Anda di halaman 1dari 24

TUGAS RADIOLOGI

TRAUMA MAXILLOFACIAL

Disusun oleh : KELOMPOK 10

1. Putri Ummi Hanisah 15700087


2. Ni Nyoman Tri Anggastuti 15700089
3. Mirna Fauziah Lailly 15700091
4. Desak Gede Candra H 15700093
5. I Gede Rama Suarnanda 15700097

DOSEN PEMBIMBING :

dr. Hendro Siswanggono, Sp.Rad

dr. Anggraheny Soelistyaningtyas, Sp.Rad

dr. Sianny Suryawati, Sp.Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


TRAUMA MAXILLOFACIAL
I. DEFINISI
Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksayang mengenai wajah dan
jaringan sekitarnya (Kumala P, 1998). Trauma pada jaringan maksilofasial dapat
mencakup jaringan lunak dan jaringan keras. Yang dimaksud dengan jaringan lunak
wajah adalah jaringan lunak yang menutupi jaringan keras wajah. Sedangkan yang
dimaksud dengan jaringan keras wajah adalah tulang kepala yang terdiri dari
(Obuekwe, 2003) :
1. Tulang hidung
2. Tulang arkus zigomatikus
3. Tulang mandibula
4. Tulang maksila
5. Tulang rongga mata
6. Gigi
7. Tulang alveolus
II. PEMBAGIAN FRAKTUR TRAUMA MAXILLOFACIAL
a. Menurut Tipe
1. Simple
Simple atau Closed merupakan fraktur yang tidak menimbulkan luka terbuka
keluar baik melewati kulit ataupun mukosa (Saleh. 2016).
2. Compound
Compound atau Open merupakan fraktur yang disertai dengan luka luar
termasuk kulit, mukosa , yang berhubungan dengan patahnya tulang (Saleh.
2016).
3. Greenstick
Greenstick merupakan fraktur dimana salah satu korteks tulang patah, satu sisi
lainnya melengkung. Fraktur ini biasa terjadi pada anak-anak (Saleh. 2016).
4. Undisplaced
Fraktur undisplaced merupakan kondisi dimana garis patah komplit tetapi ke-2
fragmen tidak bergeser, periosteumnya masih utuh (Saleh. 2016).
5. Displaced
Fraktur displaced adalah kondisi terjadinya pergeseran fragmen-fragmen
fraktur yang juga disebut lokasi fragmen. Terbagi atas:
• Dislokasi ad longitudinal cum contractionum: pergeseran searah sumbu dan
overlapping.
• Dislokasi ad axim: pergeseran yang membentuk sudut.
• Dislokasi ad latus: pergeseran di mana kedua fragmen saling menjauh (Saleh.
2016).

