Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................ i
KATA PENGANTAR...............................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi............................................................................................2
2.2 Epidemiologi..................................................................................2
2.3 Klasifikasi.......................................................................................3
2.4 Etiologi............................................................................................6
2.5 Patofisiologi....................................................................................6
2.6 Maniestasi Klinis ..........................................................................7
2.7 Diagnosa.........................................................................................8
2.8 Penatalaksanaan............................................................................9
2.9 Komplikasi...................................................................................11
2.10 Prognosis.....................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma buli-buli merupakan keadaan darurat bedah yang melakukan

penatalaksanaan segera. Bila tidak ditanggulangi dengan segera, dapat

menimbulkan komplikasi, seperti peritonitis dan sepsis. Secara anatomic, buli-

buli terletak di dalam rongga pelvis, terlindung oleh tulang pelvis sehingga

jarang mengalami cedera.

Trauma kandung kemih terbanyak karena kecelakaan lalu lintas atau

kecelakaan kerja yang menyebabkan fragmen patah tulang pelvis mencederai

buli-buli.

Fraktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau rupture kandung

kemih. Pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada dinding buli-buli

dengan hematuria tanpa ekstravasasi urin.

Rupture kandung kemih dapat bersifat intrapertoneal atau ekstraperitoneal.

Rupture kandung kemih ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen

fraktur tulang pelvis pada dinding depan kandung kemih yang penuh. Pada

kejadian ini terjadi ekstravasasi urin di rongga prevesikal.

Trauma tumpul dapat menyebabkan rupture buli-buli, terutama bila kandung

kemih penuh atau terdapat kelainan patologik, seperti tuberculosis, tumor, atau

obstruksi sehingga trauma kecil sudah menyebabkan rupture.

Trauma tajam akibat luka tusuk atau tembak lebih jarang ditemukan. Luka

dapat melalui daerah suprapubik ataupun transperineal.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Ruptur Vesika Urinaria disebut juga trauma buli-buli atau trauma vesika

urinaria merupakan keadaan darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan

segera, bila tidak ditanggulangi dengan segera dapat menimbulkan komplikasi

seperti perdarahan hebat, peritonitis dan sepsis. Secara anatomi buli-buli terletak

di dalam rongga pelvis terlindung oleh tulang pelvis sehingga jarang mengalami

cedera. Rudapaksa kandung kemih terbanyak karena kecelakan lalu lintas atau

kecelakaan kerja yang menyebabkan fragmen patah tulang pelvis mencederai buli-

buli. Fraktur tulang panggul dapat menimbulkan ruptur kandung kemih.

Ruptur kandung kemih dapat bersifat intraperitoneal dan ekstraperitoneal.

Ruptur buli ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang

pelvis pada dinding depan kandung kemih yang penuh. Cedera pada abdomen

bawah sewaktu kandung kemih penuh menyebabkan ruptur buli intraperitoneal.

2.2 Epidemiologi

 Trauma eksternal 82%


 Iatrogenic 14%
 Spontaneous < 1%
 Cedera vesika urinaria ekstraperitoneal 45-60% dari seluruh trauma vesika
urinaria
 Cedera vesika urinaria intraperitoneal 25-45% dari seluruh trauma vesika
urinaria

2
Dari seluruh trauma vesika urinaria, 60 – 85% adalah karena trauma
tumpul. 15 – 40% adalah karena trauma penetrasi. Mekanisme paling sering dari
trauma tumpul adalah kecelakaan kendaraan bermotor 87%, terjatuh 7%. Pada
trauma penetrasi, frekuensi paling sering adalah luka tembak 85%, luka tusuk
15%.

2.3 Klasifikasi

Secara klinis cedera buli buli dibedakan menjadi kontusio buli buli, cedera

buli buli ekstraperitoneal, dan cedera intraperitoneal. Pada kontusio buli buli

hanyapada dindingnya, mungkin didapatkan hematoma perivesikal, tetapi tidak di

dapatkan ekstravasasi urine ke luar buli-buli. Cedera intraperitoneal merupakan

25-45% dari seluruh trauma buli-buli, sedangkan kejadian cedera buli-buli

ekstraperitoneal kurang lebih 40-60% dari seluruh trauma buli-buli. Tidak jarang

cedera buli-buli intraperitoneal terjadi bersama dengan cedera ekstraperitoneal (2-

12%).

