Oleh :
21080117130054
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Manusia sangat membutuhkan air minum untuk kehidupan sehari-hari, karena itulah
kebutuhan akan air minum semakin meningkat. Karena itulah, peningkatan kebutuhan akan
air minum juga harus seiring dengan peningkatan ketersediaan air minum. Air minum
merupakan suatu kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia. Berdasarkan Permen PU
Nomor 18 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum, air minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau
tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Kualitas air perlu diperhatikan karena berhubungan dengan kesehatan dan kemakmuran
masyarakat. Air yang tidak memenuhi standar kualitas air bersih yang telah ditetapkan dapat
menimbulkan berbagai macam penyakit. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan air
bersih yang layak dan aman dikonsumsi, diperlukan adanya suatu pengolahan air baku
menjadi air bersih / air minum dengan memperhatikan kualitas air baku yang ada sebelum
disalurkan ke masyarakat.
Dalam menjaga ketersediaan air minum baik itu secara kuantitas maupun kualitasnya,
diperlukan suatu pengolahan air minum yang terpadu. Sumber air baku yang digunakan bisa
dari berbagai jenis air permukaan maupun air bawah tanah. Salah satu sumber air baku yang
sering digunakan adalah air sungai. Dibutuhkan suatu pengolahan terlebih dahulu sebelum air
baku tersebut siap dikonsumsi dan telah memenuhi standar baku mutu air minum seperti yang
tercantum pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 429 Tahun 2010.
Dalam proses pengolahan air baku menjadi air minum terdapat proses Desinfeksi
yang sangat penting dilakukan untuk menghilangkan virus-virus atau patogen yang terbawa
di air, sehingga dapat menghasilkan air minum yang layak dan sesuai standar baku mutu
melalui berbagai proses yang direncanakan dan dirancang. Paper ini berisi tentang penjelasan
mengenai Desinfeksi secara umum dan penerapannya.
Tabel 2.1
Standar Air Minum
PP no
Kualitas Kepmenkes Permenkes
No Parameter Satuan 82/2001
Air Baku no 907/2002 no 492/2010
Gol.1
1 Warna TCU 10 50 15 15
2 Kekeruhan NTU 5 25 5 5
Daya hantar Μmhos 150
3 - - -
listrik
NH4 mg/l 0.2
4 - - -
5 NO2 mg/l 0,01 0,06 3 3
6 NO3 mg/l 0,3 10 50 50
7 Ph 7,4 6-9 6,5 – 8,5 6,5 – 8,5
8 Natrium mg/l 5 - - -
9 Kalium mg/l 1 - - -
10 Kalsium mg/l 10 - - -
11 Magnesium mg/l 7 - - -
12 Besi mg/l 1,7 0,3 0,3 0,3
Mangan mg/l 0,6 0,1 0,1 0,4
13
14 CO2 mg/l 6 - - -
15 CO2 agresif mg/l 2,5 - - -
Zat organik mg/l 0,5
16 - - 10
KmnO4
17 Bikarbonat mg/l 3 - - -
18 Sulfat mg/l 1 400 250 250
19 Chlorida mg/l 4 1 250 250
20 Kesadahan mg/l 50 - - 500
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010
2.2 Unit Produksi
Unit produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) PP No 122 Tahun 2015
tentang Sistem Penyediaan Air Minum merupakan infrastruktur yang dapat digunakan untuk
proses pengolahan Air Baku menjadi Air Minum melalui proses fisika, kimia, dan/atau
biologi.
i) Jenis desinfektan yang digunakan: Gas khlor (Cl2), kandungan khlor aktif
minimal 99% Kaporit atau kalsium hipoklorit (CaOCl2) x H2O, kandungan khlor
aktif 6070% Sodium hipoklorit (NaOCl), kandungan khlor aktif 15% Ozon (O3)
ii) Dosis khlor ditentukan berdasarkan DPC (Daya Pengikat Chlor), yaitu jumlah
khlor yang dikonsumsi air besarnya tergantung dari kualitas air bersih yang
diproduksi serta ditentukan dari sisa khlor di instalasi, 0,3-0,5 mg/L
iii) Pembubuhan desinfektan: Gas khlor disuntikkan langsung ke pipa air bersih,
pembubuhan gas menggunakan peralatan tertentu yang memenuhi ketentuan yang
berlaku Kaporit atau sodium hipoklorit dibubuhkan ke pipa air bersih secara
gravitasi atau mekanis. Ozonisasi menggunakan peralatan ozonator.
iv) Bak kaporit Bak dapat menampung larutan selama 8-24 jam Diperlukan 2 buah
bak, yaitu:
1. bak pengaduk manual atau mekanis
2. bak pembubuh
v) Bak harus dilindungi dari pengaruh luar dan tahan terhadap kaporit.