b. Menurut Lokasi Fraktur


1. Single Fraktur
a. Upper Third Face
Fraktur sepertiga atas wajah mengenai tulang frontalis, regio supra orbita,
rima orbita dan sinus frontalis. Fraktur tulang frontalis umumnya bersifat
depressed ke dalam atau hanya mempunyai garis fraktur linier yang dapat
meluas ke daerah wajah yang lain (Saleh, 2016).
b. Middle Third Face
1) Septum Nasi
2) Maxilla
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Rene Le Fort, terdapat
tiga pola fraktur maksila, yaitu Le Fort I, II, dan III.
a) Fraktur Le Fort I
Fraktur Le Fort I dikenal juga dengan fraktur Guerin yang
terjadi di atas level gigi yang menyentuh palatum, meliputi
keseluruhan prosesus alveolar dari maksila, kubah palatum, dan
prosesus pterigoid dalam blok tunggal. Fraktur membentang
secara horizontal menyeberangi basis sinus maksila. Dengan
demikian buttress maksilari transversal bawah akan bergeser
terhadap tulang wajah lainnya maupun kranium (Pramesthi,
2015)
b) Fraktur Le Fort II
Pukulan pada maksila atas atau pukulan yang berasal dari arah
frontal menimbulkan fraktur dengan segmen maksilari sentral
yang berbentuk piramida. Karena sutura zygomaticomaxillary
dan frontomaxillary (buttress) mengalami fraktur maka
keseluruhan maksila akan bergeser terhadap basis kranium
(Pramesthi, 2015)
c) Fraktur Le Fort III
Selain pada pterygomaxillary buttress, fraktur terjadi pada
zygomatic arch berjalan ke sutura zygomaticofrontal membelah
lantai orbital sampai ke sutura nasofrontal. Garis fraktur seperti
itu akan memisahkan struktur midfasial dari kranium sehingga
fraktur ini juga disebut dengan craniofacial dysjunction. Maksila
tidak terpisah dari zygoma ataupun dari struktur nasal.
Keseluruhan rangka wajah tengah lepas dari basis kranium dan
hanya disuspensi oleh soft tissue. (Pramesthi, 2015)
3) Zygoma
Zygomaticomaxillary complex (ZMC) memainkan peran penting pada
struktur, fungsi, dan estetika penampilan dari wajah. ZMC memberikan
kontur pipi normal dan memisahkan isi orbita dari fossa temporal dan
sinus maksilaris. Zygoma merupakan letak dari otot maseter, dan oleh
karena itu berpengaruh terhadap proses mengunyah.
Fraktur ZMC menunjukkan kerusakan tulang pada empat dinding
penopang yaitu zygomaticomaxillary, frontozygomatic (FZ),
zygomaticosphenoid, dan zygomaticotemporal. Fraktur ZMC
merupakan fraktur kedua tersering pada fraktur fasial setelah fraktur
nasal (Pramesthi, 2015)
4) Proc. Alveolaris
c. Lower Third Face (Mandibula)
Mandibula mengelilingi lidah dan merupakan satu-satunya tulang kranial
yang bergerak. Pada mandibula, terdapat gigi-geligi bagian bawah dan
pembuluh darah, otot, serta persarafan. Mandibula merupakan dua buah
tulang yang menyatu menjadi satu pada simfisis.
Mandibula terhubung dengan kranium pada persendian temporomandibular
(TMJ). Fungsi yang baik dari mandibula menentukan gerakan menutup dari
gigi. Fraktur mandibula dapat mengakibatkan berbagai variasi dari
gangguan jangka pendek maupun panjang yaitu nyeri TMJ, gangguan
mengatupkan gigi, ketidakmampuan mengunyah, gangguan salivasi, dan
nyeri kronis. Fraktur mandibula diklasifikasikan sesuai dengan lokasinya
dan terdiri dari simfisis, badan, angle, ramus, kondilar, dan subkondilar
(Saleh, 2016).
2. Multiple (Combined)
Merupakan kombinasi lebih dari satu fraktur. Misalnya, Fraktur
orbitozygomaticus complex, Le Fort IV (Kombinasi Le Fort III dengan Fraktur
Os Frontal dan Temporal).

III. MEMBACA RADIOLOGI TRAUMA MAXILLOFACIAL


 Menilai :
- Ada / tidaknya fraktur yang menyebabkan gangguan fisiologis normal sinus,
mulut, dasar hidung dan orbita.
- Untuk rekonstruksi wajah / kosmetik.
- Foto polos muka dgn berbagai posisimemegang peranan penting dlm
mengevaluasi fraktur maksilofasial.
- CT ScanMemegang peranan lebih penting.
 Fraktur pada tulang muka dpt dibagi atas :
1. Terjadi pada satu tulang.
2. Terjadi pada beberapa tulang (kompleks).
 Struktur Anatomi
Fraktur pada Foto Radiologi tersebut meliputi :