Pada cedera bulibuli intraperitoneal terjadi pengaliran intraperitoneal terja

di pengaliran urine kerongga peritonealsehingga menyebabkan inflamasi bahkan

infeksi (peritonitis). Oleh karena itu jika tidak segera dilakukan tindakan

pembedahan, 10-20% cedera buli-buli berakibat kematian karena sepsis.

3
The American Asociation for the Surgery of Trauma (AAST) telah

mengklasifikasikan cedera buli-buli menjadi 5 derajat, sebagai berikut:

4
2.3 Etiologi

5
Trauma buli sering disebabkan rudapaksa dari luar, dan sering didapatkan

bersama dengan fraktur pelvis. Penyebab lain adalah trauma latrogenik.

Penyebab fraktur adalah trauma. Mayoritas fraktur adalah akibat

kecelakaan lalu lintas. Trauma lainnya adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan

kerja dan kecelakaan/cedera olah raga.

2.4 Patofisiologi

Kurang lebih 90% trauma tumpul vesika urinaria adalah akibat fraktur

felvis. Robeknya vesika urinaria karena fraktur pelvis bisa juga terjadi akibat

fragmen tulang pelvis merobek dindingnya (Gambar B). Dalam keadaan penuh

terisi urine, vesika urinaria mudah robek sekali jika mendapatkan tekanan dari

luar berupa benturan pada perut sebelah bawah. vesika urinaria akan robek pada

bagian fundus dan menyebabkan ekstravasasi urine ke rongga intraperitoneum

(Gambar A).

Keterangan gambar : (A) Intraperitoneal, robeknya vesika urinaria pada

daerah fundus, menyebabkan ekstravasasi urine ke rongga intraperitoneum. (B)

ekstraperitoneal akibat fraktur tulang pelvis.

6
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan

metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka

atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa

nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang

akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu

fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi

infeksi terkontaminasi dengan udara luar.

2.5 Manifestasi Klinis

 Umumnya fraktur tulang pelvis disertai pendarahan hebat sehingga tidak


jarang penderita datang dalam keadaan anemik bahkan syok.
 Pada abdomen bagian bawah tampak jejas atau hematom dan terdapat
nyeri tekan di daerah suprapubik di tempat hematom.
 Pada kontusio buli-buli, nyeri terutama bila ditekan di daerah suprapubik
dan dapat ditemukan hematuria. Tidak terdapat rangsang peritoneum.
 Pada ruptur buli-buli intraperitoneal, urine masuk ke rongga peritoneum
sehingga memberikan tanda cairan intraabdomen dan rangsang
peritoneum.
 Lesi ekstraperitoneal memberikan gejala dan tanda infiltrate urine di
rongga peritoneal yang sering menyebabkan septisemia. Penderita
mengeduh tidak bisa buang air kecil. Kadang keluar darah dari uretra.
 Ruptur kandung kemih intraperitoneal dapat menimbulkan gejala dan
tanda rangsang peritoneum termasuk defans muskuler dan sindrom ileus
paralitik.

2.6 Diagnosa

Setelah mengalami cedera pada abdomen sebelah bawah, pasien mengeluh

nyeri di daerah suprasimfisis, miksi bercampur darah atau pasien tidak dapat

7
miksi. Umumnya fraktur tulang pelvis disertai dengan perdarahan hebat sehingga

tidak jarang pasien datang dalam keadaan anemia bahkan syok.

Pada abdomen bagian bawah tampak jejas atau hematom dan terdapat

nyeri tekan didaerah suprapubik di tempat hematom. Pada ruptur vesika urinaria

intraperitoneal, urin masuk ke rongga peritoneum sehingga memberi tanda cairan

intraabdomen dan rangsang peritoneum. Lesi ekstraperitoneal membertikan gejala

dan tanda infiltrat urin di rongga peritoneal yang sering menyebabkan septisemia.

Penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil. Kadang keluar darah dari uretra.

Diagnosis ditentukan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta hematuria.

Pada foto pelvis atau foto polos abdomen terlihat fraktur tulang pelvis.