Efisiensi disinfektan tergantung pada jenis bahan kimia yang digunakan, beberapa
disinfektan seperti ozon dan khlorine dioksida merupakan oksidator yang kuat dibandingkan
dengan yang lainnya seperti khlorine.
Di alam terdapat banyak sekali variasi mikroba patogen yang resisten terhadap
disinfektan. Bakteri pembentuk spora umumnya lebih resistan terhadap disinfektan
dibandingkan bakteri vegetatif. Terdapat juga variasi dari bakteri vegetatif yang resisten
terhadap disinfektan dan juga diantara strain yang termasuk dalam spesies yang sama.
Sebagai contoh Legionella pneumophila lebih tahan terhadap khlorine dibandingkan E.coli.
Secara umum resistensi terhadap disinfeksi berurutan sebagai berikut : bakteri vegetatif <
virus enteric < bakteri pembentuk spora spore-forming bacteria) < kista protozoa.
3.2.4 Pengaruh Ph
Dalam hal disinfeksi dengan senyawa khlor, pH akan mengontrol jumlah HOCl (asam
hypochlorit) dan OCl- (hypokhlorit) dalam larutan. HOCl 80 kali lebih efektif dari pada OCl-
untuk E.Coli. Di dalam proses disinfeksi dengan khlor, harga Ct meningkat sejalan dengan
kenaikan pH, Sebaliknya inaktivasi bakteria, virus dan kista protozoa umumnya lebih efektif
pada pH tinggi. Pengaruh pH pada inaktivasi mikroba dengan khloramin tidak diketahui
secara pasti karena adanya hasil yang bertentangan. Pengaruh pH pada inaktivasi patogen
dengan ozon juga belum banyak diketahui secara pasti.
3.2.5 Temperatur
Beberapa senyawa kimia yang dapat mempengaruhi proses disinfeksi antara lain
adalah senyawa nitrogen anorganik maupun organik, besi, mangan dan hidrogen sulfida.
Senyawa organik terlarut juga menambah kebutuhan khlor dan keberadaannya
menyebabkan penurunan efisiensi proses disinfeksi.
1. Menghilangkan bau
2. Mematikan alga.
3. Mengoksidasi Fe (II) menjadi Fe (III) sehingga konsentrasi di air turun.
4. Mengoksidasi Mn.
5. Mengoksidasi H2S menjadi H2SO4.
6. Mengoksidasi nitri menjadi nitrat.
7. Mengoksidasi amonia menjadi senyawa amin.
8. Mengoksidasi phenol menjadi senyawa phenolat yang tidak berbahaya.
Pengaruh Ph Efisiensi menurun Dikloramin dominan pada Lebih efisien pada Residu Insentif
dengan kenaikan pH ≤ 5 monokloramin pH tinngi terjadi
ph dominan pada pH ≥ 7 pada pH
rendah
Residu di sistem
distribusi Ada Ada Ada Tidak ada Tidak ada
Produk samping:
pembentukan THM
Ada Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak Tidak terjadi
terjadi
Dosis (mg/L 2 - 20 0,5 - 3,0 - 1-5 -
Berat ekivalen 35,5 25,8 13,4 24 -
(pound)
Sumber : National Academy of Science (1980) dalam Montgomery, 1995; hal 276
Darmasetiawan, 2001, Teori dan Perencanaan Instalasi Pengolahan Air, Yayasan. Suryono,
Bandung.
Joko, Tri. (2010). Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Yogyakarta
Nusa Idaman Said. 2007. Disinfeksi untuk Proses Pengolahan Air Minum. Pusat Teknologi
Lingkungan : BPPT.