Asean Way
Asean Way
Abstrak
Kata kunci: Prinsip Non Intervensi, ASEAN Way, security complex, potensi ancaman,
amity, enmity
Pendahuluan
sosial, ekonomi, dan budaya. Dimana dalam proses kerjasama itu banyak dipengaruhi
oleh variabel-variabel yang dinamis dan itu dapat berpengaruh pada keefektifan sebuah
organisasi. Bahwa efektifitas sebuah organisasi dilihat dari tiga hal, yaitu tingkat
isu yang timbul dan berkembang, apabila kerumitan dari dinamika masalah itu dapat
dikelola dengan baik maka organisasi akan dinilai sebagai sesuatu yang efektif. Kedua
adalah level kolaborasi, dimana ASEAN harus mampu untuk menentukan posisi
kolaborasinya dalam kerangka kerja yang terkelola. Ketiga adalah problem solving,
dimana dalam tahapan ini ASEAN akan dinilai kompetensinya dengan keterkaitannya
terhadap poin 2 dan 3, dan bagaimana ASEAN menjalankan fungsi otoritasnya terhadap
dengan hal-hal tersebut, maka muncullah berbagai variabel yang menciptakan suatu
situasi dan kondisi yang harus dihadapi oleh ASEAN, berkaitan dengan segala
dinamika isu yang berkembang di kawasan Asia Tenggara. Berangkat dari latar
belakang sejarah yang sama, yaitu pengalaman kolonialisme yang dianggap sebagai
masa kegelapan di Asia Tenggara, maka ASEAN mempunya kepekaan terhadap segala
sebagai sebuah komunitas diplomatik1, karena ASEAN pun dianggap sebagai wilayah
1
Baca Rizal Sukma. 1996, ASEAN Sebagai Komunitas Diplomatik: Peran, Tugas, dan Strategi, dalam
Bantarto Bandoro (ed), Agenda dan Penataan Keamanan di Asia Pasifik, Jakarta: CSIS, hal. 56+
komunitas keamanan, namun sebagai organisasi yang memiliki peran keamanan
isu-isu baru yang berpengaruh langsung dalam segala mekanisme yang harus
dijalankan oleh ASEAN. Salah satu isu yang akan dibahas dalam tulisan ini berkaitang
dengan isu keamanan, yaitu persepsi ancaman dari perspektif ASEAN terhadap
interaksinya dengan para significant others-nya. Sehingga ada dua pertanyaan besar
yang muncul lebih lanjut, yaitu mengapa akhirnya ASEAN memasukan isu keamanan
kedalam salah satu agenda kerjasamanya secara terbua pada saat ini? Apakah bentuk
persepsi suatu negara terhadap perilaku negara lain. Persepsi yang tidak selamanya
dianggap sebagai satu nilai positif, tak jarang persepsi yang muncul adalah bentuk
kewaspadaan, dimana perilaku suatu negara dapat mengancam eksistensi yang lain.
regionalnya. Salah satu rumusan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah melakukan
konsolidasi dan memperkuat solidaritas dalam ASEAN secara kohesif dan selaras
dengan cara membuat ketahanan nasional dan regional melalui kerjasama dan bentuk
Dilema yang muncul selanjutnya akbat dari interaksi global di kawasan Asia
Tenggara adalah perkembangan indocina yang juga dianggap sebagai sebuah ancaman,
2
Lihat Asean Documentary Series. 1998 – 1999, Jakarta: Asean Secretariat
selain itu juga ketidakstabilan domestik politik di setiap negara di kawasan tersebut
preferensi suatu negara terhadap potensi negara lain, terutama di Asia Tenggara
memicu Asean untuk mengambil langkah guna memberikan solusi yang relevan bagi
isu-isu yang nantiny aakan berkembang menjadi sebuah ancaman. Jadi dapat dicermati
suatu persepsi yang sama antar sesama anggotanya dalam memandang sebuah isu yang
berkembang.