 Fraktur tulang nasal : terjadi gangguan aliran (passage) dr sinus ke cavum nasi.
 Fraktur tulang frontalis : dimana terdapat sinus frontalis.
 Fraktur arkus zygomatikus : Dimana terlibat sinus maksilaris.
 Fraktur yg meliputi ethmoid / maksilaris atau keduanya.
 Fraktur os.frontalis  perselubungan pada sinus frontalis oleh karena perdarahan
(adanya fraktur salah satu dengan sinus) atau gangguan aliran (drainase) pada daerah
bagian bawah sinus frontalis.
 Kadang pada foto AP / PA tidak jelas tanda fraktur pada dinding sinus frontalis.
Pada foto lateral akan tampak fraktur karena tekanan(depressed fracture) dimana
tampak defect pada dindig anterior sinus frontalis dan terlihat sebagai fragmentasi
tulang yang tertekan kedalam sinus.
 Gambaran depressed fracture kadang susah di deteksitertutup oleh bayangan
perdarahan & edemapemeriksaan ulang 2-3 minggu.
 Dilaporkan ke bedah plastik untuk rekonstruksi.
 Trauma mukamisalkan oleh karena kasti (basket), tinju dan lain-lain sering terjadi
kerusakan orbita.
 Daerah paling lemah pada orbita1/3 tengah dasar orbita oleh karena terdapat
foramen intra-orbital dan kanalis orbitalisterjadi enofthalmus akut, herniasi
jaringan lunak orbita kedalam sinus ethmoidalis, sinus frontalis atau disertai fraktur
pada daerah ethmoid dan frontalis, sehingga pasien mengeluh diplopia.
 Foto polosgaris fraktur disekitar orbita dan perselubungan sinus ethmoidalis dan
frontalis.
 Fraktur kompleks yaitu fraktur yang mengenai beberapa tulang yang sering terjadi :
a. Fraktur naso-orbital-ethmoid
b. Fraktur trimalar (tripod).
c. Fraktur Le Fort.

A. Fx Naso-orbital-Ethmoid
Oleh karena benturan kuat pada dasar hidung yang menekan os nasal ke
belakangsinus ethmoidalis kollaps (fraktur accordion). Terjadi Rinorhoe cairan
CSF.

- Foto Lateral Fx os nasal, perselubungan sinus ethmoidalis.


- CT Scan coronalkollpas sinus ethmoidalis.
-
CT Scan Potongan Coronal

CT Scan dan CT Scan 3 D

B. Fraktur Trimalar (Tripod)


- Sirang pada petinju.
- Pukulan keras pada os.zygoma.
- Fraktur pada zygomatikomaksilar (insiden paling tinggi), lalu disusul fraktur
zygomatikotemporal & zygomatikofrontal.
- Pemeriksaan radiologiWaters dan CT Scan.
Pada gambar CT scan potongan axial diatas menunjukkan fraktur pada
zygomaticotemporal (tanda panah bagian bawah) dan zygomaticomaxillary (panah
pada bagian atas)

C. Fraktur Le fort.
- Fx kompleks meliputi tulang – tulang muka (fasial) yang sering terjadi
kecelakaan mobil.
- Pemeriksaan radiologifoto polos muka & CT Scan untuk
memeperlihatkan luas daerah yang terkena dan tulang apa saja yang fraktur
untuk keselamatan pasien & untuk bedah plastik.
Jenis-Jenis fraktur le fort :
1. Le fort I (transversal)
Fraktur yg berjalan transversal melalui maksila & dasar nasal, biasanya diatas
palatum durum, palatum durum mengapung(floating palate) bergeser ke
posteriormaloklusi.
Gambar fraktur Le fort I

2. Fraktur Le fort II (Piramidal)


Fraktur yang terjadi pada daerah mid fasial mulai dr os zygomatikus sampai
seluruh cranium. Garis fraktur berjalan menyilang dasar hidung melalui bagian
depan maksila, melalui dinding medial orbita berjalan keatas dan bawah sampai
menyilang dinding lateral sinus maksilaris berakhir pada atap pterygoid akibatnya
fragmen midfasial bergeser ke belakang, seolah-olah wajah terbagi 2.

Gambar fraktur Le fort II

3. Fraktur Le fort III (Disfungsi kraniofasial)


Fraktur berjalan melintang melalui daerah nasofrontal, turun menyilang dinding
orbita medial sesuai dengan garis Le fort II.
Gambar fraktur Le Fort III

Fraktur Le Fort
CT Scan coronal Lefort I,II dan III

CT Scan 3 D Fraktur Le fort


IV. POSISI FOTO UNTUK TRAUMA MAXILLOFACIAL
a. Posisi Caldwell (occipitofrontal)
Proyeksi Caldwell dibuat dengan sinar yang diarahkan sekitar 250 di bawah
canthomeatal plane untuk memungkinkan visualisasi dasar orbital yang berada
diatas petrous ridge (Dolan dkk, 1984).

