Anda di halaman 1dari 3

Nama : Kristiyani

NPM : 1610631030157

Doktrin Wawasan Nusantara: Internalisasi Doktrin Archipelago

Pada November 1996, 8 bulan setelah (de facto) penyerahan kekuasaan, diadakan seminar

oleh Dephankam yang diprakarsai oleh Tentara yang dihadiri oleh pejabat pelayanan tingkat

tinggi. Tentara merencanakan upaya besar untuk merenovasi susunan organisasi pasukan

bersenjata, terutama sebagai pengukur kesiapan dalam mengantisipasi pencapaian kekuatan

sebenarnya. Maksud utamanya mengakhiri otonomi sebelumnya dan persaingan pelayanan.

Sehingga di akhir 1990, peringkat menteri dicabut dan pimpinan tidak lagi dipanggil

“komandan”, tapi lebih baik “kepala staf”.1

Seminar tahun 1966 menghasilkan Doktrin Hankamnas dan Doktrin Perjuangan ABRI.

Kedua Doktrin tersebut menghasilkan aturan yang disebut “Wawasan”. Doktrin mengklaim

bahwa “wawasan” untuk HANKAMNAS adalah konsep dari Wawasan Nusantara Bahari.

Wawasan ini, yang mengakhiri persaingan doktrin pelayanan sebelumnya, adalah modifikasi

termonologi kedalam Wawasan Nusantara di seminar kedua MENHANKAM ditahun

berikutnya. Bagaimanapun, untuk tujuan signifikan Wawasan Nusantara Bahari/Wawasan

Nusantara kita mnegisyaratkan minat baru dalam struktur teritorial maritim sebagaimana

diatur oleh Deklarasi Djuanda.2

Titik akhir tentang Wawasan Nusantara Bahari tidak ditandai sejak Deklarasi Djuanda

menemukan batas maritim substantif dan praktis dari otoritas politik tertinggi. Pemerintahan

Orde Baru banyak meninggalkan konsep politik Soekarno. Namun, kedua lambang-UUD

1945 dan Pancasila- dikembalikan untuk kepentingan. Namun, golongan elit merasa

pembuatan lambang baru yang mirip diperlukan untuk melengkapi nilai dan norma dalam
1
Djalal, Dino Patti,1990,Geopolitical Concepts and Maritime Territorial Behaviour in Indonesian Foreign
Policy,hlm.107.
2
Ibid,hlm.108.
konstitusi dan Pancasila. Sebuah simbol dibuat oleh militer, secara struktural diakomodasi

dan terekspos publik juga akan menyediakan link legitimasi antara militer di satu sisi dan

pendirian politik, di sisi lain.3

Selama 6 bulan berikutnya, Komite mengadakan konsultasi dihadiri aktor sosial poltik dan

lembaga pemerintahan. Akhirnya, pada 10 November 1972, LEMHANAS menyelesaikan

konsep akhir yang dipertahankan dari Wawasan Nusantara. Itu lalu disampaikan ke komite

yang bertanggung jawab untuk meproses dan mengkaji ulang materi di sesi umum Majelis

Musyawarah mendatang. Kenyataannya dan diharapkan, Majelis meratifikasi dengan hanya

sedikit perubahan dan Wawasan Nusantara dan kemudian tergabung dalam GBHN, 5 tahun

kebijakan manual bagi pemerintahan.4

Penting untuk dicatat bahwa rezim Orde Baru telah membentuk konseptual keterkaitan dan

paritas politik antara (1973) antara Wawasan Nusantara dan simbol sakralnya, konstitusi

1945 dan Pancasila. kealamian dari “keterkaitan” ini tentu saja sepenuhnya subjektif dan

usaha emosional. Tapi dengan cara yang sama, apresiasi dari fakta ini mengijinkan kita untuk

memahami perluasan teritorial maritim yang telah melambungkan keadaan status politik yang

tinggi. Sedangkan sebelum 1966, Soekarno bersedia memberitakan dengan semangat tentang

konsep romantik perjuangan revolusionernya, sekarang retorika rezim Orde Baru memiliki

kesamaan “romantik” tentang asumsi kebaikan pembatasan maritim.5

Berhutang “keterkaitannya” dengan Pancasila, Wawasan Nusantara telah memperoleh

eksposur yang luar biasa di kancah nasional. Di akhir 1970an, pemerintah meluncurkan

kampanye ambisius untuk mempromosikan Ideologi Pancasila. Program ini disebut Pedoman

Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P-4 yang diterapkan di semua lembaga

3
Djalal, Dino Patti,1990,Geopolitical Concepts and Maritime Territorial Behaviour in Indonesian Foreign
Policy,hlm.109.
4
Ibid,hlm.110.
5
Ibid,hlm.111.
pemerintahan, lembaga pendidikan, dan sosial budaya dan organisasi politik. Doktrin

Wawasan Nusantara mengandung kurikulum P-4 dan faktanya adalah istilah yang sering

digunakan. Bagaimanapun kampanye P-4 memiliki dampak yang luar biasa memfasilitasi

proses internasionalisasi Wawasan Nusantara. Seperti Pancasila, itu menjadi istilah populer

dalam Politik Indonesia dan kosakata media.6

6
Djalal, Dino Patti,1990,Geopolitical Concepts and Maritime Territorial Behaviour in Indonesian Foreign
Policy,hlm.112.

Anda mungkin juga menyukai