernih, arkus senilis (+)
Bulat Iris / pupil Bulat
Dangkal, jernih Kamera Okuli Anterior Dangkal, jernih
Keruh Lensa Keruh

31
Sulit dinilai Funduskopi Sulit dinilai

Teori:
Pada katarak imatur sebagian besar lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum
mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotic bahan lensa yang degenerative. Pada keadaan lensa mencembung
akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaucoma sekunder. Pada katarak
imatur, seseorang akan memiliki visus sekitar 5/60 sampai dengan 1/60.1,2

Seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Adapun
pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah satu dasar penentuan
tatalaksana hipertensi sebagai berikut. Dimana pada kasus didapatkan tekanan darah pasien
adalah 150/90 mmHg yang merupakan hipertensi derajat I.13

Tabel Derajat Hipertensi13

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kadar gula darah sewaktu pasien adalah 228 mg/dl.

Digital auto refractometer


OD: S-6.00 C-5.50 X 90o
OS: No Target
S.E: -8.75
Koreksi refraksi:
OD: S-5.00 C-4.00 X 90o = 6/40 max

32
S-3.50 C-3.00 X 90o = 5/60
OS: S- 4.50 C-3.50 X 90o = 6/40 max
S-3.50 C-3.00 X 90o = 5/60

Teori:
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik, ditandai oleh
adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau
keduanya. Gejala khas DM terdiri dari polyuria, polydipsia, polifagia dan berat badan menurun
tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka
yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vagina (wanita).
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah
cukup untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka
diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan
melalui cara pada tabel berikut. Pada pasien didapatkan hasil gula darah sewaktu 228 mg/dl,
dimana merupakan salah satu kriteria DM dimana hasil gula darah sewaktu diatas dan sama
dengan 200 mg/dl.14

Tabel Kriteria Diagnosis DM menurut ADA (2018)15

33
Tabel Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa menurut ADA (2018)15

Astigmatisma merupakan kelainan refraksi mata, yang ditandai dengan berbagai derajat
refraksi pada beberapa meridian, sehingga sinar sejajar yang datang pada mata itu akan
difokuskan pada macam-macam focus pula. Astigmatisma miopik kompositus adalah apabila
kedua meridian utama adalah miopik tetapi dengan derajat yang berbeda sehingga kedua focus
berada di depan retina tetapi jaraknya berbeda dari retina. Koreksinya dengan gabungan lensa
sferis negatif dan silindris negatif.1

Terapi

Pasien dilakukan operasi fakoemulsifikasi dan pemasangan IOL, disertai dengan pemberian
glimepirid 1 x 8 mg peroral dan Candesartan 1 x 8 mg peroral.

Teori:
Teknik operasi dengan fakoemulsifikasi menggunakan suatu alat yang disebut “tip” yang
dikendalikan secara ultrasonic untuk memecah nukleus dan mengaspirasi lensa, sehingga
berbeda dengan EKEK. Pembedahan dengan menggunakan vibrator ultrasonic untuk
menghancurkan nukleus dan kemudian diaspirasi melalui insisi 2,5 - 3 mm, dan kemudian
dimasukkan lensa intraocular yang dapat dilipat. Keuntungan yang dapat didapat dengan

34
tindakan insisi kecil ini adalah pemulihan visus lebih cepat, induksi astigmatisma akibat operasi
minimal, komplikasi dan inflamasi pasa bedah minimal.1,2

Glimepirid merupakan obat golongan sulfonylurea yang merupakan insulin secretagogue.


Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas,
dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun
masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia
berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang
nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjur kan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.14

Candesartan merupakan obat hipertensi golongan angiotensin receptor blockers (ARB).