Pemeriksaan radiologi lain untuk menunjang diagnosis adalah sistogram, yang

dapat memberi keterangan ada tidaknya ruptur vesika urinaria, dan lokasi ruptur

apakah intra atau ekstraperitoneal. Pemeriksaan pencitraan dengan sistogram,

yaitu dengan memasukkan kontras kedalam vesika urinaria sebanyak 300-400 ml

secara gravitasi (tanpa tekanan) melalui kateter per-uretra. Kemudian dibuat

beberapa foto, yaitu pada saat vesika urinaria terisi kontras dalam posisi AP, pada

posisi oblik dan wash out film yaitu foto setelah kontras dikeluarkan dari vesika

urinaria. Jika terdapat robekan pada vesika urinaria, terlihat ekstravasasi kontras

di dalam rongga perivesikal yang merupakan tanda adanya robekan

ekstraperitoneal. Jika terdapat kontras yang berada di sela-sela usus berarti

robekan vesika urinaria intraperitoneal. Pada perforasi yang kecil seringkali tidak

tampak adanya ekstravasasi (negatif palsu) terutama jika kontras yang

8
dimasukkan kurang dari 250 ml. Jika tidak dijumpai ekstravasasi, diagnosisnya

adalah kontusio vesika urinaria.

Sebelum melakukan pemasangan kateter uretra, harus diyakini dulu bahwa

tidak ada pedarahan yang keluar dari uretra. Keluarnya darah dari uretra

merupakan tanda dari cedera uretra. Jika disamping cedera vesika urinaria juga

diduga terdapat cedera pada saluran kemih bagian atas, pencitraan vesika urinaria

dapat diperoleh melalui fase sistografi pada foto IVU.

2.7 Penatalaksanaan

Bila penderita datang dalam keadaan syok, harus diatasi dengan pemberian

cairan intravena atau tranfusi darah. Bila sirkulasi telah stabil, baru dilakukan

reparasi vesika urinaria. Prinsip pemulihan ruptur vesika urinaria adalah

penyaliran ruang perivesikal, pemulihan dinding, penyaliran kandung kemih dan

perivesikal, dan pengeluaran urin melalui kateter. Terapinya tergantung pada jenis

cederanya, diantaranya adalah:

a. Pada kontusio vesika urinaria: cukup dilakukan dengan pemasangan

kateter dengan tujuan untuk memberikan istirahat pada vesika urinaria.

Dengan cara ini diharapkan pasien bisa sembuh setelah 7-10 hari.

b. Pada cedera robekan intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparatomi

untuk mencari robekan pada vesika urinaria serta kemungkinan cedera

pada organ lain. Jika tidak segera dioperasi ekstravasasi urin ke rongga

inraperitoneum dapat menyebabkan peritonitis. Rongga intraperitoneum

9
dicuci, robekan pada vesika urinaria dijahit 2 lapis, kemudian dipasang

kateter sistosomi yang dilewatkan diluar sayatan laparotomi.

c. Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi

minimal) dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari, tetapi

sebagian dari literatur lain menganjurkan untuk melakukan penjahitan

vesika urinaria dengan pemasangan kateter sistostomi. Tanpa dilakukan

pembedahan, kejadian kegagalan penyembuhan luka kurang lebih 15%,

dan kemungkinan untuk terjadinya infeksi pada rongga perivesikal sebesar

12%. Oleh karena itu jika bersamaan dengan ruptur vesika urinaria

terdapat cedera organ lain yang membutuhkan operasi, sebaiknya

dilakukan penjahitan vesika urinaria dan pemasangan kateter sistostomi.

10
2.8 Komplikasi

 Uropati obstruktif akut bilateral


 Perdarahan, syok
 Peritonitis
 Scar formation, blockage of the urethra
 Retensi urin

Pada cedera buli-buli ekstraperitoneal, ekstravasasi urine ke rongga pelvis

yang dibiarkan dalam waktu lama dapat menyebabkan infeksi dan abses pelvis.

Yang lebih berat lagi adalah robekan buli-buli intraperitoneal, jika tidak segera

dilakukan operasi, dapat menimbulkan peritonitis akibat dari ekstravasasi urine

pada rongga intra-peritoneum. Kedua keadaan itu dapat menyebabkan sepsis yang

dapat mengancam jiwa. Kadang-kadang dapat pula terjadi penyulit berupa

keluhan miksi, yaitu frekuensi dan urgensi yang biasanya akan sembuh sebelum 2

bulan.

2.9 Prognosis

Prognosi akan baik jika penatalaksanaan dilakukan dengan segera.

Cystosomy suprapubic tube bisa dilepas setelah 10 hari. Pasien dengan laserasi

yang memanjang sampai ke area neck bladder mungkin untuk terjadi inkontensia

sementara. Di waktu pelepasannya, kultur urin diperlukan untuk melihat

kemungkinan terjadi infeksi yang nantinya dibutuhkan terapi selanjutnya.

11

Anda mungkin juga menyukai