Munculnya negara super power dunia pun tidak lepas dari perhatian ASEAN,
karena tidak dapat dipungkiri dengan berperannya negara super power dalam proses
arbitrasi konflik di kawasan Asia Tenggara, dipandang sebagai sebuah ancaman yang
harus disikapi secara tepat dan cermat. Karena ASEAN sadar, bahwa ketika harus
terbuka, yang tentunya tidak akan membawa manfaat apapun. Hadirnya Amerika
ancaman muncul diakibatkan oleh kerapuhan pada kondisi sebuah negara atau kawasan.
Dimana kerapuhan ini erat kaitannya dengan satu kondisi yang lemah, baik dari
kekuatannya (weak power) dan domestik negara itu sendiri (weak states).
Sebagai salah satu contoh, adalah kasus ketika terjadi penolakan Vietnam
terhadap konsepsi ZOPFAN, dan disusul oleh invasi Hanoi ke Kamboja pada bulan
Sedember 1978. pada saat itu Vietnam melakukan penyangkalan terhadap supremasi
kedaulatan nasional yang dipegang oleh ASEAN. Pada saat itu ASEAN dihadapkan
pada sebuah dilema, apabila mendiamkan perilaku Vietnam tersebut, maka akan
3
Op cit, hal 59
menjadi preseden penyangkalan kedaulatan nasional, disamping itu ASEAN dituntut
perilaku Vietnam. Akhirnya Asean hanya bisa menjalankan sebuah mekanisme untuk
ASEAN dihadapkan pada satu masalah baru, yaitu menyelesaikan friksi intra ASEAN.
Apapun hasil yang dicapai pada saat itu, ASEAN telah menunjukan kemampuannya
konsultasi dan negosiasi4 sebagai sebuah langkah preventif untuk menghindari konflik
antar anggota ASEAN. Adapun ancaman-ancaman yang timbul dan dapat mengarah
pada konflik terbuka, yaitu ancaman yang berasal dari dalam (Internal threat) dan
ancaman dari luar (external threat). Dua ancaman itu bisa muncul dari berbagai sektor
kehidupan. Sebagai contoh pada kasus kabut asap yangd iakibatkan oleh kebakaran
hutan di Kalimantan, merupakan ancaman dalam bidang ekologi. Dimana kabut asap
seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura. Mereka mengkritik keras perilaku oknum-
ladang baru, sedangnya bagi Indonesia hal itu tidak lebih dari sekedar alasan eknomi
yang tidak dapat dihindari. Apabila pada kasus ini, Indonesia tidak sungguh-sungguh
4
Kamarulzaman Askandar. 2003, Rethinking Conflict Management In Southeast Asia, dalam
Kamaruzalam Askandar (ed), Management and Resolution of Inter-State conflict in Southeast Asia,
Penang: SEACNS, hal 19
mengatasinya, maka ancaman ekologi ini dapat mengarah pada sebuah konflik antar
Dalam hal ini pola hubungan yang awalnya bersifat amity (hubungan positif)
akan bergeser pada satu hubungan enmity ( hubungan negatif) yang diakibatkan elah
ancaman ekologi tersebut. Selain itu juga ancaman ekologi tersebut akan berpengaruh
digolongkan menjadi tiga kategori ancaman yang berkaitan dengan lingkungan atau
keragaman hayati ini5, yaitu konversi lingkungan, kegiatan konsumsi yang berlebihan
(over consumption) dan marak korupsi yang dilakukan oleh oknum elit politik dalam
tiap negara di kawasan Asia Tenggara. Hal-hal yang berkaitan dengan eksploitasi
lingkungan selalu berdasar pada alasan ekonomi, dimana hal itu dilakukan untuk
maju. Jadi masalah lingkungan yang erat kaitannya dengan pertumbuhan penduduk,
migrasi, dan eksploitasi sumber daya alam, dapat mengarah atau meningkatkan
intensitas konflik, baik pada domestik politik suatu negara yang akhirnya menjadi