b. Posisi AP, untuk melihat fraktur dari :


- Angulus
- Ramus
- Sebagian Corpus
- Condylus
c. Posisi Lateral, untuk melihat fraktur :
- Nasal
- Maxilla
Kriteria gambaran radiologi yang baik pada posisi lateral (Moeller TB,
2009) :
 Visualisasi lengkap dari seluruh tengkorak
 Kedua temporomandibular joints superimposed
 Sella linear (2) (tidak ada garis ganda)
 Clinoid processes superimposed (3)
d. Posisi Water’s/ Occipito Mental, untuk melihat :
- Maxilla
- Zygoma
- Septum Nasi
- Alveolus
- Simfisis mandibula
Kriteria gambaran radiologi yang baik pada posisi water’s (Moeller TB,
2009) :
 Kedua orbita simetris (1)
 Superior petrous ridges (3) below antral floors (2)
 Sinus sphenoid (4) terproyeksi melalui mulut yang terbuka
e. Posisi Towne, untuk melihat :
- Fraktur ramus dan condylus
- Os. Maxilla
- Os. Zygoma
Posisi towne diambil denga berbagai variasi sudut angulasi antara 30-60 ke arah
garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm di atas glabela dari foto
polos kepala dalam bidang midsagital. Proyeksi ini adalah posisi yang paling
baik untuk menganalisis dinding posterior sinus maksilaris, fisura orbita inferior,
kondilus mandibularis, dan arkus zigomatikus posterior (Rachman, 2005).
f. Foto TMJ (Temporo Mandibular Joint), untuk melihat :
- Posisi mulut saat membuka dan menutup
- Fraktur dan dislokasi. Adanya dislokasi ditandai dengan caput condylus
mandibula yang keluar dari meniscus persendian dan berada di depan
eminentia articularis.
g. Foto Basis cranii/basal view/proyeksi submento vertex
Posisi submento vertex diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala
pasien menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film. Sentrasi
tegak lurus kaset dalam bidang midsagital melalui sella tursika ke arah verteks.
Banyak variasu-variasi sudut sentrasi pada posisi submentoverteks, agar
mendapatkan gambaran yang baik pada beberapa bagian basis kranii, khususnya
sinus frontalis dan dinding posterior sinus maksilaris (Rachman, 2005).
Kriteria gambaran radiologi yang baik pada posisi water’s (Moeller TB,
2009) :
 Symmetrical base of the skull
 Mandible projected over frontal sinuses
 Condilus mandibula terproyeksi simetris
 Foramen ovale dan spinosum terlihat
DAFTAR PUSTAKA

Dolan, dkk. 1984. RadioGraphics. Volume 4, Number 4. University Hospitals & Clinics,
Iowa City, Iowa.
Goodisson, D., et al., 2004. Head Injury and Associated Maxillofacial Injuries. The New
Zealand Medical Journal 117
Khan, A.N., 2013. Imaging in Skull Fractures. Available From:
http://emedicine.medscape.com/article/343764-overview [Accessed on 11
November 2018].
Kumala P, dkk. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. 25th ed. Dyah Nuswantari, eds.
Jakarta : EGC, hal : 413
Moeller TB, Reif E. 2009. Pocket Atlas of Radiographic Positioning. Edisi Kedua. Thieme
Obuekwe ON, Ojo MA, Akpata O, Etetafia M. 2003. Maksilofacial trauma due to road
traffic accident in benin city, Nigeria. Annals Of African Medicine, Vol 2(2), hal:
58-63
Pramesthi, Emmy D.S. Yusuh, Muhtarum. 2015. Penatalaksanaan Fraktur Maksilofasial
dengan Menggunakan Mini Plat. SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ RSUD dr.
Soetomo Surabaya

Rachman DM. Sinus Paranasal dalam Radiolodi Diagnostik. Edisi Kedua. FKUI-RSCM.
Jakarta. 2005. 431-46

Saleh, Edwyn. 2016. Fraktur Maxilla dan Tulang Wajah Sebagai Akibat Trauma Kepala.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai