Oleh:
Kelompok 4
Hafiedz Noviandika (41117320029)
Mohammad Firdaus (41117320021)
Anggah Kurniawan (41117320020)
Indra Subagja (41117320032)
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian warga negara dan kewarganegaraan?
2. Apa saja asas penentuan status kewarganegaraan?
3. Bagaimana cara memperoleh status kewarganegaraan?
4. Apa yang menyebabkan hilangnya kewarganegaraan?
5. Bagaimana cara memperoleh kembali status kewarganegaraan (repatriasi)?
6. Apa saja ketentuan-ketentuan pidana?
7. Apa pengertian keimigrasian?
1.3.Tujuan
1. Agar pembaca mengetahui pengertian warga negara dan kewarganegaraan.
2. Agar pembaca mengetahui asas penentuan status kewarganegaraan.
3. Agar pembaca mengetahui cara memperoleh status kewarganegaraan.
4. Agar pembaca mengetahui penyebab hilangnya kewarganegaraan.
5. Agar pembaca mengetahui cara memperoleh kembali status kewarganegaraan,
6. Agar pembaca mengetahui ketentuan-ketentuan pidana.
7. Agar pembaca mengetahui pengertian keimigrasian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Warga Negara dan Kewarganegaraan
Secara umum Warga mengandung arti peserta atau anggota dari suatu organisasi
perkumpulan, jadi secara sederhana warga Negara diartikan sebagai anggota dari suatu Negara.
Istilah warga Negara merupaka terjemahan kata citizen(inggris). Kata citizen secara etimologis
berasal dari bangsa romawi yang pada waktu itu berbahasa latin, yaitu kata “civis” atau
“civitas” yang berarti anggota warga dari city-state. Selanjutnya kata ini dalam bahasa Prancis
diistilahkan “citoyen” yang bermakna warga dalam “cite” (kota yang memiliki hak-hak
terbatas. Citoyen atau citien dengan demikian bermakna warga atau penghuni kota.
Secara umum, pengertian warga negara adalah anggota suatu negara yang mempunyai
keterikatan timbal balik dengan negaranya. Jadi warga negara dapat diartikan secara sederhana
sebagai anggota dari suatu negara. Seseorang dapat menjadi warga negara setelah memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan oleh suatu negara.
Istilah Warga Negara merupakan terjemahan kata “citizen“, mempunyai arti sebagai berikut:
1. warga negara
2. petunjuk dari sebuah kota
3. orang setanah air, sesama penduduk atau sesama warga negara
4. bawahan atau kawula.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kewarganegaraan adalah hal yang
berhubungan dengan warga negara dan keanggotaan sebagai warga negara. Menurut pasal 1
angka (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia, pengertian kewarganegaraan adalah segala hal ikhwal yang berhubungan dengan
warga negara. Dalam bahasa Inggris, kewarganegaraan dikenal dengan kata citizenship, artinya
keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dengan warga negara.
Istilah kewarganegaraan dapat dibedakan dalam arti yuridis dan sosiologis.
Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum antara
orang-orang dengan negara. Adanya ikatan hukum itu menimbulkan akibat-akibat hukum
tertentu, yaitu orang tersebut berada di bawah kekuasaan negara yang bersangkutan. Tanda dari
adanya ikatan hukum tersebut antara lain akta kelahiran, surat pernyataan, dan bukti
kewarganegaraan.
Kewarganegaraan dalam arti sosiologis tidak ditandai dengan ikatan hukum. Akan
tetapi ditandai dengan ikatan emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib,
ikatan sejarah, dan ikatan tanah air. Dengan kata lain, ikatan ini lahir dari penghayatan warga
negara yang bersangkutan. Orang yang sudah memiliki kewarganegaraan tidak jatuh pada
kekuasaan atau wewenang negara lain. Negara lain tidak berhak memperlakukan kaidah-kaidah
hukum kepada orang yang bukan warga negaranya.
Dari sudut padang kewarganegaraan sosiologis (sosial), seseorang dapat dipandang
negara sebagai warga negaranya sebab penghayatan hidup, ikatan emosional dan juga tingkah
laku yang dilakukan menunjukkan bahwa orang tersebut sudah seharusnya menjadi anggota
negara itu. Namun dari sudut pandang hukum orang tersebut tidak memiliki bukti ikatan hukum
dengan negara.
Kewarganegaraan dalam arti formil menunjuk pada tempat kewarganegaraannya.
Dalam sistematika hukum, masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik.
Kewarganegaraan dalam arti Materil menunjuk pada akibat hukum dari status
kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban sebagai bagian dari warga
negara. Kewarganegaraan seseorang mengakibatkan orang tersebut memiliki pertalian hukum
serta tunduk pada hukum negara yang bersangkutan. Orang yang telah memiliki
kewarganegaraan tidak jatuh pada kewenangan atau kekuasaan negara lain. Negara lain tidak
berhak memperlakukan kaidah-kaidah hukum pada orang yang bukan warga
negaranya. Kewarganegaraan menunjuk pada seperangkat karakteristik seorang warga.
Karakteristik atau atribut kewarganegaraan itu mencakup :
Perasaan akan identitas
Pemilikkan hak-hak tertentu
Pemenuhan kewajiban-kewajiban yang sesuai
Tingkat ketertarikan dan keterlibatan dalam masalah publik
Penerimaan terhadap nilai-nilai sosial dasar
Memiliki kewarganegaraan berarti seseorang itu memiliki identitas atau status dalam
lingkup nasional. Memiliki kewargnegaraan berarti didapatkannya sejumlah hak dan
kewajiban yang berlaku timbal balik dengan negara. Ia berhak dan berkewajiban atas negara,
sebaliknya negara memilki hak dan kewajiban atas orang tersebut. Terkait dengan hak dan
kewajiban ini sahabat, maka seseorang menjadikan ia turut terlibat atau berpartisipasi dalam
kehidupan negaranya. Kewarganegaraan seseorang juga menjadikan orang tersebut
berpartisipasi dengan warga negara lainnya sehingga tumbuh penerimaan atas nilai-nilai
sosial bersama yang ada di negara tersebut.
2.2.Asas Penentuan Status Kewarganegaraan
Asas kewarganegaraan adalah pedoman dasar bagi suatu negara untuk menentukan
warga negara yang menjadi warga negaranya. Setiap negara mempunyai kebebasan untuk
menentukan asas kewarganegaraan yang hendak dipergunakannya.
Di negara Indonesia, asas kewarganegaraan ditegaskan dalam penjelasan umum Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2006, sebagai berikut:
a. Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
b. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006.
c. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi
setiap orang.
d. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda
bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
Disamping asas umum, ada beberapa asas khusus yang menjadi dasar penyusunan Undang-
undang Kewarganegaraan Indonesia, yaitu :
a. Asas kepentingan nasional adalah asas yang menentukan bahwa peraturan kewarganegaraan
mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan
kedaulatannya sebagai negara kesatuan yang memiliki cita-cita dan tujuannya sendiri.
b. Asas perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib
memberikan perlindungan penuh kepada setiap warga negara Indonesia dalam keadaan apapun
baik didalam ataupun diluar negri.
c. Asas persamaan didalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang menentukan bahwa
setiap warga negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama didalam hukum dan
pemerintahan.
d. Asas kebenaran substantif adalah prosedur kewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat
administratif, tetapi juga disertai substansi dan syarat-syarat permohonan yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
e. Asas nondiskriminatif adalah asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal yang
berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan
gender.
f. Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah asas yang dalam
segala hal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin, melindungi, dan
memuliakan hak asasi manusia pada umumnya dan hak warga negara pada khususnya.
g. Asas keterbukaan adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal yang berhubungan
dengan warga negara harus dilakukan secara terbuka.
h. Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau
kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia diumumkan dalam Berita Republik
Indonesia agar masyarakat mengetahuinya
Selain asas-asas tersebut dalam menentukan kewarganegaraan dipergunakan dua stelsel
(sistem) kewarganegaraan, yaitu stelsel aktif dan stelsel pasif. Menurut stelsel aktif, seseorang
harus melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu secara aktif untuk menjadi warga negara.
Menurut stelsel pasif, orang dengan sendirinya dianggap menjadi warga negara tanpa
melakukan sesuatu tindakan hukum tertentu. Berhubungan dengan kedua stelsel tersebut, harus
dibedakan antara hak opsi, yaitu hak untuk memilih sesuatu kewarganegaraan (dalam stelsel
aktif) dan hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak sesuatu kewarganegaraan (dalam stelsel
pasif).
Negara memiliki wewenang untuk menentukan warga negara sesuai dengan asas yang
dianut negara tersebut. Dengan adanya kedaulatan ini, pada dasarnya suatu negara tidak terikat
oleh negara lain dalam menentukan kewarganegaraan. Negara lain juga tidak boleh
menentukan siapa saja yang menjadi warga negara dari suatu negara. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa asas yang digunakan oleh suatu negara dalam menentukan
kewarganegaraannya berbedabeda. Dengan adanya perbedaan dalam menentukan
kewarganegaraan di suatu negara tersebut dapat menimbulkan dua kemungkinan status
terhadap seseorang. Dua kemungkinan status seseorang tersebut seperti berikut:
a. Apatride, yaitu istilah untuk orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan.
b. Bipatride, yaitu istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan ganda (rangkap
dua).
Dua kemungkinan status seseorang tersebut merupakan problem kewarganegaraan
Indonesia. Oleh karena itu, pada dasarnya Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006 tidak
mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride).
B. Prosedur
Prosedur untuk memperoleh kembali status WNI yang telah hilang juga sama dengan prosedur
bagi WNA lainnya yang akan menjadi WNI sebagaimana diatur dalam Pasal 10-18 UU
12/2006, yakni:
1. Permohonan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai RI,
ditujukan kepada Presiden RI melalui Menteri Hukum & HAM, dan disampaikan kepada
Pejabat Imigrasi terkait.
2. Jika permohonannya diajukan di Timor-Leste maka pengajuannya dapat dilakukan
melalui KBRI-Dili dan akan diterukan kepada Menteri Hukum & HAM.
3. Menteri Hukum & HAM akan meneruskan permohonan tersebut kepada Presiden RI
paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan itu, disertai berbagai
pertimbangan.
4. Presiden RI dapat saja menerima atau menolak permohonan tersebut.
5. Jika diterima maka akan diterbitkan Keputusan Presiden (Keppres) RI paling lambat 3
(tiga) bulan sejak diterimanya permohonan dan akan diserahkan kepada yang bersangkutan
paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal Keppres.
6. Apabila permohonannya ditolak maka Menteri Hukum & HAM akan memberitahukan
kepada yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan,
disertai alasan penolakannya.
7. KBRI-Dili akan memanggil pemohon untuk mengucapkan sumpah atau menyatakan janji
setia kepada NKRI selambatnya 3 (tiga) bulan sejak dikirimnya Keppres tersebut kepada
yang bersangkutan. Dalam hal ini, Keppres tersebut nanti akan berlaku efektif terhitung
sejak tanggal pengucapan sumpah atau pernyataan janji.
8. Jika pada saat pengucapan sumpah atau pernyataan janji ternyata pemohon tidak hadir
tanpa alasan yang sah maka dengan sendirinya Keppres tersebut dianggap batal demi
hukum.
9. Setelah pengucapan sumpah atau pernyataan janji, pemohon diwajibkan menyerahkan
dokumen / surat-surat keimigrasiannya ke KBRI-Dili dalam jangka waktu selambatnya 14
(empat belas) hari.
10. Salinan Keppres dan Berita Acara Pengucapan Sumpah / Pernyataan Janji adalah bukti sah
perolehan status WNI bagi yang bersangkutan. Dalam hal ini, Menteri Hukum & HAM
akan mengumumkan nama yang bersangkutan sebagai WNI secara sah melalui Berita
Negara RI.
11. Selain itu cara memperoleh kembali status kewarganegaraan (repatriasi) dimuat dalam
Undang-undang nomor 12 tahun 2006. Pasal 31,menegaskan “Seseorang yang kehilangan
Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya
melalui prosedur pewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan
Pasal 18 dan Pasal 22.
Disamping itu, pasal 32 menegaskan:
(1) Warga Negara Indonesia yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf i, Pasal 25, dan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2)
dapat memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan mengajukan
permohonan tertulis kepada Menteri tanpa melalui prosedur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 sampai dengan Pasal 17.
(2) Dalam hal pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertempat tinggal di luar
wilayah negara Republik Indonesia, permohonan disampaikan melalui Perwakilan
Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon.
2.6.Ketentuan Pidana
Ketentuan pidana bagi seseorang yang melanggar UU No. 12 tahun 2006, diatur dalam pasal-
pasal berikut:
Pasal 36
(1) Pejabat yang karena kelalaiannya melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini sehingga mengakibatkan seseorang
kehilangan hak untuk memperoleh atau memperoleh kembali dan/atau kehilangan
Kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun.
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena
kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 37
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu, termasuk
keterangan di atas sumpah, membuat surat atau dokumen palsu, memalsukan surat atau
dokumen dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai keterangan atau surat
atau dokumen yang dipalsukan untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia
atau memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling
sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan keterangan palsu, termasuk
keterangan di atas sumpah, membuat surat atau dokumen palsu, memalsukan surat atau
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling sedikit Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling. banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
Pasal 38
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dilakukan korporasi,
pengenaan pidana dijatuhkan kepada korporasi dan/atau pengurus yang bertindak untuk
dan atas nama korporasi.
(2) Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling
sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan dicabut izin usahanya.
(3) Pengurus korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
2.7.Keimigrasian
Keimigrasian adalah kegiatan pengaturan dan pengelolaan tentang keluar masuknya orang
di suatu negara dan keberadaan seseorang di negara lain bukan negaranya. Imigrasi
merupakan keluar masuknya seseorang dari/ke suatunegara.