sebuah ancaman bagi sebuah kawasan, karena adanya interask sosial regional. Dalam
konsep mengenai environmental security ini telah diajukan pada pertengahan 1980-an6,
namun baru diperhatikan dan direalisasikan saat sekarang ini, sehingga ASEAN perlu
5
Bob Sugeng Hadiwinata, Environment Security Problem in Southeast Asia: In Search of an Effective
Conflict in Southeast Asia, dalam Kamarulzaman Askandar, Management & Resolution of Inter-State
Conflict in Southeast Asia, Penang: SEACNS, hal. 135
6
Ibid, hal. 144
Ancaman dari luar ASEAN pun tidak luput dari perhatian organisasi ini, karena
ancaman jenis ini dapat mempengaruhi eksistensi ASEAN di kawasan Asia Tenggara,
sebagai contohnya adalah munculnya kekuatan Cina di Asia, baik mengenai nuklirnya,
teritorialnya, berkaitan dengan masalah Laut Cina Selatan. Hal-hal itu dipersepsikan
dengan berdasar pada beberapa hal7, yakni teori sistemik mengenai kekuatan besarnya
sebagai kontrol terhadap lingkungan eksternalnya dan juga sebagai sarana untuk
kawasan Asia Tenggara; klaim Cina terhadap Laut Cina Selatan sebagai bagian dari
teritorialnya. Dengan berdasarkan pada hal-hal tersebut, maka Cina akan mempunyai
tersebut8. Faktor hubungan sejarah antara Cina dengan beberapa negara di kawasan
Asia Tenggara juga menjadi sebuah tolak ukur kekhawatiran ASEAN, apabila ia
muncul sebagai sebuah hegemoni, yaitu mengingat dahulu Cina pernah menjadi
termasuk Indonesia (PKI, yang menjadi masa kelam bagi negara-negara Asia Tenggara.
Sehingga pada akhirnya, pada tahun 1990-an ASEAN merangkul Cina dalam kerjasama
keamanan regional yang terwujud melalui ASEAN Regional Forum (ARF) yang juga
melibatkan peran Jepang serta Amerika Serikan, yang nantinya diharapkan dapat
7
Allan Collins. 2000, ASEAN, The China and The South China Sea Dispute, dalam The Security
Dilemmas of Southeast Asia, London: Macmillan Press. Ltd. Hal 137
8
Ibid, hal. 139
ASEAN WAY
bidang, termasuk keamanan. Oleh karena hal itulah, maka ASEAN perlu melahirkan
environmental security, dimana hal itu tertuang pada ASEAN Way. Norma ini
musyawarah yang dijadikan sebagai landasan pada ASEAN Way tidak dapat dijadikan
sebagai satu-satunya cara untuk mencapai sebuah kesepakatan. Namun terlepas dari
semua itu, Asean Way telah muncul sebagai migator yang mampu mengurangi tingkat
momentum penting di kawasan Asia Pasifik, sebagai sebuah wadah kerja sama untuk
Peran ASEAN dalam forum ini adalah sebagai reaktor pendorong utama bagi
ARF untuk membangun sarana kepercayaan dan sebagai langkah diplomasi yang
preventif, serta dalam mencari sebuah solusi untuk menyelesaikan sebuah konflik.
Forum dialog ini pun bertujuan untuk menciptakan sebuah kawasan yang mandiri dan
lebih kuat. Saat ini anggota ARF telah mencapai 21 negara, yang terdiri dari seluruh
anggota ASEAN,10 negara negara sebagai mitra dialog ASEAN, diantaranya adalah
ARF lahir sebagai sebuah implikasi dari berakhirnya sistem bipolar di Asia
Pasifik. Sehingga setiap negara di Asia Pasifik harus mencari terobosan baru dalam
yang muncul di kawasan Asia Pasifik saat ini adalah mengenai konflik-konflik
teritorial, pola dan perilaku hubungan antar negara, dan persepsi ancaman yang
beragam, serta kehadiran Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik9, dan sebagainya.
ASEAN. Sebagai contoh, ASEAN telah berhasil mentralisir upaya menlu Amerika
Serikat, Warren Christopher dan Menlu Jepang, Kabun Muto, dalam kampanyenya
tentang isu ancaman senjata nuklir Korea Utara, yang seolah-olah negara komunis ini
menjadi ancaman bagi seluruh kawasan Asia Pasifik (Shambazy, 1995:368). Kemudian
ARF muncul sebagai inisiator untuk membuka dialog guna membicarakan isu tersebut
melalui musyawarah anggota. Sehingga dapat dinilai bahwa dialog menjadi suatu hal
penting untuk kawasan Asia Pasifik yang luas dan beragam. Selain itu pula,
Laut cina Selatan, dan perdamaian teritorial antar anggota ASEAN, keberhasilan itu
dicapai ketika konflik tidak terjadi secara lebih luas dan terbuka.
9
F. Andrea. 1996, Peran Keamanan Asean Regional Forum, dalam Bantarto Bandoro (ed), agenda dan
Penataan Keamanan di Asia Pasifik, Jakarta: CSIS, hal. 75
Dalam perkembangan ARF ini tidak terlepas dari peranan negara-negara besar.
namun bagaimanapun juga ASEAN tidak mungkin bisa berjalan sendiri, karena negara-
negara besar tersebut juga mempunyai kepentingan di kawasan ini. Namun sekarang
kepentingan negara besar itu dalam sebuah kerangka kerjasama yang menguntungkan,
Pasifik. Sebagai contoh keterlibatan Jepang dalam ARF akan memberikan wadah bagi
negara tersebut untuk mempunyai peranan di kawasan Asia Pasifik, dan juga
mengurangi ketakutan dan persepsi ancaman bagi negara lain, berkaitan dengan
keaktifan Jepang dalam masalah keamanan dan politik. Namun Asean memandang
peran Jepang sebagai sesuatu yang penting mengingat kerangka aliansinya dengan
Amerika Serikat, yang tentunya hal ini dipandang sebagai satu manfaat untuk menjaga
stabilitas keamanan di kawasan Asia Pasifik10. Alasan ini juga berlaku sama pada
kekhawatiran dari beberapa negara terhadap kekuatan Cina dan menilai bahwa Cina
diantaranya muncul kesangsian akan peran ASEAN di masa yang akan datang dalam
wadah kerja sama ini, karena adanya peran dari negara besar maka apakah ASEAN
tetap mampu sebagai poros utama dalam wadah kerja sama ini? Karena jika tidak, maka
tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang ARF hanyalah sebagai
instrumen bagi negara besar untuk memperluas hegemoni dan kekuasaannya. Selain itu
juga, keandalan ARF perlu diperhatikan untuk masa-masa yang akan datang, mengingat
10
Ibid, hal. 81
masih terdapatnya potensi konflik yang mengarah pada perang terbuka di kawasan Asia
Pasifik, apakah selamanya ARF hanya berperan sebagai forum dialog semata-mata?
Jadi mungkin apabila di masa mendatang ARF perlu memperluas peranannya secara
dapat meningkat. Jadi tiga prinsip utama dalam ARF, yaitu pembangunan kepercayaan,
diplomasi preventif, dan penyelesaian konflik, merupakan satu kesatuan prinsip yang
kawasan Asia Tenggara, dimana menjadi peran sentral terhadap segala dinamika di
Tenggara khususnya, dan di kawasan Asia Pasifik lebih luasnya. Maka ASEAN,
haruslah selalu peka terhadap gejala-gejala sosial yang muncul sebagai interaksi global
perkembangan ASEAN yang juga harus dicermati dengan lebih seksama. Apabila
dalam hal tersebut ASEAN sukses dalam menangani kedua hal tersebut, maka akan
meningkatkan posisi tawarnya di arena Internasional, dan membawa masa depan yang
cerah bagi sebuah organisasi di kawasan Asia Tenggara yang sebelumnya tidak
Bandoro, Bantarto (ed) 1996, Agenda dan Penataan Keamanan di Asia Pasifik,
Jakarta: CSIS
Loh Kok Wah, Francis, Joakim Ojendal (ed). 2005, Southeast Asian Response To
Archarya, Amitav, Lee Lai To. 2003, Asia In The New Millenium,