ARB memiliki efek yang mirip dengan ACE inhibitor tetapi memiliki perbedaan dalam
mekanisme kerja. Obat ini memblok efek dari angiotensin II yang berfungsi untuk vasokonstriksi
pembuluh darah. Indikasi pemberian ARBs adalah pada pasien yang intoleran terhadap ACEi.
Beberapa penelitian besar, menyatakan valsartan dan captopril memiliki efektifitas yang sama
pada pasien paska infark miokard dengan risiko kejadian kardiovaskular yang tinggi.13

35
KESIMPULAN

Perempuan berusia 55 tahun datang dengan keluhan kedua mata terasa seperti berkabut sejak 1
tahun SMRS dengan diagnosa katarak senilis imatur, astigmatisma miopik kompositus, okular
dekstra dan sinistra dengan diabetes melitus serta hipertensi grade I. Katarak adalah suatu
kekeruhan lensa yang dapat disebabkan karena terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan
air dan elektrolit serta dapat pula disebabkan denaturasi protein lensa atau gabungan keduanya.
Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama. Terapi pada katarak adalah hanya dengan melakukan
operasi, dimana tindakan bedah katarak dibagi menjadi beberapa cara yaitu EKIK, EKEK, SICS
maupun ekstraksi katarak ekstrakapsular dengan teknik fakoemulsifikasi. Astigmatisma
merupakan kelainan refraksi mata, yang ditandai dengan berbagai derajat refraksi pada beberapa
meridian, sehingga sinar sejajar yang datang pada mata itu akan difokuskan pada macam-macam
focus pula.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhardjo S.U, Agni A.N. Buku Ilmu Kesehatan Mata. Edisi ke 3. Yogyakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran UGM; 2017.h.11-4,117-26.
2. Ilyas H.S, Yulianti S.R. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2015.h.210-20.
3. World Health Organization. Cited from URL:
https://www.who.int/blindness/causes/priority/en/index1.html. Downloaded on 24 May
2019.
4. Song P, Wang H, Theodoratou E, Chan K.Y. The national and subnational prevalence of
cataract and cataract blindness in China: a systematic review and meta-analysis. J Glob
Health. June 2018; 8(1)
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. November 2018. Cited from URL:
http://www.depkes.go.id/article/view/18110500001/jumlah-penderita-katarak-di-
indonesia-tinggi-menkes-ingatkan-perilaku-hidup-sehat.html. Downloaded on 24 May
2019.
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Februari 2017. Cited from URL:
http://www.kemkes.go.id/development/site/depkes/index.php?view=print&cid=1-
17042800013&id=deteksi-dini-%22pupil-mata-putih%22-cegah-kebutaan-pada-anak.
Downloaded on 24 May 2019.
7. Feldman B.H, Heersink S, Delmonte D.W. Cataract. June 2018. Cited from URL:
https://eyewiki.aao.org/Cataract. Downloaded on 24 May 2019.
8. Vaughan D.G, Asbury T, Eva P.R, Whitcher J.P. Oftalmologi Umum. Edisi ke 17.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2017.h.169-76
9. Astari P. Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana dan Komplikasi Operasi. CDK-269.
2018;45(10).h.748-52.
10. Salman A, Parmar P, Vanila C.G, Thomas P.A, Nelson J.C.A. Is ultrasonograhy essential
before surgery in eyes with advanced cataracts. J postgrad Med. March 2006; 52(1).p.19.
11. Astbury N, Nyamai L.A. Detecting and managing complications in cataract patients.
Community Eye Health. 2016; 29(94).p.27-9.

37
12. Wilmer Eye Institute. Cataract FAQ. Cited from URL:
https://www.hopkinsmedicine.org/wilmer/conditions/cataracts_faq.html. Downloaded on
25 May 2019.
13. Soenarta A.A, Erwinanto, Mumpuni A.S, Barrack R, et al. Pedoman tatalaksana
hipertensi pada penyakit kardiovaskular. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia; 2015.h.1.
14. Purnamasari D. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Diagnosis dan klasifikasi Diabetes
Mellitus. Jakarta Pusat : InternaPublishing; 2015.h.2325-34.
15. American Diabetes Association. Diabetes Care. Volume 41, Supplement 1, January 2018.
USA.

38

Anda mungkin juga menyukai