Rancangan Undang Undang Keimigarsian yang telah dipersiapkan sejak 2002 telah
disyahkan tanggal 7 April 2011. UU yang baru ini menggantikan UU keimigrasian
No.9 tahun 1992, dengan perumusan barunya antara lain:
1. Leading Sector fungsi keimigrasian yang telah diletakkan di Kementerian Hukum dan
HAM;
2. Organisasi Direktorat Jenderal Imigrasi yang otonom;
3. Penerapan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian sebagai penunjang pelaksanaan
fungsi Keimigrasian dengan perangkat dan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi;
4. Penegasan bahwa setiap Warga Negara Indonesia tidak dapat ditolak masuk wilayah
Indonesia;
5. Pengaturan sterilisasi area Imigrasi di setiap Tempat Pemeriksaan Imigrasi di bandar
udara, pelabuhan laut,dan pos lintas batas;
6. Menteri Luar Negeri didelegasikan untuk mengatur hal yang terkait dengan paspor, visa
dan izin tinggal untuk tugas diplomatik dan dinas;
7. Pengaturan visa yang lebih jelas tujuan pemberian dan subjeknya;
8. Pengaturan izin tinggal tetap yang diberikan untuk waktu yang tidak terbatas dengan tetap
memiliki kewajiban melapor ke Kantor Imigrasi setiap 5 (lima) tahun dengan tidak dikenai
biaya;
9. Kemudahan bagi eks Warga Negara Indonesia dan eks subjek anak berkewarganegaraan
ganda Republik Indonesia untuk memiliki Izin Tinggal Tetap;
10. Kemudahan bagi pemegang Izin Tinggal Terbatas dan Izin Tinggal Tetap karena
perkawinan campuran untuk melakukan pekerjaan dan/atau usaha untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan/atau keluarganya;
11. Pengaturan penjamin sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keberadaan dan
kegiatan orang asing selama berada di wilayah Indonesia;
12. Perluasan perspektif pengawasan keimigrasian yaitu pengawasan yang berbasis data dan
informasi, pengawasan lapangan yang menyertakan tim pengawasan dari abdan atau
instansi pemerintah terkait, serta penguatan fungsi intelijen Keimigrasian;
13. Tindakan administratif Keimigrasian sebagai salah satu proses penegakan hukum di luar
sistem peradilan;
14. Rumah dan ruang detensi sebagai tempat penempatan sementara bagi orang asing yang
melanggar peraturan perundang-undangan dan korban perdagangan orang dan
penyelundupan manusia;
15. Kewenangan preventif dan represif Menteri Hukum dan HAM dalam penanganan
perdagangan orang dan penyelundupan manusia;
16. Pencegahan dalam keadaan yang mendesak di mana pejabat yang berwenang dapat
meminta secara langsung kepada pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Keimigrasian;
17. PPNS Keimigrasian diberi wewenang sebagai penyidik tindak pidana Keimigrasian;
18. Ketentuan pidana yang mengatur kriminalisasi bagi penanggung jawab alat angkut,
penjamin, pengurus, atau penanggung jawab penginapan, pelaku perdagangan orang dan
penyelundupan manusia, pembuat maupun pengguna dan penyimpan dokumen
keimigrasian palsu, pelaku perkawinan semu, deteni serta pejabat Imigrasi atau pejabat lain
yang melakukan penyalahgunaan wewenang dan tidak melaksanakan tugas sesuai
prosedur; dan
19. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia peserta pendidikan khusus Keimigrasian
minimal sarjana.
20. Komisi III DPR RI telah mengadakan rapat kerja dengan Menteri Hukum dan HAM
dalam rangka pembicaraan tingkat I pada 31 Maret 2011 dengan agenda Laporan Ketua
Panja kepada Pleno Komisi III, mengenai hasil pembahasan RUU tentang Keimigrasian,
pendapat mini fraksi di mana seluruh fraksi menyatakan persetujuan dengan pengambilan
keputusan, serta diakhiri dengan penandatanganan draft RUU. (dikuti dari Ditjen Imigrasi).
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Warga negara Indonesia adalah warga yang bermukim di Indonesia maupun yang berada
di luar wilayah Indonesia yang memiliki kewarganegaraan Republik Indonesia yang
diakui oleh Undang-Undang Republik Indonesia. Prinsip kewarganegaraan itu sendiri ada dua,
yakni ‘ius soli’ (berdasarkan tanah kelahiran) dan ‘ius sanguinis’ (berdasarkan ikatan darah
atau keturunan). Indonesia sendiri menganut prinsip keturunan, yakni ‘ius sanguinis’.
3.2.Saran
Adapun Saran penulis sehubungan dengan bahasan makalah ini, kepada rekan-rekan
mahasiswa agar lebih meningkatkan, menggali dan mengkaji lebih dalam tentang bagaimana
listrik statis.
Daftar Pustaka